Anda di halaman 1dari 35

Pertumbuhan dan siklus hidup organisasi

Growth and life cycle organization

Oleh Rd.Funny Mustikasari Elita dan Rini Anisyaharini

1.1. Latar Belakang

Sebuah organisasi lahir ketika beberapa individu dan entrepreneur yang terpanggil
mengetahui dan kemudian mengambil manfaat dari adanya peluang dalam menggunakan
keahlian dan kemampuan mereka untuk menciptakan nilai. Mereka menaklukkan peluang
tersebut dengan mendirikan sebuah organisasi untuk menghasilkan sesuatu, baik berupa
produk atau jasa. Peluang tersebut perlu dimanaj dan dipelihara dengan baik, jika
menginginkan kelangsungan atau sustainabilitas dari masa hidup organisasi tersebut.

Organisasi yang telah berhasil mengatasi keunikan lingkungannya akan mampu menarik
sumberdaya dalam menghadapi berbagai permasalahan sebagai upaya mempertahankan
pertumbuhan dan daya tahannya. Permasalahan pertama yang dihadapi adalah bertahan dari
kerentanan kelahiran organisasi (organizational birth). Permasalahan lain timbul pada saat
organisasi tumbuh, dan ketika organisasi dewasa, permasalahan-permasalahan tersebut harus
dikelola untuk menghindari awal kemunduran atau kematian.

Keempat prinsip tahapan dari kehidupan organisasi adalah kelahiran, pertumbuhan,


kemunduran dan kematian. Organisasi melewati tahapan-tahapan ini berbeda-beda dan
mungkin saja sebagian organisasi tidak mengalami semua tahapan ini. Lebih jauh lagi, beberapa
organisasi langsung menuju kematian dari tahap kelahiran tanpa mengalami tahapan
pertumbuhan. Beberapa organisasi lainnya menghabiskan banyak waktu pada tahapan
pertumbuhan, dan beberapa pengamat telah mengidentifikasi bahwa ada beberapa sub-
tahapan pertumbuhan dimana organisasi harus mampu mengatasinya. Begitupun, ada
beberapa sub-tahapan dalam kemunduran. Beberapa organisasi yang berada dalam
kemunduran dengan cepat mengambil langkah-langkah perbaikan dan melakukan penataan
ulang.
Organisasi juga menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak selalu harus terus tumbuh.
Beberapa organisasi harus berhenti tumbuh dan banyak diantaranya mengalami penurunan.
Salah satu aspek tersulit adalah melakukan rasionalisasi atau memberhentikan karyawan. Cara
bagaimana organisasi mengelola permasalahan yang dihadapi menentukan apakah organisasi
itu dapat maju ke tahapan berikutnya dalam daur hidup organisasi dan apakah organisasi itu
akan mampu bertahan dan memperoleh kesejahteraan atau gagal dan kemudian mati.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut, maka tulisan ini akan membahas tentang pertumbuhan
organisasi, tahapan-tahapan daur hidup organisasi, penurunan organisasi .

1.2. Kerangka Pemikiran

            Pada saat ini lingkungan organisasi selalu berubah-ubah  setiap waktu, organisasi yang
menyadari keadaan dinamis ini akan lebih peka terhadap segala perubahan yang terjadi di luar
organisasi dibandingkan dengan organisasi yang tidak peduli terhadap perubahan lingkungan.
Dengan kepekaan tersebut, organisasi tidak hanya akan lebih cepat mengadakan reaksi, akan
tetapi melakukan antisipasi untuk menyesuaikan tujuan, strategi, kebijaksanaan, taktik serta
desain dan struktur organisasi pada situasi yang berubah. Organisasi yang baik adalah
organisasi yang melihat ke depan  dan mempersiapkan diri untuk itu. Organisasi harus
mempersiapkan forecast dan estimasi situasi lingkungan, agar lebih cepat tanggap dan dapat
bersiap-siap sebelumnya terhadap perubahan lingkungan.

            Organisasi sangat tergantung pada lingkungan, dengan demikian organisasi harus
mampu menyesuaikan  diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan,
apabila ingin tetap bertahan  (survival) dan berumur panjang. Untuk itu diperlukan pengawasan
terhadap perubahan lingkungan dan pengembangan rencana-rencana untuk bertahan dengan
perubahan-perubahan yang sesuai dengan perubahan lingkungan. Pada bagian ini akan dikutip
beberapa pendapat para ahli teori organisasi yang menjelaskan mengenai pertumbuhan
organisasi, teori tentang kelembagaan dan daur hidup organisasi serta kemunduran organisasi
sebagai berikut :
Model Pertumbuhan Organisasi menurut Larry Greiner (dalam Robbins, 1990) ada 5 tahap,
yaitu :

1.      Tahap kreatifitas

2.      Tahap pengarahan

3.      Tahap pendelegasian

4.      Tahap koordinasi

5.      Tahap kerjasama

Tahap Perkembangan Organisasi menurut Quinn dan Cameron (dalam Daft, 1998) ada 4 tahap,


yaitu :

1.      Tahap entrepreneurial

2.      Tahap Bersama

3.      Tahap formalisasi

4.      Tahap kerjasama

           

            Pertumbuhan Organisasi menurut Jones (1998) yaitu: “tahap siklus hidup organisasi


dimana organisasi mampu mengembangkan nilai kreasi dan kompetensi sehingga 
mendapatkan sumberdaya  tambahan.  Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi
meningkatkan pembagian kerja dan spesialisasi serta sekaligus mengembangkan keunggulan
kompetitif”.

 
Menurut  Stephen P.Robbins yang dialih bahasakan oleh Jusuf U. (1994 : 21) bahwa daur hidup
(life cycle) : “”Digunakan untuk memperlihatkan bagaimana produk itu bergerak melalui empat
tahap : kelahiran atau pembentukan, pertumbuhan, kedewasaan, dan kemunduran.”

Menurut Richard L. Daft (1998 : 173), “life cycle, which suggests that organizations are born,
grow older,  and eventually die”.

Menurut Gareth R. Jones (1998 : 331),  “organization life cycle are  birth, growth, decline, and
death”.

Menurut  Hodge dan Anthony (1991 : 583), “The life cylce organization can be depicted as a
series of five major stages : birth, growth, maturity, deterioration, and death”.

            Sedangkan spekulasi terakhir mengenai hubungan kemunduran struktur didasarkan atas
asumsi bahwa organisasi kemungkinan besar, pada permulaannya, harus menghadapi apa yang
menjadi suatu kemunduran yang terus menerus akan menemukan bahwa manajemen
menjalankannya dalam beberapa tahap. Pertama kaget, kedua bertahan, ketiga krisis
sementara, dan keempat membuat penyesuaian yang diperlukan.

            Menurut Greiner dalam Jones (1994:440) bahwa, ” Organizational decline is the life cycle
stage that an organization enters when it fails to “anticipate, recognize, avoid, neutralize, or to
adapt to external and internal pressure that threaten the (its) long-term survival.

            Salah satu cara dalam menanggulangi kelemahan dari ukuran organisasi yang besar
adalah melakukan penurunan ukuran (besaran) organisasi (down sizing), mengambil tindakan
untuk mengurangi lingkup operasi dan jumlah pekerja.

                                                                                               

2.1 Mengelola Pertumbuhan (Managing Growth )

            Setiap organisasi akan mengalami pertumbuhan perubahan baik cepat ataupun lambat.
Di dalam proses pertumbuhan tersebut dilalui berdasarkan tahap-tahap tertentu atau
mengalami fase-fase daur hidup organisasi. Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
organisasi.

Nilai-nilai Bangsa Amerika Mendukung Pertumbuhan

Di Amerika Serikat setiap orang muda dapat tumbuh dan mempunyai peluang untuk menjadi
seorang presiden.  Orang bisa menjadi kaya dan sukses tanpa memperhatikan status ekonomi
keluarganya.  Hal tersebut merupakan gambaran yang cukup akurat dari kepercayaan dasar
orang Amerika bahwa masa depan akan lebih baik daripada sekarang.  Nilai-nilai optimistik
tersebut juga terinternalisasi ke dalam organisasi.  Pertumbuhan menjadi alat untuk
mengemukakan kepercayaan tersebut dalam konteks organisasional.  Pertumbuhan menjadi
cara untuk membuat organisasi di masa yang akan datang menjadi lebih baik dibanding
sekarang.

