Anda di halaman 1dari 77

PERBEDAAN HASIL BELAJAR PESERTA DIDIK

MENGGUNAKAN PENDEKATAN STS, SETS, DAN STEM


PADA PEMBELAJARAN KONSEP VIRUS

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan

Oleh
Ichsanul Ferdiansyah
NIM 109016100064

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ABSTRAK

Ichsanul Ferdiansyah, Perbedaan Hasil Belajar Peserta Didik Menggunakan


Pendekatan STS, SETS, dan STEM pada Pembelajaran Konsep Virus.
Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar peserta didik
menggunakan pendekatan STS, SETS dan STEM pada pembelajaran konsep
virus. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah quasi eksperimen dengan
rancangan penelitian pretest-posttest control group design. Populasinya adalah
siswa kelas X IPA SMAN 1 Petir tahun ajaran 2014/2015. Sampel diambil dari
tiga kelas dengan teknik Cluster random sampling. Pengambilan data
menggunakan instrumen berupa tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda. Hasil
penelitian mengungkapkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata pembelajaran STS
80,31, SETS 84,28, STEM 79,36 dan uji anava satu jalur pada data postest,nilai
Fhitung yaitu 4,93 lebih dari Ftabel yaitu 0,05. Kesimpulan hasil penelitian ini adalah
terdapat perbedaan hasil belajar siswa menggunakan pendekatan STS, SETS dan
STEM pada konsep Virus.

Kata Kunci : Pendekatan STS, SETS, STEM, Hasil Belajar, Virus


ABSTRACT

Ichsanul Ferdiansyah, Difference Learning Outcomes of Students Using STS


approach, SETS, and the STEM Learning Concept Virus. Thesis, Department
of Biology Education, Education Department of Natural Sciences, Faculty of
Science of Tarbiyah and Teaching, State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta.

This study aims to determine differences in learning outcomes of students using


STS approach, SETS and STEM learning concept virus. The method used in this
research is quasi-experimental research design with pretest-posttest control group
design. The population is students of class X SMAN 1 Lightning IPA 2014/2015
school year. Samples were taken from three classes with cluster random sampling
technique. Retrieving data using instruments such as achievement test multiple
choice. Results of the study revealed that there are differences in the average
value of learning STS 80.31, SETS 84.28, 79.36 STEM ANOVA test and posttest
one lane on the data, the value of F is 4.93 over Ftable is 0.05. The conclusion of
this study is there a difference in student learning outcomes using STS approach,
SETS and STEM on the concept Virus.

Keywords: STM Approach, SETS, STEM, Learning Outcomes, Virus


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Biologi pada Fakultas Imu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Kemampuan dan Pengetahuan Penulis disadari sepenuhnya bahwa sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan arahan, pelajaran, dan
kepercayaan yang pernah diberikan kepada penulis selama menjadi
mahasiswa.
3. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Yanti Herlanti, M.Pd selaku pembimbing I dan Yuke Mardiati, M.Si
selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu, bimbingan, arahan,
motivasi, dan semangat dalam membimbing penulis selama ini. Terlepas
dari segala perbaikan dan kebaikan yang diberikan, semoga Ibu selalu
dalam kemuliaan-Nya.
5. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd selaku pembimbing akademik, seluruh Dosen
dan Staff Jurusan Pendidikan Biologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis
selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak berikan
mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
6. Pimpinan dan Staf Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam pembuatan
surat-surat serta sertifikat.
7. Keluarga besar SMA Negeri 1 Petir, Bapak Tatang, M.Pd selaku kepala
sekolah, Ibu Diah anidah S.Pd selaku guru Biologi dan seluruh dewan
guru serta siswa siswi SMA Negeri 1 Petir khususnya kelas X-1, X-4, dan
X-5
8. Keluarga yang tak henti-hentinya mendoakan, mendorong penulis untuk
tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.

Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat memohon dan berdoa
mudah-mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa
yang telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT
di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal’alamin.
Penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan yang ada untuk menyusun
karya tulis ini dengan sebaik-baiknya, adanya kritik dan saran dari pembaca akan
penulis terima dengan hati terbuka. Penulis berharap semoga skripsi ini akan
membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca sekalian umumnya.

Jakarta, 08 Mei 2015

Penulis
DAFTAR ISI

ABSTRAK.................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.............................................................................................. ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR................................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah................................................................................. 5
C. Pembatasan Masalah................................................................................ 6
D. Rumusan Masalah.................................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian...................................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian.................................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS


A. Deskripsi Teoritis..................................................................................... 8
1. Pengertian, Tujuan dan Langkah Pendekatan STS............................. 8
2. Pengertian Pendekatan SETS............................................................. 13
a. Konsep Pendekatan SETS............................................................. 13
b. Tujuan dan Karakteristik Pendekatan SETS................................ 14
c. Penerapan pendekatan SETS......................................................... 15
3. Pengertian STEM................................................................................ 19
a. Tujuan STEM................................................................................ 20
b. Langkah – langkah STEM............................................................ 20
4. Perbandingan STS, SETS, dan STEM................................................ 22
5. Pengertian Evaluasi Belajar................................................................ 23
6. Cara Evaluasi Proses Belajar ............................................................. 26
7. Pengertian Hasil Belajar...................................................................... 29
B. Hasil Penelitian yang Relevan.................................................................. 32
C. Kerangka Berfikir.................................................................................... 33
D. Hipotesis Penelitian................................................................................. 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................. 35
B. Metode Penelitian.................................................................................... 35
C. Variabel Penelitian.................................................................................. 36
D. Populasi dan Sampel Penelitian............................................................... 36
E. Teknik Pengumpulan Data....................................................................... 37
F. Instrumen Penelitian................................................................................ 38
1. 1. Uji Validitas........................................................................................ 40
2. 2. Uji Reabilitas...................................................................................... 40
3. 3. Taraf Kesukaran.................................................................................. 41
4. 4. Daya Beda........................................................................................... 41
5. 5. Pengecoh............................................................................................. 42
G.6. Teknik Analisa Data................................................................................. 42
7. 1. Pengujian Prasyarat Penelitian............................................................ 42
8. a. Uji Normalitas................................................................................. 42
9. b. Uji Homogenitas............................................................................. 43
2. N - Gain.............................................................................................. 44
3. Analisis Variansi (ANAVA) .............................................................. 44
4. Uji Lanjutan dengan Uji Dunnet......................................................... 46
H. Hipotesis Statistik..................................................................................... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 47
1. Data Pretest dan Posttest Kelas STS, SETS, STEM......................... 47
2. N-Gain................................................................................................ 49
3. Lembar Observasi.............................................................................. 50
B. Pengujian Persyaratan Analisis dan Pengujian Hipotesis........................ 50
1. Uji Normaltas..................................................................................... 50
2. Uji Homogenitas................................................................................. 51
3. Pengujian Hipotesis dengan Anava Satu Jalur.................................... 52
4. Uji Lanjutan dengan Uji Dunnet......................................................... 53
C. Pembahasan dan Temuan Penelitian....................................................... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan............................................................................................. 60
B. Saran....................................................................................................... 60

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Tahapan pendekatan SETS.................................................................. 13

Tabel 2.2 Perbedaan tahapan STS, SETS, dan STEM......................................... 16

Tabel 3.1 Desain penelitian................................................................................. 35

Tabel 3.2 Kisi –kisi penulisan instrumen tes objektif.......................................... 39

Tabel 4.1 Hasil pretest dan posttest kelas eksperimen STS, SETS, STEM........ 47

Tabel 4.2 Rekapitulasi data pretest dan posttest per indikator............................ 49

Tabel 4.3 Rekapitulasi nilai rata-rata N-Gain berdasarkan pretest dan posttest.. 49

Tabel 4.4 Presentasi hasil perhitungan lembar observasi.................................... 50

Tabel 4.5 Hasil uji normalitas dengan uji Chi Square......................................... 51

Tabel 4.6 Hasil uji homogenitas dengan uji Barlett............................................. 52

Tabel 4.7 Pengujian hipotesis dengan anava satu jalur pretest............................ 52

Tabel 4.8 Pengujian hipotesis dengan anava satu jalur pretest............................ 53

Tabel 4.9 Pengujian rata-rata hasil belajar dengan uji – t (Dunnet) ................... 54
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Tahapan pendekatan STS.......................................................... 10
Gambar 2.2 Metode Siklus SETS................................................................. 18
Gambar 2.3 Penilaian Proses Pembelajaran.................................................. 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran...................................... 61

Lampiran 2. Lembar Kegiatan Siswa......................................................... 95

Lampiran 3. Kisi-kisi Instrumen Test........................................................ 121

Lampiran 4. Rekap Data Hasil Uji Coba Instrumen.................................. 142

Lampiran 5. Soal Instrumen Test Konsep Virus........................................ 152

Lampiran 6. Nilai Perindikator Test Konsep Virus................................... 159

Lampiran 7. Nilai N-Gain........................................................................ . 162

Lampiran 8. Dristribusi Frekuensi Pretest dan Posttest............................ 165

Lampiran 9. Uji Normalitas Pretest dan Posttest...................................... 177

Lampiran 10. Uji Homogenitas Pretest dan Posttest.................................. 183

Lampiran 11. Tabel Anava 1 Jalur Pretest dan Posttest............................. 185

Lampiran 12. Uji Hipotesis Pretest dan Posttest........................................ 187

Lampiran 13. Uji Dunnet........................................................................ ... 191

Lampiran 14. Lembar Observasi.............................................................. ... 193


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan
sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidup.1 Dan merupakan proses perubahan
sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.2
Pengajaran berlangsung sebagai suatu proses saling mempengaruhi antara
guru dan siswa. Diantara keduanya terdapat hubungan atau komunikasi interaksi.
Pengajaran adalah terjadinya interaksi antara guru dengan anak didik dengan
bahan sebagai perantaranya. Guru yang mengajar, anak didik yang belajar. Maka
guru adalah orang yang menciptakan lingkungan belajar bagi kepentingan belajar
anak didik. Anak didik adalah orang yang digiring ke dalam lingkungan belajar
yang telah diciptakan oleh guru.3
Perkembangan dalam dunia pendidikan membawa pengertian pengajaran
kedalam makna yang lebih luas yaitu pembelajaran, pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan
memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik
bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan,
maupun pengorganisasian pembelajaran.4

1
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 4
2
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1995), hal. 10.
3
Syaiful Bahri Djamarah, Strategi Belajar Mengajar, ( Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 114
4
Uno, Hamzah. Model Pembelajaran. (Jakarta : Bumi Aksara,2007), v
2

Pembelajaran juga diartikan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-


unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.5 Pembelajaran didefinisikan
dengan berbagai cara, tetapi pembelajaran lebih merupakan proses yang
menghasilkan perubahan kapasitas mental, keterampilan motorik, kesejahteraan
emosi, motivasi, keterampilan sosial, sikap, dan struktur kognisi berkelanjutan.6
Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar
secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam
tentang alam sekitar.7
Pembelajaran sains bukan hanya untuk memahami konsep – konsep ilmiah
dan aplikasinya dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengembangkan
berbagai nilai. Pembelajaran sains seharusnya bukan saja berguna bagi anak
dalam kehidupannya, malainkan juga untuk perkembangan suatu masyarakat dan
kehidupannya yang akan datang.8
Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran sains mengaitkan antara
konsep ilmiah dan aplikasinya dalam masyarakat, serta perkembangan berbagai
nilai di dalamnya adalah pendekatan sains teknologi masyarakat. Istilah sains
teknologi masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris “science technology
society “(STS).9 STS mengkaitkan antara sains sebagai sebuah konsep dengan
teknologi dalam aplikasinya dan mengembangkannya menjadi suatu nilai dalam
masyarakat.
Pendekatan STS ini masih dirasa kurang dalam pembelajaran, karena belum
lengkap mengenai unsur isu-isu sosial, lingkungan dan teknologi di masyarakat.
Misalnya, pada kasus impor sampah bahan-bahan berbahaya, penggunaan bahan

5
Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Islam,
2009) h. 7
6
Hellen ward, Pengajaran Sains berdasarkan Cara Kerja Otak, ( Jakarta : Indeks, 2010) h.17
7
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini, Strategi Pembelajaran Sains (lembaga Penelitian UIN
Jakarta, 2009) h.46
8
Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (Jakarta : Indeks, 2011) h.8
9
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung : PT Remaja Rosda karya, 2005), h. 99
3

kimia berlebihan pada makanan. Hal ini menimbulkan persoalan sosial dan
lingkungan sebagai dampak perkembangan aplikasi sains, maka menjadi
tanggungjawab moral guru mata pelajaran IPA untuk lebih menerapkan
pendekatan yang cocok dalam pembelajaran ipa untuk melatih daya nalar peserta
didik tentang dampak-dampak tersebut. karena itu muncul istilah SETS sebagai
salah satu pendekatan yang mengangkat permasalahan dunia nyata yang ditemui
siswa di masyarakat yang berdampak pada lingkungan. Pendekatan SETS
merupakan suatu pendekatan yang menggabungkan sains, lingkungan, teknologi,
dan masyarakat. Pendekatan SETS merupakan perkembangan dari STS, tetapi
penerapan pendekatan SETS dalam proses pembelajaran sangat memperhatikan
isu – isu sosial yang ada di masyarakat yang dipengaruhi oleh perkembangan
sains dan teknologi. Sehingga guru dapat menerapkan pendekatan SETS ke dalam
pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada.10
Pendekatan SETS pada kurikulum 2006 dikenal dengan salingtemas,
pendekatan Salingtemas memadukan dua pemikiran yaitu pendekatan Sains,
Teknologi Masyarakat (STM) dan Pendidikan Lingkungan Hidup. Pendekatan
salingtemas ini merupakan cara pembelajaran bersifat terpadu yang melibatkan
unsur sains, teknologi, lingkungan, dan masyarakat. Perpaduan dengan EE
(Environment Education) memberi filosofi baru didalamnya, dengan pendekatan
ini peserta didik dikondisikan agar mau dan mampu mengetahui, memahami
prinsip sains untuk menghasilkan karya teknologi (sederhana atau yang lebih
rumit tergantung jenjang pendidikannya) disertai dengan pemikiran untuk
mengurangi atau mencegah kemungkinan dampak negatif yang mungkin timbul
dari munculnya suatu produk teknologi terhadap lingkungan dan masyarakat.11
Pembelajaran yang menggunakan visi dan pendekatan SETS memandang
kurikulum dalam konteks interdisiplin dengan perspektif personal dan sosial.
Selain itu, pembelajaran dengan visi dan pendekatan ini berupaya membangun
pengetahuan, keterampilan, dan kualitas yang efektif agar dapat bertindak secara

