Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

TAKSONOMI NANDA I & SDKI

Dosen Pengampu :

Ns.Hermansyah,S.Kep,.M.Kep

Di susun oleh :

Dymas Kurniawan P05120321012

Muhammad Fachri P05120321028

Rona Uli Atra P051203210

Shandya Bella P051203210

Tamara Dwi Puspita P051203210

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN dan PROFESI NERS

POLTEKKES KEMENKES BENGKULU

T.A 2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diagnosis keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan yang
menjadi dasar bagi perawat untuk mengambil keputusan mengenai intervensi
keperawatan yang sesuai dengan masalah kesehatan pasien. Hal tersebut harus
dilakukan oleh perawat yang profesional. Pandangan tentang penerapan diagnosis
keperawatan dalam praktek klinis bervariasi, dan setiap lembaga kesehatan
menggunakan ringkasan diagnostiknya sendiri (Félix, Ramos,
Nascimento,Moreira, & Oliveira, 2018: Mynarikova & Ziakova, 2014).

Diagnosis keperawatan merupakan bagian yang mendasar dalam


menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai
kesehatan yang maksimal. Mengingat pentingnya diagnosis keperawatan,
sehingga dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang bisa digunakan atau
diterapkan secara nasional dengan mengacu pada standar diagnosis yang telah
ditetapkan sebelumya dan sudah diakui secara international (PPNI 2017)
1.2 Rumusan Masalah
1.1 Apa pengertian diagnosa keperawatan ?
1.2 Jelaskan struktur taksonomi NANDA I ?
1.3 Jelaskan apa itu deteksi cepat diagnosa keperawatan NANDA I ?
1.4 Jelaskan apa itu deteksi detail diagnosa keperawatan NANDA I ?
1.5 Jelaskan taksonomi SDKI?
1.6 Jelaskan mengenai klasifikasi diagnosis keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui pengertian diagnosa keperawatan.
2. Dapat mengetahui struktur taksonomi NANDA I .
3. Dapat mengetahui cara deteksi cepat dan deatildiagnosa keperawatan NANDA
I.
4. Dapat mengetahui Klasifikasi diagnosis keperawatan
5. Dapat mengetahui Taksonomi SDKI
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan tahap yang penting dalam pemberian asuhan


keperawatan oleh seorang perawat. Dalam proses keperawatan diagnosa keperawatan
merupakan tahap kedua yang dilakukan oleh perawat setelah melakukan pengkajian
kepada pasien (proses keperawatan: pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi
dan evaluasi).

Menentukan atau merumuskan diagnosa keperawatan oleh seorang perawat


harus dilakukan secara tepat. Penentuan diagnosa yang tepat dapat menentukan
intervensi yang tepat juga sehingga memberikan dampak positif terhadap kesembuhan
pasien/klien.
1. Durand, Prince (1996): “Suatu pernyataan tentang konkluasi yang dihasilkan
dari pengenalan terhadap pola yang berasal dari penyelidikan keperawatan dari
pasien.”
2. Bricher (1975): “Suatu evaluasi tentang respons personal klien terhadap
pengalaman kemanusiaannya sepanjang siklus kehidupan, apakah respons
merupakan krisis perkembangan atau kecelakaan, penyakit, kerusakan atau stres
lainnya.”
3. Gordon (1976): “Masalah kesehatan aktual atau potensial dimana perawat,
dengan pendidikan dan pengalamannya, mampu dan mempunyai izin untuk
mengatasinya.”
4. Shoemaker (1984): “Penilaian klinis tentang individu, keluarga atau komunitas
yang didapatkan melalui proses pengumpulan data yang disengaja dan sistematis
yang menjadi tanggung gugat perawat. Hal ini ditunjukkan secara singkat dan
mencakup etiologi kondisi bila diketahui.”
5. NANDA (1990): “Penilaian klinis tentang respons individu, keluarga, atau
komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan intervensi.”
6. Carlson, et al. (1991): “Pernyataan ringkasan tentang status kesehatan klien yang
didapatkan melalui proses pengkajian dan membutuhkan intervensi dari domain
keperawatan.”
2.2 Struktur Taksonomi NANDA I

Label diagnosa keperawatan NANDA-I 2015-2017

13 Domain

47 Clases

235 Diagnosis

No Label Diagnosa Keperawatan NANDA

DOMAIN 1: PROMOSI KESEHATAN


1. Defisiensi Aktivitas Pengalih
2. Gaya Hidup Kurang Gerak
3. Sindrom Lansia Lemah
4. Risiko Sindrom Lansia Lemah
5. Defisiensi Kesehatan Komunitas
6. Perilaku Kesehatan Cenderung Berisiko
7. Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan
8. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan
9. Kesiapan Meningkatkan Manajemen Kesehatan
10. Ketidakefektifan Manajemen Kesehatan Keluarga
11. Ketidakpatuhan
12. Ketidakefektifan Perlindungan
DOMAIN 2 : NUTRISI
13. Ketidakcukupan ASI
14. Ketidakefektifan Pemberian ASI
15. Diskontinuitas Pemberian ASI
16. Kesiapan Meningkatkan Pemberian ASI
17. Ketidakefektifan Pola Makan Bayi
18. Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan Tubuh
19. Kesiapan Meningkatkan Nutrisi
20. Obesitas
21. Berat Badan Berlebih
22. Risiko Berat Badan Berlebih
23. Gangguan Menelan
24. Risiko Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
25. Ikterik Neonatus
26. Risiko Ikterik Neonatus
27. Risiko Gangguan Fungsi Hati
28. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit
29. Kesiapan Meningkatkan Keseimbangan Cairan
30. Kekurangan Volume Cairan
31. Risiko Kekurangan Volume Cairan
32. Kelebihan Volume Cairan
33. Risiko Ketidakseimbangan Volume Cairan

DOMAIN 3 : ELIMINASI DAN PERTUKARAN


34. Gangguan Eliminasi Urine
35. Kesiapan Meningkatkan Eliminasi Urine
36. Inkontinensia Urinarius Fungsional
37. Inkontinensia Urine Aliran Berlebih
38. Inkontinensia Urine Refleks
39. Inkontinensia Urine Stres
40. Inkontinensia Urine Dorongan
41. Risiko Inkontinensia Urine Dorongan
42. Retensi Urine
43. Konstipasi
44. Risiko Konstipasi
45. Konstipasi Fungsional Kronis
46. Risiko Konstipasi Fungsional Kronis
47. Persepsi Konstipasi
48. Diare
49. Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
50. Risiko Disfungsi Motilitas Gastrointestinal
51. Inkontinensia Defekasi
52. Gangguan Pertukaran Gas

DOMAIN 4 : AKTIVITAS/ISTIRAHAT
53. Insomnia
54. Deprivasi Tidur
55. Kesiapan Meningkatkan Tidur
56. Gangguan Pola Tidur
57. Risiko Sindrom Disuse
58. Hambatan Mobilitas di Tempat Tidur
59. Hambatan Mobilitas Fisik
60. Hambatan Mobilitas Berkursi Roda
61. Hambatan Duduk
62. Hambatan Berdiri
63. Hambatan Kemampuan Berpindah
64. Keletihan
65. Keluyuran
66. Intoleran Aktivitas
67. Risiko Intoleran Aktivitas
68. Ketidakefektifan Pola Napas
69. Penurunan Curah Jantung
70. Risiko Penurunan Curah Jantung
71. Risiko Gangguan Fungsi Kardiovaskular
72. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Gastrointestinal
73. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Ginjal
74. Gangguan Ventilasi Spontan
75. Risiko Penurunan Perfusi Jaringan Jantung
76. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
77. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
78. Risiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer
79. Disfungsi Respons Penyapihan Ventilator
80. Hambatan Pemeliharaan Rumah
81. Defisit Perawatan Diri : Mandi
82. Defisit Perawatan Diri : Berpakaian
83. Defisit Perawatan Diri : Makan
84. Defisit Perawatan Diri : Eliminasi
85. Kesiapan Meningkatkan Perawatan Diri
86. Pengabaian Diri

DOMAIN 5 : PERSEPSI/KOGNISI
87. Kealpaan Tubuh Unilateral
88. Konfusi Akut
89. Risiko Konfusi Akut
90. Konfusi Kronik
91. Kontrol Emosi Labil
92. Ketidakefektifan Kontrol Impuls
93. Kesiapan Meningkatkan Pengetahuan
94. Kerusakan Memori
95. Kesiapan Meningkatkan Komunikasi
96. Hambatan Komunikasi Verbal

DOMAIN 6 : PERSEPSI DIRI


97. Kesiapan Meningkatkan Harapan
98. Keputusasaan
99. Risiko Pelemahan Martabat
100. Gangguan Identitas Pribadi
101. Risiko Gangguan Identitas Pribadi
102. Kesiapan Meningkatkan Konsep Diri
103. Harga Diri Rendah Kronik
104. Risiko Harga Diri Rendah Kronik
105. Harga Diri Rendah Situasional
106. Risiko Harga Diri Rendah Situasional
107. Gangguan Citra Tubuh

DOMAIN 7 : PERSEPSI DIRI (HUBUNGAN PERAN)


108. Ketegangan Peran Pemberi Asuhan
109. Risiko Ketegangan Peran Pemberi Asuhan
110. Ketidakmampuan Menjadi Orang Tua
111. Kesiapan Meningkatkan Menjadi Orang Tua
112. Risiko Ketidakmampuan Menjadi Orang Tua
113. Risiko Gangguan Perlekatan
114. Disfungsi Proses Keluarga
115. Gangguan Proses Keluarga
116. Kesiapan Meningkatkan Proses Keluarga
117. Ketidakefektifan Hubungan
118. Kesiapan Meningkatkan Hubungan
119. Risiko Ketidakefektifan Hubungan
120. Ketidakefektifan Performa Peran
121. Hambatan Interaksi Sosial

DOMAIN 8 : SEKSUALITAS
122. Disfungsi Seksual
123. Ketidakefektifan Pola Seksual
124. Ketidakefektifan Proses Kehamilan-Melahirkan
125. Kesiapan Meningkatkan Proses Kehamilan-Melahirkan
126. Risiko Ketidakefektifan Proses Kehamilan-Melahirkan
127. Risiko Gangguan Hubungan Ibu-Janin

DOMAIN 9 : KOPING/TOLERANSI STRES


128. Sindrom Pascatrauma
129. Risiko Sindrom Pascatrauma
130. Sindrom Trauma Perkosaan
131. Sindrom Stres Akibat Perpindahan
132. Risiko Sindrom Stres Akibat Perpindahan
133. Ketidakefektifan Perencanaan Aktivitas
134. Risiko Ketidakefektifan Perencanaan Aktivitas
135. Ansietas
136. Koping Defensif
137. Ketidakefektifan Koping
138. Kesiapan Meningkatkan Koping
139. Ketidakefektifan Koping Komunitas
140. Kesiapan Meningkatkan Koping Komunitas
141. Penurunan Koping Keluarga
142. Ketidakmampuan Koping Keluarga
143. Kesiapan Meningkatkan Koping Keluarga
144. Ansietas Kematian
145. Ketidakefektifan Penyangkalan
146. Ketakutan
147. Dukacita Terganggu
148. Risiko Dukacita Terganggu
149. Gangguan Pengelolaan Mood
150. Kesiapan Meningkatkan Kekuatan
151. Ketidakberdayaan
152. Risiko Ketidakberdayaan
153. Gangguan Penyesuaian Individu
154. Kesiapan Meningkatkan Penyesuaian Individu
155. Risiko Gangguan Penyesuaian Individu
156. Kepedihan Kronis
157. Stres Berlebihan
158. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial
159. Disrefleksia Autonomik
160. Risiko Disrefleksia Autonomik
161. Disintegrasi Perilaku Bayi
162. Kesiapan Meningkatkan Integrasi Perilaku Bayi
163. Risiko Disintegrasi Perilaku Bayi

DOMAIN 10 : PRINSIP HIDUP


164. Kesiapan Meningkatkan Kesejahteraan Spiritual
165. Kesiapan Meningkatkan Pengambilan Keputusan
166. Konflik Pengambilan Keputusan
167. Hambatan Pengambilan Keputusan Emansipasi
168. Kesiapan Meningkatkan Pengambilan Keputusan Emansipasi
169. Risiko Hambatan Pengambilan Keputusan Emansipasi
170. Distres Moral
171. Hambatan Religiositas
172. Kesiapan Meingkatkan Religiositas
173. Risiko Hambatan Religiositas
174. Distres Spiritual
175. Risiko Distres Spiritual
176. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas
177. Risiko Aspirasi
178. Risiko Perdarahan
179. Risiko Mata Kering
180. Risiko Jatuh
181. Risiko Cedera
182. Risiko Cedera Kornea
183. Risiko Cedera Akibat Posisi Perioperatif
184. Risiko Cedera Termal
185. Risiko Cedera Saluran Kemih
186. Kerusakan Gigi
187. Kerusakan Membran Mukosa Oral
188. Risiko Kerusakan Membran Mukosa Oral
189. Risiko Disfungsi Neurovaskular Perifer
190. Risiko Dekubitus
191. Risiko Syok
192. Kerusakan Integritas Kulit
193. Risiko Kerusakan Integritas Kulit
194. Risiko Sindrom Kematian Bayi Mendadak
195. Risiko Asfiksia
196. Pelambatan Pemulihan Pascabedah
197. Risiko Pelambatan Pemulihan Pascabedah
198. Kerusakan Integritas Jaringan
199. Risiko Kerusakan Integritas Jaringan
200. Risiko Trauma
201. Risiko Trauma Vaskular
202. Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Orang Lain
203. Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap Diri Sendiri
204. Mutilasi Diri
205. Risiko Mutilasi Diri
206. Risiko Bunuh Diri
207. Risiko Kontaminasi
208. Risiko Keracunan
209. Risiko Efek Samping Media Kontras Beryodium
210. Risiko Respons Alergi
211. Respons Alergi Lateks
212. Risiko Respons Alergi Lateks
213. Risiko Ketidakseimbangan Suhu Tubuh
214. Hipertermia
215. Hipotermia
216. Risiko Hipotermia
217. Risiko Hipotermia Perioperatif
218. Ketidakefektifan Termoregulasi
DOMAIN 12 : KENYAMANAN
219. Gangguan Rasa Nyaman
220. Kesiapan Meningkatkan Rasa Nyaman
221. Mual
222. Nyeri Akut
223. Nyeri Kronis
224. Nyeri Persalinan

225. Sindrom Nyeri Kronis

226. Risiko Kesepian

227. Isolasi Sosial

DOMAIN 13 : PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN

228. Risiko Pertumbuhan Tidak Proporsional

229. Risiko Keterlambatan Perkembangan

2.3 Deteksi Cepat dan Detail Diagnosa Keperawatan NANDA I


Cara Merumuskan Diagnosa Keperawatan:
Pendekatan dalam membuat diagnosa keperawatan dapat dilakukan dengan cara :
1. Pola P+E+S (PES) yaitu : Problem = adalah ciri, tanda atau gejala
relevan yang
muncul sebagai akibat adanya masalah.maslah
Etiologi = penyebab
Symptom = tanda dan gejala
Contoh :

Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan penumpukan sputum


pada saluran nafas,ditandai dengan pergerakan dinding dada yang tidak
optimal.
2. Pola P+E (PE) yaitu : Problem : maslah
Etiologi : penyebab
Contoh :

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh,yang berhubungan


nafsu makan
berkurang (anoreksia).
Perbedaan diagnosa keperawatan dan diagnosa medis.

Perbedaan diagnosa keperawatan dan diagnosa medis adalah diagnose


keperawatan : pertama,berfokus pada respons klien terhadap penyakit atau masalah
kesehatan yang ada. Kedua,berorientasi pada pemenuhan kebutuhan klien.
Ketiga,dapat berubah sesuai dengan perubahan respon klien. Keempat,diagnose
keperawatan mengarah pada fungsi mandiri perawat dalam melakukan intervensi dan
evalusi keperawatan. Dan kelima,diagnosa keperawatan melengkapi diagnosa medis.
Sedangkan diagnosa medis: Pertama.berfokus pada factor-faktor yang bersifat
pengobatan dan penyembuhan penyakit. Kedua,berorientasi pada keadaan patologis.
Ketiga,cenderung tetap,mulai sakit hingga sembuh. Keempat,mengarah pada
tindakan medis yang sebagian dapat didelegasikan pada perawat. Dan diagnosa medis
melengkapi diagnosa keperawatan.

Sumber kesalahan diagnosa keperawatan.

Kesalahan dalam proses diagnosis keperawatan terjadi pada saat pengumpulan


data, pengelompokkan, interpretasi, dan pernyataan diagnosis. Sebagai perawat, perlu
menerapkan metode berpikir kritis pada proses diagnosis keperawatan yang akurat.
1. Kesalahan dalam Pengumpulan Data

Untuk menghindari kesalahan dalam pengumpulan data, perlu memiliki


pengetahuan dan keterampilan mengenai semua teknik pemeriksaan. Hindari data yang
salah dan tidak akurat. Petunjuk praktik berikut ini merupakan cara untuk menghindari
kesalahan pengumpulan data :
a. Tinjau ulang tingkat kenyamanan dan kompetensi Anda dalam
melakukan
b. wawancara dan pemeriksaan fisik sebelum mengumpulkan data.

c. Lakukan pemeriksaan dalam beberapa langkah.

d. Tinjau ulang pengkajian klinis Anda di ruang kelas atau klinis.

e. Tentukan keakuratan data Anda.

f. Teratur dalam pemeriksaan.


2. Kesalahan dalam Interpretasi dan Analisis Data

Setelah pengumpulan data, tinjau ulang data dasar Anda untuk memutuskan
apakah data tersebut akurat dan lengkap. Meninjau ulang data bermanfaat untuk
meyakinkan bahwa temuan fisik objektif yang diukur mendukung data subjektif.
Sebagai contoh, ketika klien mengeluh “sulit bernafas”, Anda juga ingin mendengar
bunyi par, memeriksa frekuensi pernapasan, dan mengukur pengembangan dada klien.
Saat Anda tidak dapat memvalidasi data, ini menunjukkan ketidaksesuaian antara
petunjuk klinis dan diagnosis keperawatan (Lunney, 1998).
3. Kesalahan dalam Pengelompokan Data

Kesalahan dalam pengelompokan data terjadi saat data dikelompokkan terlalu


cepat, tidak benar, atau tidak dikelompokkan sama sekali. Penutupan pengelompokkan
yang terlalu cepat terjadi saat Anda membuat diagnosis keperawatan sebelum
mengelompokkan semua data. Selalu tentukan diagnosis keperawatan dari data, bukan
sebaliknya. Diagnosis keperawatan yang salah akan memengaruhi kualitas pelayanan
klien.

4. Kesalahan dalam Pernyataan Diagnosis

Pemilihan pernyataan diagnosis yang benar akan menghasilkan pemiihan


intervensi keperawatan dan hasil yang sesuai (Dochterman dan Jones, 2003). Untuk
mengurangi kesalahan, pernyataan diagnosis harus menggunakan Bahasa yang sesuai,
ringkas, dan tepat. Berikut ini adalah petunjuk tambahan untu mengurangi kesalahan
dalam pernyataan diagnosis :
a. Kenali respons klien, bukan diagnosis medis (Carpento-Moyet, 2005). Karena
diagnosis medis membutuhkan tindakan medis, maka tidak bijaksana untuk
memasukkannya dalam diagnosis keperawatan.
b. Kenali pernyataan diagnosis NANDA-I dibandingkan gejala. Kenali diagnosis
keperawatan dari kelompok karakteristik definisi; satu gejala tidak cukup untuk
identifikasi masalah.
c. Kenali etiologi yang dapat ditangani dibandingkan tanda klinis atau masalah
kronis. Anda dapat memilih tindakan yang diarahkan menuju koreksi etiologic
masalah. Pemeriksaan diagnostik atau disfungsi kronis bukan merupakan etiologi
atau kondisi yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan.
d. Kenali masalah yang disebabkan oleh pengobatan atau pemeriksaan diagnostik,
daripada terapi atau pemeriksaan itu sendiri. Klien mengalami banyak respons
terhadap pemeriksaan diagnostik dan terapi medis. Respons ini termasuk dalam
bidang keperawatan.
e. Kenali respons klien terhadap peralatan dibandingkan peralatan itu sendiri.
Banyak klien yang tidak mengenali teknologi medis.
f. Kenali masalah klien dibandingkan masalah Anda dengan pelayanan
keperawatan. Diagnosis keperawatan selalu berpusat pada klien dan menjadi
dasar untu pelayanan yang diarahkan oleh tujuan.
g. Kenali masalah klien dibandingkan tindakan keperawatan. Anda akan
merencanakan tindakan keperawatan setelah membuat diagnosis.
h. Kenali masalah klien dibandingkan tujuan. Anda selalu menetapkan tujuan
selama tahap perencanaan pada proses keperawatan. Berdasarkan identifikasi
masalah klien yang akurat, tujuan akan menjadi dasar untuk menentukan apakah
penyelesaian masalah telah tercapai.
i. Gunakan pertimbangan profesional dibandingkan dugaan. Buat diagnosis
keperawatan berdasarkan data objektif dan subjektif klie, dan jangan sertakan
kepercayaan dan nilai-nilai pribadi Anda.
j. Hindari pernyataan yang tidak sesuai hukum (Carpenito-Moyet, 2005).
Pernyataan yang berisfat menyalahkan, mengabaikan, atau malpraktik berpotensi
menimbulkan tuntutan hukum.
k. Kenali masalah dan etiologi untuk menghindari pengulangan pernyataan.
Pernyataan seperti ini mengandung arti yang tidak jelas dan tidak memberikan
arahan untuk pelayanan keperawatan.
l. Kenali satu masalah saja pada pernyataan diagnostik. Setiap masalah memiliki
hasil harapan yang berbeda. Kebingungan selama langkah perencanaan terjadi
saat Anda memasukkan banyak masalah dalam satu diagnosis keperawatan.

2.5 Klasifikasi Diagnosis Keperawatan

Klasifikasi Diagnosis Keperawatan International Council of Nursing (ICN)


sejak tahun 1991 telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi yang dibuat dengan
International Classification for Nursing practice (ICNP). Sistem klasifikasi ini tidak
hanya mencakup klasifikasi doagnosis keperawatan, tetapi juga mencakup
klasifikasi intervensi dan tujuan (Outcome) keperawatan.
Diagnosis keperawatan dibagi menjadi dua jenis, yaitu diagnosis negative dan
diagnosis positif. Diagnosis negatif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi ini
akan mengarahkan pemberian intervensi keperawatan yang bersifat penyembuhan,
pemulihan dan pencegahan. Diagnosis ini terdiri atas diagnosis actual dan diagnosis
resiko. Sedangkan diagnosis positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat
dan dapat mencapai kondisi yang lebih sehat atau optimal. Diagnosis ini disebut
dengan diagnosis promosi kesehatan (ICNP, 2015; Standar Praktik Keperawatan
Indonesia – PPNI, 2005).

Diagnosis Keperawatan

Posistif
Negatif

Risiko Aktual

Promosi Kesehatan

Jenis-Jenis Diagnosis Keperawatan Tersebut Dapat Diuraikan Sebagai Berikut:

1. Diagnosis Aktual Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi


kesehatan atau proses kehidupannya yang menyebabkan klien mengalami
masalah kesehatan. Tanda/gejala mayor dan minor dapat ditemukan dan
divalidasi pada klien.

2. Diagnosis Risiko Diagnosis ini menggambarkan respons klien terhadap kondisi


kesehatan atau proses kehisupannya yang dapat menyebabkan klien berisiko
mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan tanda/gejala mayor dan minor

3. Diagnosis Promosi Kesehatan Diagnosis ini menggunakan adanya keinginan


dan mitivasi klien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ke tingkat yang
lebih baik atau optimal.
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang individu,


keluarga atau komunitas yang di dapatkan melalui proses
pengumpulan data yang disengaja dan sistematis yang menjadi
tanggung gugat perawat. Hal ini ditunjukan secara singkat dan
mencakup etiologi kondisi bila di ketahui.

Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengarahkan rencana


asuhan keperawatan untuk membantu klien dan keluarganya
beradaptasi terhadap penyakit mereka dan untuk
menghilangkan masalah perawat kesehatan.

Sasaran diagnosa keperawatan adalah untuk mengmbangkan suatu


rencana asuhan yang bersifat individual sehingga klien dan
keluarganya mampuh mengatasi perubahan dan untuk
menghadapi tantangan yang diakibatkan dari maslah kesehtan.

Tiga komponen utama dari diagnose keperawatan dengan merujuk


pada hasil analisa data, meliputi: problem (masalah), etiologi
(penyebab), dan sign/symptom (tanda/ gejala).

NANDA-I telah mengidentifikasi empat tipe diagnosis keperawatan,


yaitu :

 Diagnosis Keperawatan Aktual

 Diagnosis Keperawatan Risiko

 Diagnosis Keperawatan Promosi Kesehatan

 Diagnosis Keperawatan Sejahtera

Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia merupakan salah satu standar yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan Praktik Keperawatan di
Indonesia

Seiring dengan perkembangan dan kemajuan teknologi, dunia


keperawatan Indonesia turut berkembang dan bersentuhan
dengan perkembangan keperawatan secara global,secara
spesifik, dalam penentuan Diagnosis Keperawatan.

Tujuan Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia adalah Dapat


membantu perawat dalam melakukan proses diagnostic,
Memudahkan komunikasi intraprofesional. Dan Mengukur
beban kerja keperawatan

Kelebihan

a. Buku ini mempunyai bahasa yang mudah di pahami bagi para pemula

b. buku ini dapat meningkatkan otonomi perawat

c. buku ini dapat memperluas area penelitian keperawatan

Kekurangan

a. Tidak ada gambar

b. Membuat pembaca lebih cepat bosan

c. Penyakitnya kurang lengkap


DAFTAR PUSTAKA

Gustinerz, 2021. Definisi Diagnosa Keperawatan Menurut Para Ahli. Jakarta


Potter, Patricia A & Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental

Keperawatan: konsep,proses dan praktik edisi 4. Penerbit Buku


Kedokteran EGS.Jakarta.

Potter, Patricia A & Anne Griffin Perry. 2008. Buku Ajar Fundamental
Keperawatan: konsep,proses dan praktik edisi 7. Penerbit Buku
Kedokteran EGS.Jakarta.

Gaffar Jumadi,1999,Pengantar Keperawatan Profesional,Jakarta : EGC.


Toaz,info 2020, toksonomi nanda dan standar diagnosis keperawatan Indonesia.

Pontianak

Anda mungkin juga menyukai