Anda di halaman 1dari 4

FAIRMONT HOTEL – Bintang berdiri di Tengah Persaingan & Krisis

Setelah berhasil mengembangkan Fairmont di Bali, kini Fairmont Jakarta, hotel bintang lima yang
menempati lahan seluas tiga hektar di bilangan Senayan, resmi dibuka pada awal tahun ini (2018).
Fairmont hotel merupakan salah satu proyek Senayan Square yang dikembangkan oleh PT Senayan
Trikarya Sempana.

Pengoperasian Fairmont akan dijalankan oleh Fairmont Hotels & Resort yang sudah memiliki
jaringan manajemen hotel yang sudah mendunia. Raffles-Singapura, Savoy-London dan The Plaza-
New York merupakan beberapa hotel yang sudah dikelola.

Pembangunan Hotel Fairmont Jakarta di Senayan Square, Jakarta Pusat, sudah memasuki tahap
topping-off. Diharapkan, hotel bintang 5+ ini nantinya akan menerima tamu pertamanya pada akhir
2014 atau paling lambat awal 2018.

Hotel ini memiliki tinggi bangunan 150 meter, terdiri dari 32 lantai dengan luas total 126 ribu meter
persegi. Dilengkapi dengan podium berlantai 3 serta menawarkan 380 kamar mewah dan 110
serviced-suite, termasuk kamar kategori Fairmont Gold, serta 108 Fairmont Sky Suites dan berbagai
fasilitas modern hotel bintang lima seperti restoran, ruang pertemuan dan balai serba guna termasuk
Grand Ballroom. Fasilitas lain termasuk Willow Stream Spa, serta pusat kebugaran dan kolam renang.
Senayan National Golf Club berstandar internasional terletak di seberang hotel.

Kamar-kamar dilengkapi dengan perlengkapan tidur yang mewah, kamar mandi yang mengambil
inspirasi dari spa bergaya Jepang, didukung dengan teknologi terkini serta perlengkapan kamar (room
amenities) untuk memastikan kenyamanan tamu yang sedang menginap baik untuk urusan bisnis
maupun wisata.

Fairmont Hotel Jakarta juga menghadirkan sebuah restoran bar terbuka dengan pemandangan
cakrawala Kota Jakarta di lantai 22, ruang serba guna seluas 1200 meter persegi dengan akses
langsung dari gedung parkir hotel.

Felicia Setiawan, Director of Marketing Communications Fairmont Jakarta, mengatakan, rate harga
yang ditawarkan mulai dari U$S 350. Selain itu Fairmont juga menawarkan keunikan lain yaitu akses
yang menghubungkan hotel langsung dengan salah satu pusat perbelanjaan terbaik di Jakarta, Plaza
Senayan.

Fairmont membidik tamu kelas atas yang ingin menikmati suasana tinggal di tengah Jakarta dengan
waktu cukup lama. Saat ini, sudah ada beberapa kamar yang dipesan oleh pelanggan dan siap
ditempati. Meskipun terletak di tengah kota, setiap kamar Fairmont Jakarta memiliki pemandangan
yang istimewa dari kota Jakarta atau hamparan hijau lapangan golf.

Carlos Monterde, General Manager Fairmont Jakarta, mengungkapkan,”Dengan menawarkan


pengalaman dan lokasi yang strategis, kami percaya bisa memberikan pelayanan yang terbaik bagi
pengunjung. Kami juga ingin menjadikan Fairmont sebagai destinasi unggulan di Jakarta”.

Untuk menyambut hadirnya brand Fairmont di Jakarta, Fairmont Jakarta memberikan penawaran
menarik dimana para tamu dapat menikmati potongan harga 25% dari Best Available Rates, berikut
diskon 15% untuk makan di Spectrum dan late check-out hingga pukul 4 sore. Penawaran ini berlaku
hingga 30 April 2018.

