Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES INSIPIDUS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

Aditya Khomariah Puji A


(19111012411145) (1911102411182)
Auliya Karimah Muhammad Fikri
(19111012411137) (1911102411134)
Ayu Cita Larasari Mohd. Ibdarul fajar
(19111012411190) (1911102411149)
Delvia Ariani Rukmana Wardiman Ahmad
(19111012411154) (1911102411191)
Hernita Ajeng Cahyarini Yunita Wulandari
(19111012411194) (1911102411196)
Yustriani Sulistiawikarsih.S
(1911102411201)

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR

SAMARINDA TAHUN 2020


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa tak lupa penulis ucapkan,
karena atas Rahmat dan HidayahNya semata penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Diabetus Insipidus”

Ucapan terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada bpk Ns. Slamet
Purnomo S.Kep M.Kep selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah dan juga kepada teman-teman yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini. Tugas makalah ini kami buat sebagai tugas dalam
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah.

Penulis menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Dan kami berharap makalah ini
nantinya dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama untuk penulis sendiri.

Samarinda, 12 mei 2020

Penulis

i
KATA PENGANTAR............................................................................................
...............................................................................................................................i
BAB I......................................................................................................................
...............................................................................................................................2
PENDAHULUAN..................................................................................................
...............................................................................................................................2
A.Latar Belakang..................................................................................................................2
B.Rumusan Masalah.............................................................................................................3
1. Apakah yang dimaksud dengan Diabetus Insipidus?......................................3
2. Apakah macam-macam/klasifikasi Diabetus Insipidus?................................3
3. Apakah etiologi/penyebab Diabetus Insipidus?..............................................3
4. Bagaimanakah tanda dan gejala penyakit Diabetus Insipidus?.......................3
5. Bagaimanakah patofisiologi penyakit Diabetus Insipidus..............................3
6. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien Diabetus Insipidus?..................3
7. Bagaimanakah penyusunan asuhan keperawatan pada pasien Diabetus
Insipidus?...................................................................................................................3
C.Tujuan ...........................................................................................................................4
1. Untuk mengetahui pengertian/definisi Diabetus Insipidus..............................4
2. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetus Insipidus.................4
3. Untuk mengetahui etiologi/penyebab Diabetus Insipidus...............................4
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Diabetus Insipidus...................4
5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Diabetus Insipidus........................4
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetus Insipidus..............4
7. Untuk mengetahui penyusunan asuhan keperawatan pada pasien Diabetus
Insipidus.....................................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. Definisi Diabetus Insipidus................................................................................5
B. Macam-Macam/Klasifikasi Diabetus Insipidus.................................................6
C. Etiologi..............................................................................................................7
D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis.................................................................8

1
E. Patofisiologi.......................................................................................................8
F. Penatalaksanaan Medis....................................................................................11
G. Pemeriksaan penunjang...................................................................................12
H. komplikasi............................................................................................................14
I. Asuhan Keperawatan..............................................................................................14
BAB III...................................................................................................................
.............................................................................................................................18
PENUTUP...............................................................................................................
.............................................................................................................................18
A.Kesimpulan.....................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
.............................................................................................................................20

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sistem endokrin, dalam kaitannya dengan sistem saraf, mengontrol
dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini bersama-sama bekerja
untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Fungsi mereka satu sama lain
saling berhubungan, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tertentu.
Misalnya, medulla adrenal dan kelenjar hipofise posterior yang
mempunyai asal dari saraf (neural). Jika keduanya dihancurkan atau
diangkat, maka fungsi dari kedua kelenjar ini sebagian diambil alih oleh
sistem saraf.

Hormon mengatur berbagai proses yang mengatur kehidupan.


Sistem endokrin mempunyai lima fungsi umum yaitu membedakan sistem
saraf dan sistem reproduktif pada janin yang sedang berkembang,
menstimulasi urutan perkembangan dan mengkoordinasi sistem
reproduktif serta memelihara lingkungan internal optimal. Hormon yang
larut dalam air termasuk polipeptida (mis., insulin, glukagon, hormon
adrenokortikotropik (ACTH), gastrin) dan katekolamin (mis., dopamin,
norepinefrin, epinefrin). Hormon yang larut dalam lemak termasuk steroid
(mis., estrogen, progesteron, testosteron, glukokortikoid, aldosteron) dan
tironin (mis., tiroksin). Hormon yang larut dalam air bekerja melalui
sistem mesenger-kedua, sementara hormon steroid dapat menembus
membran sel dengan bebas.D. Karakteristik Meskipun setiap hormon
adalah unik dan mempunyai fungsi dan struktur tersendiri, namun semua
hormon mempunyai karakteristik.

