Kerajaan Banten Konsep
Kerajaan Banten Konsep
Kerajaan Banten
Pada awal abad ke-16, daerah pajajaran yang beragama hindu. pusat kerajaan ini berlokasi di
pakuan ( sekarang bogor ). kerajaan pajajaran memiliki bandar-bandar penting seperti banten,
Kerajaan pajajaran telah mengadakan kerja sama dengan portugis. oleh kerena itu, portugis
diizinkan mendirikan kantor dagang dan benteng pertahanan di sunda kelapa. untuk
fatahilah selaku panglima perang demak untuk menaklukan bandar-bandar pajajaran. pada
Pasukan fatahillah juga berhasil merebut pelabuhan sunda kelapa pada tanggal 22 juni 1527.
sejak saat iru nama “sunda kelapa” diubah menjadi “jayakarta” atau “jakarta” yang berarti
kota kemenanggan. tanggal itu ( 22 juni ), kemudian dijadikan hari jadi kota jakarta.
Dalam waktu singkat. seluruh pantai utara jawa barat dapat dikuasai fatahillah,agama islam
lambat laun tersebar di jawa barat. fatahillah kemudian menjadi wali ( ulama besar ) dengan
gelar sunan gunung jati dan berkedudukan di cirebon. Pada tahun 1552, putra fatahillah yang
bernama hasanudin diangkat menjadi penguasa banten. putranya yang lain, pasarean diangkat
gunung jati, cirebon sampai beliau wafat pada tahun pada tahun 1568. jadi, pada awalnya
1. Sultan hasanuddin
Ketika terjadi perebitan kekuasaan di kerajaan demak, daerah banten dan cirebon berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan demak. akhirnya, banten dan cirebn menjadi kerajaan yang
berdaulat, lepas dri pengaruh demak. sultan hasanuddin menjadi raja banten yang pertama. ia
memerintah banten selama 18 tahun, yaitu tahun 1552 – 1570 M. di bawah pemerintahannya,
rempah dan selat sunda yang merupakan jalur lalu lintas perdagangan.
pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang dari berbagai bangsa.para pedagang dari
persia, gujarat, dan venesia berusaha enghindari selat malaka yang dikuasai potugis dan
beralih ke selat sunda. banten kemudian berkembang menjdi bandar perdagangan maupun
pusat penyebaran agama islam. setelah sultan hasanuddin wafat pada tahun 1570 M, ia
2. Maulana Yusuf
Maulana yusuf memerintah banten pada tahun 1570-1580 M. pada tahun 1579, maulana
yusuf menaklukan kerajaan pajajaran di pakuan ( bogor ) dan sekligus menyinggirkan rajanya
yang bernama prabu sedah. akibatnya, banyk rakyat pajajaran yang menyinggir ke
pegunungan. mereka inilah yang sekarang dikenal sebagai orang-orang baduy atau suku
Setelah sultan maulana yusuf wafat,putranya yang bernama maulana muhammad naik tahta
pada usia 9 tahun. karena maulana muhammad masih sangat muda, pemerintahan dijalankan
dirikan oleh ki gendeng sure, seorang bangsawan demak. kerajaan banten yang juga
keturunan demak merasa berhak atas daerah palembang. akan tetapi, banten mengalami
Pangeran ratu,yang berusia 5 bulan, menjadi sultan banten yang ke empat ( 1596-1651 ).
saat itulah untuk pertama kalinya bangsa belanda yang di pimpin oleh cornelis de houtman,
mendarat di banten pada tahun 22 juni 1596. pangeran ratu mendapat gelar kanjeng ratu
banten. ketika wafat, beliau digantikan oleh anaknya yang dikenal dengan nama sultan ageng
tirtaayasa.
Sultan ageng tirtayasa memerintah banten paada tahun 1651-1682M, kerajaan banten pada
masa beliau mencapai masa kejayaan. sultan ageng tirtayasa berusaha memperluas wilayah
kerajaannya ini pada tahun 1671 M, sultan ageng tirtayasa mengangkat putranya menjadi raja
pembantu dengan gelar sultan abdul kahar atau sultan haji. sultan haji menjalin hubungan
baik dengan belanda. melihat hal itu, sultan ageng tirtayasa kecewa dan menarik kembali
jabatan raja pembantu bagi sultan haji, akan tetapi, sultan haji berusaha mempertahankan
dengan meminta bantuan kepada belanda. akibatnya terjadilah perang saudara. sultan ageng
tirtayasa tertangkap dan dipenjarakan di Batavia hingga beliau wafat pada tahun 1691 M
Selama berkuasa kurang lebih 3 abad tersebut, kerajaan Banten meninggalkan beberapa bukti
bahwa kerajaan ini pernah berjaya di pulau Jawa .Lantas, apa saja peninggalan kerajaan
Masjid Agung Banten adalah salah satu bukti peninggalan kerajaan Banten sebagai salah satu
kerajaan Islam di Indonesia. Masjid yang berada di desa Banten Lama, kecamatan Kasemen
Masjid Agung Banten dibangun pada tahun 1652, tepat pada masa pemerintahan putra
pertama Sunan Gunung Jati yaitu Sultan Maulana Hasanudin. Selain itu, Masjid Agung
Banten juga merupakan salah satu dari 10 masjid tertua di Indonesia yang masih berdiri
sampai sekarang.
Keunikan masjid ini yaitu bentuk menaranya yang mirip mercusuar dan atapnya mirip atap
pagoda khas China. Selain itu, dikiri kanannya bangunan masjid tersebut ada sebuah serambi
ini dulunya digunakan sebagai tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah yang merupakan ibu dari
Sultan Syaifudin.
Tapi kini bangunan ini sudah hancur dan tinggal sisa-sisa runtuhannya saja, sebagai akibat
dari bentrokan yang pernah terjadi antara kerajaan Banten dengan pemerintahan Belanda di
Selain Istana Keraton Kaibon, ada satu lagi peninggalan kerajaan Banten yang berupa Istana
yaitu Istana Keraton Surosowan. Istana ini digunakan sebagai tempat tinggal Sultan Banten
Nasib istana yang dibangun pada 1552 ini juga kurang lebih sama dengan Istana Keraton
Kaibon, dimana saat ini tinggal sisa-sisa runtuhan saja yang bisa kita lihat bersama dengan
4. Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk adalah peninggalan kerajaan Banten sebagai bentuk dalam membangun
poros pertahanan maritim kekuasaan kerajaan di masa lalu. Benteng setinggi 3 meter ini
Selain berfungsi sebagai pertahanan dari serangan laut, benteng ini juga digunakan untuk
mengawasi aktivitas pelayaran di sekitar Selat Sunda. Benteng ini juga memiliki Mercusuar,
dan didalamnya juga ada beberapa meriam, serta sebuah terowongan yang menghubungkan
Di sekitar Istana Keraton Kaibon, ada sebuah danau buatan yaitu Danau Tasikardi yang
dibuat pada tahun 1570 – 1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau ini
Danau ini dulunya memiliki luas sekitar 5 hektar, tapi kini luasnya menyusut karena dibagian
pinggirnya sudah tertimbun tanah sedimen yang dibawa oleh arus air hujan dan sungai di
Danau Tasikardi pada masa itu berfungsi sebagai sumber air utama untuk keluarga kerajaan
yang tinggal di Istana Keraton Kaibon dan sebagai saluran air irigasi persawahan di sekitar
Banten.