“Kami gembira dapat bermitra dengan Fairmont Hotels & Resorts, sebuah perusahaan yang diakui
secara internasional untuk keahlian mengoperasikan beberapa hotel terbaik di dunia. Nama Fairmont
dan reputasinya dalam keunggulan layanan adalah mitra yang sempurna bagi Senayan Square,” Kata
Shuichi Oishi, Presiden Direktur PT Senayan Trikarya Sempana, yang merupakan perusahaan pemilik
Hotel Fairmont Jakarta.

Hotel ini membidik tamu-tamu kelas high end. Menurut Oishi, pasarnya terbuka luas karena lokasi
Fairmont yang dikelilingi perkantoran, yakni Gedung Perkantoran Sentral Senayan I,II dan III.
“Segmen yang kami sasar adalah tamu high end, business traveller, tamu high end corporate. Harga
per kamarnya kami patok sesuai market di Jakarta, mungkin 1,5 juta ke atas,” ujarnya.

Fairmont Jakarta dirancang oleh Kajima Corporation, Tokyo (pemilik 90% saham PT Senayan
Trikarya Sempana) dan dibangun oleh Kajima Indonesia, Fairmont Jakarta. Desain hotel ini sengaja
dibuat konservatif, agar tidak termakan tren desain. “Hotel ini menandai karakteristik dari Senayan
Squares, hotel ini tidak akan usang termakan tren, bahkan untuk 40 tahun ke depan.”

Hotel Fairmont Jakarta nantinya juga akan dilengkapi heliport dan terowongan bawah tanah untuk
pejalan kaki yang menghubungkan hotel dengan pusat perbelanjaan Plaza Senayan.

Gambaran Umum Bisnis Perhotelan & Pariwisata di Indonesia

Pasar sektor perhotelan di Indonesia, masih sangat menarik. Terutama di kota-kota dengan aktifitas
bisnis, perdagangan dan atraksi pariwisata yang pesat. Hal itu bisa terlihat dari beberapa indikator,
selain bertumbuhnya tingkat hunian dan tarif kamar, juga bertambahnya jumlah hotel baik yang
tengah dikembangkan maupun sudah beroperasi.

Beberapa jaringan lokal dan internasional secara agresif mengembangkan bisnisnya di seluruh
Indonesia. Tercatat, Swiss-belhotel International, Accor Group, Santika Indonesia Hotels &
Resorts, Sahid Group, sekadar menyebut contoh, bakal menambah portofolio kelolaannya menjadi
ratusan hotel. Head of Research Jones Lang LaSalle, Anton Sitorus, mengatakan aksi ekspansif para
pemain perhotelan tersebut termotivasi oleh potensi pertumbuhan ekonomi, perjalanan bisnis dan
wisata yang meningkat serta maraknya aktifitas meeting, incentive, convention & exhebition (MICE)
di beberapa kota.

Selain itu, terdapat pergeseran perilaku masyarakat urban di kota-kota besar Indonesia. Jika mereka
kembali ke kota kelahirannya (pulang kampung) biasanya akan memilih bermalam di hotel yang
dikelola jaringan ternama. Tidak lagi di rumah orang tua atau hotel biasa. Hal ini ikut berkontribusi
terhadap meningkatnya tingkat hunian.

Meski Jakarta dan Bali masih mendominasi komposisi ekspansi jaringan hotel tersebut, lanjut Anton,
terdapat beberapa kota yang tak kalah besar potensinya. Sebut saja Bandung, Surabaya, Medan,
Makassar, Yogyakarta, Semarang, Palembang, dan Balikpapan. Di kota-kota tersebut, peluang untuk
dikembangkan hotel berklasifikasi ekonomi, bintang 3 dan 4 sangat besar.

Kota-kota ini memiliki rerata pertumbuhan tarif kamar sebesar 5 hingga 7 persen per tahun dan
lamanya tamu menginap (length of stay) sekitar 2 persen. Selain itu, tingkat hunian (occupancy rate)
juga tetap bertahan pada angka di atas 70 persen untuk hotel ekonomi, dan di atas 60 persen untuk
middle scale.

Kegiatan perdagangan, bisnis dan eksebisi masih merupakan magnitud yang kuat, selain pertumbuhan
ekonomi secara umum yang cenderung stabil. Hal senada diungkapkan Corporate Marketing
Communication Manager Santika Indonesia Hotels & Resorts, Vivi Herlambang. Menurutnya,
kegiatan bisnis yang dipicu oleh belanja pemerintah daerah setempat (government spending) juga ikut
mengerek pertumbuhan bisnis perhotelan di kota-kota tersebut. Itulah mengapa pihaknya akan
mengembangkan sekaligus mengelola sejumlah hotel baru hingga 2018 mendatang.

"Jika tingkat hunian kota (town occupancy) masih berada pada level di atas 60 persen, maka kota
tersebut layak untuk dimasuki bisnis perhotelan," imbuh Vivi. Bisnis pariwisata di Indonesia cukup
potensial mengingat Indonesia secara alami memiliki banyak potensi keindahan alam, keragaman dan
keunikan budaya dan lain sebagainya. Kesemua potensi tersebut menjadi modal dalam industry
pariwisata dan masih tetap terjaga kelestariannya. Harus diakui bahwa kelemahan dari industry
pariwsata adalah karena industry ini bersifat massif dan massal melibatkan banyak orang jadi harus
ada sinergitas dari segenap komponen bangsa. Disamping itu industry pariwsata sangat sensitive
terhadap isu keamanan dan pariwisata Indonesia sudah mengalaminya permasalah terkait issue
keamanan selama beberapa kali sebelumnya mulai dari kerusuhan tahun ’98, Bom Bali I dan II, kasus
terorisme dan lain sebagainya. Semua issue keamanan tersebut langsung berdampak pada industry
pariwisata keseluruhan termasuk industri perhotelan.

Bisa dikatakan bahwa Perkembangan bisnis perhotelan dan pariwisata di Indonesia mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Ini bisa dilihat berdasarkan meningkatnya jumlah kunjungan
wisatawan di Indonesia dan pertumbuhan industri pariwisata termasuk bertumbuhnya jumlah hotel di
Indonesia. Memang selama ini Jakarta, Yogyakarta dan Bali menjadi barometer pariwisata nasional
namun sebenarnya banyak wilayah lain di Indonesia yang mengalami pertumbuhan pariwisata yang
terbilang pesat seperti Sulawesi Utara dengan Wakatobinya, Papua dengan Raja Ampatnya, Bandung,
Surabaya dan beberapa wilayah lainnya juga telah mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam
bidang pariwisata. Banyaknya investor yang melakukan penetrasi dengan membangun hotel
berjejaring juga bisa menjadi indicator bersama dengan tingkat hunian di masing-masing hotel
tersebut. Sebut saja hotel berjejaring seperti Ibis Budget yang memiliki tingkat hunian sebanyak 80%
dan hotel Amaris yang bahan berhasil mencapai tingkat hunian hinga 90%. Sementara jejaring
Santika yang merupakan pemain untuk segmen pasar menengah berhasil di angka 75%.

Secara umum bisa dikatakan bahwa tingkat hunian atau occupancy rate untuk hotel kelas ekonomi
berada di kisaran 70% dan untuk kelas menengah berada di kisaran 80%. Angka ini bukan hanya
didorong oleh jumlah wisatawan baik nusantara maupun mancanegara namun juga karena dukungan
pemerintah setempat yang menyelenggarakan beberapa event di hotel tersebut seperti seminar, rapat,
lokakarya dan kegiatan MICE lainnya.

Memang selama ini Bali dan beberapa kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Medan menjadi
sasaran potensial bag para investor untuk mendirikan hotel namun ada sesuatu yang menarik pada
propinsi DIY dimana investasi industri perhotelan tumbuh sangat pesat selama 2 atau 3 tahun terakhir
dan ini terpusat di Kota Yogyakarta. Saking banyaknya investasi yang mengalir sampai-sampai
pemerintah daerah setempat harus mengeluarkan moratorium atau aturan pengendalian investasi
industry perhotelan untuk menjaga keseimbangan antaran supply dan demand dalam industri
pariwisata. Meskipun demikian langkah yang sama tidak diikuti oleh daerah lain di propinsi DIY
seperti di kabupaten Sleman, Bantul dan 2 kabupaten lainnya di propinsi DIY. Para investor masih
memiliki cukup ruang untuk melakukan penetrasi investasi usaha perhotelan di kabupaten-kabupaten
tersebut.

Selama tahun 2014 banyak pihak yang dulunya skeptic bahwa industry pariwisata dan perhotelan di
Indonesia akan tetap stabil mengingat Indonesia memiliki agenda nasional seperti pileg dan pilpres.
Beberapa pihak sempat mengkhawatirkan adanya issue keamanan yang akan berdampak pada
stabilitas industry pariwisata dan perhotelan. Namun ternyata prediksi tersebut meleset karena terbukti
secara keseluruhan Indonesia dalam keadaan aman sehingga industry pariwisata dan perhotelan tetap
stabil, beberapa bahkan memperdiksi bahwa iklim investasi di industry pariwisata dan perhotelan
untuk tahun depan akan lebih baik daripada tahun ini.

Namun, pada saat yang sama konsultan Bisnis Hotel, Pariwisata, dan Rekreasi, Horwath HTL,
mengatakan bisnis perhotelan di Indonesia sepanjang semester pertama 2018 terus menunjukkan
pelemahan. Pendapatan dari hotel-hotel di Indonesia menurun jauh dari perkiraan karena sepinya
pengunjung.
“Ditambah lagi dengan pelambatan bisnis travel domestik dan kebijakan pemerintah terkait bisnis
konvensi dan pameran yang belum mendukung yang berdampak pada bisnis perhotelan,” ujar
Direktur Horwath HTL untuk Asia Pasific, Matt Gebbie, Rabu, 7 Oktober 2018.

Matt menambahkan, selain faktor internal lemahnya bisnis perhotelan saat ini juga tidak lepas dari
ekonomi global. Hampir dua pertiga dari hotel yang disurvei oleh konsultan global ini mengatakan
dampak ekonomi global cukup berpengaruh pada tingkat hunian mereka. Yang terdampak paling
tinggi adalah hotel-hotel di Jakarta dan Bali yang memang selama ini menarik turis mancanegara.

Ia berharap bisnis perhotelan dan pariwisata di Indonesia bisa mulai pulih di semester kedua, dengan
adanya hasil di semester pertama yang bisa dievaluasi oleh pebisnis untuk perbaikan performa di sisa
tahun berjalan. Meskipun, lanjutnya, para pelaku bisnis di sektor ini hampir separuhnya kurang begitu
optimis bisa menaikkan tingkat pendapatan atau hunian mereka. Jakarta terutama, sementara Bali
masih separuh-separuh antara pesimis dan optimis untuk tingkatkan hunian dan pendapatan mereka.

Pertanyaan :
1. Faktor-faktor eksternal apa sajakah yang menjadi acuan PT Senayan Trikarya Sempana untuk
tetap membuka hotel di Jakarta di tengah persaingan bisnis hotel berbintang dan krisis global
2018?
2. Lakukan analisa terhadap 5 kekuatan utama (Porter’s 5 Forces) dalam persaingan industri
yang harus ditanggapi oleh Fairmont Hotel dalam industry Hotel Berbintang?
3. Buatlah SWOT analysis dari Fairmont Hotel yang berkaitan dengan Kekuatan & Kelemahan.
4. Menurut Anda apakah PT. Senayan Trikarya perlu menggunakan pendekatan RBV (Resource
Based View) sebagai acuan dalam analisa internalnya? Jika iya, jelaskan. Jika tidak, jelaskan
mengapa dan pendekatan alternative lain apakah yang menurut anda lebih tepat digunakan?

Anda mungkin juga menyukai