3
Hormon bekerja dalam sistem umpan balik. Loop umpan balik
dapat positif atau negatif dan memungkinkan tubuh untuk dipertahankan
dalam situasi lingkungan optimal. Hormon mengontrol laju aktivitas
selular. Hormon tidak mengawali perubahan biokimia. Hormon hanya
mempegaruhi sel-sel yang mengandung reseptor yang sesuai, yang
melalukan : fungsi spesifik. Di sini penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut mengenai salah satu penyakit yang terjadi akibat gangguan hormone
ADH(anti diuretic hormon) yaitu Diabetus Insipidus.

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalh ini adalah
sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud dengan Diabetus Insipidus?

2. Apakah macam-macam/klasifikasi Diabetus Insipidus?

3. Apakah etiologi/penyebab Diabetus Insipidus?

4. Bagaimanakah tanda dan gejala penyakit Diabetus Insipidus?

5. Bagaimanakah patofisiologi penyakit Diabetus Insipidus

6. Bagaimanakah penatalaksanaan pada pasien Diabetus Insipidus?

7. Bagaimanakah penyusunan asuhan keperawatan pada pasien Diabetus


Insipidus?

4
C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian/definisi Diabetus Insipidus

2. Untuk mengetahui macam-macam/klasifikasi Diabetus Insipidus

3. Untuk mengetahui etiologi/penyebab Diabetus Insipidus

4. Untuk mengetahui tanda dan gejala penyakit Diabetus Insipidus

5. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Diabetus Insipidus

6. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada pasien Diabetus Insipidus

7. Untuk mengetahui penyusunan asuhan keperawatan pada pasien


Diabetus Insipidus

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Diabetus Insipidus


Diabetes insipidus merupakan suatu gangguan proses metabolisme
air di dalam ginjal (khususnya masalah reabsorbsi air) yang disebabkan
karena adanya kekurangan hormon ADH (Anti Diuretik Hormon).
(Suparman. 1987, Ilmu Penyakit Dalam)
Diabetes insipidus adalah suatu penyakit yang jarang ditemukan,
penyakit ini diakibatkan oleh berbagai penyebab yang dapat mengganggu
mekanisme neurohypophyseal-renal reflex sehingga mengakibatkan
kegagalan tubuh dalam mengkonversi air.
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat
kekurangan hormone antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang
berlebihan (polidipsi)dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang
sangat encer (poliuri). (Barbara. C. Long, 1996. Perawatan Medikal
Bedah.
Diabetes insipidus terjadi akibat penurunan pembentukan hormone
antidiuretik (vasopressin) yaitu hormone yang secara alami mencegah
pembentukan air kemih yang terlalu banyak, hormone ini unik karena
dibuat dihipotalamus lalu disimpan dan dilepaskan kedalam aliran darah
oleh hipofisa posterior. Diabetes insipidus juga bisa tejadi  jika kadar
hormone antidiuretik normal tetapi ginjal tidak memberikan respon yang
normal terhadap hormone ini (keadaan ini disebut Diabetes Insipidus
nefrogenik)

