Laporan Kasus Abses Bukal
Laporan Kasus Abses Bukal
Dosen Pembimbing
Oleh :
112110178
SEMARANG
2016
i
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN KASUS
Studi Kasus di Poli Bagian Gigi dan Mulut RSUD Tugurejo Semarang
Oleh :
112110178
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
DESKRIPSI KASUS
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Mrs. FY
Umur : 30 th
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Alamat :Semarang
No.CM : 47-48-74
Keluhan Utama : Pipi sebelah kanan bengkak dan sakit saat di pegang
iv
membuka mulut dan leher tegang. Selama bengkak pasien belum meminum
obat. 1 hari sebelum ke RSUD Tugurejo pasien berobat ke klinik swasta yang
kemudian diberi rujukan ke RS.
Riwayat Gigi & Mulut: Pernah bengkak dan sakit pada tempat yang sama
namun lebih besar daripada yang sekarang, pada 1 tahun yang lalu, yang
sebelumnya juga diawali karena sakit pada gigi belakang. Telah dilakukan
insisi abses pada pipi tersebut oleh dokter bedah umum, kondisi pasien saat
itu sedang hamil 9 bulan kehamilan ke 2. Bengkak kemudian kempes
namun tidak terdapat lanjutan untuk perawatan gigi tersebut.
Disangkal
III.PEMERIKSAAN OBJEKTIF
2. Status present
TD : 134/84 mmHg
RR : 24x / menit
N : 112x / menit
v
T : 37o C
BB : 68 Kg
TB : 150 cm
3. Extra oral
Fluktuasi : (-)
4. Intra oral
vi
5. Status lokalis
Odontogram
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
vii
Interpretasi:
Periodontitis gigi 48
VIII. TERAPI
9 Agustus 2016
viii
b) Pasien dilakukan punksi kemudian dikirim ke lab Patologi Anatomi untuk
kultur bakteri
11 Agustus 2016
IX. KOMPLIKASI
X. PROGNOSIS
Dubia ad bonam
XI. SUMMARY
ix
kemudian membesar hingga 3 cm. Rasa nyerinya berdenyut disertai kesulitan
membuka mulut dan leher tegang. Selama bengkak pasien belum meminum
obat. Terdapat riwayat tindakan insisi abses pada 1 tahun yang lalu oleh
dokter bedah umum pada tempat yang sama. Kondisi pasien saat itu sedang
hamil 9 bulan kehamilan ke 2, setelah itu tidak terdapat lanjutan untuk
perawatan gigi tersebut.
XII. RUJUKAN
x
xi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Infeksi odontogenik merupakan infeksi akut atau kronis yang berasal dari
gigi yang berhubungan dengan patologi. Mayoritas infeksi yang bermanifestasi
pada region orofacial adalah odontogenik. Infeksi odontogenik tersebut dapat
menyebabkan terjadinya abses.
Abses rongga mulut adalah suatu infeksi pada mulut, wajah, rahang, atau
tenggorokan yang dimulai sebagai infeksi gigi atau karies gigi.Jumlah dan
penyebaran infeksi tergantung pada lokasi gigi yang terkena serta virulensi
organisme.
II. ETIOLOGI
xii
jalur periapikal, sebagai hasil dari nekrosis pulpa dan invasi bakteri ke
jaringan periapikal
jalur periodontal, sebagai hasil dari inokulasi bakteri pada periodontal poket;
dan
Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan
eksaserbasi akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau
setelah periode laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala
inflamasi, pembengkakan dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya
berasal dari pulpa, tetapi juga bisa berasal sistemik (bakteremia).
Abses Subperiosteal
xiii
Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak mulut
dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral, warna
kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit yang
hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif
pada sentuhan atau tekanan.
Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa
setelah periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan
pembengkakan bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat
pembengkakan ekstra oral kadang-kadang disertai demam, lipatan mukobukal
terangkat, pada palpasi lunak dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi
insisivus atas maka sulkus nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan
kadang-kadang pembengkakan pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe
submandibula membesar dan sakit pada palpasi.
xiv
Abses fosa kanina
Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang atas
pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada
muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit
yang tegang berwarna merah.
xv
Abses spasium infratemporal
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah
dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh
m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan
n.mandibula,milohioid,lingual,businator dan n.chorda timpani. Berisi pleksus
venus pterigoid dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal.
xvi
Gambar ilustrasi abses submasseter
Abses spasium submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang
mandibula. Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior
oleh m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke
dalam spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian
luar ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri
submaksilaris eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.
xvii
Gambar ilustrasi abses sublingual
Abses spasium submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima, di depannya
melintang m.digastrikus, berisi kelenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir akan
terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan intra
oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi
penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat
menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.
xviii
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak,
meningitis atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui
selubung karotis sampai mediastinuim.
IV. PATOGENESIS
xix
terbuat dari jaringan ikat, yang disebut sebagai membran abses. Membran abses
ini yang menyebabkan adanya gambaran radiolusen dengan batas yang tidak
tegas pada foto rontgen. Selain itu terdapat pembentukan pus oleh bakteri
pyogenik, salah satunya juga adalah Streptococcus Aureus. Pusyang terdiri dari
leukosit yang mati, jaringan nekrotik, dan bakteri dalam jumlah besar tersebut
akan mengisi rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang
sama namun dalam kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus.
Maksila
xx
o Canine spaces
o Buccal spaces
o Infratemporal spaces
Mandibula
o Submental spaces
o Buccal spaces
o Sublingual spaces
o Submandibular spaces
Terjadinya infeksi pada salah satu atau lebih fascial space yang paling
sering oleh karena penyebaran kuman dari penyakit odontogenik terutama
komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal
abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke
jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fascial spaces. Gigi yang terkena
periapikal abses kemudian akan menentukan jenis dari fascial spaces yang
terkena infeksi.
Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah ini
disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya
yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan
nasolabial. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang
daerah infraorbital dan sinus kavernosus.
Buccal spaces
Terletak sebelah lateral dari m. buccinator dan berisi kelenjar parotis dan n.
facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya
berada di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah
xxi
perlekatan m. buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi
dan trismus ringan.
Infratemporal spaces
Submental space
Sublingual space
Submandibular space
xxii
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat
disimpulkan dalam beberapa tanda :
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada
infeksi kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung
xxiii
derajat inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di
sekitarnya biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan
daerah indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme
penginfeksi menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan
reaksi seluler dan memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan
dan memerlukan insisi dan drainase.
VI. DIAGNOSIS
Abses pada bucal sering disertai dengan purulensi yang biasa dijadikan
sampel untuk kultur sebelum dilakukan tindakan lokal. Apabila abses memiliki
dinding yang tertutup, yang merupakan ciri khas dari lesi periapikal maka palpasi
digital yang dilakukan perlahan terhadap lesi yang teranastesi bisa menunjukkan
adanya fluktuasi yang merupakan bukti adanya purulensi. Untuk menegakkan
diagnosis abses, perlu dilakukan kultur dan pengecatan bakteri serta foto ronsen
berupa ronsen periapikal dan jika infeksi sudah menyebar luas dibutuhkan ronsen
CT Scan.
VII. PENATALAKSANAAN
xxiv
bakterimia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai akibat sekunder dari manipulasi
(perawatan) yang dilakukan.
b) Nekrosis pulpa
d) Alasan orthodontik
g) Pra-prostetik ekstraksi
h) Gigi impaksi
i) Supernumary gigi
m) Estetik
n) Ekonomis
xxv
Ekstraksi tidak dapat dilakukan apabila terdapat kontraindikasi,baik lokal maupun
sistemik, dapat bergantung pada kondisi umum pasien.
Kontraindikasi
DAFTAR PUSTAKA
3. Pedersen, GW., 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut: EGC: Jakarta
xxvi