10
Pusat Kurikulum Balitbang Diknas, Kurikulum Visi SETS, Model Kurikulum Pendidikan yang
menerapkan Visi SETS (Jakarta : Depdiknas, 2007), onine, (Litbang.kemendikbud.go.id/model-
kurikulum-satuan-pendidikan, diakses 07 Mei 2015, 17:30) hal.2
11
Ibid., hal. 1
4

bertanggung jawab dalam mengambil keputusan atas isu-isu sains dan teknologi.
Salingtemas ini membawa pemikiran para peserta didik tentang keberadaan
keempat unsur Salingtemas (SETS) serta berbagai implikasi yang terkandung atau
tercakup di dalamnya ketika mereka “melihat” sesuatu. Dari hal itu diharapkan
peserta didik dapat menghasilkan pemikiran atau gagasan baru (inovatif) yang
dapat dihasilkan dari hasil “penglihatan” sesuai dengan kemampuan mereka di
jenjang usia atau jenjang pendidikan yang mereka lewati dengan memadukan
berbagai macam pengalaman hidup mereka.12
Perkembangan dalam dunia pembelajaran menciptakan dan meningkatkan
pendekatan yang mengikuti perkembangan IPTEK, dari kedua pendekatan yang
sudah diketahui baik SETS dan STS, sekarang muncul pendekatan STEM yang
merupakan singkatan dari science, technology, Engineering dan Mathematics.
Pendidikan STEM merupakan pengintegrasian konsep bentuk teknologi atau
kejurusam ke dalam pengajaran dan pembelajaran sains.13 Dengan pendekatan
STEM pembelajaran difokuskan pada dunia nyata, masalah otentik, siswa belajar
untuk merefleksikan pemecahan proses.14
Pengertian tentang STEM menunjukan bahwa pendekatan ini merupakan
proses pembelajaran yang baru dalam dunia pendidikan. STEM juga telah menjadi
topik utama diskusi dan perencanaan di Amerika serikat dalam beberapa tahun
terakhir, karena daya saing negara tergantung pada program pendidikan yang kuat
yang mempersiapkan para ilmuwan dan insinyur yang inovatif yang akan
memberikan inovasi penting untuk ekonomi yang berkembang di era teknologi
ini. 15
Pengertian tentang pendekatan STS, SETS, dan STEM merujuk kepada
pengertian sains yang terintegrasi dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
Adapun pendekatan STEM lebih memiliki keunggulan diantara keduanya, karena

12
Ibid, h. 2
13
Lilia halim, Mencetus semula minat terhadap sains dan matematik melalui pendidikan STEM,
materi presentasi pada kolokium pendidikan sains dan matematik, UM 12-13 September 2012.
14
Diana laboy rush, Integrated STEM Education Through Project-Based Learning, h.2, tersedia
online di learnin3.com.
15
Randy Kohler dkk, STEM Education in Southwestern Pennsylvania, Raport of a project to
identify the missing components,Washington 2008. h.2
5

Pendidikan STEM adalah sebuah pendekatan untuk pengajaran dan pembelajaran


yang mengintegrasikan konten dan keterampilan ilmu pengetahuan, teknologi,
teknik, dan matematika.16
Penelitian tentang perbedaan STS dengan pendekatan konvensional dan
masih banyak lagi penelitian yang terintegrasi oleh STS khususnya di Indonesia.
Peneltian tentang SETS juga sudah banyak, salah satunya pengaruh SETS
terhadap hasil belajar, namun untuk STEM masih relatif jarang di Indonesia
karena pendekatan STEM masih terlihat baru dan terus berkembangan,terlihat
dalam akronim STEM kontemporer yang berasal dari tahun 1990-an di National
Science Foundation (NSF) sebagai akronim untuk ilmu pengetahuan, teknologi,
teknik, dan matematika.17 Dengan perkembangannya, STEM manarik para
peneliti lain untuk mengintegrasikannya, salah satu penelitian STEM adalah
Integrasi STEM dengan Project-Based Learning dan memiliki beberapa
keunggulan dalam hasilnya.
Dari ketiga pendekatan pembelajaran diatas, penulis tertarik untuk
membandingkan terhadap hasil belajar siswa, dengan melakukan penelitian yang
berjudul “ Perbedaan Hasil Belajar Peserta Didik Menggunakan Pendekatan
STS, SETS, dan STEM pada Pembelajaran Konsep Virus”

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah – masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Pendekatan dan model pembelajaran STS dan SETS sudah banyak diterapkan
dalam kurikulum, tetapi tidak digunakan oleh guru-guru.
2. Efektifitas pendekatan STS, SETS, dan STEM pada pembelajaran belum ada
yang meneliti.
3. Kemampuan dasar guru dalam mengajar sangat minim.

16
The Maryland Board of Education, Draft April 2012 Jurnal, tersedia online
www.marylandpublicschools.org/MarylandStateSTEMStandardsofPractice_.pdf, diakses pada
14/03/2015 , 10:06 h.1
17
Rodger W. Bybee. The Case for STEM Education. NSTA press :2013, h.1
6

4. Siswa tidak dapat mengaplikasikan konsep pembelajaran.


5. Pendekatan dan model pembelajaran yang digunakan cenderung tidak
bervariasi.

C. PEMBATASAN MASALAH
Peneliti membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Petir Semester
1 Tahun Ajaran 2014/2015.
2. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah Pendekatan STS, SETS,
dan STEM.
3. Penelitian ini terbatas pada hasil belajar siswa tingkat kognitif.
4. Konsep materi yang digunakan adalah konsep virus.

D. RUMUSAN MASALAH
Permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
“Apakah terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar
menggunakan pendekatan pembelajaran SETS, STEM, dan STS dalam
pembelajaran biologi?”

E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar
peserta didik yang menggunakan pendekatan pembelajaran SETS, STEM,
dan STS dalam pembelajaran konsep virus.

F. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini, diantaranya :
1. Bagi peneliti
Memberikan informasi mengenai pengaruh pendekatan yang dapat
dijadikan rujukan untuk penelitian lebih lanjut, selain itu agar dapat
mengetahui keunggulan pendekatan STS,SETS, dan STEM, serta dapat
7

menciptakan pembelajaran aktif, dinamis, dan optimal.


2. Bagi guru :
Memberikan pendekatan pembelajaran alternatif dan dapat mengaitkan
strategi pembelajaran dalam menyampaikan materi kepada peserta didik,
sehingga meningkatkan hasil belajar yang maksimal.
3. Bagi siswa:
Memberikan pengalaman dan semangat dalam belajar, serta lebih mampu
memecahkan masalah yang muncul.
BAB II
KAJIAN TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritis

1. Pengertian, Tujuan dan Langkah Pendekatan Science Technology,


and Society (STS)

Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) yang diterjemahkan dari akronim


bahasa Inggris STS “Science-Technology-Society” adalah salah satu
pendekatan yang digunakan untuk melaksanakan pembelajaran dalam konteks
masyarakat. Pembelajaran sains teknologi society berarti menggunakan
teknologi sebagai penghubung antara sains dan masyarakat.17 Pembaharuan
ini mula-mula terjadi di Inggris dan Amerika. Kini pembaharuan pendidikan
IPA sudah merebak ke negara-negara lain. Pendekatan STM dalam
pendidikan IPA diyakini oleh pakar-pakar di Amerika sebagai pendekatan
yang tepat, sebab pendekatan ini berusaha untuk menjembatani materi di
dalam kelas dengan situasi dunia nyata di luar kelas yang menyangkut
perkembangan teknologi dan situasi sosial kemasyarakatan. Hal ini
menggambarkan bahwa pendekatan STM dijalankan untuk mempersiapkan
peserta didik dalam menghadapi masa depannya. Pendekatan ini menuntut
agar peserta didik diikutsertakan dalam penentuan tujuan, perencanaan,
pelaksanaan, cara mendapatkan informasi, dan evaluasi pembelajaran.
Sedangkan isu-isu dalam masyarakat yang ada kaitannya dengan sains dan
teknologi, digunakan sebagai penata (organizer) dalam pendekatan STM.
Science, Technology, Society (STS) bertujuan agar para peserta didik
harus mempunyai bekal pengetahuan untuk mengambil keputusan penting
tentang masalah-masalah dalam masyarakat dan mengambil tindakan dengan
keputusan yang diambilnya, selain itu peserta didik mampu menghubungkan
realitas sosial dengan topik pembelajaran di dalam kelas, mampu

17
Anna Poedjiadi, Sains Teknologi Masyarakat, (Bandung : PT Remaja Rosda karya, 2005), h. 99.
9

menggunakan berbagai jalan perspektif untuk menyikapi berbagai isu atau


situasi yang berkembang di masyarakat berdasarkan pandangan ilmiah, dan
mampu menjadikan dirinya sebagai warga masyarakat yang memiliki
tanggung jawab sosial.
Pendekatan Sains Teknologi masyarakat (STM) dilandasi oleh tiga hal
penting, yaitu18 : Adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi,
lingkungan, dan masyarakat. Proses belajar menganut pandangan
kontruktivisme, yang pada pokoknya menggambarkan bahwa siswa
membentuk atau membangun pengetahuan melalui interaksinya dengan
lingkungan. Dalam pengajarannya terkandung lima ranah, yang terdiri atas
ranah pengetahuan, ranah sikap, ranah proses sains, ranah kreatifitas, dan
ranah hubungan dan aplikasi.
Pendekatan Sains Teknologi masyarakat (STM) memiliki karakteristik
diantaranya : mengidentifikasi masalah (oleh siswa) di dalam masyarakat
yang mempunyai dampak negatif, menggunakan masalah yang ada di dalam
masyarakat yang ditemukan siswa yang ada hubungannya dengan ilmu
pengetahuan sebagai wahana untuk menyampaikan pokok bahasan,
mengikutsertakan siswa untuk mencari informasi ilmiah maupun informasi
teknologi yang dapat diterapkan dalam pemecahan masalah nyata yang
diangkat dari kehidupan sehari-hari, meningkatkan kesadaran siswa akan
dampak ilmu pengetahuan dan teknologi, memperluas wawasan siswa
mengenai ilmu pengetahuan lebih dari sesuatu yang perlu dikuasai untuk
lulus ujian atau tes semata, memperkenalkan.19
Pendidikan sains dengan menggunakan pendekatan sains teknologi
masyarakat adalah suatu bentuk pengajaran yang ridak hanya menekankan
pada penguasaan konsep-konsep sains saja tetapi juga menekankan pada
peran sains dan teknologi di dalam berbagai kehidupan masyarakat dan
menumbuhkan rasa tanggung jawab sosial terhadap dampak sains dan
teknologi yang terjadi di masyarakat. Belajar IPA melalui isu-isu sosial di
18
Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta : Lembaga
Penelitian UIN Jakarta,2009) h.126
19
Ibid h.125
10

masyarakat yang ada kaitannya dengan IPA dan teknologi dirasakan lebih
dekat dan dirasakan lebih mempunyai arti bila dibandingkan dengan konsep-
konsep dan teori IPA itu sendiri.
Tahapan yang dapat dilakukan oleh guru dengan peserta didik dalam
pembelajaran menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM),
yaitu: tahap apersepsi, tahap pembentukan konsep, tahap aplikasi konsep,
tahap pemantapan konsep, tahap evaluasi. Tahapan pendekatan STS dalam
pembelajaran secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut: 20

Pendahuluan :
Inisiasi/invitasi/persepsi/eksplorasi
terhadap siswa

Pembentukan/ Pengembangan
Konsep

Aplikasai Konsep dalam Kehidupan :


Penyelesaian Masalah atau Analisis
Isu

Pematapan Konsep

Penilaian

Gambar 2.1 Tahapan Pendekatan STS

20
Poedjiadi, op. cit , h.126.
11

1) Pendahuluan
Tahap ini membedakan STS dengan pendekatan pembelajaran yang lainnya.
Pada tahap ini dikemukakan isu atau masalah yang ada di masyarakat. Siswa
diharapkan dapat menggali masalah sendiri. Jika guru tidak mendapatkan
tanggapan dari siswa maka masalah dapat saja dikemukakan oleh guru. Guru
memfasilitasi siswa untuk lebih mendalami permasalahan. Dalam tahap ini
guru melakukan apersepsi berdasarkan kenyataan yang dialami siswa dalam
kehidupan sehari-hari. Guru dapat juga melakukan eksplorasi melalui
pemberian tugas untuk melakukan kegiatan di luar kelas secara berkelompok.
Pengungkapan masalah pada awal pembelajaran memungkinkan siswa
mengkonstruksi pengetahuannya sejak awal. Selanjutnya konstruksi
pengetahuan ini akan terus dibangun dan dikokohkan pada tahap
pembentukan dan pemantapan konsep.
2) Pembentukan konsep
Guru dapat melakukan berbagai metode pembelajaran misalnya demonstrasi,
diskusi, bermain peran, dan sebagainya pada tahap pembentukan konsep.
Pendekatan STS juga memungkinkan diterapkannya berbagai pendekatan
seperti pendekatan keterampilan proses, pendekatan sejarah, pendekatan
kecakapan hidup, dan pendekatan lainnya. Selama melakukan berbagai
aktivitas pada tahap pembentukan konsep, siswa diharapkan mengalami
perubahan konsep menuju arah yang benar sampai pada akhirnya konsep
yang dimiliki sesuai dengan konsep para ilmuwan. Pada akhir tahap
pembentukan konsep, siswa telah dapat memahami apakah analisis terhadap
masalah yang disampaikan di awal pembelajaran telah sesuai dengan konsep
para ilmuwan.
3) Aplikasi Konsep
Berbekal pemahaman konsep yang benar siswa diharapkan dapat menganalis
konsep dan menemukan penyelesaian masalah yang benar. Konsep-konsep
yang telah dipahami siswa dapat menggunakan produk teknologi listrik
dengan benar karena menyadari bahwa produk-produk listrik tersebut
berpotensi menimbulkan kebakaran atau bahaya yang lain, misalnya bahaya
12

akibat terjadinya hubungan arus pendek. Contoh yang lain, siswa menjadi
hemat dalam menggunakan berbagai sumber energi di kehidupan sehari-hari
setelah mengetahui terbatasnya energi saat ini.
4) Pemantapan konsep
Guru melakukan pelurusan terhadap konsepsi siswa yang keliru pada tahap
pemantapan konsep. Pemantapan konsep ini penting untuk dilakukan
mengingat sangat besar kemungkinan guru tidak menyadari adanya kesalahan
konsepsi pada tahap pembelajran sebelumnya. Pemantapan konsep penting
sebab mempengaruhi retensi materi siswa.
5) Penilaian
Kegiatan penilaian dilakukan untuk mengetahui ketercapaian tujuan belajar
dan hasil belajar yang telah diperoleh siswa. Berbagai kegiatan penilaian
dapat dilakukan mengingat beragamnya hasil belajar yang diperoleh siswa
melalui pembelajaran dengan pendekatan STS.
Tahapan pendekatan STS dapat dilihat pada Tabel 2.121

Tabel 2.1 Tahapan Pendekatan STS

Tahap Keterangan
Invitasi - Guru mengajak siswa untuk
mengungkapkan hal yang ingin diketahui
dari fenomena alam yang terkait dengan
isu sosial.
- Siswa dibangkitkan untuk mengajukan
pertanyaan.
- Guru memformulasikan persepsi siswa
dengan tujuan pembelajaran
Eksplorasi dan - Guru memfasilitasi siswa untuk
Pembentukan Konsep melakukan aktivitas dalam memecahkan
Awal masalah.