6
B. Macam-Macam/Klasifikasi Diabetus Insipidus
Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu:
Klasifikasi Diabetes Insipidus menurut Buku Ajar Patofisiologi
Kedokteran, 2007. Jakarta:EGC
1. Diabetes insipidus sentral (neurogenik)
Merupakan bentuk tersering dari diabetes insipidus dan biasanya
berakibat fatal. Diabetes insipidus sentral merupakan manifestasi dari
kerusakan hipofisis yang berakibat terganggunya sintesis dan
penyimpanan ADH. Hal ini bisa disebabkan oleh kerusakan nucleus
supraoptik, paraventrikular, dan filiformis hipotalamus yang
mensistesis ADH. Selain itu, diabetes insipidus sentral (DIS) juga
timbul karena gangguan pengangkutan ADH akibat kerusakan pada
akson traktus supraoptiko hipofisealis dan akson hipofisis posterior di
mana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan ke dalam
sirkulasi jika dibutuhkan.
Penanganan pada keadaan DI sentral adalah dengan pemberian
sintetik ADH (desmopressin) yang tersedia dalam bentuk injeksi, nasal
spray, maupun pil. Selama mengkonsumsi desmopressin, pasien harus
minum hanya jika haus. Mekanisme obat ini yaitu menghambat
ekskresi air sehingga ginjal mengekskresikan sedikit urin dan kurang
peka terhadap perubahan keseimbangan cairan dalam tubuh.
2. Diabetes Insipidus Nefrogenik
Keadaan ini terjadi bila ginjal kurang peka terhadap ADH. Hal ini
dapat di sebabkan oleh konsumsi obat seperti lithium, atau proses
kronik ginjal seperti penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal, blok parsial
ureter, sickle cell disease, dan kelainan genetik, maupun idiopatik. Pada
keadaan ini, terapi desmopressin tidak akan berpengaruh. Penderita
diterapi dengan hydrochlorothiazide (HCTZ) atau indomethacin. HCTZ
kadang dikombinasikan dengan amiloride. Saat mengkonsumsi obat ini,
pasien hanya boleh minum jika haus untuk mengatasi terjadinya volume
overload.

7
3. Diabetes Insipidus Dipsogenik
Kelainan ini disebabkan oleh kerusakan dalam mekanisme haus di
hipotalamus. Defek ini mengakibatkan peningkatan rasa haus yang
abnormal sehingga terjadi supresi sekresi ADH dan peningkatan output
urin. Desmopressin tidak boleh digunakan untuk penanganan diabetes
insipidus dipsogenik karena akan menurunkan output urin tetapi tidak
menekan rasa haus. Akibatnya, input air akan terus bertambah sehingga
terjadi volume overload yang berakibat intoksikasi air (suatu kondisi
dimana konsentrasi Na dalam darah rendah/hiponatremia) dan dapat
berefek fatal pada otak. Belum ditemukan pengobatan yang tepat untuk
diabetes insipidus dipsogenik.
4. Diabetes insipidus gestasional
Diabetes insipidus gestasional terjadi hanya saat hamil jika enzim
yang dibuat plasenta merusak ADH ibu. Kebanyakan kasus diabetes
insipidus pada kehamilan membaik diterapi dengan desmopressin. Pada
kasus dimana terdapat abnormalitas dari mekanisme haus, desmopresin
tidak boleh digunakan sebagai terapi.

C. Etiologi
1. Diabetes insipidus central atau neurogenik(CDI).
a. Kelainan hipotalumus dan kelenjar pituetary posterior karena
familial atau idiopatic. Disebut diabitus insipidus primer.
b. Kerusakan kelenjar karena tumor pada area hipotalamus – pituitary,
trauama, proses infeksi, gangguan aliran aliran darah, tumor
metastase dari mamae atau paru di sebut diabitus insipidus sekunder.
c. Pengaruh obat yang dapat mempengaruhi sintesis dan sekresi ADH
seperti phenitoin, alkohol, lithium carbonat.
2. Diabetes insipidus Nephrogenik(NDI)
a. Suatu defec yang diturunkan.
b. Tubulus ginjal tidak berespon terhadap ADH

8
D. Tanda dan Gejala/Manifestasi Klinis
Diabites insipidus dapat terjadi secara perlahan lahan atau secara
cepat setelah trauma atau proses infeksi. Gejala utamanya adalah:
1. Poliuria sangat encer ( 4- 30 liter )
2. Polidipsi 5- 10 lt/hari
3. Gejala dehidrasi( turgor kulit jelek, bibir kering dll)
4. Hiperosmolar serum (peningkatan osmolaritas serum) > 300 m.
Osm/kg
5. Hipoosmolar urine (penurunan osmolaritas urine) < 50-200m. Osm/kg
6. Berat jenis urine sangat rendah 1001-1005/50-200 miliosmol/kg BB

