Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

Abses Bucal Dextra


Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang

Dosen Pembimbing

drg. Raisyatul Baroroh

Oleh :

Aniska Cattleya Shara

112110178

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

2016

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS

Abses Bucal Dextra

Studi Kasus di Poli Bagian Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang

Oleh :

Aniska Cattleya Shara

112110178

Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh

Program Pendidikan Profesi Dokter Gigi (PPPDG)

Fakultas Kedokteran Gigi Islam Sultan Agung Semarang

Tanggal : 15 Agustus 2016

Mengetahui,

Ketua KSM Ilmu Kesehatan Gigi dan Mulut

RSUD Tugurejo Semarang Dosen Pembimbing

(drg. Evalina) (drg. Raisyatul Baroroh)

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul ..............................................................................................................i

Halaman Pengesahan ...................................................................................................ii

Daftar Isi .....................................................................................................................iii

Bab I. Deskripsi Kasus ................................................................................................1

Bab II. Tinjauan Pustaka .............................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................24

iii
BAB I

DESKRIPSI KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Mrs. FY

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 30 th

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

Alamat :Semarang

No.CM : 47-48-74

Tanggal diperiksa : 9 Agustus 2016

II. KELUHAN SUBJEKTIF ANAMNESA

Keluhan Utama : Pipi sebelah kanan bengkak dan sakit saat di pegang

Anamnesa : Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Agustus


2016

a) Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan pipi sebelah kanan


bengkak dan sakit saat di pegang. Bengkak mulai 2 minggu yang lalu. Awal
mulanya gigi paling belakang kanan sakit, tumbuh miring dan sudah lama
berlubang kemudian muncul bengkak di pipi kanan sebesar kelereng
kemudian membesar hingga 3 cm. Rasa nyerinya berdenyut disertai kesulitan

iv
membuka mulut dan leher tegang. Selama bengkak pasien belum meminum
obat. 1 hari sebelum ke RSUD Tugurejo pasien berobat ke klinik swasta yang
kemudian diberi rujukan ke RS.

b) Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat Gigi & Mulut: Pernah bengkak dan sakit pada tempat yang sama
namun lebih besar daripada yang sekarang, pada 1 tahun yang lalu, yang
sebelumnya juga diawali karena sakit pada gigi belakang. Telah dilakukan
insisi abses pada pipi tersebut oleh dokter bedah umum, kondisi pasien saat
itu sedang hamil 9 bulan kehamilan ke 2. Bengkak kemudian kempes
namun tidak terdapat lanjutan untuk perawatan gigi tersebut.

c) Riwayat penyakit keluarga :

Tidak ada keluarga yang pernah sakit seperti ini.

d) Riwayat penyakit sistemik dan alergi obat

Disangkal

e) Riwayat sosial ekonomi :

Pasien melakukan perawatan memakai BPJS non PBI

III.PEMERIKSAAN OBJEKTIF

1. Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

Keadaan Gizi : Baik

2. Status present

TD : 134/84 mmHg

RR : 24x / menit

N : 112x / menit

v
T : 37o C

BB : 68 Kg

TB : 150 cm

3. Extra oral

Asimetris muka : (-)

Fluktuasi : (-)

Tanda –tanda radang : Calor +, Rubor + , Dolor + , Tumor + , Fungsiolesa +

4. Intra oral

a) Gigi : impaksi (gigi 28, 38 dan 48)

karies ( gigi 37 dan 48)

b) Gingiva : bengkak regio 48

c) Mukosa : kemerahan di regio gigi 48

d) Lidah : tidak ada kelainan

e) Palatum : tidak ada kelainan

vi
5. Status lokalis

Odontogram

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8

IV. ORAL HYGIENE

OHI : DI + CI = 2,5 + 1,6 = 3,6 (Sedang)

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Foto Rontgen Panoramic

vii
Interpretasi:

 Struktur dan kedudukan tulang maksila dan mandibula baik

 Impaksi ke arah mesial gigi 28 dan 48

 Impaksi kearah bucal gigi 38

 Karies gigi 36 dan 48

 Periodontitis gigi 48

VI. DIAGNOSA KELUHAN UTAMA

Abses Bucal Dextra

VII. DIAGNOSA PENYAKIT GIGI DAN MULUT LAINNYA

 Abses Bucal Dextra

 Impaksi gigi 48, 38, 28 dan 18

VIII. TERAPI

9 Agustus 2016

a) Pasien dianamnesa dan diperiksa

viii
b) Pasien dilakukan punksi kemudian dikirim ke lab Patologi Anatomi untuk
kultur bakteri

c) Pasien dilakukan pengambilan foto rontgen panoramik

d) Pasien diberikan resep obat

Amoksisilin 500 mg 15 tablet diminum 3 kali sehari

Metronidazol 500 mg 15 tablet diminum 3 kali sehari

Dexametasone 0,5 mg 10 tablet diminum 3 kali sehari

As. Mefenamat 500 mg 10 tabelet diminum bila perlu

11 Agustus 2016

a) Pasien dianamnesa dan diperiksa

b) Pasien dianjurkan untuk meneruskan obat

c) Pasien direncanakan program tindakan odontectomy

IX. KOMPLIKASI

Fraktur, perdarahan, parastesi

X. PROGNOSIS

Dubia ad bonam

XI. SUMMARY

Selasa 9 Agustus 2016

Pasien datang ke RSUD Tugurejo dengan keluhan pipi sebelah kanan


bengkak dan sakit saat di pegang. Bengkak mulai 2 minggu yang lalu. Awal
mulanya gigi paling belakang kanan sering sakit, tumbuh miring dan sudah
lama berlubang kemudian muncul bengkak di pipi kanan sebesar kelereng

ix
kemudian membesar hingga 3 cm. Rasa nyerinya berdenyut disertai kesulitan
membuka mulut dan leher tegang. Selama bengkak pasien belum meminum
obat. Terdapat riwayat tindakan insisi abses pada 1 tahun yang lalu oleh
dokter bedah umum pada tempat yang sama. Kondisi pasien saat itu sedang
hamil 9 bulan kehamilan ke 2, setelah itu tidak terdapat lanjutan untuk
perawatan gigi tersebut.

Berdasarkan hasil pemeriksaan, kondisi umum sedang. Pemeriksaan


tekanan darah 134/84 mmHg dan Nadi 112 x/menit. Pemeriksaan ekstra oral
terlihat pembengkakan pada bukal dextra ± 3 cm, nyeri (+). Intra oral gigi 48
terlihat gigi impaksi disertai karies, sondasi (-), palpasi (+), perkusi (+), CE
(-). Tindakan yang telah dilakukan adalah punksi pada daerah abses bukal,
foto rontgen dan pemberian resep obat serta kontrol setelah 3 hari.

Kamis 11 Agusutus 2016

Pasien datang kembali setelah 3 hari dari kunjungan awal terlihat


bengkak pada pipi dan sakit berkurang. Kondisi umum pasien baik.
Pemeriksaan tekanan darah 126/80 mmHg dan Nadi 77 x/menit. Pemeriksaan
ekstra oral terlihat pembengkakan berkurang, nyeri (-). Intra oral gigi 48
terlihat gigi impaksi kearah mesial disertai karies, sondasi (-), palpasi (-),
perkusi (+), CE (-). Pemeriksaan penunjang dengan foto rontgen panoramic
terlihat impaksi kearah mesial dengan area radiolusen pada periapikal gigi
48. Rencana perawatan selajutnya anjuran untuk meneruskan obat kemudian
perencanaan program odontectomy oleh dokter gigi Sp. Bedah Mulut.

XII. RUJUKAN

Pasien dirujuk ke dokter gigi spesialis Bedah mulut untuk dilakukan


odontectomy gigi 48,38,28 dan 18.

x
xi
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari
gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi
pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abses.

Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari


infeksi yang melibatkan mikroorganisme. Nanah merupakan campuran dari jaringan
nekrotik, bakteri dan sel darah putih yang sudah mati, yang dicairkan oleh enzim
autolitik. Pada saat tekanan di dalam rongga meningkat, maka nanah mengambil
jalur pada daya tahan terendah dan dapat keluar melalui kulit.

Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.Jumlah dan
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi
organisme.

Pencabutan gigi dengan riwayat infeksi juga harus memperhatikan beberapa


hal yang bisa mengakibatkan tersebarnya infeksi lebih luas.Ekstraksi gigi adalah
proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar.Ekstraksi gigi dapat
dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknikpembedahan.

II. ETIOLOGI

Abses pada umumnya disebabkan karena patologi, trauma atau perawatan


gigi dan jaringan pendukungnya. Infeksi odontogenik ini dimulai dengan terjadinya
kematian pulpa, invasi bakteri dan perluasan proses infeksi kearah periapikal.
Terjadinya peradangan yang terlokalisir atau abses periapikal akut tergantung dari
virulensi kuman dan efektivitas pertahanan hospes

Infeksi odontogenik dapat berasal dari tiga jalur, yaitu

xii
 jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke
jaringan periapikal

 jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;
dan

 jalur perikoronal, yang terjadi akibat terperangkapnya makanan di bawah


operkulum tetapi hal ini terjadi hanya pada gigi yang tidak/belum dapat
tumbuh sempuna.

Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuatum, hematogen dan


limfogen, namun yang paling sering adalah melalui perkontinuatum atau kontinuitas
jaringan.

III. MACAM-MACAM ABSES ODONTOGEN

 Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau
setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala
inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya
berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).

Gambar ilustrasi abses periapikal

 Abses Subperiosteal

xiii
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna
kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang
hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif
pada sentuhan atau tekanan.

Gambar ilustrasi abses subperiosteal

 Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa
setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan
pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat
pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam, lipatan mukobukal
terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi
insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan
kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe
submandibula membesar dan sakit pada palpasi.

Gambar ilustrasi abses submukosa

xiv
 Abses fosa kanina
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada
muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit
yang tegang berwarna merah.

Gambar ilustrasi abses fosa kanina


 Abses spasium bukal
Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses
dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam
spasium bukal.
Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke arah
rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi negatif
dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun ke
spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan
difus, tidak jelas pada perabaan.

Gambar ilustrasi abses spasium bukal

xv
 Abses spasium infratemporal
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah
dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh
m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan
n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus
venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.

Gambar ilustrasi abses spasium infratemporal


 Abses spasium submasseter
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah
sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian
tengah dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter
bagian tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis
oleh lapisan tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari
gigi molar tiga rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas
spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan
cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah
tegangan besar dan sakit pada penekanan.

xvi
Gambar ilustrasi abses submasseter
 Abses spasium submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang
mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior
oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke
dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian
luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri
submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.

Gambar ilustrasi abses submandibula


 Abses sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , terletak diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan dasar mulut dan lidah terangkat,
bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual akan tampak menonjol
karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan mengalami
kesulitan menelan dan terasa sakit.

xvii
Gambar ilustrasi abses sublingual
 Abses spasium submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima, di depannya
melintang m.digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra
oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi
penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat
menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

Gambar ilustrasi abses submental


 Abses spasium parafaringeal
Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus
pterigoid interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor, sebelah belakang
oleh glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta
struktur yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan
lokasi arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal,
glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.

xviii
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak,
meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui
selubung karotis sampai mediastinuim.

IV. PATOGENESIS

Proses terjadinya abses adalah proses yang panjang, berawal dari


kematian pulpa, menjadi media perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum
akhirnya mereka mampu merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu
jaringan periapikal.

Infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial


infection, karena tidak hanya melibatkan bakteri Streptococcus Mutan. Kondisi
abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi yang tidak
terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam daerah
periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan.Adanya bakteri dalam jaringan
periapikal, mengundang respon keradangan untuk datang ke jaringan yang
terinfeksi tersebut, namun karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan
virulensi bakteri cukup tinggi, sehinggatercipta kondisi abses yang merupakan
hasil sinergi dari bakteri StreptoccocusMutans danStreptococcus Aureus.

Streptoccocus Mutans  yang bersifat destruktif, mampu merusak jaringan


yang ada di daerah periapikal, sedangkan  Streptococcus Aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah
kerja StreptoccocusMutans untuk membentuk sebuah pseudomembran yang

xix
terbuat dari jaringan ikat, yang disebut sebagai membran abses. Membran abses
ini yang menyebabkan adanya gambaran radiolusen dengan batas yang tidak
tegas pada foto rontgen. Selain itu terdapat pembentukan pus oleh bakteri
pyogenik, salah satunya juga adalah Streptococcus Aureus. Pusyang terdiri dari
leukosit yang mati, jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar tersebut
akan mengisi rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi.

Pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan terus berusaha


mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali
menimbulkan gejala-gejala yang seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena
pus dalam rongga patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter
gigi atau keluar secara alami dengan membentuk sebuah fistula.

Sebelum membentuk fistula, pus bergerak dari dalam tulang


melalui cancelous bone, menuju ke lapisan tulang terluar yang kita disebut
korteks tulang. Tulang yang dalam kondisi hidup dan normal, selalu dilapisi oleh
lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik yang disebut periosteum.
Sehingga akan terjadi respon keradangan ketika pus sudah mencapai korteks dan
melepas komponen peradangan dan sel plasma ke rongga subperiosteal. Reaksi
ini menimbulkan rasa sakit, terasa hangat pada regio yang terlibat, timbul
pembengkakan. Peristiwa ini disebut periostitis dandapat berlangsung selama 2-3
hari, tergantung keadaan host.

Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang
sama namun dalam kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus.

Jika periosteum sudah tertembus oleh pus, proses infeksi ini akan


menjalar menuju fascial space terdekat, karena telah mencapai area
jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas mengenai fascial spaces, maka
dapat terjadi fascial abscess. Fascial abscess terdiri dari:

 Maksila

xx
o Canine spaces

o Buccal spaces

o Infratemporal spaces

 Mandibula

o Submental spaces

o Buccal spaces

o Sublingual spaces

o Submandibular spaces

Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling
sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama
komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal
abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke
jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi yang terkena
periapikal abses kemudian akan menentukan jenis dari fascial spaces yang
terkena infeksi.

 Canine spaces

Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya
yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan
nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang
daerah infraorbital dan sinus kavernosus.

 Buccal spaces

Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n.
facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya
berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah

xxi
perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi
dan trismus ringan.

 Infratemporal spaces

Terletak di posterior dari maksila, lateral dari proc. Pterigoideus, inferior


dari dasar tengkorak, dan profundus dari temporal space. Berisi nervus dan
pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi
berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.

 Submental space

Infeksi berasal dari gigi incisivus mandibula. Gejala infeksi berupa


bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.

 Sublingual space

Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial


dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung
akar di atas m. mylohyoid. Gejala infeksi berupa pembengkakan dasar
mulut, terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.

 Submandibular space

Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi


berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m.
mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan
pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula,
perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan.

V. TANDA DAN GEJALA

1. Adanya respon Inflamasi

Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada


keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan

xxii
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat
disimpulkan dalam beberapa tanda :

A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan


permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi
dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi
leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding
lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi

Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada


daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau
edema merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan
akibat aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam,
meningkatnya jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau
rasa sakit, merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan
oleh pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau
faktor aktif seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran
saraf juga dapat menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan
fungsi, seperti misalnya ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan
bernafas yang terhambat. Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan
oleh faktor mekanis dan reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan
oleh adanya rasa sakit.