21
Zulfiani, op.cit., h.129.
13

- Siswa diajak berpendapat, mencari


informasi, bereksperimen, mengobservasi,
mengumpulkan dan menganalisis data,
hingga merumuskan kesimpulan.
Pemantapan Konsep - Peran guru dominan, guru mengelaborasi
dan Aplikasi hasil kegiatan siswa.
- Mengkomunikasikan informasi, ide,
konsep, dan penjelasan baru,

2. Pendekatan Science, Environment, Technology, and Society (SETS)


a. Konsep Pendekatan SETS
Para pendidik atau praktisi pendidik mengemukakan, yakni Science,
Technology, Society (STS) yang diterjemahkan Sains Teknologi Masyarakat,
Scienc, Environment, Technology (SET) dan Science, Environment, Technology,
and Society (SETS) yang disingkat dengan Salingtemas yang pada intinya
sebenarnya sama saja, karena istilah sains, teknologi, masyarakat (STM) yang
dipentingkan adalah kaitan antara sains dan teknologi serta manfaatnya bagi
masyarakat. Sedangkan istilah lingkungan pasti terkait dalam istilah tersebut,
tetapi yang merasakan dampak teknologi terhadap lingkungan adalah manusia
atau masyarakat.22
Istilah Sains Teknologi Masyarakat diterjemahkan dari bahasa inggris
“Science, Technology, Society (STS)”, yaitu pada awalnya dikemukakan oleh
John Ziman dalam bukunya Teaching and Learning about Science and Society.
Pembelajaran Science Technology Society berarti menggunkan teknologi sebagai
penghubung antara sains dan masyarakat.23
Pendekatan SETS adalah pendekatan pembelajaran yang menerapkan konsep
belajar yang mengaitkan materi yang diajarkan oleh guru dengan situasi dunia

22
Poedjiadi. op. cit. h.115
23
Ibid., h. 99.
14

nyata siswa yang mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. 24
Keterkaitan antar unsur SETS dan STS itu menandai bahwa masing-masing
unsur itu saling mempengaruhi dalam proses perkembangannya masing-masing.
Kesalingketerkaitan antar unsur SETS dapat dijelaskan pada perkembangan
teknologi dan perkembangan sains sejak abad ke – 17 hingga sekarang
menunjukan bahwa teknologi merupakan pemicu perembangan sains, dan begitu
pula perkembangan sains berdampak terciptanya kemajuan teknologi. Kaitan
antara teknologi dengan masyarakat yakni teknologi lahir oleh adanya kebutuhan
masyarakat. Sedangkan kaitan antara sains dengan masyarakat merupakan
komponen yang dapat membantu meningkatkan kesiapan pengetahuan masyarakat
tentang produk teknologi. Dapat disimpulkan bahwa sains yang telah dipahami
peranannya dalam kehidupan masyarakat mampu meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap lingkungannya.25
Beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat dikatakan bahwa
pendekatan SETS merupakan suatu pembelajaran yang mengangkat permasalahan
dunia nyata yang ditemui siswa di masyarakat yang berdampak pada lingkungan
ke dalam pembelajaran dan mengaitkannya dengan konsep-konsep sains yang ada.

b. Tujuan dan Karakteristik Pendekatan SETS


Tujuan utama pendidikan dengan pendekatan dengan pendekatan SETS adalah
mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara dan warga masyarakat yang
memiliki suatu kemampuan dan kesadaran untuk menyelidiki, menganalisis,
memahami dan menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip serta proses sains
dan teknologi pada situasi nyata, melakukan perubahan, bertanggung jawab
terhadap pengambilan keputusan dan tindakannya, mempersiapkan peserta didik
untuk menggunakan sains bagi pengembangan hidup, mengikuti perkembangan
dunia teknologi.
Pembelajaran bervisi dan berpendekatan SETS memiliki sejumlah ciri atau
karakteristik yang perlu dipahami di dalam penerapan pembelajaran, sesuai
24
Zulfiani, op.cit, h.125
25
Poedjiadi. op. cit. h.63-65
15

dengan fokus pembelajarannya pada saat itu diantaranya : tetap memberi


pengajaran dan pembelajaran sains, peserta didik dibawa ke situasi untuk
memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi, peserta didik dibawa ke situasi
untuk memanfaatkan konsep sains ke bentuk teknologi untuk kepentingan
masyarakat.

c. Penerapan Pendekatan SETS


Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan pembelajaran
dengan menerapkan visi SETS menjanjikan kualitas pembelajaran yang lebih
baik, tetapi pembelajaran bervisi SETS juga mengandung beberapa resiko.
Model ini disusun untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran bervisi SETS dan
meminimalkan resiko yang mungkin terjadi.
Salah satu alternatif pembelajaran bervisi SETS secara garis besar
mengikuti tahap-tahap pelaksanaan sebagai berikut :26
1. Inisiasi : pendahuluan pembelajaran SETS dengan mengangkat dan
mendiskusikan isu atau masalah. Pada tahap ini, guru mengangkat isu atau
masalah yang ada dalam kehidupan peserta didik sehari-hari, atau yang
hangat di media (koran, TV, dan lain-lain). Isu atau masalah yang diangkat
dapat berasal dari peserta didik. Setelah pemilihan isu, dilakukan
penggalian cara pandang dan pemahaman peserta didik terhadap isu atau
masalah tersebut. Untuk melangkah ke tahap berikut, guru bersama-sama
peserta didik merumuskan masalah, atau menegaskan batas-batas tpik isu
tersebut untuk mengarahkan perhatian yang memusat pada isu yang jelas .
pembatasan ini akan memperjelas kompetisi sains apa yang diperlukan
untuk memahami atau memecahkan masalah.
2. Penetapan Kompetensi Sains : mengumpulkan kompetensi sains yang
diperlukan untuk lebih memahami dan memecahkan masalag yang
dihadapi. Guru mengkaji standar kompetensi dan kompetensi yang terkait
dengan isu yang diangkat. Seperti dijelaskan pada ragam pendekatan SETS,
26
Pusat Kurikulum Balitbang Diknas, Kurikulum Visi SETS, Model Kurikulum Pendidikan yang
menerapkan Visi SETS (Jakarta : Depdiknas, 2007), onine, (Litbang.kemendikbud.go.id/model-
kurikulum-satuan-pendidikan, diakses 07 Mei 2015, 17:30), h.20.
16

kompetensi dasar yang relevan dapat berasal dari satu bab, atau lintas bab,
atau bahkan lintas mata pelajaran. Dari kajian ini, dikumpulkan kompetensi
dasar (sains dan non-sains) yang diperlukan untuk lebih memahami dan
memecahkan masalah yang dihadapi. Jika guru sebenarnya telah
mempersiapkan topik yang akan diangkat sebelum tahap inisiasi, maka
guru dapat mengetahui target kompetensi sains sebelum pertemuan inisiasi
di atas.
3. Dekontekstualisasi : pemisahan konsep dan prinsip sains (yang perlu
dicapai kompetensinya) dari konteks isu atau masalah yang diangkat. Pada
tahap ini, peserta didik perlu dipersiapkan untuk menghadapi tahap
sesudahnya yaitu pembelajaran konsep dan prinsip sains, yang dalam
kasus-kasus tertentu akan merupakan tahap yang memiliki learning curve
yang tajam. Tahap penyiapan peserta didik ini disebut dekontekstualisasi,
karena peserta didik perlu dipersiapkan agar fokus pada pembelajaran
konsep dan prinsip-prinsip yang perlu dikuasai, tanpa terganggu oleh
konteks, isu, atau masalah yang diangkat.
4. Pembelajaran konsep dan prinsip sains : pemantapan penguasaan konsep
dan prinsip sains, melalui metode pembelajaran yang sesuai. Pada tahap ini
terjadi pembeajaran konsep dan prinsip sains (pembelajaran bidang-bidang
lain yang relevan, jika pembelajaran bervisi SETS digunakan untuk lintas
mata pelajaran). Pada tahap ini, diperlukan sarana untuk memastikan
bahwa peserta didik memahami dan diharapkan mampu menerapkan
konsep dan prinsip yang mewakili kompetensi dasar dalam standar isi.
Pengujian penguasaan peserta didik dapat pula dilakukan lewat pengamatan
guru terhadap tahap sesudah ini (tahap menerapkan prinsip dan konsep
untuk memecahkan atau memahami masalah, dengan landasan keilmuan
yang lebih kuat).
5. Penerapan : menerapkan konsep dan prinsip sains pada isu atau masalah :
pada tahap ini, guru dan peserta didik secara bersama menerapkan konsep
dan prinsip sains pada isu atau masalah yang diangkat. Guru perlu menahan
diri untuk tidak terlalu cepat membantu peserta didik menerapkan apa yang
17

baru dipelajarinya pada isu tersebut. Guru sejauh mungkin hanya


memfasilitasi usaha peserta didik untuk memahami atau memecahkan
masalah yang dihadapi bersama.
6. Integrasi : membangun keterkaitan antar konsep dan prinsip sains, serta
antar konsep/prinsip tersebut dengan spektrum terapannya dalam
kehidupan. Tahap penerapan dilanjutkan dengan usaha membangun
keterkaitan antar konsep dan prinsip sains yang diajarkan. Wawasan
terapan yang diperoleh pada tahap sebelumnya akan memperkaya cara
pandang terhadap keterkaitan antar konsep dan prinsip tersebut. Wawasan
tersebut juga akan memberi gambaran keterkitan yang jelas antara konsep
atau prinsip sains dengan spektrum terapannya dalam kehidupan.
7. Perangkuman : merangkum kompetensi yang seharusnya telah dimiliki
peserta didik, termasuk kemampuan menerapkannya pada kasus tertentu.
Akhirnya, guru atau peserta didik dapat merangkum hasil pembelajaran
bervisi SETS yang telah dilakukan. Lewat tahap perangkuman ini,
ditegaskan berbagai kompetensi dasar yang telah dimiliki peserta didik, dan
wawasan terapan yang telah dimiliki. Tahap ini harus dilaksanakan dengan
tujuan meningkatkan kepercayaan diri peserta didik dalam mempelajari
sesuatu yang baru, dan dalam memecahkan atau memahami masalah yang
relevan dengan kehidupannya.

Alternatif lainnya dalam pelaksanaan pembelajaran SETS adalah dengan


menggunakan metode siklus. Siklus pembelajaran bervisi SETS dapat dilakuakan
kegiatan yang terdiri atas lima tahap kegiatan untuk setiap pokok bahasan atau
kompetensi dasar, siklus pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 2.2 :27

27
Ibid h.23.
18

Tantangan

Kerja Jawaban
kelompok awal

Revisi Sumber
jawaban informasi

Gambar 2.2 Metode Siklus SETS

1. Tantangan (Challenge)
Tahapan tantangan merupakan proses untuk melihat permasalahan lingkungan
yang terkait dengan materi yang dibahas dan tujua pencapaian kompetensi
dasar sesuai dengan indikator yang ditetapkan. Pada bagian ini peserta didik
diminta untuk membaca sinopsis yang membawa mereka pada tujuan dari
siklus kegiatan tersebut. Diakhir sinopsis ini ada beberapa pertanyaan yang
harus dijawab peserta pada lembar kegiatan pemikiran awal (initial Thoughts).
2. Jawaban awal (Initial Thoughts)
Tahap ini merupakan jawaban atas permasalahan yang diberikan dalam tahap
tantangan (Challenge). Jawaban merupakan hasil pemikiran individual peserta
didik dari pengetahuannya sendiri, yang tergantung pada keluasan dan
kedalaman pengetahuan dan pengalaman peserta dalam kegiatannya sehari-hari
dan pandangan peserta didik ke depan.
3. Sumber (Resources)
Tahap ini peserta didik diuji berpikir kritisnya dan ketrampilan membacanya,
dengan membaca sumber-sumber yang diberikan yang terkait langsung dengan
masalah yang diberikan pada tahap tantangan (Challenge) atau hanya sebagai
pendukung yang dapat membawa peserta didik pada pemikiran-pemikiran baru
untuk menjawab masalah-masalah pada tahap pertama. Pada kegiatan ini
peserta diberikan dua macam sumber. Pertama berupa bahan bacaan yang
19

diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui CD SPM, maupun dari internet.
Kedua berupa dialog langsung dengan guru fasilitator.
4. Revisi jawaban (Revisised thinking)
Tahap ini masih merupakan kerja individual peserta didik yang merupakan
respon atas sumber-sumber yang diperoleh dari tahap ketiga, baik dari sumber
tertulis maupun dialog interaktif dengan guru atau fasilitator. Pada tahap ini
peserta didik diberi kesempatan untuk memperbaiki hasil pemikiran awalnya
pada tahap kedua. Pada tahap ini peserta didik diuji tingkat keterbukaan
berpikirnya dengan mempertimbangkan masukan informasi tertulis, guru atau
fasilitator.
5. Kerja kelompok (Group work)
Peserta didik diminta dalam kelompoknya untuk membandingkan hasil-hasil
pemikirannya, dengan pemikiran kelompok. Dan diharapkan terdapat
kesepakatan yang diwujudkan dalam hasil pemikiran kelompok untuk
menjawab permasalahan dalam tahap tantangan (Challenge). Hasil pemikiran
kelompok ini selain dituliskan pada lembar kegiatan sendiri, juga diminta
untuk dituliskan dalam kertas post it untuk ditempel pada bidang tempel yang
telah disediakan. Kemudian setiap kelompok melakukan perbandingan antar
pemikiran kelompok (Gallery Walk) dengan membaca hasil pemikiran
kelompok lain. Fasilitator akan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
menuliskan dan menyampaikan hasil pemikiran seluruh kelompok jika dapat
dilakukan, atau membuat daftar keragaman berpikir kelompok sebagai hasil
dari siklus kegiatan hari itu.

3. Pengertian Science Technologi Engineering and Mathematics (STEM)

STEM kontemporer berasal dari tahun 1990-an di National Science


Foundation (NSF) sebagai akronim untuk ilmu pengetahuan, teknologi, teknik,
dan matematika.28 Istilah STEM awal sekali bermula pada tahun ini. Pada waktu
itu, kantor NSF (National Science Foundation) Amerika Serikat, menggunakan
istilah “SMET” sebagai singkatan untuk “Science, Mathematics, Engineering,
28
Rodger W. Bybee. The Case for STEM Education. ( NSTA press : 2013 ), h.1.
20

dan Technology”. Namun seorang pegawai NSF tersebut melaporkan bahwa


“SMET” hampir berbunyi seperti “smut” dalam pengucapannya, sehingga diganti
dengan Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM). Jadi dalam
konteks Indonesia, STEM merujuk kepada empat bidang ilmu pengetahuan, yaitu
sains, teknologi, teknik, dan matematika.29
Pendidikan STEM adalah sebuah pendekatan untuk mengajar dan belajar
yang mengintegrasikan konten dan keterampilan ilmu pengetahuan, teknologi,
30
teknik, dan matematika. Pendidikan STEM juga dapat didefinisikan sebagai
suatu pendekatan pengajaran dan pembelajaran antara dua atau lebih dalam
komponen STEM atau antara satu komponen STEM dengan disiplin ilmu lain.31
Pengajaran dan pembelajaran STEM pelajar bekerja secara kolaboratif,
terlibat dalam penyelesaian masalah, mendesign penyelidikan dan menilainya,
serta membuat aktivitas inkuiri dan refleksi.32

a. Tujuan STEM
Tujuan pendekatan STEM dalam pembelajaran, diantaranya : 33
1. Mengidentifikasi, menganalisis, dan mensintesis ilmu yang tepat,
teknologi, teknik, dan Informasi matematika (teks, visual, audio, dll).
2. Merapkan sesuai domain-spesifik kosakata ketika berkomunikasi ilmu
pengetahuan, teknologi, teknik, dan konten matematika.
3. Terlibat dalam membaca kritis dan menulis informasi teknis.
4. Evaluasi dan mengintegrasikan berbagai sumber informasi (misalnya:
kuantitatif data, video dan multimedia) disajikan dalam format yang
beragam.
5. Mengembangkan pendapat berbasis bukti atau argumen.
6. Berkomunikasi secara efektif dan tepat dengan orang lain.