E. Patofisiologi
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus
ginjal dan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika
produksi ADH menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak
mereabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urine,
urinenya menjadi sangat encer dan banyak ( poliuria ) sehingga
menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum. Peningkatan
osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor dan sensasi haus
kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral
( polidipsi ). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekwat atau tidak ada,
dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabitus militus urine banyak
mengandung glukosa sedangkan pada diabitus insipidus urinenya sangat
tidak mengandung glukosa dan sangat encer.
Diabetes insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan
ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau
penyimpanan secara anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakan
nukleus supra optik, paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang
mensintesis ADH. Selain itu diabetes insipidus sentral juga timbul karena
gangguan pengangkutan ADH polifisealis dan akson hipofisis posterior
dimana ADH disimpan untuk sewaktu-waktu dilepaskan kedalam sirkulasi
jika dibutuhkan. Secara biokimia, diabetes insipidus sentral terjadi karena

9
tidak adanya sintesis ADH dan sintesis ADH yang kuantitatif tidak
mencukupi kebutuhan, atau kuantitatif cukup tapi merupakan ADH yang
tidak dapat berfungsi sebagaimana ADH yang normal. Sintesis neorufisin
suatu binding protein yang abnormal, juga menggangu pelepasan ADH.
Selain itu diduga terdapat pula diabetes insipidus sentral akibat adanya
antibody terhadap ADH. Karena pada pengukuran kadar ADH dalam
serum secara radio immunoassay, yang menjadi marker bagi ADH adalah
neurofisisn yang secara fisiologis tidak berfungsi, maka kadar ADH yang
normal atau meningkat belum dapat memastikan bahwa fungsi ADH itu
adalah normal atau meningkat. Dengan demikian pengukuran kadar ADH
sering kurang bermakna dalam menjelaskan patofisiologi diabetes
insipidus sentral. Termasuk dalam klasifikasi CDI adalah diabetes
insipidus yang diakibatkan oleh kerusakan osmoreseptor yang terdapat
pada hypotalamus anterior dan disebut Verney’s osmareseptor cells yang
berada di luar sawar daerah otak.

10
Patofisiologi WOC
kelainan fungsi hipotalamus

penurunan pembentukan ADH

air kemih tidak terkontrol

diuresis osmotik

poliuri

dehidrasi

polidipsi

11
F. Penatalaksanaan Medis
Diabetes insipidus diobati dengan mengatasi penyebabnya :
1. Vasopresin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon
antidiuretik) bisa diberikan sebagai obat semprot hidung beberapa kali
sehari untuk mempertahankan pengeluaran air kemih yang normal.
Terlalu banyak mengkonsumsi obat ini bisa menyebabkan penimbunan
cairan, pembengkakan dan gangguan lainnya.
2. Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita yang akan
menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
3. Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang
merangsang pembentukan hormon antidiuretik, seperti klorpropamid,
karbamazepin, klofibrat dan berbagai diuretik (tiazid).
Tetapi obat-obat ini tidak mungkin meringankan gejala secara total
pada diabetes insipidus yang berat.
4. Terapi cairan parenteral.
5. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat Clorpropamide,
clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.
6. Jika berat diberikan ADH melalui semprotan hidung dan diberikan
vasopresin( larutan pteresine)
7. Pada pasien DIS parsial mekanisme haus yang tanpa gejala nokturia
dan poliuria yang mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari tidak
diperlukan terapi khusus.
8. Pada DIS yang komplit, biasanya diperlukan terapi hormone pengganti
(hormonal replacement) DDAVP (1-desamino-8-d-arginine
vasopressin) yang merupakan pilihan utama.
9. Selain itu, bisa juga digunakan terapi adjuvant yang mengatur
keseimbangan air, seperti: Diuretik Tiazid, Klorpropamid, Klofibrat,
Karbamazepin.
.