6. Vihara Avalokitesvara
Walaupun kerajaan Banten adalah kerajaan Islam, tapi toleransi antara warga biasa dengan
pemimpinnya dalam hal agama sangat tinggi. Buktinya adalah adanya peninggalan kerajaan
Tempat ibadah umat Budha tersebut yaitu Vihara Avalokitesvara yang sampai sekarang
masih berdiri kokoh. Yang unik dari bangunan ini yaitu di dinding Vihara tersebut ada
7. Meriam Ki Amuk
Seperti yang disebut sebelumnya, di dalam benteng Speelwijk adalah beberapa meriam,
dimana diantara meriam-meriam tersebut ada meriam yang ukurannya paling besar dan diberi
jauh dan daya ledaknya sangat besar. Meriam ini adalah hasil rampasan kerajaan Banten
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-
1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh
Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan
Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan
Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan
jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin,
kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak
lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-
dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin
wafat.
bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir kekuasaannya,
Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama
Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama
mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan
Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah: (1) letaknya
strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga
para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3)
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia,
Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten
mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak
pengaruh Islam.
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial
masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan
Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di
samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda,
pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai
Kerajaan Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-
1682). Dimana, Banten membangun armada dengan contoh Eropa serta memberi upah
kepada pekerja Eropa. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa sangat menentang Belanda yang
terbentuk dalam VOC dan berusaha keluar dari tekanan VOC yang telah memblokade kapal
dagang menuju Banten. Selain itu, Banten juga melakukan monopoli Lada di Lampung yang
menjadi perantara perdagangan dengan negara-negara lain sehingga Banten menjadi wilayah
Kerajaan Banten mengalami kemunduruan berawal dari perselisihan antara Sultan Ageng
dengan putranya, Sultan Haji atas dasar perebutan kekuasaan. Situasi ini dimanfaatkan oleh
VOC dengan memihak kepada Sultan Haji. Kemudian Sultan Ageng bersama dua putranya
yang lain bernama Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf terpaksa mundur dan pergi ke arah
pedalaman Sunda. Namun, pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng berhasil ditangkap dan ditahan
di Batavia. Dilanjutkan pada 14 Desember 1683, Syekh Yusuf juga berhasil ditawan oleh
Atas kemenangannya itu, Sultan Haji memberikan balasan kepada VOC berupa penyerahan
Lampung pada tahun 1682. Kemudian pada 22 Agustus 1682 terdapat surat perjanjian bahwa
Hak monopoli perdagangan lada Lampung jatuh ketangan VOC. Sultan Haji meninggal pada
tahun 1687. Setelah itu, VOC menguasai Banten sehingga pengangkatan Sultan Banten harus
Terpilihlah Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya sebagai pengganti Sultan Haji kemudian
digantikan oleh Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul Aabidin. Pada tahun 1808-1810,
Gubernur Hindia Jenderal Belanda menyerang Banten pada masa pemerintahan Sultan
ibu kota Banten ke Anyer. Pada akhirnya, tahun 1813 Banten telah runtuh ditangan Inggris.
A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun 1522-
1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus oleh
Sultan Trenggana menguasai bandarbandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan
Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan
Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim memindahkan
jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin,
kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang sudah sejak
lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah meletakkan dasar-
dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570, Sultan Hasanuddin
wafat.
bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai
pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah
Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang bernama
Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama
mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta menguasai pelabuhan
Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami kegagalan. Setelah
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda di bawah
B. Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi bandar
perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah: (1) letaknya
strategis dalam lalu lintas perdagangan; (2) jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga
para pedagang Islam tidak lagi singgah di Malaka namun langsung menuju Banten; (3)
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat, Persia,
Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten
mereka dikenal sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak
pengaruh Islam
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial
masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan
Masjid Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di
samping itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda,
pelarian dari Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai
pengaruh Islam di tanah Banten. Banyak tindakan progresif yang ia lakukan dalam rangka
memberikan arah terhadap kesultanan yang baru muncul tersebut. Masjid agung Banten, dan
Dalam hal perluasan wilayah kerajaan dan menyebarkan agama Islam, sultan Hasanuddin
Daerah-daerah taklukan pada Maulana Hasanuddin ini ternyata adalah daerah penghasil
utama merica. Perdagangan merica itu membuat Banten menjadi kota pelabuhan penting,
yang disinggahi oleh kapal-kapal dagang dari Cina, India, dan Eropa.