29
Muhammad Syukri,Silia halim, Subahan. Pendidikan STEM dalam Entrepreneurial Science
thinking “EscIT”, Aceh Development International Conference 2013, 26-28 maret 2013. h. 105..
30
The Maryland Board of Education, Draft April 2012 Jurnal, tersedia online
www.marylandpublicschools.org/MarylandStateSTEMStandardsofPractice_.pdf, diakses pada
14/03/2015 , 10:06 h.1.
31
Muhammad Syukri, op.cit., h. 106.
32
Lilia halim, Mencetus semula minat terhadap sains dan matematik melalui pendidikan STEM,
materi presentasi pada kolokium pendidikan sains dan matematik, UM 12-13 September 2012. h.6.
33
Maryland state board of education, op.cit., h. 3.
21

b. Langkah –langkah STEM34


1. Langkah Pengamatan (Observe)
Langkah pengamatan ini, pelajar diminta untuk melakukan pengamatan
terhadap berbagai fenomena yang terdapat dalam lingkungan kehidupan sehari-
hari yang mempunyai kaitan dengan konsep sains yang sedang diajarkan.
Sebagai contoh, misalkan guru ingin mengajarkan topik energi, maka pelajar
diminta untuk mencari informasi sebanyak mungkin mengenai energi. Mulai
dari apa itu energi, alat-alat kehidupan yang menggunakan sumber energi dan
lain sebagainya.

2. Langkah Ide baru (New idea)


Pelajar mengamati dan memperoleh informasi mengenai berbagai fenomena
atau produk yang berhubungan dengan topik sains yang dibahas, seterusnya
pelajar melaksanakan langkah ide baru. Pelajar mencari informasi dan produk
yang berhubungan dengan energi, selanjutnya dari ide atau produk yang sudah
ada pelajar diminta mencari dan memikirkan satu ide baru yang berbeda. Baik
itu dari aspek fungsinya, teknologi, maupun cara kerjanya. Untuk dapat
menemukan suatu ide yang baru, pelajar pada langkah ini memerlukan
kemahiran dalam menganalisis dan berfikir keras.

3. Langkah Inovasi (Innovation)


Langkah inovasi ini, pelajar diminta untuk menguraikan hal-hal apa saja
yang harus dilakukan agar ide yang telah dihasilkan pada langkah ide baru
sebelumnya dapat diaplikasikan.

4. Langkah Kreasi (Creativity)


Langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran dan pandangan hasil
diskusi mengenai ide sesuatu produk baru yang ingin diaplikasikan.

34
Muhammad syukri, op.cit.., h. 107.
22

5. Langkah Nilai (Society)


Langkah terakhir yang harus dijalankan oleh pelajar dan yang dimaksud di
sini adalah nilai yang dimiliki oleh ide produk yang dihasilkan pelajar bagi
kehidupan sosial sebenarnya ( Society )

4. Perbandingan STS, SETS, dan STM


Perbedaan tahapan dari tiga pendekatan tersebut dapat dilihat di tabel 2.2 :
Tabel 2.2 Perbedaan Tahapan STS, SETS, dan STEM
STS SETS STEM

Tahap apersepsi Langkah Pengamatan


Inisiasi
(Observe)
Tahap Pembentukan Penetapan Kompetensi Langkah ide baru
konsep Sains (new idea)
Tahap aplikasi konsep
atau menyelesaikan Langkah Inovasi
Dekontekstualisasi
(Innovation)
masalah
Tahap pemantapan Pembelajaran Konsep Langkah Kreasi
konsep dan Prinsip Sains (Creativity)
Penerapan
Langkah Nilai
Tahap evaluasi Integrasi
(Society)
Perangkuman

Tahapan SETS terdapat tahapan integrasi dalam tahap ini guru mengajak
peserta didik untuk berdiskusi tentang kemungkinan penerapan konsep atau
prinsip baru yang dipelajari pada konteks selain isu atau masalah yang diangkat
pada pembelajaran berbasis SETS ini. pengayaan ini akan memberi kemampuan
kepada peserta didik untuk menerapkan suatu prinsip pada situasi yang berbeda.
Tahapan integrasi ini mempunyai kesamaan pada pendekatan STS dan STEM.
Tahapan integrasi pada pendekatan STS terjadi pada tahapan pemantapan konsep,
tahapan pemantapan konsep pada pendekatan STS ini menunjukan penyelesaian
masalah dan analisis isu, guru meluruskan jika ada miskonsepsi selama kegiatan
berlangsung.
23

Tahap integrasi sendiri pada pendekatan STEM disebut dengan langkah nilai
atau kreativitas, langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran dan pandangan
hasil diskusi mengenai ide sesuatu produk baru yang ingin di aplikasikan.
Pengaplikasian oleh pelajar ini tidak dalam bentuk produk sebenarnya, melainkan
dalam bentuk sketsa dan gambar. Salah seorang dari anggota kelompok yang
pandai dalam menggambar dipilih untuk menterjemahkan semua ide-ide yang
bernilai inovasi yang telah didiskusikan sebelumnya menjadi sebuah gambar
produk sains. Pelajar dapat mengaplikasikanya dalam bentuk miniatur atau sketsa
dan gambar. Kreasi gambar atau sketsa yang dihasilkan sebaiknya digambarkan
secara keseluruhan dari berbagai posisi, terutama yang terdapat ide inovasinya, baik
itu tampak depan, samping, maupun atas.
Perbedaan yang signifikan terlihat pada pendekatan SETS, dimana mempunyai
tujuh tahapan. Diantaranya pada ahap penerapan konsep dijelaskan, pada tahap ini
seharusnya terjadi pemantapan konsep dan prinsip pada diri peserta didik. Proses
menerapkan pengetahuan, konsep, dan prinsip pada hal yang nyata akan memberi
makna lebih terhadap pengetahuan tersebut. Pada bentuknya yang paling sederhana,
tahap ini tidak menuntuk terjadinya proses pemecahan masalah, melainkan hanya
peningkatan pemahaman peserta didik pada isu yang diangkat. Guru dapat
mengajukan permintaan sederhana kepada peserta didik untuk mencoba
menjelaskan isu tersebut berdasarkan pengetahuan baru yang telah diperoleh pada
pembelajaran yang dilakukan.

5. Pengertian Evaluasi Belajar

Evaluasi atau biasa dikenal dengan istilah penilaian, merupakan salah satu
faktor penting dalam pembelajaran, posisinya dapat disetarakan dengan penetapan
tujuan dalam proses pembelajaran. Sebab, pencapaian kompetensi dan efektivitas
proses belajar hanya dapat diketahui jika dilakukan penilaian yang komprehensif
dan akurat. Dalam melakukan penilaian lazimnya didahului oleh kegiatan
pengukuran. Karena itu, untuk memperoleh hasil penilaian yang benar, maka
24

kegiatan pengukuran harus dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sahih
atau akurat dan stabil (valid) atau terpercaya (reliable).35

Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana


pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan.
Pengajar harus mengetahui sejauh mana peserta didik (learner) telah mengerti
bahan yang telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan
atau kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat
pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang
telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai.

Penilaian memiliki tujuan untuk mengetahui apakah siswa telah atau belum
menguasai suatu kompetensi dasar tertentu. Diantaranya tujuan penilaian adalah
mengetahui tingkat pencapaian kompetensi siswa, mengukur pertumbuhan dan
perkembangan siswa, mendiagnosis kesulitan belajar siswa, untuk memperoleh
masukan atau umpan balik bagi guru dan siswa dalam rangka perbaikan.36

Penilaian memiliki fungsi antara lain untuk seleksi, penempatan, dan


diagnostik, guna mengetahui keberhasilan suatu proses dan hasil pembelajaran.37
Fungsi seleksi berfungsi atau dilaksanakan untuk keperluan seleksi, fungsi
penempatan berfungsi untuk keperluan penempatan agar setiap orang mengikuti
pendidikan pada jenis atau jenjang pendidikan yang sesuai dengan bakat dan
kemampuan masing-masing. Fungsi diagnostik berfungsi untuk mengidentifikasi
kesulitan belajar yang dialami peserta didik, menentukan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya kesulitan belajar, dan menetapkan cara mengatasi
kesulitan belajar tersebut.

Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan


lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah
35
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanuddin Milama. Evaluasi Hasil Belajar IPA Berbasis
Kompetensi. (Jakarta : UIN Jakarta Press,2006) Cet 1, h. 1.
36
Ibid. h, 4.
37
Ibid, h, 5.
25

aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan – perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena
kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil
pengalaman.38
Belajar adalah suatu kegiatan seseorang yang dapat dilakukan secara sengaja
atau secara acak. Belajar dapat melibatkan pemerolehan informasi atau
keterampilan, sikap baru, pengertian, atau nilai. Belajar biasanya disertai
perubahan tingkah laku dan berlangsung sepanjang hayat.39
Belajar adalah proses perubahan, perubahan itu tidak hanya perpubahan lahir
tetapi juga perubahan batin, tidak hanya perubahan tingkah lakunya yang nampak,
tetapi dapat juga perubahan-perubahan yang tidak dapat diamati. Perubahan itu
bukan perubahan yang negatif, tetapi perubahan yang positif, yaitu perubahan
yang menuju ke arah kemajuan atau ke arah perbaikan.40
Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan – perubahan tersebut akan nyata
dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai
berikut :
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi.41 Dan belajar juga dapat diartikan proses
perubahan tingkah laku individu sebagai hasil dari pengalamannya dalam
berinteraksi dengan lingkungan.42
Pengertian belajar menurut beberapa ahli di atas meskipun dari redaksi yang
berbeda menunjukan adanya kesamaan secara garis besar yaitu belajar merupakan
perubahan dan peningkatan kualitas serta kuantitas tingkah laku seseorang pada

38
Purwanto, Evauasi Hasil Belajar (Yogyakarta : Pustaka Pelajar,2013 ) cet 5 , hal 39
39
Anisah basleman, Terori Belajar Orang Dewasa (Bandung : remaja rosdakarya 2011), h. 15
40
Mustaqim Abdul Wahid, Psikologi Pendidikan ( Jakarta : Melton Putora,2003), h. 62
41
Slameto, Belajar & faktor – faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 2
42
Rusman, Model-Model Pembelajaran, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 2011), h. 134
26

berbagai bidang yang terjadi akibat adanya suatu interaksi yang berlangsung
secara terus menerus dengan lingkungannya. Dimana perubahan yang terjadi
menuju arah positif, kemajuan atau perbaikan. Jika dalam proses belajar tidak
mendapatkan peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka dapat
dikatakan bahwa orang tersebut mengalami kegagalan dalam proses belajar.
Ruang lingkup penilaian secara umum meliputi tiga komponen berikut ini :
evaluasi program pembelajaran, evaluasi proses pembelajaran dan evaluasi hasil
belajar. Evaluasi terhadap program pembelajaran dapat dirinci menjadi tiga hal,
yakni: evaluasi terhadap tujuan, evaluasi terhadap isi program, dan evaluasi
terhadap strategi pembelajaran.
Evaluasi proses pembelajaran meliputi berbagai kegiatan yang sangat
beragam, antara lain: kesesuaian antara kegiatan belajar dengan kompetensi dasar,
hasil belajar, dan materi pokok yang telah ditentukan, kesiapan guru dalam
mengajar, kesiapan siswa dalam belajar, minat atau perhatian dan motivasi siswa
selama belajar, aktivitas dan interaksi siswa dalam belajar dan pemilihan metode
serta sumber belajar yang mendukung keberhasilan pembelajaran. Evaluasi hasil
belajar meliputi evaluasi mengenai tingkat penguasaan, pencapaian tujuan
pembelajaran khusus (indikator) dan tujuan pembelajaran umum (standar
kompetensi atau kompetensi dasar) serta evaluasi terhadap pencapaian kompetensi
hasil belajar siswa dikelas. 43

6. Cara Evaluasi Proses Belajar


Proses penentuan informasi yang diperlukan, pengumpulan serta penggunaan
informasi untuk melakukan pertimbangan sebelum keputusan dinamakan
penilaian atau evaluasi. Penilaian atau evaluasi adalah langkah-langkah yang
diperlukan untuk membuat keputusan. Tepat tidaknya suatu keputusan tergantung
pada kualitas proses penilaian yang dilakukan. Dari definisi penilaian tersebut,
ada tiga pengertian pokok yang perlu dipahami kaitannya satu sama lain, yakni
keputusan, pertimbangan, dan informasi. Keputusan adalah tujuan akhir dari
penilaian. Penilaian proses pembelajaran dapat digambarkan pada gambar 2.2.
43
Ahmad Sofyan, Tonih Feronika, Burhanuddin Milama. Op,Cit. h, 5.
27

Pemberian
Perumusan pengalaman Psumatif (Hasil)
TPK/ indikator belajar

Gambar 2.2. Penilaian Proses Pembelajaran

Tahap pertama ialah perumusan tujuan-tujuan pembelajaran atau indikator,


yakni merumuskan kemampusn atau kompetensi (pengetahuan, keterampilan,
sikap) yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar
berakhir. Tahap perumusan tujuan ini sangat berguna dalam merencanakan dan
melaksanakan kegiatan belajar siswa, serta penyusunan alat ukur dalam penilaian.
Pada dasarnya penilaian merupakan penelaahan sejauh mana tujuan pembelajaran
khusus yang telah ditetapkan dapat tercapai.
Tahap berikutnya adalah penilaian awal (PA), yaitu penilaian kesiapan belajar
siswa, artinya penilaian sejauh mana siswa telah memiliki kemampuan-
kemampuan atau keterampilan yang diperlukan untuk mempelajari suatu bahan
pelajaran. Informasi tentang kesiapan belajar ini sangat berguna untuk menata
kegiatan belajar agar sesuai dengan kesiapan siswa.
Tahap selanjutnya adalah penyediaan pengalamana belajar. Pada tahap ini
bahan pelajaran dan metode mengajar dipadukan dan dirancang untuk membantu
siswa mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pada tahap ini
penilaian merupakan usaha memonitor kemajuan belajar siswa, sekaligus
mendiagnonis kesulitan-kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Hasil penilaian
menjadi umpan balik yang berguna untuk perbaikan pada prosedur pengajaran.
Penilaian yang dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan proses belajar
mengajar disebut penilaian formatif.
28

Tahap berikutnya adalah penilaian sumatif (penilaian akhir), yang tujuannya


melihat sejauh mana prestasi siswa dalam suatu program, misalnya program
semester. Penilaian untuk tujuan melihat prestasi siswa dalam mengikuti suatu
program pengajaran pada akhir semester atau akhir tahun. Prestasi siswa yang
diukur dalam penilaian sumatif biasanya menjadi bahan laporan kepada orang tua
siswa tentang kemajuan belajar anaknya.44
Evaluasi merupakan suatu proses terus menerus sehingga di dalam proses
kegiatannya dimungkinkan untuk merevisi apabila dirasakan adanya suatu
kesalahan. Evaluasi dalam pembelajaran dilakukan untuk kepentingan
pengambilan keputusan, misalnya tentang akan digunakan atau tidaknya suatu
pendekatan, metode, atau teknik. Tujuan utama yang dilakukan dalam evaluasi
proses pembelajaran adalah sebagai berikut :
a. Menyiapkan informasi untuk keperluan pengambilan keputusan dalam
proses pembelajaran.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang belum dapat terlaksana sesuai
dengan tujuan.
c. Mencari alternatif tindak lanjut : diteruskan, diubah atau dihentikan.

Penilaian sangat penting karena telah memberikan informasi mengenai


keterlaksanaan proses belajar mengajar, sehingga dapat berfungsi sebagai
pembantu atau pengontrol pelaksana proses belajar. Di samping itu, fungsi
evaluasi proses adalah memberikan informasi tentang hasil yang dicapai, maupun
kelemahan – kelemahan dan kebutuhan terhadap perbaikan program lebih lanjut
yang selanjutnya informasi ini sebagai umpan balik bagi guru dalam mengarahkan
kembali penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan rencana dari rencana
semula menuju tujuan yang akan tercapai.