Ada empat alasan utama mengapa organisasi mencari pertumbuhan,  yaitu:

1)      Makin besar makin baik.

2)      Pertumbuhan meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup.

3)      Pertumbuhan sinonim dengan keefektifan.

4)      Pertumbuhan adalah kekuasaan.  

            Makin besar makin baik.  Ukuran yang besar pada organisasi ada kaitannya dengan
hubungan ekonomis.  Pertumbuhan yang makin besar sangat diinginkan karena dengan makin
meningkatnya besaran organisasi maka berdampak pada skala ekonomi (economic of scale). 
Makin besar organisasi seringkali lebih efisien dalam operasional organisasi tersebut.

            Keyakinan tersebut juga mendominasi pasar-pasar saham, yaitu pertumbuhan masih
menjadi penentu utama dari nilai sebuah saham.  Saham yang menunjukkan pertumbuhan
penjualan berganda sebanyak 20 % atau lebih tinggi dari tahun ke tahun, merupakan saham
primadona pasar saham Wall Street.  Pertumbuhan berfungsi sebagai indikator tentang
kebugaran organisasi di masa yang akan datang, karena masa depan organisasi yang prospektif
dapat mempengaruhi sejauhmana organisasi tersebut dapat memperoleh dukungan terus
menerus dan meningkat dari lingkungan spesifiknya.  Oleh karena itu para manajer sangat
termotivasi untuk mencari pertumbuhan.

Pertumbuhan meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup.  Organisasi yang besar


mempunyai peluang dukungan yang lebih besar dari pemerintah dibandingkan dengan
organisasi yang kecil.  Contohnya pada tahun 1980 Pemerintah AS memberikan garansi
kepada Chrysler Corporation sebesar $ 1,5 milyar terhadap pinjaman-pinjamannya, karena
Organisasi ini memiliki nama besar dan merupakan organisasi yang juga besar. 

Pertumbuhan sinonim dengan keefektifan. Apabila organisasi tumbuh dan menjadi lebih besar,
maka orang lazim mengasumsikan bahwa organisasi tersebut dikelola dengan efektif.  Para
eksekutif menunjukkan penjualan yang makin meningkat, manajemen rumah sakit
memperlihatkan lebih banyak pasien yang ditangani dibandingkan sebelumnya dan para dekan
di perguruan tinggi menyatakan bahwa mahasiswa yang berminat dan mendaftar makin
meningkat. Contoh – contoh tersebut menggambarkan bagaimana organisasi dikelola dengan
baik sehingga organisasi mengalami pertumbuhan.  Oleh karena itu masyarakat beranggapan
bahwa pertumbuhan sinonim dengan keefektifan pengelolaan organisasi.

Pertumbuhan adalah kekuasaan. Pertumbuhan suatu organisasi akan meningkatkan prestise,


kekuasaaan dan keamanan kerja bagi top manajemen.  Pertumbuhan organisasi seiring  dengan
peningkatan gengsi manajemen puncak organisasi tersebut. Pertumbuhan juga menjadikan
organisasi tersebut mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang lebih besar terhadap
lingkungannya dibandingkan dengan organisasi yang kecil,  seperti pengaruh yang lebih besar
terhadap pemasok, serikat buruh, pelanggan, pemerintah dan lain sebagainya.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang logis bahwa pertumbuhan bukanlah suatu
kejadian yang kebetulan saja.  Pertumbuhan memberikan keuntungan ekonomis bagi organisasi
dan keuntungan politis (kekuasaan)  bagi eksekutif  puncak organisasi tersebut.

 
2.2. Pertumbuhan Organisasi

            Ada empat cara pertumbuhan organisasi , yaitu melalui kegiatan :

1)      Ekspansi.

2)      Diversifikasi.

3)      Pengembangan Teknologi.

4)      Perbaikan Teknik Manajerial.

            Ekspansi.  Strategi ekspansi dipakai oleh Philip Morris pada saat membeli Kraft, sehingga
membuat Philip Morris menjadi lebih besar dalam industri makanan.

            Diversivikasi.  Pertumbuhan ini muncul dari berbagai macam bentuk usaha, seperti
pengembangan produk dan jasa yang baru, integrasi vertical dan diversifikasi konglomerasi. 
Contohnya adalah Paramount Communications yang memiliki berbagai bidang usaha, seperti
Paramount Pictures, tim bola basket New York Knicks dan penerbit Simon and Schuster.

            Pengembangan Teknologi.  Pertumbuhan ini muncul dari dampak aplikasi


pengembangan teknologi sebuah organisasi, seperti Federal Express yang tumbuh dengan
cepat sebagai akibat penggunaan teknologi komputer dari mulai penerimaan paket sampai
penyampaian paket ke konsumen.

            Perbaikan Teknik Manajerial.  Pertumbuhan ini muncul sebagai dampak dari proses
manajemen yang dimodifikasi dan diperbaiki sehingga menimbulkan efisiensi.  Contohnya
adalah IBM yang mempunyai kader manajer yang handal dan memberikan kontribusi terhadap
proses manajemen, sehingga memberikan daya dorong yang luar biasa bagi pertumbuhan
organisasi.

2.3 Model Pertumbuhan Organisasi


            Pada permulaan tahun 1970-an Larry Greiner menyatakan bahwa evolusi organisasi
dikarakteristikkan oleh tahap pertumbuhan yang panjang dan tenang yang selanjutnya disebut
evolusi, kemudian diikuti oleh periode kekacauan yang disebut revolusi.  Model pertumbuhan
organisasi meliputi lima tahap, yaitu sebagai berikut :

1)      Kreativitas.

2)      Pengarahan.

3)      Pendelegasian.

4)      Koordinasi.

5)      Kerjasama.

Tahap 1 : Kreativitas.  Kreativitas para pendiri organisasi merupakan tahap awal dari evolusi
suatu organisasi.  Bentuk kreativitas ini biasanya dalam mengembangkan produknya dan pasar. 
Disain organisasi pada tahap ini masih merupakan struktur sederhana dan pengambilan
keputusan dikontrol oleh manajer-pemilik atau top manajemen.  Komunikasi antar tingkatan di
dalam organisasi berlangsung intensif dan informal.

            Krisis yang muncul pada tahap awal pertumbuhan organisasi adalah krisis
kepemimpinan, karena manajer sukar mengelola organisasi dengan hanya mengandalkan pada
komunikasi informal.  Oleh karena itu  diperlukan manajemen profesional yang dapat
memperkenalkan dan mengimplementasikan manajemen dan tehnik organisasi yang makin
kompleks.

            Tahap 2 : Pengarahan.  Pada tahap pengarahan desain organisasi makin birokratis,


komunikasi antar tingkatan menjadi formal dan spesialisasi pekerjaan mulai diterapkan, seperti
aktivitas produksi dan pemasaran.  Pengambilan keputusan pada tahap ini bermuara pada
manajemen baru dan manajer tingkat bawah tidak diikut sertakan.  Keadaan ini akan
menimbulkan krisis otonomi, dimana manajer tingkat bawah akan mencari pengaruh yang lebih
besar di dalam pengambilan keputusan. Pada prinsipnya solusi dari krisis otonomi tersebut
adalah pendesentralisasian pengambilan keputusan.

            Tahap 3 : Pendelegasian.  Pada tahap pendelegasian manajer tingkat bawah mempunyai


otonomi yang lebih besar dalam menjalankan aktivitas unit kerjanya, sedangkan top
manajemen lebih berkonsentrasi pada perencanaan strategis jangka panjang.  Krisis yang
muncul dari tahap pendelegasian adalah krisis kontrol, karena manajer tingkat bawah merasa
nyaman dengan otonomi yang diberikan, sedangkan top manajemen merasa takut organisasi
akan dibawa ke berbagai arah.  Oleh karena itu diperlukan suatu cara dalam mengelola jalannya
roda organisasi.

            Tahap 4 : Koordinasi.  Tahap ini muncul sebagai akibat dari krisis kontrol pada tahap
pendelegasian.  Koordinasi sangat diperlukan oleh manajer lini dari unit-unit staf  dan
kelompok-kelompok produk dalam menjalankan fungsinya.  Namun adanya koordinasi juga
menimbulkan konflik garis-staf yang menyita banyak waktu dan energi, sehingga muncul krisis
birokrasi.