Hasanuddin memperbesar dan memperindah kota pelabuhan Banten yang diberinya nama
Sura-Saji (Surosuwan). Kota ini lebih penting kedudukannya dibanding kota lama Banten
Girang. Pada tahun 1570 M sultan pertama Banten itu wafat dan digantikan putra sulungnya,
Pangeran Yusuf. Setelah meninggal Maulana Hasanuddin terkenal dengan nama anumerta
2. Maulana Yusuf
Periode pemerintahan Pangeran Yusuf, kharisma Banten naik selangkah lebih tinggi dari
sebelumnya. Proses Islamisasi pun nampak bertambah sempurna. Seluruh wilayah Banten,
baik di pusat kota Banten Girang, Banten Surosuwan maupun daerah selatan telah mengikuti
agama Islam.
Pesantren Kasunyatan yang telah dirintis oleh Sultan Hasanuddin dikembangkannya secara
bertanggungjawab. Pada masa ini Masjid Agung Banten bukan saja sebagai saran ibadah
mahdah tetapi juga difungsikan sebagai tempat dakwah dan diskusi problematika agama, bagi
Sultan Maulana Yusuf merupakan Sultan yang giat dalam perluasan wilayah. Maulana Yusuf
dikenal sebagai penguasa yang gagah perkasa dan memiliki ketrampilan istimewa dalam
berperang. Dengan bantuan prajurit dan tokoh agama Maulana Yusuf menyerang Pajajaran,
hasilnya pada 1579 Pakuan, ibu kota Pajajaran berhasil direbut oleh kerajaan Banten.
Penyerangan ini dilakukan pada waktu panembahan Yusuf sudah 9 tahun memerintah.
Setelah berhasil merebut Pakuan, Panembahan Yusuf mulai membangun Banten Surosowan
sebagai ibu kotanya yang baru. Pada tahun 1980 tepatnya satu tahun setelah pelah penaklukan
Pakuwan, Maulana Yusuf meninggal dan dikenang dengan nama Pangeran Pasareyan.[9] Dan
3. Maulana Muhammad
Pengganti Maulana Yusuf ialah putranya Maulana Muhammad. Akan tetapi karena Malulana
Muhammad masih berumur 9 tahun. Selama Maulana masih di bawah umur kekuasaan
datang di Banten dan menuntut diakui sebagai pewaris tahta kerajaan Banten. Pangeran
Jepara yang datang melalui laut membawa pasukan bersenjata untuk mengakuisisi kekuasaan,
namun sesampainya disana ternyata penobatan Maulana Muhammad sebagai Sultan Banten,
telah dilakukan, hal ini membuat Pangeran Jepara naik pitam, sehingga perang tidak bisa
dihindarkan. Dalam peperangan ini Demang Laksamana Jepara gugur, yang menyebabkan
Setelah Maulana Muhammad dewasa ia terkenal sebagai orang yang shalih dan memiliki
gairah yang kuat untuk menyebarluaskan Islam, ia banyak mengarang kitab serta
membangun sarana ibadah sampe ke pelosok desa. Walaupun kemajuan yang diperoleh
Maulana Muhammad tidak setinggi ayahnya, tapi ada peristiwa yang menonjol pada
Palembang pada masa itu sangat maju dibawah kekuasaan Ki Gede Ing Suro. Pada saat
ekspansi tersebut, hampir saja Palembang dapat dikuasai, namun pada saat kemenangan
hampir diraih, Sultan Banten gugur terkena peluru. Maka serangan terpaksa dihentikan, dan
tentara kembali pulang. Maulana Muhammad yang gugur pada usia relatif muda, karena baru
bertahta 5 bulan.[11]
Sultan Abdul Mufhakir dinobatkan ketika ia masih balita, maka untuk yang kedua kalinya
yang mempunyai loyalitas tinggi, sehingga Banten tetap dalam kondisi stabil.
