Anda di halaman 1dari 12

ISU ISU GLOBAL DALAM MANAJEMEN STRATEGIK

(LEADING AT THE EDGE OF CHAOS: HOW TO CREATE THE


NIMBLE ORGANIZATION)
(Memimpin dalam kekacauan : Bagaimana menciptakan organisasi yang gesit)

Oleh :
Dina Ayustina
Yuyun Widara Surya

Mata Kuliah Manajemen Strategik


Dosen Pengampu Dr. Moh. Sulhan, M.Ag.
Manajemen Pendidikan Islam – LPDP

PENDAHULUAN

Sebuah situasi yang serba tak teratur dan tampak kacau merupakan situasi
yang seringkali dihindari oleh banyak orang, organisasi, dan pemimpin. Banyak
orang, pemimpin, dan organisasi menginginkan kondisi yang terkendali sehingga
mereka dapat memprediksi bagaimana masa depan dan apa yang mesti dilakukan.
Dalam teori ketidakteraturan (chaos theory), keinginan seperti ini bukanlah
keinginan yang selalu positif sebab keteraturan dan pengendalian niscaya dapat
menimbulkan kebekuan, kreatifitas yang hilang, dan motivasi yang mati. Kondisi
yang selalu stabil dipercaya tidak akan menimbulkan perubahan, padahal
perubahan diperlukan untuk membuat dan membangun banyak kemajuan bagi
individu itu sendiri, kelompoknya, maupun bangsa dan dunia.

Bahkan, jika kita merujuk pada asal penciptaan alam semesta,


ketidakteraturan adalah awal segalanya. Alam semesta, terutama dalam teori big
bang, dipercaya dibentuk dan dibangun dari ledakan suatu benda angkasa yang
serpihan-serpihannya kemudian membentuk berbagai macam planet dan bintang.
Begitu pula jika kita melihat sejarah peradaban manusia yang senantiasa dibangun
diatas kekacauan. Peradaban suatu bangsa seperti sebuah gunung. Ketika suatu
bangsa mengalami kondisi yang tak beraturan dan kacau, ia akan berusaha untuk
mengatasinya untuk selanjutnya bangkit menuju puncak peradaban. Kemudian,
setelah sekian lama berada dalam puncak peradaban dan kemajuan yang stabil,
bangsa tersebut akan bergerak menuju kondisi yang kacau dan tak beraturan. Begitu
seterusnya. Sehingga, dapat kita katakan bahwa ketidakstabilan (instabilitas) adalah
kebutuhan dan keharusan bagi siapa pun agar ia berusaha bangkit menuju
kejayaannya.

PEMBAHASAN

Perkembangan dunia saat ini begitu cepat berubah dengan berbagai masalah
dan tantangan. Covid-19 yang belum usai ditambah dengan peperangan antara
Rusia dan Ukraina semakin memperburuk kondisi dan keadaan di berbagai negara.
Timbul krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan yang menerpa seluruh
negara di dunia akibat dampak peperangan itu. Masyarakat di berbagai negara
menjadi cemas dan kuatir akan timbulnya berbagai krisis yang berkepanjangan.

Perubahan yang tidak menentu yang begitu cepat tidak hanya menerpa
negara, tetapi juga berdampak pada organisasi dan perusahaan. Pengangguran dan
PHK timbul di mana-mana akibat perubahan dunia yang tidak menentu. Warren
Bennis dan Burt Nanus, pakar ilmu bisnis dan kepemimpinan Amerika Serikat,
menyebutnya dengan istilah VUCA, volatility (volatilitas/gejolak), uncertainty
(ketidakpastian), complexity (kompleksitas) dan ambiguity (ambiguitas) atas
kondisi dunia yang tidak menentu.

Organisasi atau perusahaan yang dapat menghadapi berbagai tantangan


adalah organisasi yang memiliki pemimpin yang andal dan mumpuni. Dibutuhkan
pemimpin yang cepat, gesit dan adaptif dalam menjawab berbagai permasalahan
seperti disrupsi teknologi, gejolak ekonomi global dan perubahan iklim.

Kepemimpin yang trend dan berkembang dan dapat menjawab segala


permasalahan dengan cepat disebut dengan agile leadership. Agile leadership
sebagaimana dikutip dari
https://www.kompasiana.com/hansenjunhakim8881/6134dd0306310e26840b6af2/
agile-leadership-kepemimpinan-bagi-setiap-individu-era-sekarang-ini adalah gaya
kepemimpinan yang mengarahkan pada kolaborasi/kerja sama antar individu
sehingga menghasilkan fleksibilitas dan daya tanggap organisasi untuk
memecahkan berbagai masalah dan tantangan dengan cepat.
Seperti Apa Organisasi Agile Itu?

Sebelum meledaknya tren revolusi digital, organisasi hanya dipandang sebagai


layaknya mesin yang digunakan untuk membantu mencapai suatu tujuan.

Semenjak adanya revolusi digital atau transformasi digital , revolusi digital tersebut
berpengaruh juga terhadap transformasi industri, ekonomi, bahkan sosial.

Revolusi digital ini ditandai oleh empat tren yang dibuat oleh McKinsey . Empat
tren tersebut adalah sebagai berikut:

1. Lingkungan yang berubah dengan begitu cepat.

2. Masuknya teknologi disruptif dengan cepat.

3. Percepatan digitalisasi informasi dan demokrasi.

4. Persaingan mendapatkan talenta terbaik untuk perusahaan.

Kini dengan adanya revolusi digital, organisasi dipandang layaknya makhluk hidup
yang dapat merespon segala sesuatu dengan cepat.

Mari kita lihat untuk sementara perbedaan organisasi dengan paradigma lama dan
paradigma baru yang melihat organisasi layaknya makhluk hidup. Agile
organization mengubah bentuk struktur organisasi berbentuk piramid menjadi
bentuk lingkaran seperti yang digambarkan oleh pihak McKinsey berikut ini:

Perubahan Bentuk Struktur Organisasi Agile by McKinsey

Jadi bisa dikatakan organisasi tangkas ( agile organization ) adalah organisasi yang
dapat merespon perubahan yang terjadi baik secara eksternal maupun internal
dengan gesit dan cepat layaknya bagaimana makhluk hidup merespon apa yang
mengenai dirinya.

Karakteristik Menjadi Agile Leader

Lalu, apa ciri-ciri pemimpin yang gesit dan cekatan? Menurut


https://trustco.co/7-cara-terbaik-untuk-menjadi-pemimpin-yang-agile-bagian-2/
terdapat beberapa karakteristik menjadi pemimpin yang cepat dan tangkas (agile
leaders)

1. Pertama, tenang dan adaptif terhadap berbagai perubahan. Seorang


pemimpin yang gesit adalah seorang pemimpin yang menghadapi segala
perubahan dan tantangan dengan tenang dan adaptif. Ia juga dapat
menenangkan anggota tim untuk tetap tenang dalam menghadapi segala
persoalan dan tantangan.
2. Kedua, inovasi harus dimiliki seorang pimpinan dalam menghadapi
berbagai perubahan, tekanan dan krisis yang menghadang. Pimpinan akan
berfikir secara keras untuk memecahkan berbagai masalah dengan berbagai
inovasi.
3. Ketiga, pemimpin dapat belajar dari berbagai pengalaman dan meminta
umpan balik dari anggota tim. Pemimpin yang andal selalu belajar dari
berbagai pengalaman dan juga mendapatkan umpan balik dari anggota
timnya sebagai bahan evaluasi, perbaikan dan pembelajaran.
4. Yang terakhir adalah seorang pemimpin harus mampu memberdayakan,
menginspirasi dan memotivasi anggota timnya. Pimpinan harus bisa
mengembangkan potensi diri dan kemampuan anggota untuk dapat tumbuh
dan berkembang dengan maksimal.