44
Ibid. h, 31.
29

7. Pengertian Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar sebagai hasil
interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya.45 Hasil belajar seseorang
tergantung kepada apa yang telah diketahi pembelajar, yaitu konsep – konsep,
tujuan, dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang
dipelajari.46
Hasil belajar seringkali digunakan sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa
jauh seseorang menguasai bahan yang sudah diajarkan. Untuk mengaktualisasikan
hasil belajar tersebut diperlukan serangkaian pengukuran menggunakan alat
evaluasi yang baik dan memenuhi syarat. Pengukuran demikian dimungkinkan
karena pengukuran merupakan kegiatan ilmiah yang dapat diterapkan pada
berbagai bidang termasuk pendidikan.
Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu hasil dan belajar. Pengertian hasil (product) menunjuk pada
suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang
mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Hasil produksi adalah
perolehan yang didapatkan karena adanya kegiatan mengubah bahan (raw
materials) menjadi barang jadi (finished goods). Hal yang sama berlaku untuk
memberikan batasan bagi istilah hasil panen, hasil penjualan, hasil pembangunan,
termasuk hasil belajar. Dalam siklus input-proses-hasil, hasil dapat dengan jelas
dibedakan dengan input akibat perubahan oleh proses. Begitu pula dalam kegiatan
belajar mengajar, setelah mengalami belajar siswa berubah perilakunya dibanding
sebelumnya.47
Banyak orang mendeskripsikan pengertian antara evaluasi, pengukuran
(measurement), tes, dan penilaian (assessment), padahal keempatnya memiliki
pengertian yang berbeda.

45
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, ( Jakarta : Rineka Cipta 2010), h. 3.
46
Suyono, Belajar Dan Pembelajaran, ( Bandung : Rosdakarya Offset 2011), h. 127.
47
Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta : Pustaska Belajar, 2013), cet 5, h. 44
30

1. Evaluasi adalah kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program


yang telah direncanakan telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, dan
dapat pula untuk melihat tingkat efisiensi pelaksanaannya.
2. Pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau usaha
memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan seorang peserta didik
telah mencapai karakteristik tertentu.
3. Penilaian (assessment) adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan
beragam alat penilaian untuk memperoleh informasi tentang sejauh mana
hasil belajar peserta didik atau ketercapaian kompetensi (rangkaian
kemampuan) peserta didik.
4. Tes adalah cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada peserta
didik pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi
syarat-syarat tertentu yang jelas.

Indikator hasil belajar merupakan target pencapaian kompetensi secara


operasional dari kompetensi dasar dan standar kompetensi. Ada tiga aspek
kompetensi yang harus dinilai untuk mengetahui seberapa besar pencapaian
kompetensi tersebut, yakni penilaian terhadap : (1) penguasaan materi akademik
(kognitif), (2) hasil belajar yang bersifat proses normatif (afektif), dan (3) aplikatif
produktif (psikomotor). Selanjutnya akan dibahas lebih jelas mengenai ketiga
ranah atau domain tersebut.48
Hasil belajar penguasaan materi (kognitif), penilaian terhadap hasil belajar
penguasaan materi bertujuan untuk mengukur penguasaan dan pemilihan konsep
dasar keilmuan (content objectives) berupa materi-materi esensial sebagai konsep
kunci dan prinsip utama. Konsep kunci dan prinsip utama keilmuan tersebut
harus dimiliki dan dikuasai siswa secara tuntas, bukan hanya dalam bentuk
hafalan. Ranah kognitif ini merupakan ranah yang lebih banyak melibatkan
kegiatan mental atau otak. Pada ranah kognitif terdapat enam jenjang proses
berfikir, mulai dari yang tingkatan rendah sampai tinggi, yakni: (1)
pengetahuan/ingatan- knowledge, (2) pemahaman-comprehension, (3) penerapan-

48
Ahmad Sofyan., Tonih Feronika, Burhanuddin Milama. Op,Cit, h.13
31

application, (4) analisis - analysis, (5) sintesis - synthesis, dan (6) evaluasi –
evaluation.
Revisi Taksonomi Bloom menjadi: (1) remember, (2) understand, (3) apply,
(4) analyze, (5) evaluate, dan (6) create. Untuk menilai aspek penguasaan materi
(kognitif) ini digunakan bentuk tes, yang dapat mengukur keenam tingkatan
tersebut. 49
Hasil belajar proses (Normatif/Afektif), hasil belajar proses berkaitan dengan
sikap dan nilai, berorientasi pada penguasaan dan pemilikan kecakapan proses
atau metode. Ciri-ciri hasil belajar ini akan tampak pada peserta didik dalam
berbagai tingkah laku, seperti: perhatian terhadap pelajaran, kedesiplinan,motivasi
belajar, rasa hormat kepada guru, dan sebagainya. Ranah afektif ini dirinci oleh
Krathowohl dkk, menjadi lima jenjang, yakni: (1) perhatian/penerimaan
(receiving), (2) tanggapan (responding), (3) penilaian/ penghargaan (valuing), (4)
pengorganisasian (organization), dan (5) karakterisasi terhadap suatu atau
beberapa nilai (characterization by a value complex). Kecakapan ini bersifat
generik, dimiliki semua disiplin ilmu, sebagai prasyarat yang harus dimiliki siswa
agar dapat menguasai disiplin ilmu dan keahlian kejuruan. Untuk menilai hasil
belajar ini dapat digunakan instrumen evaluasi yang bersifat nontes, misalnya:
kuisioner dan observasi.50
Hasil belajar aplikasi (psikomotor), hasil belajar ini merupakan ranah yang
berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah
seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini
tampak dalam bentuk keterampilan dan kemampuan bertindak individu. Hasil
belajar psikomotor merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif,
akan tampak setelah siswa menunjukan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai
dengan makna yang terkandung pada kedua ranah tersebut dalam kehidupan siswa
sehari-hari. Ranah psikomotor ada yang membagi menjadi 7 tingkatan dan ada
pula yang membaginya menjadi 6 tingkatan, yakni: 51

49
Ibid, h.14-15
50
Ibid, h.19-20
51
Ibid.
32

1. Persepsi-perception (mampu menafsirkan ransangan, peka terhadap


rangsangan, menyeleksi objek)
2. Kesiapan – set (mampu berkonsentrasi, menyiapkan diri secara fisik,
emosi, dan mental)
3. Gerakan terbimbing – guided response( mampu meniru contoh, mencoba-
coba, pengembangan respon baru)
4. Gerakan terbiasa – mechanism (berketerampilan, berpegang pada pola,
respons baru muncul dengan sendirinya)
5. Gerakan kompleks – complex overt response (sangat terampil secara
lancar, luwes, supel, gesit, lincah)
6. Penyesuaian pola gerakan – adaptation ( mampu menyeuaikan diri,
bervariasi, pemecahan masalah)
7. kreatifitas/ keaslian – creativity/ origination (mampu menciptakan yang
baru, berinisiatif).
Berdasarkan definisi di atas dapat ketahui bahwa belajar adalah perubahan
yang terjadi dalam dalam diri organisme sebagai hasil pengalamannya sendiri
dalam interaksi dengan lingkungan, dimana pada saat orang belajar maka
responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, jika siswa tidak belajar maka
responnya menurun.

8. Hasil Penelitian Yang Relevan


Penelitan lain mengenai STM mengemukakan bahwa, “Pendekatan Sains-
Teknologi-Masyarakat (STM) Dalam Pembelajaran Ipa Sebagai Upaya
Peningkatan Life Skills Peserta Didik”, Hasil dari penelitian menunjukan bahwa
pembelajaran pendekatan STM memiliki kemampuan untuk menghadapi berbagai
persoalan yang muncul di masyarakat.52
Penelitian senada yang menjadi panduan dalam mengambil judul dengan
menggunakan Pedekatan SETS adalah penelitian tentang,”Pengaruh pendekatan
Science, Environment, Technology, And Society (SETS) terhadap hasil belajar

52
Sabar Nurrohman,. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam pembelajaran IPA
sebagai upaya peningkatan life skill peserta didik. Yogyakarta : Skripsi UNY.
33

siswa”. Hasil dari penelitian menunjukan Pembelajaran dengan penerapan


pendekatan SETS (Science, Environtment, Technology, and Society) berpengaruh
terhadap hasil belajar kimia siswa.53
Penelitian tentang Pendidikan STEM dalam entrepreneurial science Thinking
“escit”, menunjukkan bahwa pengajaran dan pembelajaran sains yang
menggunakan modul ESciT secara keseluruhan menunjukkan hasil positif bagi
pelajar. Selain prestasi dan minat terhadap sains lebih meningkat, pelajar juga
menunjukkan sikap positif terhadap dunia kewirausahaan.54
Penelitian “Pengaruh Pendekatan Sains Lingkungan Teknologi Masyarakat
(SALINGTEMAS) Terhadap hasil Belajar Biologi Siswa Pada Konsep Virus”.
Pada tahun 2011 ini juga menunjukan hasil belajar yang signifikan.55

9. Kerangka Berfikir
Pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode
tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara
bertingkah laku sesuai dengan kebutuhan.56
Sebagian orang memahami arti pendidikan sebagai pengajaran karena
pendidikan pada umumnya selalu membutuhkan pengajaran. Sedangkan,
mengajar pada umumnya diartikan secara sempit dan formal sebagai kegiatan
menyampaikan materi pelajaran kepada siswa agar dapat menerima dan
menguasai materi pelajaran tersebut.
Pengajaran lebih mengarah pada pemberian pengetahuan dari guru kepada
siswa yang kadang berlangsung secara sepihak. Sedangkan pembelajaran adalah
suatu kegiatan yang berupaya membelajarkan siswa secara terintegrasi dengan
memperhitungkan faktor lingkungan belajar, karakteristik siswa, karakteristik

53
Evi Setiani, Pengaruh Pendekatan Science, environment, technology, and society terhadap hasil
belajar siswa, 2012. Jakarta : Skripsi UIN Syarif Hidayatullah.
54
Muhammad syukri, dkk. Aceh divelopment international conference 2013, Pendidikan STEM
dalam “escit”.
55
Risnasari, Pengaruh Pendekatan Sains Lingkungan Teknologi Masyarakat (SALINGTEMAS)
Terhadap hasil Belajar Biologi Siswa Pada Konsep Virus, 2011. Jakarta : Skripsi UIN Syarif
Hidayatullah.
56
Muhibbin Syah, Psiklogi Pendidikan (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2013) , h. 10
34

bidang studi serta berbagai strategi pembelajaran, baik penyampaian, pengelolaan,


maupun pengorganisasian pembelajaran.57
Pembelajaran IPA menekankan pada pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu memahami alam sekitar
melalui proses “mencari tahu” dan “berbuat “, hal ini akan membantu peserta
didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam.58
Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat dilaksanakan pada
pembelajaran sains adalah pendekatan STS, SETS. Adapun STEM merupakan
pendekatan pembelajaran yang baru dengan merujuk kepada pengintegrasian
konsep desain teknologi/ teknik dalam pegajaran dan pembelajaran sains.59
Pendekatan ini menekankan tidak hanya pada pemahaman konsep tetapi juga
aplikasinya di kehidupan sehari-hari dan nilai – nilai yang terdapat dalam
masyarakat. Pendekatan – pendekatan di atas secara garis besar memadukan
beberapa unsur yang saling terkait yaitu sains, lingkungan, teknologi, masyarakat,
engenering, matematik. Melalui pendekatan ini, diharapkan hasil belajar siswa
akan menjadi lebih baik, sehingga siswa mampu menyikapi masalah-masalah
yang ada di lingkungan masyarakat dari sudut pandang sains secara lebih baik
lagi.

10. Hipotesis penelitian


Hipotesis penelitian dapat dirumuskan bahwa ada perbedaan hasil belajar
siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan STS, SETS, dan STEM
dalam konsep virus.

57
Hamzah Uno, Model Pembelajaran (Jakarta : Bumi Aksara, 2007), h. V
58
Zulfiani, dkk,,op cit,,h. 48.
59
Muhammad Syukri, pendidikan STEM dalam Escit, jurnal aceh development intrenational, h.
106
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Petir, Jl.
Raya Baros Km.12 Kec.Petir Kabupaten Serang. Waktu penelitian ini dilakukan
pada semester ganjl tahun ajaran 2014/2015. Yakni mulai dari tanggal 23
September 2014 s/d 24 Oktober 2014.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode Quasy Eksperiment. Quasy


exsperiment merupakan penelitian yang sengaja merangsang timbulnya suatu
kejadian atau keadaan, kemudian diteliti bagaimana akibatnya. Dengan kata lain,
eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab – akibat antara dua
faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti. Metode eksperimen merupakan
bagian dari metode kuantitatif yang mempunyai ciri khas tersendiri yaitu dengan
adanya kelompok kontrol.60
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest –
Posttest Control Group Design. Variasi dari desain ini dapat dimaksudkan untuk
menguji pengaruh perlakuan yang berbeda dari variabel independen terhadap
variabel dependen.61Desain penelitiannya dapat dilihat pada tabel 3.1 :
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Kelompok Tes Awal Perlakuan (X) Tes Akhir
SETS O1 X1 O2
(eksperimen I)
STEM O1 X2 O2
(eksperimen II)
STS O1 X3 O2
(eksperimen III)

60
Suharsimi Arikuntoro, Prosedur penelitian, ( Jakarta : Rineka cipta, 2002) h.77
61
Ibid., h.78
36

Keterangan:
O1 : Pretest yang diberikan sebelum proses pembelajaran dimulai,
diberikan kepada ketiga kelompok eksperimen.
X : Pembelajaran dengan menggunakan model SETS, STEM, dan STS
O2 : Posttest yang diberikan setelah proses pembelajaran yang diberikan
kepada ketiga kelompok eksperimen

C. Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai, dapat juga diartikan
sebagai pengelompokan yang logis dari dua atribut atau lebih.62 Pada penelitian
ini terdapat dua macam variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel terikat, sedangkan variabel terikat
merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas.63
1. Variabel bebas (Y) adalah hasil belajar biologi. Instrumen variabel terikat
menggunakan tes hasil belajar biologi yang dibuat oleh peneliti.
2. Variabel terikat (X) adalah model pembelajaran yang digunakan (X1=SETS,
X2=STEM, X3=STS). Peneliti membuat rencana pelaksanaan pembelajaran
untuk kelas eksperimen I (SETS), kelas eksperimen II (STEM), dan kelas
eksperimen III (STS).

D. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup


penelitian, kelompok besar tersebut dapat terdiri atas orang seperti, guru, siswa,
kepala sekolah dan lain sebagainya, sedangkan lingkup wilayah dapat mencakup
seluruh wilayah negara, satu provinsi, kota ataupun lembaga .64 Pada penelitian
ini, populasi terbagi menjadi dua, yakni populasi target dan populasi terukur.65

62
Margono, Metodologi Penelitan Pendidikan (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 133
63
John w. Creswell, Research Design, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 2009), h. 77
64
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Rosda Karya, 2010),
h.250
65
Ibid., h. 251
37

Populasi terukur merupakan populasi yang secara riil dijadikan dasar dalam
penentuan sampel, dan secara langsung menjadi lingkup sasaran keberlakuan
kesimpulan.66 Adapun populasi target merupakan populasi yang dengan alasan
yang kuat (reasonable) memiliki kesamaan karakteristik dengan populasi
terukur.67 Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa
SMAN 1 Petir pada tahun ajaran 2014/2015. Sedangkan populasi terukur adalah
seluruh siswa kelas X IPA SMA Negeri 1 Petir pada tahun pelajaran 2014/2015.
Sampel adalah sebagian jumlah populasi yang dipilih untuk sumber data.68
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPA yang akan ditentukan
dengan teknik random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel secara random
untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sedangkan Purposive
sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu untuk
menghilangkan kelas unggulan, atau dapat dikatakan lebih mementingkan tujuan
penelitian dalam menentukan sampling penelitian.69 Setelah dilekukan teknik
random sampling, didapatkan kelas eksperimen yaitu kelas X IPA 2, X IPA 3, X
IPA 4. Masing- masing kelas tersebut akan mendapatkan pengajaran dengan
pendekatan SETS, STEM, dan STS.

