Anda di halaman 1dari 3

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Shalat

ِ ‫ اَلتَّع‬dan shalat menurut terminologi ialah ibadah


Shalat menurut arti bahasa ‫( اَل ُّدعَا ُء‬doa) atau ‫ْظ ْي ُم‬
yang terdiri dari ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu yang dimulai dengan
takbiratul ihram (Allahu Akbar) dan diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.
Shalat juga berarti doa untuk mendapatkan kebaikan atau salawat bagi Nabi Muhammad
SAW.1

Shalat adalah pengakuan hati bahwa Allah SWT sebagai pencipta adalah Agung, dan
pernyataan patuh terhadap-Nya, serta tunduk atas kebesaran dan kemurkaan-Nya yang kekal
dan abadi. Bagi seseorang yang telah melaksanakan shalat dengan penuh penciptaan-Nya,
hubungannya dengan Allah akan kuat, istiqomah dalam beribadah kepada-Nya dan
ketentuan-ketentuan yang digariskan oleh-Nya.2

B. Rukun Shalat

Kata arkan adalah bentuk plural dari kata rukn, menurut arti bahasa berarti sisi yang kuat,
merujuk pada firman Allah SWT dalam menceritakan Nabi Luth:

‫اوى إِلَى ُر ْك ٍن َش ِد ْي ٍد‬


ِ ‫اَوْ َء‬
Atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan).
Q.S. Hud:80
Sedangkan menurut terminologi rukn berarti susuatu yang menjadi bagian dari sesuatu yang
lain dan keabsahannya tergantung pada sesuatu tersebut.3

Rukun-rukun Shalat dapat diringkas sebagai berikut:

1. Niat
2. Berdiri
3. Takbiratul Ihram
4. Membaca surat Al-Fatihah

1
Abdullah Arief Cholil dkk, studi Islam II, Semarang; UNISSULA PRESS, 2010,hlm., 60
2
Ibid, hlm., 61
3
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, Jakarta; Ikrar Mandiriabadi, Ed.
Revisi. cet. 2, 2010, hlm., 187
5. Rukuk dengan Tuma’ninah
6. I’tidal dengan Tuma’ninah
7. Sujud dengan Tuma’ninah
8. Duduk diantara dua sujud
9. Mengucapkan salam
10. tertib4
C. Hukum Melafadzkan Niat

Niat menurut arti bahasa adalah ketetapan hati, sedangkan menurut terminologi syara’, niat
berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu dibarengi dengan pekerjaannya, kecuali
puasa. Ia tidak disyaratkan membarengkan niat dengan pekerjaannya, karena hal itu
menimbulkan kesulitan, mengingat keharusan mengawasi fajar cukup memberatkan bagi
orang yang berpuasa.

Bagi mushalli (orang yang shalat), ia cukup mengatakannya dalam hati tanpa perlu
diucapkan.5

Karenanya, niat tidak perlu dilafadzkan. Bahkan melafadzkan niat adalah bid’ah. Sebab tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW, juga oleh para sahabat beliau. Hendaklah seseorang
meniatkan dalam hatinya shalat yang akan ia laksanakan. Seperti shalat zhuhur dan shalat
ashar. Dasarnya dalam hadits Nabi SAW;

ِ ‫إِنَّ َما األَ ْع َما ُل بِالنِّيَا‬


ٍ ‫ت َوإِنَّ َما ِل ُك ِّل ا ْم ِر‬
‫ئ َما ن ََوى‬

Sesungguhnya segala perbuatan tergantung niat dan sesungguhnya bagi setiap orang apa
yang diniatkannya.
Ulama madzhab berbeda pendapat, bahkan para ahli fiqh dalam satu madzhab juga berbeda
antara yang satu dengan yang lain.

Semua ulama madzhab sepakat bahwa mengungkapkan dengan kata-kata tidaklah diminta.
Sebagaimana mustahil juga secara kebiasaan seseorang berniat melakukan shalat dhuhur
tetapi ia melakukan shalat ashar, dan berniat melakukan shalat fardhu tetapi ia melakukan
shalat sunnah, padahal ia tahu dan dapat membedakan antara dua shalat tersebut.

4
Abdullah Arief Cholil dkk, studi Islam II, Semarang; UNISSULA PRESS, 2010,hlm., 66-71
5
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Abdul wahab Sayyed Hawwas, Fiqh Ibadah, Jakarta; Ikrar Mandiriabadi, Ed.
Revisi. cet. 2, 2010, hlm., 187-188
Ibnu Qayyim berpendapat bahwa Nabi Muhammad SAW kalau menegakkan shalat, beliau
langsung mengucapkan Allahu Akbar (Allah Maha Besar) dan beliau tidak mengucapkan
apa-apa sebelumnya, dan tidak pula mengucapkan “ushalli kadza mustaqbilal qiblati arba’a
raka’atin imaman auma’muman” (saya shalat ini atau itu dengan menghadap qiblat empat
rakaat sebagai imam atau makmum), dan tidak pula berkata “ada’an” (melaksanakan) dan
tidak pula “qadha’an” (mengganti), dan tidak pula “fardhol wakti” (shalat fardhu pada
waktu ini). Ini semuanya merupakan bagian dari sepuluh perbuatan bid’ah, karena tidak ada
nash shahih yang menceritakan dengan sanad yang shahih, dan tidak pula dengan sanad yang
dhaif (lemah), dan tidak pula dengan sanad hasan, dari salah seorang tabi’in, dan tidak pula
dari para Imam empat Madzhab.

Sayyid Muhammad berkata: kesimpulan yang ditarik dari dalil-dalil syara’ adalah kemudahan
untuk mengucapkan niat untuk melakukan perbuatan tertentu dalam rangka mematuhi
perintah-perintah Allah. Masalah ini tidak terpisah dari orang

Anda mungkin juga menyukai