            Tahap 5 : Kerjasama.  Jalan keluar dari krisis birokrasi pada tahap koordinasi adalah
kerjasama yang kuat antar individu di dalam organisasi.  Budaya organisasi menjadi substitusi
bagi kontrol formal manajemen organisasi.  Struktur organisasi bergerak ke arah bentuk
organik.

Gambar 1.  Model Pertumbuhan Organisasi, Larry Greiner (1970).

            Model pertumbuhan organisasi sebagaimana gambar 1,  menunjukkan paradoks bahwa
tahapan pertumbuhan organisasi menimbulkan masalah tersendiri.  Setiap tahap pertumbuhan
memunculkan krisis yang baru dan setiap krisis mengharuskan manajemen melakukan
penyesuaian alat koordinasi, sistem kontrol dan disain organisasi.

2.4  The Institutional Theory of Organizational Growth


Ketika sebuah organisasi berhasil melewati fase kelahiran dari siklus hidupnya, maka
selanjutnya organisasi tersebut akan berusaha untuk mengontrol dan mengendalikan
kelangkaan sumberdaya untuk mengurangi ketidakpastian yang bakal dihadapi. Salah satu
upaya tersebut adalah dengan mengembangkan diri.

1.  Organizational Growth

Merupakan fase siklus hidup organisasi dimana organisasi mengembangkan kemampuan untuk
menciptakan nilai-nilai dan kompetensi sehingga mampu untuk mendapatkan sumberdaya
lainnya. Pertumbuhan ini memungkinkan organisasi meningkatkan pembagian kerja/ division of
labor dan spesialisasi yang pada akhirnya meningkatkan keunggulan kompetitif/ competitive
advantage. Sekali organisasi mampu mendapatkan sumberdaya, maka dipastikan organisasi
tersebut dapat memperoleh keuntungan sehingga dapat lebih berkembang lagi.

2. Institutional Theory

Teori Institusional mempelajari bagaimana organisasi mengembangkan kemampuan untuk


tumbuh dan bertahan didalam lingkungan yang kompetitif dengan cara memuaskan
para stakeholder. Ada kalanya pertumbuhan ini bukan tujuan akhir dari sebuah organisasi
melainkan hanya sebagai sasaran antara/ by product untuk menuju tujuan akhir. Oleh sebab
itu, pertumbuhan merupakan sebuah kemampuan untuk mengembangkan kemampuan
inti / core competence yang dapat memuaskan para stakeholders dan memberinya jalan ke
arah penguasaan sumberdaya yang langka/ scarce resources.

3.  Institutional Environment

Teori Institusional juga beranggapan bahwa untuk meningkatkan daya tahan, organisasi-
organisasi baru menerapkan berbagai peraturan dan tata perilaku yang terdapat dalam
lingkungan institusional sekitar. Lingkungan institusional adalah seperangkat nilai dan norma
yang terdapat di lingkungan dan mengatur perilaku anggota organisasi. Sebuah organisasi yang
baru dapat memperkuat legitimasinya dengan meniru: tujuan, struktur dan budaya dari
organisasi yang telah meraih sukses beserta para anggotanya.
4. Organizational Isomorphism

Ketika sebuah organisasi tumbuh, mereka meniru strategi, struktur dan budaya organisasi yang
lain. Hal ini diyakini dapat meningkatkan peluang untuk dapat bertahan. Pada
akhirnya, organizational isomorphism, kesamaan diantara organisasi dalam sebuah populasi,
akan meningkat.

Ada tiga proses yang dapat menerangkan mengapa organisasi-organisasi tersebut menjadi
mirip sata sama lain yaitu: coercive, mimetic, dan normative.

5.  Coercive Isomorphism

Ketika organisasi menerapkan norma tertentu disebabkan oleh adanya tekanan dari organisasi
yang lain atau masyarakat secara umum. Di saat tingkat saling ketergantungan sebuah
organisasi meningkat, maka organisasi tersebut akan menyerupai organisasi yang lebih kuat
darinya. Coercive isomorphism juga timbul manakala organisasi dipaksa untuk menerapkan
praktek-praktek tertentu karena diatur oleh undang-undang.

6.  Mimetic Isomorphism

Ketika organisasi dengan sukarela dan sengaja meniru organisasi lain untuk meningkatkan
legitimasinya. Organisasi yang baru pasti akan mencontoh struktur dan proses-proses dari
organisasi yang sudah sukses ketika lingkungan sekitar sangat tidak stabil dan organisasi baru
tersebut mencoba mencari strategi, struktur, budaya dan teknologi yang akan membawa
kearah kemajuan organisasi.

            Namun demikian, untuk menghindari ketertinggalan dari organisasi yang sudah mantap,
organisasi baru haruslah juga menciptakan kreasi-kreasi unik yang dapat menjadi ciri khas
organisasi. Dengan demikian, organisasi dapat mengakses sumberdaya lain dengan kemampuan
sendiri.

7.  Normative Isomorphism
Di saat organisasi-organisasi saling menyerupai satu sama lain yang disebabkan oleh lamanya
mereka secara tidak langsung menerapkan norma-norma dan nilai-nilai organisasi lainnya
dalam lingkungannya, disebut normative isomorphism.

Kerugian Isomorphism :

Kemungkinan norma dan nilai yang dicontoh sudah ketinggalan jaman dan tidak efektif lagi;

2.  Tekanan untuk harus selalu meniru dapat mengakibatkan matinya kreatifitas dan
mandegnya penemuan baru

            Salah satu tema paling dominan dalam literatur organisasi adalah memandang organisasi
dari perspektif kurva pertumbuhan. Cameron dan Whetten dalam Walonick (2004)
mengumpulkan tiga puluh model daur hidup organisasi. Kemudian disimpulkan dalam sebuah
model agregat yang terdiri dari empat tahap:

1.      Tahap entrepreneurial: ditandai dengan penemuan awal; formasi yang unik dan kretifitas
yang tinggi.

2.      Tahap collectivity: tercipta komitmen dan kekompakan yang tinggi antar sesama anggota.

3.      Tahap formalization and control: mencanangkan target stabilitas dan proses


institusionalisasi.

4.      Tahap elaboration: ditandai dengan ekspansi wilayah dan desentralisasi.

           

            Hal paling menonjol dari model daur hidup ini adalah tidak dimasukannya kemunduran
organisasi. Mereka hanya membahas kelahiran, pertumbuhan dan kematangan organisasi.
Kurva S yang klasik menggambarkan model daur hidup ini. Whetten (1987) dalam Walonick
menjelaskan bahwa teori ini merupakan refleksi dari teori pertumbuhan yang sangat dominan
pada dekade 1960an dan 1970an.
Land dan Jarman (1992) dalam Walonick mendefinisi ulang kurva S yang menjelaskan kelahiran,
pertumbuhan dan kematangan organisasi.

Fase pertama adalah entrepreneurial. Sang entrepreneur merasa yakin bahwa mereka


menghasilkan produk dan jasa yang dibutuhkan pasar. Karekteristik utama dari para
entrepreneur dan usaha baru ini adalah keinginannya untuk menemukan sebuah kerangka
operasional yang akan bertahan di pasar. Hampir semua usaha baru gagal dalam kurun waktu
lima tahun pertama. Land dan Jarman (1992) dalam Walonick berpendapat bahwa keadaan ini
“normal”karena mutasi sel dalam tubuh pun biasanya tidak berhasil. Fase ini merupakan awal
dari Kurva S.

            Fase kedua ditandai dengan pemutar balikan strategi. Ketika


fase entrepreneurial memunculkan begitu banyak trial and errors, pada fase ini mulai ada
standarisasi peraturan yang menggambarkan bagaimana sistem organisasi dijalankan dan
bagaimana organisasi berhubungan dengan lingkungan. Praktek-praktek yang banyak salah
pada fase entrepreneur mulai diganti dengan pola operasional yang terstruktur. Proses-proses
internal mulai diatur dan keseragaman dalam organisasi mulai diterapkan. Dalam fase ini
pertumbuhan mulai terjadi dengan cara membatasi diversifikasi. Prosedur, proses dan kontrol
manajemen mulai diperkenalkan untuk mempertahankan keteraturan dan proyeksi
perusahaan. Fase ini merupakan pertumbuhan yang cepat dalam kurva S ini.