Read Kerajaan Pajang (1568-1587)
Akan tetapi semenjak Mangkubumi Jayanegara wafat tahun 1602, otomatis jabatan
terbuka dengan hubungannya dengan bangsa Barat. Hal ini menyebabkan kecurigaan dan iri
hati beberapa pangeran lain, sehingga pengkhianatan pun banyak terjadi dimana-mana. Aksi
Aksi pemberontakan baru bisa diredam berkat kerja sama antara pasukan Sultan, pasukan
Ranumanggala.
terhadap pedagang-pedagang Eropa. Pajak ditingkatkan terutama untuk kompeni, tindakan ini
dilakukan agar para pedagang asing pergi dari Banten. Karena ia sudah mengetahui maksud
lain mereka selain berniaga mereka juga ingin mencampuri urusan dalam negeri.
Tindakan tegas Arya Ranumanggala ini memaksa kompeni untuk memalingkan orientasi
Melihat hubungan erat Pangeran Jayakarta dengan Kompeni membuat Mangkubumi Arya
Pangeran Upatih untuk menghancurkan benteng-benteng asing yang ada di kawasan Banten.
Dalam upaya ini orang-orang Inggris dapat didesak hingga kembali ke kapal, pasukan juga
dapat mendesak Belanda, akan tetapi Belanda tetap defensif dan tidak mau menyerah, hingga
Setelah bantuan datang (dipimpin J.P. Coon) pada bulan maret 1619 kepungan banten tak ada
artinya lagi dan mereka kembali dengan membawa kekecewaan. Saat itulah secara resmi
Sejak peristiwa itu kontak senjata antara Banten dengan kompeni agak tenang, walaupun
secara kecil-kescilan masih tetap berlanjut. Hal ini disebabkan oleh faktor intern istana,
peralihan kekuasaan dari Mangkubumi Arya kepada Sultan Abdul Mufakhir yang sudah
menjadi dewasa, serta adanya usaha Mataram untuk mengambil alih Banten melalui
Pada masa Sultan Abdul Mufakhir inilah penguasa Banten yang bergelar sultan, ia juga
dikenal sebagai pribadi yang menentang VOC, ia menolak keinginan Belanda untuk
memonopoli perdagangan. Kemudian terjadi konflik akibat hal tersebut, VOC memblokade
jalur ke pelabuhan Banten sehingga terjadi perang pada november 1633, perang berakhir
dengan perjanjian damai kedua pihak. Meskipun setelahnya masih muncul ketegangan-
Banten mengalami perkembangan pesat semenjak diperintah Sultan Ageng Tirtayasa, baik di
Hubungan dagang dengan Perisa, Surat, Mekkah, Karamandel, Benggala, Siam, Tonkin dan
China cukup mengancam kedudukan VOC yang bermarkas di Batavia.[16] Pada masa ini
juga dibangun sebuah sistem pengairan besar, yang mana ini bertujuan untuk
mengembangkan pertanian. Antara 30km dan 40km kanal dibangun untuk pengairann 40 ribu
Sebagai seorang yang taat dalam beragama ia sangat antipati kepada Belanda. Penyerangan
secara gerilya beliau lancarkan melalui darat dan laut untjuk mematahkan pertahanan
Belanda yang bermarkas di Batavia. Aksi teror dan sabotase yang diarahkan ke kapal-kapal
dagang sangat membahayakan Belanda. Kurang lebih dua puluh tahun lamanya Banten dalam
Akan tetapi, ketentraman itu berbah setelah putranya sulungnya, Sultan Haji kembali dari
tanah suci (1676) sebab ia lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang orang-orang yang
dekat dengan ayahnya. Sultan Haji yang ditunjuk membantu urusan dalam negeri, malah
Pada tahun1681, Sultan Ageng Tirtayasa benar-benar mengalami kesulitan sebab putranya
melakukan kudeta ke istana dengan bantuan pasukan VOC dari Batavia. Akhirnya, karena
dirasa sulit untuk meluruskan jalan pemikiran anaknya yang sudah terseret rayuan kompeni.
Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan membentuk front
disana beserta pengikut setianya. Keadaan ini adalah hasil nyata keberhasilan politik adu
domba Belanda.[18]
Meskipun harus berhadapan dengan putranya sendiri, ia tetap tegar pada pendiriannya. Front
bentukan Sultan Ageng Tirtayasa ini terus melancarkan serangan kepada Belanda yang
pengaruhnya di istana Surosowan semakin kuat. Pada 27 februari 1682 istana Surosuwan
diserbu, dan berhasil diduduki untuk sementara waktu, akan tetapi berkat bantuan Belanda
Perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa baru berhenti setelah ia ditangkap dan dipenjarakan oleh
Kompeni sampai wafatnya tahun 1692. Dengan ditanda tanganinya perjanjian antara
Kompeni dan Sultan haji pada agustus 1682, maka kekuasaan mutlak sultan atas daerahnya
berakhir. status Sultan di sini hanya sebagai simbol boneka pemerintahan Belanda.[20]
Sehingga pada perkembangan kerajaan Banten, hal ini terus berlanjut hingga runtuhnya
kesultanan tersebut.
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pemaparan pembahasan di atas mengenai perkembangan Kerajaan Banten, kita bisa
menarik beberapa point penting dalam perkembangan Kerajaan tersebut. Di sini kami
membagi perkembangan Kerajaan Banten menjadi 5 fase. Fase pertama ialah fase perintisan/,
fase ini dimulai dari penaklukan Banten dan Bandar Sunda Kelapa yang saat itu masih masuk
sebagai wilayah Pajajaran, oleh Sunan Gunung Jati. Setelah Sunan Gunung Jati pindah ke
Cirebon kekuasaan diserahkan ke anaknya Hasanuddin. Yang mendeklerasikan Kerajaan
Kemudian fase kedua yaitu fase perkembangan. Pada masa Maulana Yusuf Banten
berkembang dengan pesat, Seluruh wilayah Banten sudah mengikuti Islam. Semakin
berkembangnya Pesantren Kasunyatan dan Masjid Agung Banten sebagai sarana pendidikan
dan dakwah. Moment yang luar biasa pada masa Maulana Muhammad ialah keberhasilannya
menaklukan Pakuan ibu kota Pajajaran Saat itu dengan bantuan para Ulama.
Setelah itu masuk ke fase ketiga yaitu fase krisis politik. Pada masa ini terjadi peperangan
antara pasukan Pangeran Jepara yang menginginkan kekuasaan Banten, karena putra
Maulana Yusuf yang masih 9 tahun. Selain perang Banten melawan pangeran Jepara, juga
Kemudian Fase ke empat, fase ini dinamakan fase kejayaan. Naik tahtanya Sultan Ageng
menertibkan aparatur pemerintahan Banten. Sultan Ageng Tirtayasa juga dikenal sebagai
sosok anti asing, dapat dilihat beliau begitu getolnya melancarkan perlawanan-perlawanan
gerilya terhadap Belanda, hal ini ditunjukan agar Belanda keluar dari wilayah Banten. Pada
Fase terakhir ialah fase lepasnya kesultanan Banten ke tangan Belanda. Fase ini dimulai
ketika Sultan Haji putra Sultan Tirtayasa kembali dari tanah suci (1676). Sultan Haji dikenal
lebih berpihak terhadap Belanda ketimbang ayahnya sendiri. Arah politik Banten pun
dibelokkan Sultan Haji dan malah bekerjasama dengan VOC untuk mengkudeta ayahnya
sendiri, hingga akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa memutuskan hijrah ke Tirtayasa dan
membentuk front untuk melakukan penyerangan ke Wilayah dudukan Belanda. Perlawan ini
mulai surut dengan tertangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa. Dan dengan disepakatinya
perjanjian antara Sultan Haji dan Belanda, maka kekuasaan mutlak Banten diambil alih oleh
Aliyuddin II (1803-1808)