3. Limphadenopati

Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung

xxiii
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan
daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme
penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan
reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan
dan memerlukan insisi dan drainase.

VI. DIAGNOSIS

Abses pada bucal sering disertai dengan purulensi yang biasa dijadikan
sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses memiliki
dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal maka palpasi
digital yang dilakukan perlahan terhadap lesi yang teranastesi bisa menunjukkan
adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya purulensi. Untuk menegakkan
diagnosis abses, perlu dilakukan kultur dan pengecatan bakteri serta foto ronsen
berupa ronsen periapikal dan jika infeksi sudah menyebar luas dibutuhkan ronsen
CT Scan.

Daerah yang mengalami fluktuasi diaspirasi untuk diambil purulensinya. Hal


tersebut dilakukan dengan memasukkan jarum besar 18 atau 20 gauge yang
dicekatkan pada spuit disposibel yang berukuran 3 ml atau lebih kedalam lesi.
Biasanya didapatkan eksudat yang bercampur darah dengan warna kuning atau
seperti krim. Apabila tidak didapatkan bahan purulensi maka infeksinya bersifat
difus. Sedangkan pada ronsen foto terlihat adanya gambaran radiolusen dengan
batas tepi yang tidak tegas pada daerah apical gigi.

VII. PENATALAKSANAAN

Perawatan abses odontogenik dapat dilakukan secara lokal/sitemik.


Perawatan lokal meliputi irigasi, aspirasi, insisi dan drainase, sedangkan
perawatan sistemik terdiri atas pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit,
terapi antibiotik, dan terapi pendukung.Walaupun kelihatannya pasien
memerlukan intervensi lokal dengan segera, tetapi lebih bijaksana apabila
diberikan antibiotik terlebih dahulu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

xxiv
bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.

Prinsip utama dari perawatan infeksi odontogenik adalah melakukan


pembedahan drainase dan menghilangkan penyebab dari infeksi. Tujuan
utamanya adalah menghilangkan pulpa nekrotik dan poket periodontal yang
dalam. Tujuan yang kedua adalah menghilangkan pus dan nekrotik debris.

Ekstraksi dilakukan apabila memenuhi kriteria indikasi, diantaranya adalah :

a) Karies yang parah

b) Nekrosis pulpa

c) Penyakit periodontal yang parah

d) Alasan orthodontik

e) Gigi yang mengalami malposisi

f) Gigi yang retak

g) Pra-prostetik ekstraksi

h) Gigi impaksi

i) Supernumary gigi

j) Gigi yang terkait lesi patologis

k) Terapi pra radiasi

l) Gigi yang mengalami fraktur rahang

m) Estetik

n) Ekonomis

xxv
Ekstraksi tidak dapat dilakukan apabila terdapat kontraindikasi,baik lokal maupun
sistemik, dapat bergantung pada kondisi umum pasien.

Kontraindikasi

a) Lokal  adanya infeksi, perikoronitis, penyakit ganas, dan iradiasi

b) Sistemik  diabetes tidak terkontrol, penyakit jantung, kelainan


darah, medically compromised, terapi steroid, kehamilan

DAFTAR PUSTAKA

1. Morison, MJ., 2004.Manajemen Luka: EGC: Jakarta

2. Septiyas, KD., 2014. Physiotherapy Management At Trismus Post Operation Case


Abses Submandibular In Rsud Salatiga: UMS: Surakarta

3. Pedersen, GW., 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut: EGC: Jakarta

4.  Fragiskos D. 2007. Oral Surgery:Springer: Greece

5. Lopez-Piriz, et all. 2007. Management of odontogenic infection of pulpal and


periodontal origin. E154: Med Oral Patol Oral Cir Bucal 12:E 154-9

xxvi

Anda mungkin juga menyukai