Menghadapi berbagai perubahan dan tantangan di era VUCA ini, tentunya


dibutuhkan para pimpinan yang cepat dan tangkas dalam menghadapi berbagai
tantangan dan mampu memberdayakan anggota timnya. Gaya kepemimpinan
seperti ini sudah dijalankan oleh pemerintahan Presiden Jokowi sehingga Indonesia
dipercaya menjadi Keketuaan G20 dan Ketua ASEAN 2023.
Bagaimana Cara Menerapkan Agile Leadership dalam Organisasi?

Untuk dapat menerapkan agility dalam sistem kepemimpinan, seorang pemimpin


harus memiliki mental agility dan pola pikir agile. Yang dimaksud dengan pola
pikir agile adalah dapat menghormati seluruh anggota tim, memberikan
peningkatan dalam pembelajaran, kemampuan beradaptasi terhadap perubahan,
komitmen dan transparansi. Selain dengan mental dan pola pikir agile, cara lain
yang dapat dilakukan oleh seorang pemimpin diantaranya:

• Membangun Agile Culture yang Berkelanjutan

Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah mendukung dan melatih nilai-nilai
ketangkasan dengan kepemimpinan yang kuat, membantu tim dan pemangku
kepentingan untuk bisa melakukan self-organise, mengukur dan meningkatkan
nilai yang disampaikan dengan feedback yang dilakukan secara rutin.

• Membangun Strategi dan Menumbuhkan “Sense of Belonging” pada


Anggota Tim

Sebagai seorang agile leader, pemimpin tentunya menginginkan agar organisasi


atau perusahaan dan anggota tim dapat tumbuh bersama. Maka dari itu, pemimpin
harus bisa membangun strategi kerja sama dan menumbuhkan sense of
belonging atau rasa memiliki terhadap organisasi kepada anggota tim. Pemimpin
dapat memberikan wadah belajar, kesempatan kepada anggota tim dalam membuat
keputusan, memberikan kepercayaan, dan mendukung tim.

Seorang pemimpin tidak bisa mengendalikan apa yang akan terjadi, dan seberapa
besar tingkat perubahan, ketidakpastian, dan kompleksitas yang terjadi. Hal yang
bisa dikendalikan oleh seorang pemimpin adalah dengan terus belajar dan
memperbaiki diri agar bisa melakukan transformasi sistem kepemimpinan yang
lebih efektif.
Tips Bagaimana Cara Membangun Organisasi Agile

Untuk mewujudkan organisasi yang gesit , ada 2 buah tips yang sederhana,
namun bermakna bila dijalankan. Tips kedua tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penerapan Pengelolaan Organisasi yang Mandiri (Self-Organized)

Seperti apa kondisi organisasi agile yang ideal? Bagi kami Ekipa sebagai
contoh perusahaan yang menerapkan agile , definisi organisasi agile yang ideal
adalah organisasi yang mempu melakukan pengelolaan secara mandiri ( self-
organized ).

Kami ingin membeli orang-orang menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri


dengan memulai dapat mengambil keputusan-keputusan mereka
sendiri. Keputusan-keputusan tersebut dapat mencerminkan dari bagaimana
mereka menerapkan prioritas pekerjaan, menyelesaikannya, dan memperbarui
status dari pekerjaan yang telah diprioritaskan tadi.

Tujuan dari pengelolaan organisasi secara mandiri adalah sebagai


seorang pemimpin tentunya kita ingin anggota tim bekerja secara nyaman di dalam
organisasi.

Bila melihat dari sudut pandang seorang anggota tim, maka anggota tim
tentunya menginginkan agar pemimpin melindungi dirinya dalam hal
pekerjaan. Anggota tim tidak ingin terus menerus diintai pekerjaannya oleh
pemimpinnya layaknya musuh yang diintai setiap waktu untuk mengetahui gerak-
geriknya.

Sebagai anggota tim juga tidak ingin menghabiskan waktu lima jam
berturut-turut untuk mengerjakan sebuah presentasi dalam rangka memperbarui
status pekerjaan yang sedang kita kerjakan kepada atasan kita. Ketimbang
menghabiskan waktu dengan hal tersebut, anggota tim ingin lebih menghabiskan
waktunya untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Hubungan Agile Leadership dengan Tim


Lantas bagaimana hubungan pemimpin dengan anggota tim dalam konsep
pengelolaan mandiri ini? Tentu kuncinya ada pada rasa saling percaya antara
pimpinan dan anggota tim.

Seorang pemimpin yang gesit tentu ingin menciptakan kelas bintang-


bintang dalam penembakan. Makna kiasan dari bintang-bintang kelas itu adalah
mendefinisikan orang-orang yang menunjukkan jiwa kepemimpinan, tanggung
jawab, dan tidak pernah berhenti sampai mereka membawa hasil yang sudah
disetujui.

Sebagai seorang pemimpin yang gesit , kita perlu memberikan kepercayaan


penuh kepada tim untuk mengerjakan apa yang menjadi keahliannya. Apabila di
tengah jalan terdapat masalah maka pemimpin perlu hadir untuk melatih mereka
menemukan jalan keluar.

Ajari mereka apa artinya menjadi seorang pemimpin. Latih mereka untuk
mengambil keputusan. Bantu mereka menjabarkan hasil yang jelas yang dipisahkan
menjadi target, tujuan, atau hasil kunci. Jadwalkan rapat-rapat rutin agar mereka
bisa memperbarui status pekerjaan mereka kepada pimpinan, hingga kita bisa
melatih mereka ketika aktivitas kerja terhenti.

Pengelolaan yang mandiri membutuhkan antara pimpinan dan anggota tim


kerja. Kita menciptakan target yang jelas bersama dan terus menerus saling
menyelaraskan. Ketika tugas-tugas mulai terlantar, kami
memberikan feedback secara jujur tanpa memandang jabatan. Kita saling
membantu untuk bertumbuh lewat kerjasama dan rasa saling menghormati.

2. Penerapan Akuntabilitas dan Rasa Tanggung Jawab

Apa yang dimaksud akuntabilitas dalam organisasi? Bagi kami di Ekipa,


akuntabilitas adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu tujuan dengan tuntas.

Sedangkan bertanggung jawab memiliki arti kemampuan menyelesaikan


semua bagian dari sebuah pekerjaan (hasil kunci) yang diperlukan untuk
menyelesaikan sebuah tujuan.
Nah, di sinilah tantangannya. Tantangan dalam membangun
organisasi yang gesit adalah menyalurkan akuntabilitas ke dalam anggota tim kerja.

Para pemimpin selalu memantau anggota tim untuk memastikan pekerjaan


diselesaikan dan mencari hal-hal yang tertinggal. Mereka mencari hal-hal yang bisa
menambah nilai dan mencari ide-ide baru. Ketika kita mengambil pemimpin
tersebut, anggota-anggota tim kerjalah yang harus melakukan kegiatan tersebut.

Anggota tim melihat pekerjaan mereka sebagai menunaikan sebuah


tugas. Ketika sudah jelas apa yang harus dikerjakan, mereka mulai
mengerjakannya.

Mereka kemudian menandainya sebagai komponen yang 'sudah


dikerjakan'. Dan kemudian mereka berpindah ke hal berikutnya yang harus
diselesaikan. Jika hal tersebut belum ditetapkan dengan jelas, mereka akan
menunggu atau beralih ke pekerjaan lain.

Perilaku inti yang kita perlukan di sini adalah sikap proaktif dan tetap
mengerjakan sesuatu. Para anggota tim kerja harus melihat sekeliling dan
memikirkan hal-hal apa lagi yang perlu dilakukan untuk mencapai sebuah tujuan.

Para pemimpin ingin mereka memiliki rencana kerja mereka sendiri yang
telah ditentukan prioritasnya dengan baik. Selain itu, para pemimpin menginginkan
mereka untuk memikirkan cara-cara yang lebih baik untuk melakukan pekerjaan
mereka, mencapai tujuan lebih cepat dan memberikan dampak yang lebih besar.

Berikut Langkah-langkah yang dapat diterapkan perusahaan untuk beralih


ke model perusahaan yang lebih gesit:

1. Pastikan Top Management siap berubah.

Sebelum menjadi organisasi yang gesit, pastikan Top


Management memahami apa itu agile dan apa yang bukan. Penting bagi mereka
untuk memahami dan mendukung konsep ini dalam memimpin perubahan.
Pemahaman yang mendalam dapat dicapai dengan beberapa cara praktis, seperti
dengan studi banding, memahami konsep tingkat perusahaan, dan konsultasi
menyeluruh tentang kesiapan perusahaan menjadi agile.

2. Bertekad dan mengejar nilai.

Pada tahap ini organisasi melakukan upaya bersama untuk menangkap


peluang. Top Management merumuskan nilai yang ingin dicapai, kemudian
mendelegasikannya kepada tim (baik tim lintas fungsi maupun yang bukan) dan
memonitornya. Beberapa organisasi langsung memulai serentak, sedangkan
beberapa yang lain menjalankan transformasi secara bertahap. Organisasi yang
lebih besar cenderung melatih para pemimpin mereka di unit bisnis yang berbeda
untuk menjalankan transformasi lokal. Dalam semua kasus, pemimpin senior harus
menjadi panutan dan organisasi dapat menggunakan OKR untuk menunjang
transformasi tersebut.

3. Mendorong perubahan pada lima elemen model operasi.

Agile tidak hanya mengubah tim menjadi lebih gesit, tetapi membutuhkan
perubahan pada seluruh model operasi untuk meningkatkan dan memperkuat satu
sama lain. Sayangnya, banyak yang mencoba mengubah sedikit demi sedikit ketika
merumuskan model operasi yang baru, misalnya, hanya berfokus pada cara kerja,
atau struktur pelaporan, atau mengadopsi teknologi baru. Mereka yang memandang
model operasi sebagai sebuah sistem dan menghubungkan semua bagiannya
(strategi, struktur, proses, orang, dan teknologi) lebih sukses dalam melakukan
transformasi organisasi. Perusahaan dapat membentuk beberapa tim SCRUM untuk
masing-masing elemen model operasi.

4. Pertahankan kecepatan tinggi dan gunakan front-runners.

Transformasi yang sukses cenderung menyelesaikan fase utama dalam


waktu kurang dari 18 bulan. Untuk organisasi yang lebih besar, transformasi
mungkin memerlukan beberapa tahap yang masing-masing dilaksanakan dalam
waktu kurang dari 18 bulan. Namun perlu diwaspadai, waktu proses yang terlalu
lama akan mengurangi peluang sukses. Transformasi yang berhasil cenderung
meluncurkan front-runners lebih awal.
Agile Organization tidak lagi merupakan pilihan, tetapi menjadi tujuan bagi
organisasi yang ingin bertahan di tengah ketidakpastian. Sebelum
menjadi agile, pastikan organisasi memiliki kapabilitas dinamik dan fondasi yang
kuat. Mengenali kemampuan organisasi dan konsep agile yang tepat adalah
langkah awal untuk menuju organisasi yang lebih sukses.

KESIMPULAN

Untuk mewujudkan organisasi yang gesit, ada 2 buah tips yang sederhana, namun
bermakna bila dijalankan. Tips kedua tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penerapan Pengelolaan Organisasi yang Mandiri (Self-Organized)


Tujuan dari pengelolaan organisasi secara mandiri adalah
sebagai seorang pemimpin tentunya kita ingin anggota tim bekerja
secara nyaman di dalam organisasi. Bila melihat dari sudut pandang
seorang anggota tim, maka anggota tim tentunya menginginkan agar
pemimpin melindungi dirinya dalam hal pekerjaan. Anggota tim
tidak ingin terus menerus diintai pekerjaannya oleh pemimpinnya
layaknya musuh yang diintai setiap waktu untuk mengetahui gerak-
geriknya. Sebagai anggota tim juga tidak ingin menghabiskan waktu
lima jam berturut-turut untuk mengerjakan sebuah presentasi dalam
rangka memperbarui status pekerjaan yang sedang kita kerjakan
kepada atasan kita. Ketimbang menghabiskan waktu dengan hal
tersebut, anggota tim ingin lebih menghabiskan waktunya untuk
menyelesaikan pekerjaannya.
Seorang pemimpin yang gesit tentu ingin menciptakan kelas
bintang-bintang dalam penembakan. Makna kiasan dari bintang-
bintang kelas itu adalah mendefinisikan orang-orang yang
menunjukkan jiwa kepemimpinan, tanggung jawab, dan tidak
pernah berhenti sampai mereka membawa hasil yang sudah
disetujui. Sebagai seorang pemimpin yang gesit , kita perlu
memberikan kepercayaan penuh kepada tim untuk mengerjakan apa
yang menjadi keahliannya. Apabila di tengah jalan terdapat masalah
maka pemimpin perlu hadir untuk melatih mereka menemukan jalan
keluar.
2. Penerapan Akuntabilitas dan Rasa Tanggung Jawab
Apa yang dimaksud akuntabilitas dalam organisasi? Bagi
kami di Ekipa, akuntabilitas adalah kemampuan untuk
menyelesaikan suatu tujuan dengan tuntas. Sedangkan bertanggung
jawab memiliki arti kemampuan menyelesaikan semua bagian dari
sebuah pekerjaan (hasil kunci) yang diperlukan untuk
menyelesaikan sebuah tujuan.
Nah, di sinilah tantangannya. Tantangan dalam membangun
organisasi yang gesit adalah menyalurkan akuntabilitas ke dalam
anggota tim kerja.

DAFTAR PUSTAKA
Daryl R. Conner (John Wiley, 1998) Leading at the Edge of Chaos: How to Create
the Nimble Organization.

American Management Association. (2016). Agility and Resilience in the Face of


Continuous Change: A Global Study of Current Trends and Future Possibilities.
New York, NY: American Management Association.

Joiner, B. (2019). Leadership Agility for Organizational Agility. Journal of Creating


Value. DOI: 10.1177/2394964319868321.

OI Global Partners. (2018). Future of Work: OIGP Global Research Study 2018.
Retrived from https://innovateicc.com/wp-content/uploads/2018/09/future-of-
work- updated-1.pdf.

Prasongko, A. (2019). The Role of the Agile Leadership Model as a Competitive


Advantage for the Future Leader in the Era of Globalization and Industrial
Revolution 4.0. Jurnal Pertahanan. 5 (3): 130-131.
PMI/Forbes Insight (2017). Achieving Greater Agility: The Essential Influence of
the C-Suite. Retrieved from https://www.pmi.org/learning/thought-
leadership/series/achieving-greater-agility/essential-influence-c-suite.

https://journal.emergentpublications.com/Article/cbafe3db-643c-44f2-80c1-
b450262c87b3/academic Diakses 09 Juni 2023

https://ppsdmaparatur.esdm.go.id/artikel/ciri-ciri-pemimpin-yang-gesit-dan-
cekatan-agile-leaders

https://www.betterteam.com/what-is-an-agile-organization

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/agility-
in-the-time-of-covid-19-changing-your-operating-model-in-an-age-of-turbulence

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-keys-
to-organizational-agility

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/the-
impact-of-agility-how-to-shape-your-organization-to-compete

https://www.mckinsey.com/business-functions/organization/our-insights/doing-vs-
being-practical-lessons-on-building-an-agile-cultur

kipa.co.id/2-tips-penting-membangun-organisasi-agile/

Anda mungkin juga menyukai