E. Teknik Pengumpulan Data

Suatu penelitian memiliki dua hal utama yang dapat mempengaruhi kualitas
data penelitian,yaitu kualitas instrumen penelitian dan kualitas pengumpulan data.
Syarat pokok satu instrume penelitian adalah validitas dan reabilitas, untuk
instrumen tertentu seperti tes prestasi belajar ditambah lagi dengan dua syarat lain
yaitu daya pembeda dan tingkat kesukaran soal.70 Penelitian ini, data didapat dari
suatu alat evaluasi atau instrumen. Instrumen adalah alat ukur dalam penelitian.71
Dalam menggunakan alat evaluasi tersebut, peneliti atau evaluator menggunakan

66
Ibid
67
Ibid
68
Sukardi, Metodelogi Penelitian Pendidikan, (Jakarta : Bumi Akasara, 2009). h. 54.
69
Burhan Bungin, Populasi Penelitian Sampel Dan Teknik Sampling, (Jakarta : Pranada Media,
2009). h.115
70
Zainal arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : remaja rosdakarya, 2011). h. 245
71
Sugiono, Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D ( Bandung : Alfabeta, 2009) h.102
38

cara atau teknik, sehingga dikenal dengan teknik pengumpulan data. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan nontest.
Teknik tes yang digunakan terdiri dari tes objektif pilihan ganda. Perolehan
data dalam penelitian ini dilakukan melalui pre-test dan post-test merupakan tes
yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa sebelum
dilakukan perlakuan, sedangkan post-test merupakan tes yang dilakukan setelah
dilakukan perlakuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal siswa
sebelum dilakukan perlakuan, sedangkan post-test merupakan tes yang dilakukan
siswa sebelum dilakukan, sedangkan post-test merupaka tes yang dilakukan
setelah dilakukan perlakuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan
yang telah dilakukan.
Teknik pengumpulan data yang berupa data non tes berupa lembar observasi
yang berisi aspek-aspek keterlaksanaan model pembelajaran yang digunakan.
Kegiatan observasi ini dilakukan sebanyak tiga kali sesuai dengan banyaknya
pertemuan kegiatan pembelajaran.

F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah kegunaan untuk memperoleh data yang
diperlukan ketika peneiti sudah menginjak pada langkah pengumpulan informasi
di lapangan.72 Instrumen penelitian juga dapat diartikan sebagai alat ukur dalam
penelitian.73 Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentuk tes
objektif atau bentuk pilihan ganda sebanyak 36 soal dengan 5 option (pilihan
jawaban). Tes objektif ini disusun berdasarkan Standar Kompetensi 3.
Menerapkan pemahaman tentang virus berkaitan dengan ciri, replikasi dan peran
virus, Kompetensi Dasar 3.3 menjelaskan keterkaitan antara ciri replikasi dan
peranan virus dalam aspek kesehatan masyarakat.
Penyusunan tes Pilihan Ganda (PG) mengacu pada aspek kognitif taksonomi
Bloom yang menvakup jenjang C1 (pengetahuan/hafalan), C2 (pemahaman), C3

72
Sukardi, op. cit, h. 75.
73
Sugiyono, op. cit, h.102.
39

(penerapan), C4 (analisis), C5 (sintesis) dan C6 (evaluasi) dan masing-masing sub


pokok dapat diketahui aspek kognitif pada tabel 3.2 74
Tabel 3.2 Kisi – kisi Penulisan Instrumen Tes Objektif
Aspek kognitif Jumlah
Indikator Sub pokok
C1 C2 C3 C4

Mendeskripsikan Sejarah
sejarah tentang virus 1, 2 - - - 2
virus

Mendeskripsikan Ciri-ciri 3,4,6,8, 5, 7,9,10,


ciri-ciri tubuh tubuh virus 14 - 13 13
11,12,15
virus

Mendeskripsikan Replikasi 18,21,2 19,20 17,22


16 9
replikasi virus. virus 3,24

mengklasifikasik Klasifikasi
25, 26 2
an virus virus

Menyebutkan Peranan 33,34,3 27,29,31, 30, 28,50 24


peran virus dalam virus 5,42,47 32,36,37, 48,49
kehidupan 38,39,40,
41,43,44,
45,46

Jumlah Soal 16 24 6 4 50

Instrumen yang dinyatakan layak untuk dijadikan instrumen dalam


pengumpulan data dapat dihitung dengan menggunakan teknik analisis instrumen
menggunakan program aplikasi Anates. Hal – hal yang perlu dianalisis untuk
menguji kelayakan soal ialah sebagai berikut :
74
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi pembelajaran IPA berbasis kompetensi, (Jakarta : UIN jakarta
press, 2006), h. 15
40

1) Uji Validitas
Validitas suatu instrumen adalah derajat yang menunjukan di mana suatu tes
75
mengukur apa yang hendak diukur. Validitas yang digunakan dalam penelitian
ini adalah validitas isi, dimana sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi
mata pelajaran yang dievaluasi dan validitas isi juga merupakan pengujian
validitas dilakukan atas isinya untuk memastikan apakah butir tes hasil belajar
mengukur secara tepat keadaan yang ingin diukur.76 Berikut rumus perhitungan
untuk menghitung koefisien validitas tiap butir soal adalah dengan menggunakan
product moment, yaitu:77
N . XY  ( X )( Y )
rxy 
[ N . X 2  ( X ) 2 ][ N . Y 2  ( Y ) 2 ]

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi (koefisien validitas)

N : Banyaknya peserta tes


X : Skor item
Y : Skor total

2) Uji Reliabilitas
Suatu instrumen mempunyai nilai reabilitas yang tinggi, apabila tes yang
dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur yang hendak di ukur. 78
Untuk mengetahui reliabilitas instrumen digunakan rumus Alpha Cronbach
sebagai berikut:79

:
= koefisien reliabilitas instrumen

75
Sukardi , Evaluasi Pendidikan, (Jakarta : Bumi Akasara, 2011). h. 31.
76
Purwanto, Evauasi Hasil Belajar (Yogyakarta : Pustaka Pelajar ) cet 5, h.120
77
Ibid, h.118
78
Sukardi, Op, Cit , h.127
79
Suharsimi Arikuntoro, dasar – dasar evaluasi pendidikan, (Jakarta : Bumi Aksara, 2012), h.122
41

= jumlah varian skor tiap-tiap item


= varian total
= banyaknya item yang valid
1 = bilangan konstan

Hasil dari perhitungan dengan rumus diatas kemudian dikonsultasikan


dengan tabel r product-moment. Jika nilai rhitung lebih besar daripada rtabel maka
soal dianggap reliabel.

3) Taraf kesukaran
Taraf kesukaran menunjukan sukar atau tidaknya suatu soal. Taraf kesukaran
ditunjukan dengan besar tidaknya indeks kesukaran (P). Taraf kesukaran dapat
dihitung dengan rumus :

Ketentuan :
P = 0,00 – 0,25 (sukar)
0,26 – 0,75 (sedang)
0,76 – 1,00 (mudah)
Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5 atau 0,5 < P < 0,7580

4) Daya beda
Daya beda digunakan untuk mengetahui kemampuan butir dalam
membedakan kelompok siswa antara kelompok siswa yang pandai dengan
kelompok siswa kurang pandai. Rumus yang digunakan yaitu sebagai berikut :81

Keterangan :
Ba : jumlah yang menjawab benar pada kelompok atas
Bb : jumlah yang menjawab benar pada kelompok bawah
N : jumlah peserta tes
Daya beda yang baik adalah D > 0,30
80
Ahmad Sofyan, dkk. Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2006),cet.1.h.103
81
Ibid, , h.104
42

5) Pengecoh
Fungsi pengecoh dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar peserta yang
tidak memilih kunci jawaban benar pada bentuk soal pilihan ganda. Untuk soal
pilihan ganda, alternatif jawaban menurut kaidah harus homogen dan logis
sehingga setiap pilihan jawaban (option) dapat berfungsi atau ada yang memilih.
Setiap pengecoh dapat dikatakan berfungsi apabila terpilih minimal sebanyak 5%
dari jumlah peserta. Untuk menghitungnya digunakan rumus : 82

G. Teknik Analisis Data


Instrumen yang telah disusun berdasarkan kisi-kisinya diuji terlebih dahulu
untuk mengetahui layak atau tidaknya instrumen tersebut digunakan sebagai
instrumen penelitian. Instrumen yang telah disusun diujicobakan kepada siswa
yang lebih tinggi tingkat pengetahuannya, dalam hal ini instrumen diujicobakan
kepada siswa kelas XI. Setelah diujicobakan, instrumen dianalisis untuk
mengetahui kelayakan instrumen tersebut digunakan sebagai instrumen penelitian.
Analasis data meliputi uji normalitas dan uji homogenitas.

1. Pengujian prasyarat penelitian


a. Uji Normalitas
Uji keselarasan Chi-Kuadrat dapat digunakan untuk menentukan apakah
suatu frekuensi dari pengamatan (Fo) cocok atau sesuai dengan sekelompok
frekuensi yang diharapkan (fe) yang distribusinya mendekati kurva normal.83
Menentukan uji kenormalan dengan menggunakan Chi-kuadrat, berikut langkah-
langkahnya :

82
Ibid
83
Suharyadi, Statistika Untuk Ekonomi Dan Keuangan Modern (Jakarta : Pustaka Salemba,2013)
h. 294
43

1. Perumusan hipotesis
H0: Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
H1: Sampel berasal dari populasi berdistribusitidak normal
2. Data dikelompokan kedalam distribusi frekuensi
3. Menetukan proposi ke-j (Pj)
4. Menentukan 100 Pj yaitu prosentasse luas interval ke-j dari suatu distribusi

normal melalui tranformasi ke skor baku:

5. Menghitung nilai

6. Menentukan tabel pada derajat bebas (db) = k-3, diman k banyaknya


kelompok
7. Kriteria pengujian
Jika tabel maka H0 diterima
Jika tabel maka H0 ditolak
8. Kesimpulan
tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

tabel : Sampel berasal dari populasi berdistribusi tidak normal

b. Uji Homogenitas
Uji Barlett digunakan untuk menguji apakah K sampel berasal dari populasi
dengan varians yang sama, atau bermaksud untuk mengetahui apakah varians
populasi asal sampel itu homogen atau tidak. Uji Barlett digunakan untuk menguji
sampel atau kelompok yang lebih dari 2. Langkah-langkah uji Bartlett yaitu : 84

1. Hipotesis yang akan diuji adalah:


H0:
H1: Bukan H0

2. S2 gabumgan =

84
Yusri, Statistika Sosial, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2013), h. 320
44

3. B = (Log S2gabungan)
4. hitung = (In10)(B – log s2)
5. Jika hitung ( , berari H0 diterima
6. Jika hitung ( , berari H0 ditolak

2. N-Gain
Data yang sudah berdistribusi normal dan homogen maka selanjutnya
dilakukan uji hipotesis statistik menggunakan anova, tetapi sebelumnya perlu
diketahui dahulu peningkatan hasil belajar siswa menggunakan N-Gain :

3. Analisis Variansi (ANOVA)


Analisis variansi digunkan untuk menguji hipotesis yang berkenaan
dengan perbedaan dua mean atau lebih. Indeks perbedaan menggunakan
variansi melalui –F rasio.”85 Dengan menggunakan F-test, dapat diuji
perbedaan mean dari tiga sampel secara serentak. Dengan demikian, maka
ditinjau dari segi waktu penggunaan F-test lebih efisien.
Dasar pengujian Analisis Variansi (Anava) satu jalur adalah dengan
mengkaji, apakah rata-rata sampel akan berubah lebih lanjut dari rata-rata
populasinya ditinjau dari variasi-variasi data yang terkumpul.86 Langkah-
langkah yang ditempuh untuk menghitung Anava 1 jalur dapat disumpulkan
sebagai berikut:
1. Menghitung jumlah kuadrat (sum of squares) total (Jkt) antara kelompok
(Jka), dan dalam kelompok (Jkd). Untuk menghitung masing-masing
harga JK digunakan rumus sebagai berikut:

a. Jkt =

85
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 211
86
Tedjo N Reksoatmodjo, Statistika Untuk Psikologi Dan Pendidikan, (Bandung : Refika
Aditama, 2007), h. 90
45

Dimana disebut juga dengan suku koreksi (sk) atau corection

(c)

b. Jka =

c.Jkd = Jkt - Jka


2. Menghitung derajat kebebasan (degree of freedom) total (dbt), antar
kelompok (dba) dan dalam kelompok (dbd), dengan rumus:
a. dbt = N - 1
b. dba = K - 1
c. dbd = N – k
3. Menghitung rata-rata kuadrat (mean of squares) antara kelompok (Rka),
dan dalam kelompok (Rkd), dengan rumus:
a. Rka =

b. Rkd =

4. Menghitung nisbah atau rasio F dengan rumus:


F=

5. Melakukan interpretasi dan uji signifikansi pada rasio F yang diperoleh


dengan membangdingkannya dengan harga F teoritik yang terdapat
dalam tabel nilai-nilai F. Rasio F yang diperoleh disebut F empirik (Fe)
sedangkan harga F yang terdapat pada tabel disebut F teoritik (Ft).
Apabila Fe Ft maka diinterpretasikan signifikan yang berarti terdapat
perbedaan, apabila Fe Ft maka diinterpretasikan tidak signifikan yang
berarti tidak terdapat perbedaan diantara kategori data yang diteliti.
Sedangkan prosedur untuk melihat tabel nilai F adalah dengan
menggunakan dba sebagai pembilang dan dbd sebagai penyebut.
46

4. Uji Lanjutan dengan Uji Dunnet


Pengajuan dengan uji dunnet ini dilakukan untuk mengetahui nilai rata-rata
hasil belajar yang diperoleh oleh setiap kelas eksperimen.87 Digunakan rumus :
t0 (A1 – A2) =

t0 (A1 – A3) =

t0 (A2 – A3) =

Hipotesis statistik :

A. Ho : μ1 ≤ μ2 B. Ho : μ1 ≤ μ3 C. Ho : μ2 ≤ μ3

H1 : μ1 ≤ μ2 H1 : μ1 ≤ μ3 H1 : μ2 ≤ μ3

H. Hipotesis Statistik
Perumusan hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H0 :
H1 : atau setidaknya ada 2 yang tidak sama
Keterangan:
= nilai rata-rata hasil test pembel ajaran dengan metode STES
= nilai rata-rata hasil test pembelajaran dengan metode STEM
= nilai rata-rata hasil test pembelajaran dengn metode STS

87
Yusri, 2013, Statistika Sosial, Yogyakarta : Graha Ilmu, h.342
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Subbab deskripsi pada data ini menjelaskan gambaran umum dari data
yang telah diperoleh. Data – data yang dideskripsikan disini adalah data hasil
pre-test, post-test,dan nilai N-Gain dari ketiga kelas eksperimen.