Pertumbuhan organisasi tidak berjalan selamanya. Sebuah batas asymptopic atas dapat


dipaksakan melalui sejumlah faktor. Land dan Jarman (1992) dalam Walonick menjelaskan
beberapa alasan utama mengapa organisasi mampu mencapai batas pertumbuhan tertinggi:

a.       Peningkatan yang cepat dari diversifikasi produk dan pembagian pasar di wilayah
tertentu,

b.      Kompetisi internal dalam pemenuhan sumberdaya,

c.       Peningkatan biaya produksi dan pemasaran,

d.      Diminishing returns,
e.       Penurunan pangsa pasar,

f.       Pengurangan produktifitas,

g.      Meningkatnya tekanan lingkungan dari peraturan pemerintah dan kelompok penekan,

h.      Meningkatnya pengaruh dari teknologi baru,

i.        Pesaing baru dan tak terduga.

            Perpindahan ke fase ketiga melibatkan sebuah perubahan radikal dalam organisasi.
Kebanyakan organisasi tidak mampu untuk melakukan perubahan ini dan mereka tidak dapat
bertahan. Organisasi harus terbuka untuk menerima hal-hal baru dan menjadikannya bagian
dari sistem. Organisasi harus terus dalam bisnis intinya dan pada waktu yang bersamaan
mencoba usaha baru. Dwifungsi ini perlu dijalankan karena lingkungan entrepreneurial tidak
cocok dengan lingkungan bisnis inti yang bisa dikendalikan. Tujuannya adalah sebuah integrasi
dari penemuan baru yang berkesinambungan kedalam pola bisnis utama, dimana sebuah
organisasi yang diciptakan kembali, muncul. Bisnis utama dirubah dengan penemuan yang
berasimilasi, dan organisasi tersebut berubah jadi sesuatu yang baru. Land dan Jarman
(1992) meyakini bahwa tantangan terbesar dari organisasi masa kini adalah transisi dari fase
dua ke fase tiga. Organisasi mengalahkan tujuan terbaik mereka dengan meneruskan
operasional dengan keyakinan utama yang secara otomatis melengkapi fase kedua.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan organisasi. Child and Kieser, (1981)


dalam Walonick berpendapat, bahwa pertumbuhan itu adalah sebuah by product dari
penerapan strategi yang berhasil. Faktor kedua adalah bahwa pertumbuhan itu dicari karena
diperlukan untuk memfasilitasi tujuan manajemen. Contoh, pertumbuhan akan menyediakan
potensi bagi sebuah promosi; tantangan yang lebih besar; prestise; dan potensi pendapatan.
Faktor ketiga adalah bahwa pertumbuhan itu membuat sebuah organisasi tidak terlalu
dipengaruhi oleh lingkungan. Organisasi yang lebih  besar cenderung untuk lebih stabil dan
berhasil dalam usahanya. (Caves, 1970; Marris and Wood, 1971; Singh, 1971 dalam Walonick).
Penguasan sumberdaya yang meningkat akan memudahkan usaha diversifikasi yang pada
akhirnya semakin membuat organisasi aman dan stabil.
            Child and Kieser (1981) dalam Walonick menyarankan empat model pertumbuhan
organisasi:

1) Pertumbuhan dapat dicapai didalam wilayah kekuasaan yang ada. Hal ini juga menunjukkan
dominasi organisasi dalam bidang tersebut;

2) Pertumbuhan bisa dicapai melalui diversifikasi di wilayah yang baru. Diversifikasi adalah
sebuah strategi yang umum untuk meminimalkan resiko dan wilayah kekuasaan baru sering
menyediakan pasar baru yang subur;

3) Kemajuan teknologi dapat mendorong pertumbuhan dengan menyediakan metode produksi


yang lebih efektif;

4) Kemajuan teknik manajerial dapat memfasilitasi sebuah suasana yang mendorong


pertumbuhan.

            Namun, sebagaimana pendapat Whetten (1987) dalam Walonick , sangatlah sulit untuk


mencari sebab akibat dari model ini. Apakah kemajuan teknologi mendorong pertumbuhan
atau apakah pertumbuhan mendorong kemajuan teknologi? Dengan serba keterbatasan
penelitian, sangatlah sulit untuk mengetahui mana yang pertama ada, ayam atau telur?

2.5  The Organizational Life Cycle

            Dalam keadaan atau persyaratan tertentu suatu organisasi akan berhasil, dan dalam
keadaan atau persyaratan lain dapat menderita atau bahkan gulung tikar. Siklus  hidup suatu
organisasi  merupakan kapasitasnya untuk hidup. Suatu organisasi yang dapat hidup terus
secara jika internal dikelola dengan baik, dan memiliki suatu kelangsungan hubungan dengan
lingkungan yang penuh kebehasilan.  Jelasnya suatu organisasi  tidak memiliki kehidupan dalam
pengertian yang sama sebagai organisma biologis. Namun demikian organisasi merupakan
suatu ungkapan, penyampaian, atau manifestasi proses kehidupan para individu yang
menyusunnya. Dengan demikian suatu penguraian organisasi serta hubungannya terhadap
lingkungan akan demikian membantu dalam menentukan faktor-faktor yang perlu bagi siklus
hidupnya.

            Dalam suatu sistem ekologi manusia (ekosistem manusia atau organisasi) beberapa
variabel hubungan timbal balik dapat ditunjukkan. Empat yang terpenting di antaranya adalah
penduduk, organisasi, lingkungan dan teknologi. Organisasi itu ada dalam suatu lingkungan
dengan mana organisasi tersebut saling mempengaruhi. Akhirnya, organisasi memiliki suatu
teknologi, yang melukiskan berbagai prosedur dan proses yang bermanfaat untuk
menyelesaikan tujuannya.

2.5.1.   Syarat-syarat Siklus Hidup Organisasi Baru.

            Sudut pandangan ekologis memberikan suatu wawasan yang menarik ke dalam dua
persyaratan yang penting bagi terciptanya suatu siklus hidup organisasi baru. Ke-dua
persyaratan itu adalah sama dengan yang diperlukan bagi pengembangan pada siklus  hidup
rumpun-rumpun biologis organisasi baru.

Pertama, suatu mutasi haruslah terjadi. Dalam organisma biologis suatu mutasi merupakan
sesuatu yang baru, kehidupan yang berbeda yang berkembang karena suatu susunan genetika
baru. Dalam pengkajian tentang organisasi “mutasi” barangkali suatu produk baru, proses, 
prosedur, kebijaksanaan, bentuk organisasi, dan lain sebagainya. Singkatnya mutasi itu hanya
untuk melengkapi dengan melalui kreatifitas  atau kejadian yang  terjadi tanpa di sengaja yang
membedakan sesuatu. Tidak ada jaminan bahwa bahwa mutasi itu akan berhasil dengan baik ,
memang, sebagian besar mungkin bubar.

            Persyaratan kedua yang perlu untuk menimbulkan dan keberhasilan suatu rumpun


biologis baru atau organisasi  ialah lingkungan yang baik atau menguntungkan. Banyak mutasi
atau barangkali kebanyakan mungkin bubar  karena lingkungan di mana organisasi itu terjadi
tidak memungkinkannya untuk hidup. Di pihak lain, suatu lingkungan  yang menguntungkan
memungkinkan suatu rumpun atau organisasi baru untuk hidup.
            Sering  dikatakan bahwa suatu organisasi harus tumbuh berkembang atau gulung tikar.
Terlalu banyak berkembang, bagaimanapun benar-benar dapat menjadi gangguan bagi siklus 
hidup organisasi tersebut jika suatu organisasi melebihi ukuran relung atau tempatnya.
Tantangan bagi siklus hidup organisasi, yaitu untuk menyesuaikan keberhasilannya pada suatu
lingkungan yang dinamis.  Tujuan suatu organisasi dalam relung atau tempat ekologinya ialah
untuk memberikan hasil-hasil yang diharapkan untuk digunakan pada lingkungannya.

2.5.2. Perubahan Organisasi

            Perubahan memiliki suatu tempat yang penting dalam pengkajian siklus hidup organisasi.
Suatu jenis perubahan yang benar memungkinkan suatu organisasi untuk memelihara siklus
hidupnya dalam perubahan lingkungannya.  Pada pihak lain, jenis perubahan yang keliru dapat
menghancurkan suatu organisasi. Sebagai contoh, kematian, kehancuran, dan kemunduran
semuanya merupakan perubahan, hampir tidak dapat dipertahankan sekaligus organisasi itu
biasanya masih dibangun. Sebenarnya, kematian suatu sistem dapat berlangsung  dan
memberikan keuntungan pada sistem-sistem lainnya. Sebagai contoh, suatu  perusahaan yang
kompetitif dapat memperoleh  keberuntungan dari kegagalan suatu organisasi  atau sistem
yang lain. Orang-orang yang revolusioner dapat pula memandang  penghacuran suatu sistem
politik yang lama sebagai sesuatu yang perlu jika cita-citanya  ingin terlaksana. Tantangannya
ialah menciptakan perubahan yang dapat meningkatkan  atau memperbarui posisi siklus  hidup
suatu organisasi  dalam lingkungannya. Pembaruan bukan hanya sekedar pembaruan dan
perubahan. Melainkan juga merupakan proses pembawaan hasil-hasil dari perubahan ke dalam
kebijakan  dengan berbagai tujuan-tujuan organisasi.

Penilaian Perubahan

            Walaupun lingkungan suatu organisasi secara terus menerus mengalami perubahan, hal
ini perlu adanya penilaian perubahan bagi  siklus hidup organisasi. Dan hal tersebut
berhubungan dan sangat tergantung pada bentuk organisasi tersebut.  Gambar 1.
Menggambarkan penyesuaian pada hubungan yang panjang bagi kelangsungan hidup suatu
organisasi pada lingkungannya. Bagian kurva yang curam mengemukakan periode yang segera
sesudah organisasi mengadakan perubahan besar. Bagian-bagian yang lebih mendatar
mengemukakan periode yang secara relatif stabil dari yang tidak terpakai lagi.

PENYESUAIAN PADA SUATU ORGANISASI MELALUI WAKTU

 
Gambar 2. Perkembangan suatu organisasi melalui waktu tidak dapat dikatakan lancar, agaknya
organisasi itu secara periodik dapat memperbaiki penyesuaian terhadap lingkungannya dengan
melalui sejumlah perubahan yang diselenggarakan pada waktu yang sama. Kemudian secara
khusus, tingkatan penyesuaian pada suatu organisasi terhadap lingkungannya merupakan suatu
tahapan fungsi melalui waktu.

Perubahan pada suatu organisasi yang memperbaiki penyesuaiannya dapat menjadikan


beberapa golongan perubahan  sebagai berikut :

(1) perubahan teknologi, termasuk produk baru dan proses baru, (2) perubahan struktural
termasuk kebijaksanaan  baru atau prosedur, dan (3) perubahan manusia termasuk
pengangkatan yang baru atau karyawan  baru.

            Tahap pelaksanaan gagasan tentang penyesuaian tersebut menggambarkan masih


seringnya dapat dilihat dalam organisasi yang mengadakan perubahan-perubahan dalam
operasinya setelah mengalami hasil-hasil yang tidak memuaskan.

            Dalam kasus-kasus yang ekstrim manajemen yang lama dapat dihentikan dengan
persetujuan para manajer baru dengan gagasan baru. Jelasnya, peremajaan  lagi-lagi sering
diperlukan. Pengalaman kegagalan diawal dapat mencegah keruntuhan, dan hal itu haruslah
terjadi, jika kita mengharapkan untuk bertahan selama mungkin, suatu siklus yang mengulang-
ulang pembaruan untuk menghapuskan kegagalan yang berulang-ulang akan mendorong pada
kematian.

Hubungan Siklus Hidup yang Lama.

Hubungan siklus hidup (life cycle)  yang lama mungkin mengharuskan penggantian teknologi
secara periodik dengan teknologi canggih dalam suatu penyusunan perkembangan lingkungan.
            Gambar 2 melukiskan fase-fase kehidupan dimana teknologi-teknologi yang berhasil
seperti produk-produk,  proses dan prinsip, program , kebijaksanaan dan orang-orangnya
berlangsung melalui fase-fase tersebut.

FASE-FASE SIKLUS HIDUP PRODUK, PROSES DAN LAIN-LAIN

Fase perkenalan

Fase perkembangan

Fase kedewasaan

Fase kemunduran

 
 

Gambar 3 :   Secara khusus siklus produk tertentu, proses, prinsip, program, kebijaksanaan,
prosedur dan bahkan orang-orangnya dalam meliputi fase perkenalan, perkembangan,
kedewasaan dan kemunduran.

Pertanyaan yang dapat dikemukakan ; mengapa sesuatu  yang berlangsung dengan


keberhasilan pada akhirnya mengalami kemunduran ? Jawabnya adalah , karena tuntutan
lingkungan sudah berubah dan selalu berubah.

Beberapa pengertian dapat diperoleh dengan  jalan membandingkan gambar 2 dan gambar 3.
Gambar 2 yang memuat sejumlah tingkatan. Masing-masing tingkatan ini disebabkan
pengenalan teknologi baru yang penggunaannya adalah sama. Gambar 3, sepanjang suatu
organisasi mengusahakan penggantian teknologi  yang menurun atau mengalami kemundurun 
dengan teknologi yang baru,  melangsungkan suatu kehidupan, maka organisasi tersebut  tetap
dapat aktif  atau berlangsung dengan  semangat. Pada pihak lain kegagalan dalam
memperkenalkan teknologi baru pada akhirnya akan mengakibatkan atau menyebabkan
organisasi tersebut mengalami kemunduran dengan teknologinya  yang sekarang. Jadi suatu
organisasi yang menolak suatu perubahan akan mengarah kepada kehancuran, walaupun
demikian kehancurannya itu dapat dihindarkan jika teknologinya yang sekarang secara relatif
mempunyai siklus hidup yang lama. Perkembangan merupakan suatu proses perubahan atau
peralihan dari suatu teknologi  yang biasa kepada teknologi yang lebih canggih

Resistansi pada  Perubahan


            Terdapatnya persyaratan yang jelas bagi suatu organisasi untuk mengadakan perubahan
jika organisasi tersebut diharapkan tetap aktif, maka pertanyaan dapat dikemukakan; mengapa
organisasi itu seringkali mengalami kegagalan untuk mengadakan  berbagai perubahan yang
penting? Jawabanya ialah bahwa beberapa faktor menghasilkan resistensi atau daya tahan
untuk berubah. Kemungkinan penyebab adanya daya tahan terhadap perubahan itu dapat
diringkaskan dalam satu ungkapan  “kepentingan tetap”. Artinya yaitu beberapa orang yang
berfikir  akan menjadikan keuntungan mereka dalam meneruskan keadaan  yang stabil pada
saat-saat tertentu (status quo).  Untuk memperoleh kehidupan baru, maka suatu organisasi
dapat melumpuhkan atau meniadakan yang lama, tetapi acapkali yang lama itu pada akhirnya
memang berharga bagi sebagian orang.

            Orang-orang yang mencapai perkembangan yang lama, perhatiannya dapat dikatakan
cenderung menjadi lebih sempit. Jika ia menjadi seorang ahli, pada suatu tingkat tertentu ia
harus menjalankan fungsi yang selengkapnya karena harus mengkhususkan dan mencurahkan
bakat-bakatnya pada suatu tingkat kegiatan yang terbatas   dengan sebaik-baiknya.  Orang-
orang yang lebih muda akan mencoba atau mengusahakan berbagai kegiatan yang cepat atau
lambat harus dapat menenangkan dirinya pada suatu tingkat yang lebih terbatas. Pada
akhirnya, kreativitas seakan-akan sering hilang dari prosesnya dalam usaha menenangkan
dirinya. Sehubungan itu dalam beberapa bidang hanya membuat sedikit inovasi, hasil ciptaan,
penemuan yang pernah dibuat oleh mereka yang telah berumur  tiga puluh tahun ke atas.
Dalam suatu lingkungan yang pernah mengalami perubahan orang-orangnya dari waktu ke
waktu cenderung menjadi lebih memperhatikan masa-masa yang lalu, perubahan jika hal itu
berlangsung secara menyeluruh telah dapat dipaksakan dari luar sistem.

Menciptakan  Perubahan

            Seseorang yang memusatkan perhatian dalam menciptakan perubahan  organisasi telah
memperhatikan elemen-elemen  kreativitas  indidividu. Pekerjaan ini dipusatkan pada proses
pemikiran yang kreatif yang meliputi tingkatan  atau taraf-taraf seperti: gambaran terhadap
masalah, pengumpulan informasi , pemikiran yang intensif, berbagai hambatan, kesantaian dan
penerangan.
            Istilah Pengembangan Organisasi (PO) telah dipakai di berbagai analisis perilaku dan cara
yang digunakan untuk melakukan pendekatan konflik dan perubahan dalam organisasi. Para
ahli mungkin cenderung untuk memberikan perbaikan yang efisien, tetapi perolehan atau hasil
yang efektif diperoleh oleh mereka yang bukan ahli kemungkinan banyak yang lebih berarti.

            Suatu cara untuk menciptakan kreatifitas haruslah menghasilkan gagasan untuk
memungkinkan organisasi mengemukakan tujuan yang sekarang yang lebih efisien atau untuk
meningkatkan tujuan baru yang memberikan suatu hubungan yang lebih aktif dengan
lingkungan.

2.6. Organizational Decline

            Pada organisasi  yang besar  dalam industri yang sudah mantap, kemunduran organisasi
telah menjadi suatu fakta dalam siklus hidup sebuah organisasi yang dicirikan dengan
pengurangan jumlah tenaga kerja  atau perubahan besarnya organisasi.

            Decline merupakan tahap akhir dari evolusi industri dimana permintaan konsumen
terhadap produk industri mengalami penurunan. Hal ini ditandai oleh situasi dimana produk
yang dibuat oleh industri lebih besar daripada keinginan konsumen untuk membeli produk
tersebut dan sumber daya perusahaan berkurang. Organisasi/perusahaan seringkali merespon
situasi ini dengan melakukan pemotongan harga untuk meningkatkan kompetisi, bahkan
tindakan yang sering dianggap oleh perusahaan paling efisien adalah keluar dari industri produk
tersebut

Realitas baru yang harus diterima

            Kemunduran organisasi terjadi karena lingkungan yang berubah misalkan karena pangsa
pasar yang menurun, biaya pekerja yang mencolok diluar negeri sehingga produk luar lebih
murah, lahirnya produk substitusi yang kualitasnya lebih baik, terjadi perubahan dari prioritas
kebijakan pemerintah dalam industri akibatnya beberapa perusahaan melakukan efisiensi
dengan melakukan merger dan akuisisi untuk menanggulangi kemunduran tersebut. Salah satu
masalah utama yang harus dihadapi pihak manajemen selama terjadinya kemunduran
organisasi adalah kemungkinan pegawai terbaik akan meninggalkan organisasi. Untuk
mengurangi perputaran pegawai dan untuk mempertahankan tingkat moral yang tinggi dan
komitmen dari pegawai maka pihak manajemen harus mendesentrelalisasi dan dan melepaskan
kontrol yang otokratis. Jika kemunduran bersifat jangka panjang maka manajemen akan
mengambil jalan untuk memberi kepada pegawai peran yang lebih tinggi dalam pengambilan
keputusan, struktur organisasi akan bergerak kearah desentralisasi.

Masalah Manajerial Yang Potensial Jika Organisasi Mundur.

            Beberapa permasalahan yang potensial apabila organisasi mengalami kemunduran, akan


berakibat pada hal-hal sebagai berikut :

1. Meningkatnya konflik.

Kemunduran organisasi akan menimbulkan konflik, konflik akan lebih tinggi pada organisasi
yang sedang mundur dibandingkan pada organisasi yang sedang tumbuh. Pihak manajemen
harus dapat mengelola konflik tersebut untuk memperlambat kemunduran. Dari konflik
tersebut dapat timbul perubahan yang dapat menghidupkan kembali organisasi seperti
penciptaan produk dan jasa baru dan tindakan untuk mengurangi biaya organisasi dengan
melakukan efisiensi disetiap sektor  sehingga organisasi dapat hidup terus.

2.                  Meningkatnya Berpolitik.

Perubahan struktural selama kemunduran akan lebih mungkin ditentukan oleh koalisi mana
yang menang dalam perebutan kekuasaan dan koalisi timbul dari kelompok yang
diorganisasikan dan vocal, yang secara aktif akan mengejar kepentingannya sendiri. Dalam
situasi kompetisi untuk kelangsungan hidup organisasi, peraturan standar diabaikan. Pada
lingkungan yang demikian mendorong dijalankannya politik “tidak ada palka yang dipalangi”.

3.                  Meningkatnya Penolakan Terhadap Perubahan


Kekuatan utama yang menolak perubahan pada tahap awal kemunduran adalah orang yang
mempunyai kepentingan yang paling banyak memperoleh keuntungan dari pertumbuhan.
Koalisi domain mereka akan melindungi diri untuk mempertahankan status quo dan kontrolnya.
Karena basis dari kekuasaan mereka ditantang, sehingga mereka terdorong untuk meneruskan
usaha yang behubungan dengan pertumbuhan  meskipun tidak masuk akal lagi. Jika organisasi
tersebut berniat mengubah kebijakan mereka kearah menstabilisasi organisasi maka mereka
perlu melepaskan pendukung pertumbuhan dari posisi kekuasaan mereka dan
menggantikannya dengan kader pemimpin baru yang  mempunyai kepentingan berbeda.

4.                  Hilangnya Kredibilitas Manajemen Puncak.

Pada saat kemunduran para anggota organisasi akan melihat kepada individu atau kelompok
tertentu yang dapat dijadikan kambing hitam dari terjadinya kemunduran tersebut. Ada
kecenderungan bahwa pihak manajemen yang akan dijadikan kambing hitam kemunduran
tersebut sehingga kredibilitas mereka akan menurun, tanda-tandanya dapat dilihat dari
menurunnya moral dan komitmen pegawai, kepuasan kerja cenderung untuk jatuh secara
mencolok seperti loyalitas terhadap organisasi.

5.         Perubahan Komposisi Tenaga Kerja

Pengurangan memerlukan pemotongan jumlah pegawai. Kriteria yang paling popular untuk
menentukan siapa yang harus diberhentikan lebih dahulu adalah senioritas artinya yang
dipekerjakan paling akhir adalah yang pertama yang harus meninggalkan organisasi. Salah satu
hasil yang kurang menyenangkan dari penghentian yang didasarkan senioritas bahwa hal itu
menghambat kearah pembukaan kesempatan kerja bagi wanita  kelompok minoritas.

6.         Meningkatnya Perputaran Tenaga Kerja Secara Sukarela        


Pada saat terjadi kemunduran organisasi akan terjadi pengunduran diri secara sukarela, tetapi 
orang pertama yang akan meninggalkan organisasi adalah orang-orang yang paling baik, seperti
teknisi yang terampil, para profesional dan pegawai manajer yang berbakat. Sehingga
manajemen senior ditantang untuk memberikan insentif bagi manajer yunior jika ingin
memperlambat kemunduran yang lama.        

7.         Rusaknya Motivasi Pegawai

Waktu  organisasi mundur akan terjadi pemberhentian, pengaturan kembali tugas yang
seringkali merupakan penyerapan dari tugas-tugas sebelumnya yang dilakukan orang lain 
dimana perubahan ini dapat menyebabkan stress. Biasanya pegawai  sukar untuk tetap
termotivasi jika terdapat ketidakpastian yang tinggi mengenai apakah mereka akan tetap punya
pekerjaan dilain waktu.