12
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Diabetes Insipidus adalah :
1. Hickey-Hare atau Carter-Robbins test.
Pemberian infuse larutan garam hipertonis secara cepat pada orang
normal akan menurunkan jumlah urin. Sedangkan pada diabetes insipidus
urin akan menetap atau bertambah. Pemberian pitresin akan
menyebabkan turunnya jumlah urin pada pasien DIS dan menetapnya
jumlah urin pada pasien DIN.
2. Fluid deprivation menurut Martin Golberg.
a. Sebelum pengujian dimulai, pasien diminta untuk mengosongkan
kandung kencingnya kemudian ditimbah berat badannya, diperiksa
volum dan berat jenis atau osmolalitas urin pertama. Pada saat ini
diambil sampel plasma untuk diukur osmolalitasnya.
b. Pasien diminta buang air kecil sesering mungkin paling sedikit setiap
jam
c. Pasien ditimbang setiap jam bila diuresis lebih dari 300 ml/jam atau
setiap 3 jam bila dieresis kurang dari 300 ml/jam.
d. Setiap sampel urin sebaiknya diperiksa osmolalitasnya dalam keadaan
segar atau kalau hal ini tidak mungkin dilakukan semua sampel harus
disimpan dalam botol yang tertutup rapat serta disimpan dalam lemari
es.
e. Pengujian dihentikan setelah 16 jam atau berat badan menurun 3-4 %
tergantung mana yang terjadi lebih dahulu. Pengujian ini dilanjutkan
dengan :
1) Uji nikotin
a) Pasien diminta untuk merokok dan menghisap dalam-dalam
sebanyak 3 batang dalam waktu 15-20 menit.
b) Teruskan pengukuran volume, berat jenis dan osmolalitas
setiap sampel urine sampai osmolalitas/berat jenis urin
menurun dibandingkan dengan sebelum diberikan nikotin.
2) Uji Vasopresin :
a) Berikan pitresin dalam minyak 5 m, intramuscular.

13
b) Ukur volume, berat jenis, dan osmolalitas urin pada dieresis
berikutnya atau 1 jam kemudian.
3. Laboraturium: darah, urinalisis fisis dan kimia.
Jumlah urin biasanya didapatkan lebih dari 4-10 liter dan berat
jenis bervariasi dari 1,001-1,005 dengan urin yang encer. Pada keadaan
normal, osmolalitas plasma kurang dari 290 mOsml/l dan osmolalitas urin
osmolalitas urin 300-450 mOsmol/l. pada keadaan dehidrasi, berat jenis
urin bisa mencapai 1,010, osmolalitas plasma lebih dari 295 mOsmol/l
dan osmolalitas urin 50-150 mOsmol/l. urin pucat atau jernih dan kadar
natrium urin rendah. Pemeriksaan laboraturium menunjukkan kadar
natrium yang tinggi dalam darah. Fungsi ginjal lainnya tampak normal.
4. Tes deprivasi air diperlukan untuk pasien dengan diabetes insipidus
dengan defisiensi ADH parsial dan juga untuk membedakan diabetes
insipidus dengan polidipsia primer pada anak. Pemeriksaan harus
dilakukan pagi hari. Hitung berat badan anak dan periksa kadar
osmolalitas plasma urin setiap 2 jam. Pada keadaan normal, osmolalitas
akan naik (<300) namun output urin akan berkurang dengan berat jenis
yang baik (800-1200).
5. Radioimunoassay untuk vasopressin
Kadar plasma yang selalu kurang drai 0,5 pg/mL menunjukkan
diabetes insipidus neurogenik berat. Kadar AVP yang subnormal pada
hiperosmolalitas yang menyertai menunjukkan diabetes insipidus
neurogenik parsial. Pemeriksaan ini berguna dalam membedakan diabetes
insipidus parsial dengan polidipsia primer.
6. Rontgen cranium
Rontgen cranium dapat menunjukkan adanya bukti tumor
intrakranium seperti kalsifikasi, pembesaran slla tursunika, erosi prosesus
klinoid, atau makin melebarnya sutura.
7. MRI
MRI diindikasikan pada pasien yang dicurigai menderita diabetes
insipidus. Gambaran MRI dengan T1 dapat membedakan kelenjar pitutaria

14
anterior dan posterior dengan isyarat hiperintense atau disebut titik terang
atau isyarat terang.

H. komplikasi
1. Hipertonik enselopati
2. Gagal tumbuh
3. Kejang terlalu cepat koreksi hipernatremia, sehingga edema serebral
4. Dehidrasi berat dapat terjadi apabila tidak tersedia air minum dalam
jumlah besar

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
1) Tekanan darah
2) Pulse rate
3) Respiratory rate
4) Suhu
c. Riwayat penyakit sebelumnya
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah ada riwayattrauma
kepala, pembedahan kepala, pemakaian obat phenotoin, lithium
karbamat, infeksi kranial, riwayat keluarga menderita kerusakan
tubulus ginjal atau penyakit yang sama.
d. Pengkajian Pola Gordon
1) persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan
a) mengkaji pengetahuan klien mengenai penyakitnya.
b) Kaji upaya klien untuk mengatasi penyakitnya.

15
2) pola nutrisi metabolic
1) nafsu makan klien menurun.
2) Penurunan berat badan 20% dari berat badan ideal.

3) pola eliminasi
a) kaji frekuensi eliminasi urine klien
b) kaji karakteristik urine klien
c) klien mengalami poliuria (sering kencing)
d) klien mengeluh sering kencing pada malam hari (nokturia).
4) pola aktivitas dan latihan
a) kaji rasa nyeri/nafas pendek saat aktivitas/latihan
b) kaji keterbatasan aktivitas sehari-hari (keluhan lemah, letih
sulit bergerak)
c) kaji penurunan kekuatan otot
5) pola tidur dan istirahat
kaji pola tidur klien. Klien dengan diabetes insipidus mengalami
kencing terus menerus saat malam hari sehingga mengganggu pola
tidur/istirahat klien.
6) pola kognitif/perceptual
kaji  fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan
masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
7) pola persepsi diri/konsep diri
a) kaji/tanyakan perasaan klien tentang dirinya saat sedang
mengalami sakit.
b) Kaji dampak sakit terhadap klien
c) Kaji keinginan klien untuk berubah (mis : melakukan diet sehat
dan latihan).
8) pola peran/hubungan
a) kaji peengaruh sakit yang diderita klien terhadap pekerjaannya
b) kaji keefektifan hubungan klien dengan orang terdekatnya.
9) pola seksualitas/reproduksi
a) kaji dampak sakit terhadap seksualitas.

16
b) Kaji perubahan perhatian terhadap aktivitas seksualitas.
10) pola koping/toleransi stress
a) kaji metode kopping yang digunakan klien untuk menghidari
stress
b) system pendukung dalam mengatasi stress
11) pola nilai/kepercayaan
klien tetap melaksanakan keagamaan dengan tetap sembahyang tiap
ada kesempatan.

2. Pemeriksaan Fisik.
a. Inspeksi
Klien tampak banyak minum, banyak buang air kecil, kulit kering dan
pucat, bayi sering menangis, tampak kurus karena penurunan berat
badan yang cepat, muntah, kegagalan pertumbuhan, membran mukosa
dan kulit kering.
b. Palpasi
Turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa dan kulit kering,
takikardia, takipnea.
c. Auskultasi
Tekanan darah turun (hipotensi).

3. Diagnosa Keperawatan
a. hipovolemia berhubungan dengan ketidakmampuan tubulus ginjal
mengkonsentrasikan urine karena tidak terdapat ADH.
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multiple
(gangguan reabsorbsi air di tubulus ginjal)
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan demam dan hal yang
menyebabkan terjaga (poliuri).

17
4. Intervensi keperawatan
No. Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan
1. hipovolemia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
dengan ketidakmampuan keperawatan ….. X 24 jam 1. Manajemen hipovolemia
tubulus ginjal diharapkan status cairan 2. Manajemen syok
mengkonsentrasikan urine pasien membaik. hipovolemik
karena tidak terdapat ADH. Dengan kriteria hasil : Intervensi pendukung :
1. Turgor kulit meningkat 1. Manajemen elektrolit
2. Dyspnea menurun 2. Manajemen syok
3. Keluhan haus menurun 3. Pemantauan cairan
4. Intake cairan membaik 4. Pemantauan hemodinamik
2. Gangguan eliminasi urin Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
berhubungan dengan keperawatan ….. X 24 jam 1. Manajemen eliminasi
penyebab multiple diharapkan eliminasi urine urine
(gangguan reabsorbsi air di pasien membaik. Intervensi pendukung :
tubulus ginjal) Dengan kriteria hasil : 1. Edukasi toilet training
1. Sensasi berkemih 2. Kateterisasi urine
meningkat 3. Pemantauan cairan
2. Distensi kandung kemih 4. Manajemen cairan
menurun 5. Pemberian obat intravena
3. Berkemih tidak tuntas
menurun
3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Intervensi utama :
berhubungan dengan keperawatan ….. X 24 jam 1. Dukungan tidur
hambatan lingkungan. diharapkan pola tidur 2. Edukasi aktivitas/istirahat
membaik dengan kriteria Intervensi pendukung :
hasil : 1. Dukungan meditasi
1. Kesulitan tidur menurun 2. Manajemen lingkungan
2. Keluhan sering terjaga 3. Manajemen nyeri
menurun 4. Promosi latihan fisik
3. Keluhan pola tidur 5. Pengaturan posisi
menurun 6. Terapi music

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Diabetes Insipidus adalah suatu kelainan dimana terdapat
kekurangan hormone antidiuretik yang menyebabkan rasa haus yang
berlebihan (polidipsi)dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang
sangat encer (poliuri).
Diabetes insipidus terbagi 2 macam, yaitu Diabetes Insipidus
Sentral (CDI) dan Diabetes Insipidus Nefrogenik (NDI). Diabetes
insipidus sentralis disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara
fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan secara
anatomis, keadaan ini terjadi akibat kerusakan nukleus supra optik,
paraventrikular dan filiformis hypotalamus yang mensintesis ADH. Istilah
diabetes insipidus nefrogenik (NDI) dipakai pada diabetes insipidus yang
tidak responsif terhadap ADH eksogen.
Diabitus insipidus central atau neurogenik(CDI) disebabkan oleh
kelainan hipotalumus dan kelenjar pituetary posterior karena familial atau
idiopatic dan juga disebabkan oleh kerusakan kelenjar karena tumor pada
area hipotalamus – pituitary, trauama, proses infeksi, gangguan aliran
aliran darah, tumor metastase dari mamae atau paru di sebut diabitus
insipidus sekunder. Diabitus insipidus Nephrogenik(NDI) disebabkan
oleh suatu defec yang diturunkan dan tubulus ginjal tidak berespon
terhadap ADH.
Diabitus insipidus dapat terjadi secara perlahan lahan atau secara
cepat setelah trauma atau proses infeksi. Gejala utamanya adalah: Poliuria
sangat encer ( 4- 30 liter ), Polidipsi 5- 10 lt/hari, gejala dehidrasi( turgor
kulit jelek, bibir kering dll), hiperosmolar serum (peningkatan osmolaritas
serum) > 300 m. Osm/kg, hipoosmolar urine (penurunan osmolaritas

19
urine) < 50-200m. Osm/kg dan berat jenis urine sangat rendah 1001-
1005/50-200 miliosmol/kg BB.
Fungsi utama ADH adalah meningkatkan reabsorbsi air di tubulus
ginjal dan mengontrol tekanan osmotik cairan extra selular. Ketika
produksi ADH menurun secara berlebihan, tubulus ginjal tidak
mereabsorbsi air, sehingga air banyak diekskresikan menjadi urine,
urinenya menjadi sangat encer dan banyak ( poliuria ) sehingga
menyebabkan dehidrasi dan peningkatan osmalaitas serum. Peningkatan
osmolalitas serum akan merangsang chemoreseptor dan sensasi haus
kortek cerebral. Sehingga akan meningkatkan intake cairan peroral
( polidipsi ). Akan tetapi bila mekanisme ini tidak adekwat atau tidak ada,
dehidrasi akan semakin memburuk. Pada diabitus insipidus urinenya
sangat tidak mengandung glukosa dan sangat encer.
Diabetes insipidus diobati dengan mengatasi penyebabnya.
Vasopresin atau desmopresin asetat (dimodifikasi dari hormon
antidiuretik). Suntikan hormon antidiuretik diberikan kepada penderita
yang akan menjalani pembedahan atau penderita yang tidak sadarkan diri.
Kadang diabetes insipidus bisa dikendalikan oleh obat-obatan yang
merangsang pembentukan hormon antidiuretik, seperti klorpropamid,
karbamazepin, klofibrat dan berbagai diuretik (tiazid). Tetapi obat-obat ini
tidak mungkin meringankan gejala secara total pada diabetes insipidus
yang berat. Jika hanya kekurangan ADH, dapat diberikan obat
Clorpropamide, clofibrate untuk merangsang sintesis ADH di hipotalamus.

20
DAFTAR PUSTAKA

Suparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi II: Jakarta. Penerbit Balai
FKUI
Effendi, Dr. Hasjim. 1981. Fisiologi Sistem Hormonal dan Reproduksi dan
Patofisiologinya: Bandung. Penerbit Alumni anggota IKAPI Bandung
Barbara. C. Long, 1996. Perawatan Medikal Bedah 3: Bandung. Penerbit
Yayasan IAPK Padjajaran Bandung
A. Price Sylva and M. Wilsol Lorraine. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://afiyahhidayati.wordpress.com/2009/03/24/diabetes-insipidus/

21

Anda mungkin juga menyukai