1. Data Pre-test dan Post-test kelas SETS, STEM, dan STS


Berdasarkan hasil pretest dan posttest yang telah dilakukan di awal dan
akhir proses pembelajaran pada ketiga kelas eksperimen, yaitu kelas STAD,
STEM, STS telah diperoleh data pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 hasil pretest dan postest kelas eksperimen SETS, STEM, STS

Kelompok
Data SETS STEM STS
pretest postest pretest postest pretest postest
N 36 36 36 36 36 36
Jumlah nilai 1688,4 2891,25 1754,09 3034,12 1694,11 2856,96

Rata-rata 46,90 80,31 48,72 84,28 47,06 79,36

Nilai maksimum 62,85 94,28 65,71 94,28 62,85 91,42

Nilai minimum 25,71 65,71 28,57 65,71 28,57 65,71

varians 84,00 56,11 96,91 48,97 89,23 49,21


Standar deviasi 9,04 7,90 10,22 7,08 9,57 6,76

Hasil tabel yang dijelaskan di atas, dapat diketahui bahwa rata-rata nilai
pre-test pada ketiga kelas eksperimen memiliki nilai yang berbeda, akan
tetapi perbedaan tersebut tidak terlalu besar. Dalam hal ini kelas SETS
memperoleh nilai rata- rata yang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan
kelas STEM dan STS. Namun demikian, karena perbedaan rata-rata ketiga
48

kelas tersebut sangat kecil maka dapat disimpulkan bahwa ketiga kelas ini
memiliki keragaman kemampuan yang homogen. Hal ini diperkuat dengan
hasil uji statistik untuk mengetahui perbedaan nilai pre-test ketiga kelas
eksperimen ini. uji statistik perbandingan memperlihatkan hasil bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dari ketiga kelompok
eksperimen. Dengan demikian pemilihan ketiga kelas ini sebagai sampel
penelitian yang layak.
Kelas STEM memperoleh nilai standar deviasi yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kelas SETS dan STS. Hal ini berarti bahwa kelas
STEM terdiri dari siswa-siswa yang memiliki keragaman kemampuan yang
merata.
Berbeda dengan hasil perolehan nilai pre-test, pada hasil perolehan nilai
post-test kelas STEM mencapai rata-rata yang lebih tinggi yaitu sebesar
84,28jika dibandingkan dengan kelas SETS yang memperoleh rata-rata nilai
80,31.dan kelas STS dengan rata-rata nilai 79,36 hal ini menunjukan bahwa
telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa pada ketiga kelas eksperimen.
Berbanding terbalik dengan peningkatan nilai hasil belajar, penurunan
nilai standar deviasi justru terjadi dalam ketiga kelas eksperimen ini. dimana
standar deviasi justru terjadi dalam ketiga kelas eksperimen ini. dimana
standar deviasi pada kelas SETS lebih tinggi dibandingkan dengan kelas
STEM dan STS. Fakta menunjkan bahwa keragaman kemampuan siswa kelas
STEM setelah diberikan perlakuan berupa pembelajaran dengan
menggunakan karya ilmiah dan kelas STS dengan menggunakan
pembelajaran diskusi kelompok, artinya nilai yang diperoleh siswa lebih
mendekati nilai rata-rata kelas daripada kelas SETS.
Pembelajaran pada ketiga kelas tersebut belum dapat dikatakan berhasil
dengan baik karena pencapaian hasil belajarnya masih relatif rendah namun
pembelajaran kelas STEM sudah labih baik daripada kelas SETS dan STS.
Pernyataan ini diperkuat dengan hasil pencapainan indikator pembelajaran
dari ketiga kelas tersebut pada table 4.2.
49

Tabel 4.2 rekapitulasi data pretest dan postest per indikator

Pretest Postest
No Indikator
SETS STEM STS SETS STEM STS
Mendeskripsikan 55,55 66,66 69,44 80,55 86,11 83,33
1
sejarah tentang virus. % % % % % %
Mendeskripsikan 45,37 45,06 43,51 78,39 85,80 77,77
2
replikasi virus % % % % % %
Mendeskripsikan 47,77 52,77 49,44 77,77 83,88 75,55
3
ciri-ciri virus % % % % % %
Mengklasifikasikan 59,72 68,05 58,33 80,85 79,16 70,83
4
virus % % % % % %
Menyebutkan peran 45,06 46,14 45,67 81,79 84,25 81,94
5 virus dalam
% % % % % %
kehidupan

2. N-GAIN

Berdasarkan data hasil pretest dan postest kelompok ketiga kelas


eksperimen dijelaskan secara terperinci pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 rekapitulasi nilai rata-rata N-Gain berdasarkan
pretest dan postest.
Kelompok
Data
SETS STEM STS
N 36 36 36
Rata- rata nilai pre test 46,90 48,72 47,06
Rata- rata nilai post test 80,31 84,28 79,36
Rata – rata N-Gain 0,69 0,78 0,73
Kategori N- Gain Sedang Tinggi Tinggi

Data pada Tabel 4.3 menunjukan bahwa nilai N-Gain kelas STEM
lebih tinggi dari kelas eksperimen SETS dan STS yaitu sebesar 0,78
dengan kategori N-Gain tinggi, sedangkan pada kelas SETS sebersar 0,69
dengan kategori N-Gain sedang dan pada kelas STS sebesar 0,73 dengan
kategori sedang. Hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada lampiran
tabel N-Gain.
50

3. Lembar Observasi

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap proses kegiatan belajar


mengajar pada ketiga kelas eksperimen, dihasilkan perolehan data sebagai
berikut.
Tabel 4.4 persentase hasil perhitungan lembar observasi
Pertemuan SETS STEM STS
1 72,72 % 70,17% 75%
2 81,82% 82,87% 87,50%
3 100% 91,14% 100%
Rata - rata 84,84% 81,36% 87,50%

Ketercapaian semua tahapan proses pembelajaran telah berjalan


dengan baik, walupun ada beberapa tahapan kegiatan pembelajaran yang
belum terlaksana secara maksimal. Hal ini terlihat pada keterlaksanaan
proses pembelajaran pada kelas STEM yang tahap pencapaiannya belum
mencapai angka 100%. Hal ini disebabkan karena proses pelaksanaan
pembalajaran STEM jauh lebih rumit dibandingkan dengan pelaksanaan
model pembelajaran SETS dan STS serta kurangnya manajemen waktu
yang tersedia dalam proses pembelajaran.

B. Pengujian Persyaratan Analisis Dan Pengujan Hipotesis


1. Uji Normalitas
Pengujian uji normalitas dilakukan terhadap dua jenis data, yaitu nilai
pre test dan post test dari ketiga kelas eksperimen. Untuk menguji
normalitas dari ketiga data tersebut digunakan rumus uji Chisquare.
Sebelum melakukan uji anova, maka data harus memenuhi asumsi
kenormalan distribusi data. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai-nilai X²
hitung untuk ke tiga kelas eksperimen pada Tabel 4.5.
51

Tabel 4.5 hasil uji normalitas dengan uji Chi Square


kelas N Data X²hitung X² tabel Kesimpulan
36 Pre test 7,59 7,81 Data berdistribusi normal
SETS 36 Post test Data berdistribusi normal
1,96 7,81
35 Pre test 6,99 7,81 Data berdistribusi normal
STEM
35 Post test 5,91 7,81 Data berdistribusi normal

35 Pre test 5,62 7,81 Data berdistribusi normal


STS
35 Post test 4,43 7,81 Data berdistribusi normal

Nilai Xtabel diambil berdasarkan nilai pada tabel kritis Uji Chi Square
dengan taraf signifikansi 5 %. Kolom kesimpulan dibuat berdasarkan pada
keputusan pengujian hipotesis normalitas uaitu jka X2 hitung ≤ X2 tabel maka
data dinyatakan berdistribusi normal. Sebaliknya jika X2 hitung ≥ X2 tabel maka
data tidak berdistrbusi normal. Pada tabel di atas, terlihat bahwa nilai dari X2
hitung ≤ X2 tabel pada ketiga data sehingga dapat dinyatakan bahwa data
berdistribusi normal, baik pada nilai pretest maupun posttest.

2. Uji Homogenitas
Pengujian homogenitas berdasarkan nilai pretest dan posttest dilakukan
pada kelas SETS, STEM, STS dengan menggunakan uji barlett. Uji barlet
digunakan untuk menguji apakah K sampel berasal dari populasi dengan
varians yang sama. K sampel dapat berapa saja karena biasanya uji baelett
digunakan untuk menguji sampel/kelompok yang lebih dari 2, dan dapat
dilihat apakah ketiga varians populasi homogen atau tidak pada Tabel 4.6 .
52

Tabel 4.6 hasil uji homogenitas dengan uji barlett


N Kelompok X hitung X2 tabel Kesimpulan
Data homogen
36 Pre test 0,20 5,991
Data homogen

Data homogen
36 Post test 1,07 5,991
Data homogen

Sama halnya dengan penentuan keputusan pada uji normalitas, pada uji
homogenitas juga pengambilan keputusan didasarkan pada ketentuan
pengujian hipotesis homogenitas yaitu jika nilai X2 hitung ≤ X2 tabel maka ho
diterima, artinya bahwa ketiga kelompok data memiliki varians yang
homogen, dan sebaliknya apabila X2 hitung > X2 tabel maka Ho ditolak, artinya
bahwa ketiga kelompok data tidak memiliki varias yang homogen.
Berdasarkan keterangan tabel diatas, tampak bahwa hasil perhitungan tersebut
menyatakan bahwa X2 hitung ≤ X2 tabel maka ho diterima, artinya bahwa ketiga
kelompok data memiliki varias yang homogen, baik pada nilai pretest
maupun nilai postest.

3. Pengujian hipotesis dengan anava satu jalur


Perbedaan antara hasil belajar siswa antara siswa yang diajar
menggunakan model pembelajaran SETS, STEM, STS, dapat dilakukan
dengan suatu pengujian menggunakan anava satu jalur. Pengujian dilakukan
berdasarkan nilai pretest dan posttest, pada kelompok pretest dan posttest
dengan pengujian ini dapat diketahui antara data yang signifikan atau tidak
pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 pengujian hipotesis dengan anava satu jalur (pretest)

SUMBER Jk db Rk F empirik F teoritik Interpretasi


Antar
Kelompok 35,05 2 17,525 0,159 3,08 5% Tidak Signifikan
Dalam
Kelompok 11.581,20 105 110,300 4,81 1% Tidak Signifikan
11616,25 107 - - - - -
53

Pada Tabel 4.8 dlapat diketahui perbedaan rata-rata nilai siswa dari data
hasil postest yang telah dilakukan.
Tabel 4.8 pengujian hipotesis dengan anava satu jalur (postest)

SUMBER Jk db Rk F empirik F teoritik Interpretasi


Antar
Kelompok 486,2 2 243,1 4,93 3,08 5% Signifikan
Dalam
Kelompok 5.632 105 53,64 4,81 1% Signifikan
6118 107 - - - - -

Nilai hasil dapat digunakan dengan dba=2 dan dbd= 105 dan didapatkan
harga Fteoritik dalam tabel nilai- nilai F sebesar 3,08 pada taraf signifikasnsi 0,5
dan 4,81 .pada taraf 0,01. Berdasarkan harga Fteoritik dapat dibuktikan bahwa
Fempirik pada data pre test sebesar 0,159 lebih kecil daripada Fteoritik, baik pada
taraf 0,05 maupun taraf 0,01 dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa
terdapat perbedaan yang tidak signifikan terhadap penggunaan model
pembelajaran SETS,STS,STEM dalam pembelajaran biologi siswa.
Perolehan data pada nilai post test, nilai F empirik pada data post test
sebesar 4,93 lebih besar daripada Fteoritik baik pada taraf 0,05 maupun taraf
0,01 dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap penggunaan model pembelajaran SETS,STEM, STS
dalam pembelajran biologi siswa.

4. Uji lanjutan dengan uji dunnet


Pengujian rata-rata hasil belajar dari ketiga kelompok eksperimen, untuk
mengetahui mana yang berbeda secara signifikan dilakukan uji lanjut statistik
uji-t (Dunet). Pengujian dilakukan berdasarkan nilai posttest pada ketiga
kelompok eksperimen sehingga dapat diketahui nilai thitung pada tabel 4.9.
54

Tabel 4.9 pengujian rata- rata hasil belajar biologi dengan uji-t (dunnet)
Sumber thitung ttabel
T0 (A1 – A2) -2,36
T0 (A1 – A3) 0,45 2,35 1%
T0 (A2 – A3) 2,87

Hasil belajar biologi pada kelompok eksperimen yang diberi model


pembelajaran SETS secara signifikan lebih rendah daripada kelompok
eksperimen yang diberi pendekatan STEM. Karena nilai T0 (A1 – A2) = -2,36
< ttabel = 2,35 hasil yang sama juga ditunjukan antara perbandingan kelas
eksperimen SETS dan STS yang lebih rerndah. Dapat dilihat dari
perbandingan nilai T0 (A1 – A3) =0,43 < ttabel =2,35 akan tetapi, hasil yang
berbeda ditunjukan oleh perbandingan kelas STEM dengan kelas STS.
Dimana hasil belajar kelompok STEM secara signifikan lebih tinggi dari pada
kelompok STS, dengan perbandingan nilai T0 (A1 – A3) 2,87 = < ttabel =-2,35
dari hasil perhitungan tersebut, jelas terlihat bahwa hasil belajar siswa dengan
menggunakan model pembelajaran STEM lebih tinggi dari model
pembelajaran SETS dan pendekatan STS tidak berbeda nyata dengan model
STS (STEM >SETS ; STS = SETS).