2.7  Decline and downsizing

            Kemunduran adalah fase terakhir dari siklus hidup organisasi yang seringkali terabaikan
untuk diantisipasi, seperti yang telah dikemukakan terdahulu. Demikian pula yang dikemukakan
oleh Greiner bahwa, ” Organizational decline is the life cycle stage that an organization enters
when it fails to “anticipate, recognize, avoid, neutralize, or to adapt to external and internal
pressure that threaten the (its) long-term survival. (Jones, 1994:440)

 Pengertian decline dan downsizing

            Decline secara etimologis dapat diartikan “to become fewer or less”(Encarta 2004 ).
Dengan kata lain decline artinya menjadi sedikit atau berkurang dari ukuran semula . Dengan
demikian organisasi mengalami kemunduran dalam kualitas maupun kuantitas. Atau dapat juga
diartikan sebagai berikut: ” to become physically or mentally less vigorous, especially of illness
or mature years (Encarta, 2004)

             Sedangkan downsizing dapat diartikan sebagai  “make business smaller: to reduce the 


size of a business or organization, especially by cutting the workforce. ” (Encarta, 2004) Atau
pengertian lain “ make something smaller: to make something physically smaller or produce
something in a smaller size ” (Encarta, 2004)

             Dengan demikian kemunduran ini mau tidak mau akan dihadapi oleh setiap organisasi.
Dari kemunduran organisasi tersebut salah satu tindakan yang dapat kita lakukan adalah
dengan melakukan restrukturalisasi dan downsizing

Tahap Kemunduran Organisasi     

            Mengapa organisasi mengalami kemunduran? Hal ini dapat diakibatkan kekeliruan
dalam adaptasi, khususnya bila mengalami kesuksesan atau organisasi tumbuh terlampau
cepat, juga diakibatkan ketidakpuasan stakeholder misalnya konsumen; keengganan
menanggung resiko; krisis identitas; terlalu banyak  hutang; kejenuhan terhadap perubahan;
konflik internal; kerusakan pada kemampuan inti; nasib buruk.

Tahap-tahap yang khas pada kemunduran:

            Wietzel dan Jonsson’s dalam Jones (1994) membuat model untuk organisasi yang
mengalami kemunduran yang terdiri dari 5 tahap sebagai berikut:

n Tahap 1: Kebutaan (Blinded)

n Tahap 2. Tidak ada kegiatan (Inaction)

n Tahap 3 : Pengambilan Tindakan yang salah (Faulty action)

n Tahap 4 : Pengembangan situasi krisis (Crisis)


n Tahap 5: Pembubaran atau kematian  (Dissolution or death)

Gambar 4. Tahap-tahap khas dalam kemunduran

3.   Efek kemunduran dan turun besaran

Pengaruh  terjadinya kemunduran dan turunnya besaran perusahaan akan mengakibatkan


beberapa komponen yang terpengaruh dalam organisasi tersebut, yaitu: Kehidupan organisasi;
Karir; Produktivitas; Ganjaran (Reward); Kesetiaan.

            Turun besaran tidak hanya untuk pengembangan strategi bisnis yang sedang mengalami
kerusakan yang mendasar. Turun besaran seperti halnya inisiatif perubahan, harus digunakan
sebagai strategi untuk merespon perubahan yang terjadi pada lingkungan organisasi.

Kemunduran organisasi disertai penurunan besaran dari komponen-komponennya akan


mengakibatkan berbagai perubahan dari setiap sub sistem yang ada dalam orgsanisasi tersebut.
Hal ini berdampak pula pada manajemen di setiap tingkatan untuk merevitalisasi aset-aset
perusahaannya yaitu SDM dan Sumber Daya organisasinya. Perubahan ini ditujukan untuk
memperbaiki dan memaksimalisasi kinerja perusahaan yang sedang mengalami krisis. Banyak
perusahaan melakukan pembenahan supaya segera lepas dari krisis tersebut melalui berbagai
aspek.

            Perbaikan-perbaikan tersebut menyangkut berbagai aspek bahkan seluruh aspek


perusahaan. Mulai dari perbaikan portopolio perusahaan, perbaikan permodalan, perampingan
manajemen, perbaikan sistem pengelolaan perusahaan, sampai perbaikan sumber daya
manusia yang umumnya dilakukan lewat rasionalisasi pegawai.

            Tindakan tersebut jika dilakukan dengan mendadak akan menimbulkan dampak yang
sangat serius pada karyawan. Banyak perusahaan berusaha untuk mengambil tindakan
terhadap SDM sebagai langkah terakhir. Langkah pertama adalah perusahaan berusaha agar
buruh tetap sibuk bekerja. Walaupun yang terjadi sesungguhnya adalah pengangguran
terselubung dalam perusahaan. Tetap terdaftar sebagai karyawan tetapi sebenarnya tidak
bekerja penuh. Langkah berikutnya adalah perusahaan mengambil tindakan pengurangan jam
kerja untuk efisiensi. Bila langkah ini tidak cukup, tindakan berikutnya adalah pengrumahan
sementara.  Buruh akan dipanggil sewaktu-waktu bila kondisi perusahaan telah pulih. Tapi bila
kemunduran (decline) berkelanjutan, tidak banyak pilihan bagi perusahaan kecuali mengambil
tindakan pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama bagi karyawan yang tidak produktif.
Pengurangan ini dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya PT Bank Mandiri,Tbk dan PT
Dirgantara Indonesia menerapkan cara pemutusan hubungan kerja dengan semua karyawan
dan kemudian dilakukan perekrutan kembali dengan memilih karyawan yang hanya memenuhi
kualifikasi yang dituntut oleh perusahaan tersebut. Akan tetapi perusahaan seringkali
kehilangan karyawan yang berpotensi. Karena bagi karyawan yang berpotensi, mereka siap-siap
mencari kerja di tempat lain yang situasi perusahaannya masih sehat. Disinilah ironisnya, bagi
yang memiliki potensi yang bagus ternyata mereka tetap bisa melompat ke beberapa
perusahaan. Padahal perusahaan sadar betul, dalam kondisi kemunduran tersebut hanya
mereka yang dianggap andal yang harus dikaryakan untuk bisa membangkitkan, paling tidak
mempertahankan eksistensi perusahaan. Disinilah para downsizers harus dapat mengikat
kesetiaan para karyawan yang memiliki potensi tersebut untuk dapat menyelamatkan
perusahaannya. Disamping itu para manajer harus tetap dapat memotivasi karyawan yang
traumatis untuk dapat bekerja seperti sediakala dan memelihara kepercayaan mereka terhadap
perusahaan.

            Umumnya perusahaan melakukan tindakan-tindakan jangka pendek untuk mengatasi


masalah kemunduran  tersebut. Sasaran pertama perbaikan adalah penghematan dalam
operasi. Efisiensi yang bisa dilakukan  dengan cepat terhadap tiga area: operasi, sediaan
dan overhead. Penghematan operasional dilakukan disana-sini. Selama pengeluaran tersebut
tidak langsung berhubungan dengan penjualan, atau berdampak jangka panjang, pengeluaran
tersebut menjadi sasaran pertama penghematan. Demikian juga dengan sediaan. Kebanyakan
perusahaan meminimalisasi sediaan, baik bahan baku maupun barang jadi yang siap jual.
Bahkan ada yang berani untuk tidak memiliki sediaan sama sekali untuk beberapa produk.
Keputusan ini berdasarkan atas pertimbangan risiko yang besar seandainya barang tersebut
tidak laku. Biaya overhead juga dihemat habis. Segala sesuatu yang berbau kenikmatan
karyawan langsung dipotong. Mencetak laporan dengan menggunakan kertas bolak balik, biaya
minum kopi dan makan siang dihilangkan, dan lain-lain tindakan penghematan. Demikian juga
dengan produk. Perusahaan mengusahakan membuat produk dengan disain yang murah.
Tindakan ini tentu berdampak pada perubahan tampilan. Perubahan tampilan berdampak pada
penyediaan bauran produk. Differensiasi dipersempit, kelayakan jual produk dikaji dengan lebih
hati-hati,  sedangkan produk itu sendiri lebih ditekankan pada fungsi, bukan asesoris. Mutu
seringkali dikorbankan, yang lebih dipentingkan adalah kelangsungan atau kontinuitas pasar.

Faktor kekeliruan dalam kegiatan downsizing

Kesalahan yang seringkali dilakukan dalam kegiatan penurunan besaran diakibatkan oleh
faktor-faktor sebagai berikut:

§    Kekeliruan pada saat merestrukturalisasi tujuan jangka panjang dan jangka pendek
organisasi.

§    Digunakan sebagai usaha pertama daripada sebagai strategi usaha terakhir

§    Memakai  penurunan besaran yang tidak selektif

§    Kekeliruan merubah proses kerja seteleh penurunan besaran

§    Kekeliruan yang melibatkan pekerja dalam proses restukturalisasi

§    Kekeliruan dalam mengkomunikasikan secara terbuka dan sejujurnya tentang


restrukturalisasi

§    Penanganan penempatan bagi orang-orang yang kehilangan pekerjaan

§    Kekeliruan memanaj orang-orang yang akan dijadikan sebagai penyelamat yang efektif

§    Mengabaikan pengaruh dari stakeholder lain.


§    Kekeliruan mengevaluasi hasil restrukturalisasi dan belajar dari kegagalan.

Alternatif pemecahan masalah

            Sesungguhnya tidak ada teknik yang betul-betul ampuh untuk mengatasi hal-hal yang
negatif yang disebabkan mundurnya organisasi. Akan tetapi kita tidak dapat berdiam diri
menghadapi kondisi tersebut. Ada beberapa kegiatan yang harus segera dilakukan antara lain
menjelaskan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi, mensentralisasi pengambilan
keputusan, mendesain kembali pekerjaan dan pengembangan pendekatan yang inovatif
terhadap pemotongan.

            Agar bisa tetap bertahan hidup dan bertumbuh subur dalam suasana yang kompetitif
secara global, organisasi-organisasi harus mengambil satu strategi yang memberi mereka suatu
keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Semua strategi tersebut termasuk dalam satu atau
lebih kategori berikut:

–          Strategi biaya/kepemimpinan. Strategi dalam kategori ini berusaha untuk memperbaiki


efisiensi dan mengkontrol biaya di seluruh rantai biaya kegiatan sebuah organisasi ( biaya
kegiatan pemasokan, biaya kegiatan in-house, dan biaya kegiatan distribusi)

–          Strategi diferensiasi. Strategi dalam kategori ini berusaha untuk menambah nilai,
sebagaimana ditetapkan oleh pelanggan atas produk atau jasa organisasi. Strategi-strategi
tersebut biasanya mencakup perolehan superioritas atas para pesaing, terus menerus
mengungguli pesaing di bidang mutu, memberikan layanan dukungan yang lebih besar dan
lebih banyak kepada pelanggan, dan/atau memberikan pelanggan lebih banyak nilai atas uang
mereka.

–          Strategi celah pasar. Strategi dalam ketegori ini berfokus pada segmen pasar (celah
pasar) yang ditetapkan secara sempit, dan berusaha untuk membuat organisasi
mempertanyakan kepada pemimpin pasar dalam celah tersebut. Kepemimpinan dapat dicapai
dengan mengambil kepemimpinan biaya atau strategi diferensiasi atau kedua-duanya yang
dirancang untuk terutama menarik bagi target pasar.

            Mengelola kemunduran organisasi bukan saja berarti mengembalikan apa-apa yang
pernah diperoleh organisasi pada fase-fase sebelumnya, karena ada proses yang terjadi selama
pertumbuhan organisasi yang tak dapat dikembalikan lagi. Seperti yang dikemukakan  Robbins
(1990) bahwa terdapat suatu ketertinggalan yang mencirikan tingkat perubahan dalam struktur
selama terjadinya kemunduran panjang yang tidak terdapat pada pertumbuhan. Ketertinggalan
ini mengakibatkan tingkat struktur akan lebih besar dalam organisasi yang sama dengan tingkat
ukuran tertentu selama terjadinya kemunduran dibandingkan waktu pertumbuhan. Sebaliknya
hal tersebut mengakibatkan adanya komponen administratif yang lebih besar selama
kemunduran; makin pentingnya perspektif pengendalian kekuasaan dalam menjelaskan
struktur, serta kecenderungan bagi manajemen untuk pertama-tama, mengesampingkan
kemunduran, kemudian memperlakukannya sebagai sebuah penyimpangan dan akan hanya
menanggapinya dengan tepat setelah tertunda sejenak.

            Pada saat terjadi kemunduran, para manajer kemungkinan akan menghadapi tingkat
konflik yang lebih tinggi, permainan politik yang bertambah, penolakan yang meningkat
terhadap perubahan, kehilangan kredibilitas, perubahan dalam komposisi tenaga kerja secara
sukarela lebih tinggi, dan motivasi pegawai yang makin runtuh.

            Untuk menjaga jangan sampai terjadi kemunduran dalam organisasi maka setidaknya
setiap organisasi melakukan evaluasi diri secara kontinyu, seperti halnya yang seringkali
dilakukan oleh organisasi-organisasi pendidikan (seperti yang dilakukan oleh BAN-DIKTI) yaitu
dengan sistem akreditasinya. Dalam evaluasi diri tersebut butir-butir permasalahan yang
dideskripsikan antara lain: Jati diri dan visi program studi; Misi dan tujuan program studi;
Pengelolaan program; Kurikulum dan proses belajar mengajar; Sumber daya manusia dan
pengembangannnya; mahasiswa dan pembimbingannya; sarana dan prasarana, sistem evaluasi
pembiayaan. Dari hasil evaluasi diri tersebut kemudian dianalisis dengan metode SWOT.
            Dasar pemikiran untuk melakukan analisis SWOT adalah bahwa rencana organisasi
hendaknya menghasilkan suatu kecocokan yang memadai antara situasi internal dan situasi
eksternalnya. Sebuah situasi internal organisasi ditentukan oleh kekuatan dan kelemahan.
Situasi eksternal; sebuah organisasi ditentukan oleh peluang dan ancaman yang ada dalam
lingkungan usaha. Rencana strategik hendaknya dirancang dengan cara sedemikian rupa
sehingga mengeksploitasi kekuatan dan peluang organisasi, sementara secara serempak
mengatasi, menampung, atau mengelak dari kelemahan dan ancaman.

            Untuk organisasi yang homogen ada teknik analisis lain yang dapat dijadikan sebagai
alternatif untuk mengevaluasi diri organisasinya yaitu dengan metode EVR (Environment –
Value – Resources). Dengan metode ini kita dapat mengetahui potensi diri serta posisi
organisasi kita terhadap lingkungan serta hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai baik nilai
yang dianut individu (manajer dan staf/karyawan) maupun nilai-nilai sosial, ekonomi, politik,
budaya. Dari ketiga aspek  tersebut baru dibuat rencana strategik yang menyentuh ketiga aspek
tersebut.

            Dari kedua teknik analisis tersebut maka harus dilanjutkan dengan pembuatan rencana
strategik yang memungkinkan bagi organisasi tersebut untuk merumuskan tujuan jangka
pendek dan jangka panjangnya, diawali dengan point of departure (berdasarkan analalisis
SWOT maupun EVR) yang dimiliki oleh organisasi serta strategi pencapaian terhadap point of
arrival dari organisasi yang bersangkutan.

            Adapun tindakan downsizing bukan hanya dilakukan pada saat organisasi mengalami
kemunduran. Downsizing merupakan strategi yang dapat dilakukan dalam setiap tahap dari
daur hidup organisasi, untuk menjaga ketepatan ukuran-ukuran organisasi dalam
mempertahankan efektivitas dan efisiensi organisasi yang bersangkutan, bukan sekedar untuk
menjaga eksistensi saja.

DAFTAR PUSTAKA

 
Daft, Richard L. 1998. Organizational Theory and Design. Sixth Edition. South-Western College
Publishing, United States of America.

Djohanputro, Bramantyo. 2004. Restrukturalisasi perusahaan berbasis nilai. Jakarta : PPM.

Herbert G.H., G. Ray Gullet, terjemahan oleh G. Kartasapoetra, (1987), Organisasi : Teori dan
Perilaku, PT. Bina Aksara, Jakarta.

Hodge, Billy J, William P. Anthony, (1991), Organization Theory, A Strategic Approach, Fourth


Edition, Prentice Hall, Inc, United State of America.

Jones, Gareth R. 1994, Organization Theory, Text and Cases, Second Edition. Addision-Wesley
Longman Publishing Company, Inc, Unitet State of America.

Jones, Gareth R. 1998.  Organizational Theory, Text and Cases. Second Edition.

            Addison-Wesley Longman Publishing Company, Inc. United States of America.

Microsoft® Encarta® Reference Library 2004. © 1993-2003 Microsoft

            Corporation. All rights reserved

Robbins, Stephen P. 1990. Organization Theory, Structure, design and Applications. Third


Edition. Prentice-Hall International, Inc. United States of America.

Anda mungkin juga menyukai