C. Pembahasan dan Temuan Penelitian


Penelitian ini menunjukan kemampuan awal siswa pada konsep virus,
maka diberikan pretest sebelum pembelajaran. Dilakukan uji normalitas pada
data pretest dengan uji chi – kuadrat ( chi-square ) diperoleh kelompok SETS
7,59 < 9,48 (X2tabel), kelompok STS 6,99 < 9,48 (X2tabel), kelompok STEM
5,62 < 7,81 (X2tabel) karena ketiga kelompok tersebut memperoleh nilai X-
2
hitung < X2tabel maka ketiga kelompok eksperimen berdistribusi normal.
55

Data pretest juga melalui tahap uji homogenitas, hasil perhitungan uji
homogenitas data pre-test diperoleh nilai Fhitung =0,6447 dan Ftabel = 5,991
pada taraf signifikansi α = 0,05 karena X2hitung < X2tabel berarti H0 diterima.
H0: δ21 = δ22 = δ23 = δ24 (Data Homogen).
Rata – rata skor nilai pada pre-test ketiga kelas masih tergolong rendah
dan relatif sama. Sebagaimana juga hasil analisis uji perbedaan rata-rata
menggunakan uji anava satu jalur diperoleh Fhitung = 0,519 dan Ftabel = 3,08
menunjukan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal antara ketiga kelas
eksperimen tersebut karena Fhitung < Ftabel, maka tidak terdapat perbedaan yang
berarti antara ketiga kelompok. Sebelum pada uji anava satu jalur, data pre-
test pun melalui tahap normalitas dan uji homogenitas.
Kondisi ini dapat diasumsikan bahwa sebelum diberikannya perlakuan
pembelajaran pada ketiga kelompok eksperimen tersebut, ketiga kelompok
eksperimen bersifat homogen berdasarkan uji statistik. Karena itu, pengujian
hipotesis untuk melihat ada tidaknya perbedaan hasil melalui pendekatan
SETS, STEM, STS dapat didasarkan pada hasil test akhir (post-test).
Hasil yang diperoleh dari pengolahan data postest menunjukan bahwa
sampel berasal dari populasi yang normal, sehingga langkah selanjutnya
adalah uji homogenitas dengan menggunakan uji barlett dengan taraf
signifikan 5%. Nilai signifikan yang diperoleh dari uji homogenitas
sebesar1,1766 nilai tersebut lebih kecil dari Xtabel sebesar 5.99 dan
berdasarkan kriteria pengambilan keputusan maka H0 diterima artinya data
bersifat homogen.
Hasil uji normalitas dan uji homogenitas varian, diketahui bahwa data
ketiga kelas berdistribusi normal dan mempunyai varians homogen, sehingga
untuk menguji apakah terdapat perbedaan hasil belajar dari ketiga kelompok
eksperimen digunakan uji anava satu jalur. Fhitung dari uji anava satu jalur
yaitu 4,93 nilai tersebut lebih tinggi dari Ftabel (5%) yaitu 3,07. Hal ini berarti
adanya perbedaan hasil belajar siswa menggunakan pembelajaran SETS,
STEM, STS.
56

Penelitian yang dilakukan dapat membuktikan bahwa terdapat perbedaan


hasil belajar menggunakan pembelajaran SETS, STEM dan STS. Hasil
belajar biologi pada konsep virus menggunakan pembelajaran STEM lebih
tinggi dari kelas SETS dan STS.
Penelitian ini memiliki lima indikator yang diujikan yaitu,
mendeskripsikan sejarah tentang virus, mendeskripsikan replikasi virus,
mendeskripsikan ciri-ciri virus, mengklasifikasikan virus, menyebutkan
peranan virus dalam kehidupan.
Pencapaian persentasi indikator yang lebih tinggi adalah mendeskripsikan
sejarah virus. Pada kelas SETS mencapai 80,55%, kelas STEM mencapai
86,11%, kelas STS 83,33%. Hal tersebut dapat memberikan kesimpulan pada
kelas SETS, STEM, dan STS sebagian besar siswanya lebih menguasai
indikator mendeskripsikan sejarah tentang virus.
Pendekatan SETS, STEM, dan STS terbukti berpengaruh terhadap hasil
belajar dibuktikan dengan ada perbedaan hasil belajar dan adanya
peningkatan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar dibuktikan dengan
deskripsi nilai N-Gain. Pada kelas SETS nilai rata-rata N-Gain yang
diperoleh 0,69 dengan skor Gain tertinggi 1,0 dan skor Gain terendah 0,09
pada kelas STEM nilai rata –rata N-Gain yang diperoleh 0,78 dengan skor
Gain tertinggi 1,0 dan skor terendah 0,4, kemudian pada kelas STS nilai rata-
rata N-Gain yang diperoleh 0,73 dengan skor Gain tertinggi 1,0 dan skor Gain
terendah 0,43.
Rata-rata skor Gain kelas STEM lebih besar daripada kelas SETS dan
STS, maka dapat disimpulkan bahwa peningkatan hasil belajar siswa kelas
STEM lebih baik daripada peningkatan hasil belajar SETS dan STS.
Observasi guru dilakukan juga pada penelitian ini, observasi guru
bertujuan untuk mengetahui kegiatan belajar mengajar selama pembelajaran
SETS, STEM, dan STS. Guru pamong berperan sebagai obsever aktivitas
peneliti dan sebagai observer aktivitas siswa selama pembelajaran
berlangsung. Observasi yang dilakukan mengacu pada lembar observasi yang
57

telah dibuat sesuai dengan skenario pembelajaran SETS, STEM, STS. Hasil
observasi aktivitas guru dapat dilihat pada lampiran 24 dan 26.
Hasil perhitungan statistika untuk ketiga kelas eksperimen tersebut
menunjukan adanya pengaruh terhadap hasil belajar, dibuktikan dengan
deskripsi nilai N-Gain yang menyatakan bahwa dalam pendektan SETS,
STEM, dan STS, siswa mengalami peningkatan hasil belajar dengan kategori
sedang. Hasil analisis N-Gain juga menunjukan bahwa peningkatan hasil
belajar siswa kelas STEM lebih baik daripada peningkatan hasil belajar SETS
dan STS.
Uji anava pretest menyatakan bahwa ketiga pembelajaran tersebut tidak
terdapat perbedaan. Sedangkan dilakukan uji anava postest, membuktikan
bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa pendekatan SETS, STEM, dan
STS. Selanjutnya, untuk mengetahui hasil belajar biologi kelompok mana
yang berbeda secara signifikan dilakukan uji lanjut statistik Dunnet.
Berdasarkan analisis data hasil uji lanjutan, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar dengan pembelajaran STEM secara signifikan lebih tinggi dari
kelompok SETS dan STS. Hasil belajar dengan pendekatan SETS secara
signifikan lebih rendah dari kelompok pendekatan STS.
Pengajaran dan pembelajaran STEM pelajar bekerja secara kolaboratif,
terlibat dalam penyelesaian masalah, mendesign penyelidikan dan
menilainya, serta membuat aktivitas inkuiri dan refleksi.88 serta
mengintegrasikan konten dan keterampilan ilmu pengetahuan, teknologi,
teknik, dan matematika 89
Pendekatan STEM lebih unggul dibandingkan pendekatan STS dan SETS,
karena terdapat suatu langkah yang berbeda dengan STS dan SETS, yaitu
langkah kreasi, langkah ini merupakan pelaksanaan semua saran dan
pandangan hasil diskusi mengenai ide sesuatu produk baru yang ingin
diaplikasikan.

88
Lilia Halim, jurnal Mencetus SEMULA Minat Terhadap Sains dan Matematk melalui
pendidikan STEM. h. 6
89
Maryland State Departement of Education, STEM Standards of Practice, jurnal, h.1
58

Pendekatan STS menuntut agar peserta didik diikutsertakan dalam


penentuan tujuan, perencanaan, pelaksanaan, cara mendapat informasi dan
evaluasi pembelajaran. Sehingga peserta didik mempunyai bekal pengetahuan
yang cukup dan mampu mengambil keputusan tentang masalah-masalah
dalam masyarakat dan menghubungkan realitas sosial dengan topik
pembelajaran di dalam kelas.
Keunggulan STEM dibandingkan dengan STS diantaranya pada tahap
pembentukan konsep, pada tahap ini peserta didik terus berpikir untuk
menemukan keunikan atau 'perbedaan' dari fenomena yang diamati dalam
bentuk baru ide, sistem, produk. Dan mereka membuat karya ilmiah dari
masalah yang diangkat.90
Keunggulan STEM dibandingkan dengan SETS adalah pada tahap
pemantapan konsep, tetapi STEM pada tahap ini mengedepankan nilai yang
dimiliki oleh ide produk yang dihasilkan pelajar bagi kehidupan sosial
sebenarnya ( Society ) dan menyempurnakannya dengan suatu produk yang
dapat bermanfaat untuk peserta didik lainnya.91
Pendekatan STEM dalam penalaran proses melibatkan dalam berpikir
kritis, mengevaluasi, dan menerapkan pendekatan sistematis yang sesuai
(ilmiah dan praktek rekayasa, proses desain teknik, atau praktik matematika).
Serta menerapkan ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan konten
matematika untuk membangun kreatif dan inovatif ide, menganalisa dampak
isu-isu global dan masalah dunia nyata di tingkat lokal, negara bagian,
nasional, dan tingkat internasional. 92
Proses pembelajaran ketiganya menggunakan lembar kerja siswa (LKS).
Setiap pembelajaran berisi materi yang sama tetapi tahap pengerjaan LKSnya
berbeda, disesuaikan dengan pendekatan yang didapat.

90
Jurnal lilia halim “ Mencetus Semula Minat Terhadap Sains dan Matematik melalui pendidikan
STEM, Malaysia: 2012. h. 12
91
Muhammad syukri, jurnal pendidikan STEM dalam entrepreneural science thinking. Aceh :
2013, h.107
92
Maryland state board of education, STEM standar of practice. 2012, h. 2.
59

Pembelajaran STEM menghadapkan siswa pada situasi yang membuat


mereka lebih berfikir kreatif, belajar aktif, dan mengembangkan kemapuan
berfikir sistematis dengan memecahkan masalah dari pertanyaan atau masalah
atas dasar rasa ingin tahu. Dibanding dengan pembelajaran SETS yang
merupakan bagian dari pendekatan STS, yaitu pendekatan berbasis sains,
teknologi, masyarakat dan lingkungan. Keduanya tidak berbeda nyata dalam
hasil belajar. Karena SETS melingkupi tahapan – tahapan pada STS.
Proses STEM selain mengidentifikasi dan memahami teknologi yang
dibutuhkan untuk mengembangkan solusi untuk masalah atau membangun
jawaban atas pertanyaan kompleks, STEM juga menganalisis batas, risiko,
dan dampak dari teknologi, dan melibatkan untuk bertanggung jawab atas
penggunaan teknologi, serta meningkatkan atau membuat teknologi baru yang
memperpanjang kemampuan manusia. 93

93
Ibid., h. 3
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terkait dengan penerapan
pendekatan pembelajaran SETS, STEM dan STS dalam pembelajaran biologi,
disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil belajar
biologi antara kelompok siswa yang diajar menggunakan pendekatan SETS,
STEM dan STS. Terlihat dari perhitungan anava satu jalur terhadap data
posttest ketiga kelas eksperimen yang menunjukan nilai Fempirik > F teoritik 3,08
pada taraf signifikansi 0,05 dan 4,81 pada taraf signifikansi 0,01.
Hasil perhitungan uji Dunnet didapatkan hasil bahwa rata – rata hasil
belajar siswa dengan menggunakan pendekatan STEM lebih tinggi dari
kelompok STS dan pendekatan STS tidak berbeda nyata dari kelompok
SETS, (STEM >SETS ; STS = SETS).

B. Saran
Beberapa saran untuk perbaikan penelitian di masa mendatang adalah
sebagai berikut :
1. Hendaknya guru membuat perencanaan yang matang dalam memilih
materi dan mengalokasikan waktu dalam melaksanakan pendekatan
pembelajaran SETS, STEM dan STS sehingga materi lebih mudah
diterima siswa dan waktu yang terbuang dapat diminimalkan.
2. Dalam melaksanakan pendekatan SETS, STEM dan STS guru perlu
menguasai materi, mengarahkan tugas secara jelas, membimbing dan
memotivasi siswa dalam diskusi, sehingga penerapan model tersebut
berjalan sesuai dengan rencana.
3. Penelitian dengan pendekatan SETS, STEM dan STS ini diharapkan dapat
dipergunakan sebagai referensi untuk melakukan penelitian sejenis dalam
upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan pokok bahasan/mata
pelajaran yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Wahid, Mustaqim. 2003. Psikologi Pendidikan, Jakarta : Melton Putora.

Arifin, Zainal. 2011. Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Bybee, Rodger W. 2013. The case for STEM education. America : NSTA Press.

Bungin, Burhan. 2009. Populasi Penelitian Sampel dan Teknik Sampling. Jakarta :
Pranada Media.

Basleman, Anisah. 2011. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Dimyati dan Mudjiono. 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : Rineka Cipta.

Hajar. 1999. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan.


Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Halim, lilia. 2012. Mencetus Semula Minat Terhadap Sains Dan Matematik
Melalui Pendidikan STEM. Presentasi pada kolokium pendidikan sains dan
matematik, UM 12-13 September 2012, h.3.

Hamalik, Oemar. 2003. Proses Belajar Mengajar, Jakarta : Bumi Aksara.

Hamzah, Uno. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara.

John w. Creswell. 2009. Research Design. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Kadir. 2010. Statistika Untuk Penelitian Ilmu Sosial. Jakata: PT Rosemata


Sampurna.
Kohler, Randy and Nancy Tsupros. 2008. STEM Education in Southwestern
Pennsylvania. Raport of a project to identify the missing components.
Washington, h.2.

The Maryland Board of Education. Draft April 2012 Jurnal, tersedia online
www.marylandpublicschools.org/MarylandStateSTEMStandarsofPractice_.
pdf, diakses pada tanggal 14/03/2015, 10:06 h.1.

61
62

Margono. 2010. Metodologi Penelitan Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Masitoh dan Laksmi Dewi. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Direktorat


Jendral Pendidikan Islam.

Nanang Fatah. 2006. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Remaja


Rosdakarya.

Nurrohman, Sabar. 2011. Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Dalam


Pembelajaran IPA Sebagai Upaya Peningkatan Life Skill Peserta Didik.
Skripsi : UIN syarif Hidayatullah Jakarta.

Poedjiadi, Anna. 2005. Sains Teknologi Masyarakat. Bandung: PT.Remaja


Rosdakarya.

Purwanto. 2012. Evauasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Pusat Kurikulum Balitbang Diknas, Kurikulum Visi SETS, Model Kurikulum


Pendidikan yang menerapkan Visi SETS (Jakarta : Depdiknas, 2007), onine,
(Litbang.kemendikbud.go.id/model-kurikulum-satuan-pendidikan, diakses 07
Mei 2015, 17:30), h.20.

Puspita, Diah Indah. 2011. Perbedaan Hasil Belajar Biologi Antara Siswa Yang
Diajarkan Melalui Pendekatan STAD Dan Tenknik IG. Skripsi : UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Risnasasri. 2011. “Pengaruh Pendekatan Salingtemas Terhadap Hasil Belajar”.


Skripsi : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Rush, Diana laboy. 2009. Education Through Project – Based Learning, h.2,
tersedia online di Learnin3.com

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada .

S, Margono. 2007. Metodologi Penelitian Pendidika. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Samatowa, Usman. 2011 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Jakarta : Indeks.

Setiani, Evi. 2012. “Pengaruh Pendekatan Science, Environment, Technology,


And Society (SETS) Terhadap Hasil Belajar Siswa”, Skripsi : UIN syarif
Hidayatullah Jakarta.

Slameto, 2010. Belajar & faktor – faktor yang mempengaruhinya. Jakarta :


Rineka Cipta.

Subana, 2005. Dasar-dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.


63

Suci, Elsa. 2013. Perbedaan Hasil Belajar Siswa Antara Siswa Yang Diajar
Menggunakan Model Pembelajaran ARSS, Quantum learning dan STAD
dalam Pembelajaran Biologi. Skripsi : UIN Jakarta.
Suharsimi, Arikunto. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Suharyadi. 2013. Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta :
Pustaka Salemba.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung :


Alfabeta.

Sukardi. 2009. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Bumi Akasara.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta :


Rosda Karya.

Suyono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Bandung : Rosdakarya Offset .

Sofyan, Ahmad, Tonih Feronika, Burhanuddin Milama. 2006. Evaluasi


Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, Jakarta : Tim Kreatif Gaung
Persada.

Syukri, Muhammad. 2013. Jurnal Pendidikan STEM dalam Escit.

Syah, Muhibbin. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Tedjo N Reksoatmodjo. 2007. Statistika Untuk Psikologi dan Pendidikan,


Bandung : Refika Aditama.

Ward, Hellen. 2010. Pengajaran Sains Berdasarkan Cara Kerja Otak. Jakarta :
Indeks.

Winarsunu, Tulus. 2010. Statistik dalam Penelitian Psikologi & Pendidikan.


Malang: UMM press.
Yusri. 2013. Statistika Sosial. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Zulfiani, Tonih Feronika, Kinkin Suartini. 2009. Strategi Pembelajaran Sains.


Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai