Anda di halaman 1dari 120

Daftar Isi

Halaman
Bab 1. Pengantar Evaluasi Log
1.1 Apa yang diperlukan industri perminyakan agar sukses dalam penemuan minyak ?
1.2 Apa yang dapat di lakukan oleh perusahaan jasa logging ?
Proses Logging
Interpretasi Log Sumur
Jasa Penyelesaian Sumur
Pengamatan Reservoar
1.3 Pengaturan sistem di lapangan
1.4 Sistem di Permukaan

Bab 2. Konsep-konsep Evaluasi Dasar


2.1 Ruanglingkup Logging
2.2 Reservoar Asli
2.3 Dampak dari proses pemboran
2.4 Resistivitas dan Faktor Formasi
2.5 Porositas
2.6 Porositas dan Faktor Formasi
2.7 Kejenuhan
2.8 Hidrokarbon yang dipindahkan

Bab 3. Apakah Log itu ?


3.1 Penampilan Log
3.2 Corak, skala, bagan dan simbol Log
3.3 Penampilan log
3.4 Penerapan Log

Bab 4. Interpretasi Formasi Bersih


4.1 Lingkungan kerja
4.2 Evaluasi litologi dan porositas
4.3 Pengenalan Litologi Pintas
4.4 Penentuan kejenuhan air

Bab 5. Metode Pintas


5.1 Indentifikasi Lapisan
5.2 Kendali Mutu Log (LQC)
5.3 Metode rasio resistivitas
5.4 Metode untuk mencari R.w
5.5 Metode untuk mencari Sw
5.6 Ringkasan dari alat ukur Resistivitas
5.7 Porositas pintas dan Litologi dan 53
5.8 Indentifikasi litologi 55
5.9 Penentuan jenis hidrokarbon 55
5.10 EPT pintas 57

Bab 6. Metode Penentuan Rw 58


6.1 Gambar-silang porositas-resistivitas 58
6.2 Metode rasio resistivitas 59
6.3 Rw dari SP 61
6.4 Pendekatan Rwa 61
6.5 Rw dari EPT : 62
6.6 Rw dari sumber lain 62

Bab 7. Kurva SP 63
7.1 Asal usul SP 63
7.2 Bentuk dari kurva SP 65
7.3 Anomali SP 67
7.4 Pencarian Rw68

Bab 8. Log Sinar Gamma 69


8.1 GR dasar 69
8.2 NGT: GR Spektral 71
Bab 9. Porositas: Log Sonik 74
9.1 BHC 74
9.2 Sonik panjang-DDBHC 79

Bab 10. Porositas: Log Lito-Densitas 80


10.1 Prinsip dari pengukuran densitas 80
10.2 Prinsip faktor penyerapan fotolistrik 83
10.3 Interpretasi 83
10.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran 85
10.5 LDQL 87

Bab 11. Porositas: Log Neutron 89


11.1 Prinsip CNT 89
11.2 Interpretasi 92
11.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran 92

Bab 12. Log EPT


12.1 Prinsip EPT
12.2 Interpretasi
12.3 Faktor yang mempengaruhi pengukuran
12.4 Aplikasi alat EPT

Bab. 13 Rt dari alat-alat Resistivitas


13.1 Laterolog
13.2 Alat Induksi
13.3 SFL
13.4 Menggunakan RX0 untuk mengoreksi Rt
13.5 Perbandingan Induksi dan Laterolog

Bab 14. Rxo dari alat mikro


14.1 MSFL
14.2 Microlog

Bab 15. Interpretasi Pasir berlempung (Shaly-sands)


15.1 Pengaruh lempung
15.2 Penentuan RW
15.3 Penentuan Rt dan Rx0
15.3 Penentuan Rt dan Rx0
15.4 Indikator-indikator lempung
15.5 Koreksi hidrokarbon
15.6 Perkiraan densitas hidrokarbon
15.7 Flow-chart dari Interpretasi Shaly Sands

Bab 16. Interpretasi Model Dua Air


• Prinsip Model Dua Air
• Cyberlook

Bab 17. Interpretasi dengan Komputer


17.1 Pendahuluan
17.2 Proses CPI
17.3 Model-model CPI
• Model SARABAND dan CORIBAND
• Model VOLAN
• Metode GLOBAL
• Metode ELAN

Bab 18. Contoh Interpretasi 136


LQC 136
Log Resistivitas 137
Log Porositas 138
Log NGT 139
Kertas Kerja -1 141
Kertas Kerja -2 143
Kertas Kerja -3 144
Hasil Interpretasi Komputer: ELAN 146

Apendiks

I. Tentang Porositas Netron 154


II. Resolusi Tegak dan Jangkauan Datar dari Beberapa Alat Loging 156
III. Tentang Log Quality Control (LQC) 157
IV. Tentang Peranan Gambar-silang (Crossplots) dalam Interpretasi 162
V. Ringkasan Jenis Koreksi Pengaruh Lubang Bor 166
VI. Daftar Istilah Yang Dipakai 167

Glossary
Jawaban Kertas Kerja-1 dan 2 Lembar tambahan Kertas Kerja 168
Bab 2 Konsep-konsep Evaluasi
2.1 Ruang lingkup Dasar
Logging
Tidak banyak yang dapat dipelajari tentang potensi dari suatu sumur yang sedang dibor.
Dalam kenyataannya lumpur bor mendesakhidrokarbon masuk kedalam formasi menjauhi lubang
bor dan mencegah hidrokarbon menyembur keluar permukaan. Pemeriksaan berkas bor (cutting)
yang kembali kepermukaan dapat memberikan petunjuk tentang litologi secara gamblang dari
formasi yang ditembus oleh pahat dan mungkin juga mampu menyingkap tanda-tanda
hidrokarbon, akan tetapi cara ini tidak mampu memperkirakan banyaknya minyak atau gas di
lapisan formasi.
Logging memberikan data yg diperlukan untuk mengevaluasi scr kuantitas banyaknya
hidrokar- bon di lapisan pada situasi dan kondisi sesungguhnya. Kurva log memberikan informasi
yang cukup tentang sifat-sifat batuan dan cairan. Dari sudut pandang pengambil keputusan,
logging adalah bagian yang penting dari proses pemboran dan penyelesaian sumur. Adalah
mutlak untuk mendapatkan data log yang akurat dan lengkap. Biaya logging diperkirakan hanya
sekitar 5% dari total biaya ekplorasi sebuah sumur, sehingga adalah kurang bijaksana bila tahap
yang penting ini tidak dilaksanakan dengan baik.

-
Luban
g Bor
Situasi lubang bor yang dihadapi oleh operator logging kira-kira adalah
demikian:
- Kedalaman yang dapat bervariasi antara 1.0000 sampai 25.000’, diameter lubang 5" - 17"
- Kemiringan lubang yang berkisar antara 20-70 .
- Lubang bor yang berliku-liku (dogleg) yang mempersulit masuknya alat logging -
Temperatur
dasar lubang antara 100°F sampai 400°F
- Salinitas garam lumpur 1.000-200.000 ppm; kadang-kadang lumpurnya adalah lumpur
minyak.
- Berat lumpur antara 9 sampai 17 lb/gal
- Tekanan di dasar lubang 500 - 20.000 psi - Runtuhan serpih atau lapisan pasir yang tidak
kuat
- Suatu lapisan dari mud cake pada seluruh formasi permeabel dengan ketebalan 0.1" - 1".
- Daerah terkontaminasi meluas dari hanya beberapa inci hingga beberapa feet dari
lubang bor dimana kebanyakan cairan di pori-pori telah digantikan oleh cairan pemboran.
Seringkali kondisi yang lebih buruk dijumpai. Akan tetapi ini merupakan suatu
keadaan yang penuh tantangan karena dari sana akan diperoleh informasi yang akurat tentang
keadaan formasi yang sebenarnya seperti sebelum adanya pemboran.

- Prosedur
Logging
Setiba di lapangan sumur, para operator logging mulai mengatur letak kendaraan logging
segaris dengan sumbu sumur, menggelarkan kabel logging melalui roda-katrol bawah dan atas,
dan me nyambungkan alat-alat logging. Insinyur logging melakukan pemeriksaan dan kalibrasi
awal, kemudian rangkaian alat logging diturunkan kedasar sumur secepat mungkin dengan
memperhatikan kondisi sumur. Setelah sampai di dasar sumur, kalibrasi alat sekali lagi
dilakukan, skala-skala pembacaan diatur, dan kabel logging mulai ditarik keluar, maka dimulailah
proses logging. Kecepatan pengukuran diatur konstan antara 1800 s/d 6000 kaki/jam, tergantung
pada jenis alat logging yang dipakai. Alat-alat logging umumnya berdiameter 3-5/8” dengan
panjang 20-50 ”. Rangkaian tsb biasanya terdiri dari kombinasi dari bbrp alat. Kombinasi alat
yang umum adalah contoh kombinasi alat super-combo(Gambar 2.1):
DIL-SLS-GR Dual Induction-Sonic-Gamma Ray
LDL-CNL-NGL Litho Density-Netron-Natural
Gamma Ray DLL-MSFL-GR Dual Laterelog-Micro
SFL-Gamma Ray EPT-ML Electromagnetic
Propagation-Microlog
SHDT-GR Stratigraphy High resolution Dipmeter Tool-GR
Kabel logging umumnya mempunyai tujuh buah konduktor yang dilapisi isolator
teflon tahan panas dan dua lapis kawat pembungkus dari baja yang kedap terhadap lumpur. Arus
listrik dikirim turun melalui satu pasang konduktor, sedangkan data logging dikirim ke permukaan
melalui 5 konduktor yang tersisa. Fungsi kabel selain sebagai alatkomunikasi antara alat logging
didalam sumur dengan perangkat komputer diatas, juga merupakan alat untuk menentukan
kedalaman sumur, dengan kata lain panjang kabel yang diturunkan kedalam sumur sesuai
dengan kedalaman sumur tersebut.
Kini sistem permukaan yang lama telah digantikan dengan sistem komputer yang lebih
canggih
dan mudah dioperasi, misalnya sistem komputer MAXIS-500 yang diperkenalkan oleh
Schlumberger pada awal tahun1990 menggunakan sistem citra (imaging) dengan penampilan
grafik yang prima dan sistem komunikasi telemetri yang lebih cepat. Kabel loggingpun mengalami
perkembangan yang cukup pesat, kini telah tersedia berbagai jenis kabel sesuai dengan kondisi
lubang, bahkan teknologi serat optikpun sudah diterapkan pada kabel logging.

2.2 Reservoar Asal (Tak-


terkontaminasi)
Gambar 2.2 merupakan gambaran dari batuan kandungan hidrokarbon yang berporipori.
Matriks batuannya terdiri dari butiran-butiran batu pasir, gamping, dolomit, atau campuran dari
semuanya. Antara butiran-butiran ada ruang pori yang berisi air, minyak dan mungkin juga gas.
Airnya berupa suatu lapisan
Gambar 2.1. Sketsa Susunan Alat Logging Super-Combo
Gambar 2.2. Profil Rembesan pada Batuan

disekitar butiran-butiran dan berupa cincin-cincin tipis pada kontak antar butiran. Air akan menempati
celah-celah yang sangat halus, dan juga membentuk suatu jalur yang menerus, walaupun sangat
berbelit-belit melalui struktur batuan. Minyak akan menempati ruang pori yang lebih besar. Jika terdapat
gas, maka gas akan menempati ruang pori yang paling besar, terpisah dari minyak.
Sifat-sifat batuan yang penting untuk analisa log adalah porositas, kejenuhan air dan
permeabilitas. Dengan dua parameter yang pertama banyaknya hidrokarbon di lapisan formasi dapat
dihitung, sedangkan dengan parameter yang terakhir, dapat ditunjukkan pada tingkat mana hidrokarbon
dapat diproduksi.

- Porositas
Porositas, ditandai dengan , adalah bagian dari volume total batuan yang berpori. Pada formasi-
renggang (unconsolidated formation) besarnya porositas tergantung pada distribusi ukuran butiran, tidak
pada ukuran butiran mutlak. Porositas akan menjadi tinggi antara 0.35-0.4 jika semua butirannya
mempunyai ukuran yang hampir sama. Dan akan menjadi rendah jika ukuran butir bervariasi sehingga
butiran yang kecil akan mengisi ruang pori diantara butiran yang lebih besar. Malah pada porositas yang
lebih rendah partikelpartikel batuan umumnya bergabung bersama material yang mengandung silika atau
zat kapur, menghasilkan formasi-rapat (consolidated formation) dengan porositas mendekati nol.
- Kejenuhan Air
Bagian dari ruang pori yang berisi air disebut kejenuhan air, ditandai dengan Sw. Sisa bagian
yang berisi minyak atau gas disebut kejenuhan hidrokarbon, Sh, sama dengan (1- Sw). Asumsi umum
adalah bahwa reservoar mula-mula terisi air dan selang masa perubahan geologi, minyak atau gas yang
terbentuk di tempat lain pindah ke formasi berpori, menggantikan air pada ruang pori yang lebih besar.
Akan tetapi hidrokarbon pindahan ini tidak pernah bisa menggantikan semua air. Ada Kejenuhan Air-Sisa
(irreducible water saturation) Sw(irr) yang menunjukkan air yang tertinggal karena tegangan permukaan
pada permukaan butiran, kontak butiran, dan didalam celah-celah yang sangat kecil. Nilainya bervariasi
dari kira-kira 0.05 pada formasi yang sangat kasar dengan luas permukaan kecil, hingga 0.4 atau lebih
pada formasi butiran yang sangat halus dengan luas permukaan besar. Air-sisa tidak akan mengalir
ketika formasi diproduksi.
Maka bagian dari volume total formasi yang mengandung hidrokarbon adalah  • Sh atau
• (1-Sw). Tujuan utama dari logging adalah untuk menentukan kuantitas ini. Nilainya bisa dari nol hingga
maksimum 0 • (1- Swirr ).

- Permeabilitas
Permeabilitas yang ditandai dengan k, adalah kemampuan mengalir dari cairan formasi. Ini
merupakan pengukuran tingkatan dimana cairan akan mengalir melalui suatu daerah batuan berpori
dibawah gradian tekanan yang tertentu. Dinyatakan dalam milli-darcies (md); nilai 1000 md adalah tinggi
dan 1.0 m adalah rendah untuk ukuran produksi.
Berbeda dengan porositas, permeabilitas sangat tergantung pada ukuran butiran dari batuan.
Sedimen butiran besar dengan pori-pori besar mempunyai permeabilitas tinggi, sedangkan batuan
berbutir halus dengan pori-pori kecil dan alur yang berliku-liku mempunyai permeabilitas rendah.
Porositas berubah dengan faktor 3 sedangkan permeabilitas dengan faktor sekitar 4000. –

Batuan kandung-hidrokarbon (Hydrocarbon-Bearing Rocks)


Batuan kandung-hidrokarbon umumnya terdiri dari pasir, gamping dan dolomit.
Pasir dapat dipindahkan dan diendapkan oleh aliran air. Semakin deras aliran air, akan semakin
kasar butiran pasirnya. Karena mekanisasi ini maka pasir akan cenderung mempunyai porositas antar
butiran yang seragam.
Gamping dilain pihak, tidak dapat dipindahkan seperti butiran pasir melainkan akan diendapkan
oleh gerakan air laut. Sebagianmerupakan endapan dari larutan; dan sebagian adalah timbunan dari
jasad kerang orgaruk. Ruang pori awal sering berubah oleh disolusi ulang lanjutan dari sejumlah zat
padat. Sehingga porositas gamping cenderung menjadi kurang seragam dibandingkan dengan pasir.
Porositas gamping mengandung gerohong dan retakan disebut porositas sekunder (secondary porosity),
yang bersisipan (interspersed) dengan porositas primer (primary porosity).
Dolomit terbentuk ketika air yang kaya dengan magnesium mengalir melalui gamping,
menggantikan sejumlah kalsium dengan magnesium. Proses ini biasanya menyebabkan pengurangan
volume batuan. Sehingga dolomitisasi adalah suatu mekanisme penting dalam menyediakan ruang pori
untuk akumulasi hidrokarbon.
Formasi yang berisi hanya pasir atau karbonat disebut formasi bersih (clean formation), relatif
mudah diinterpretasikan dengan log moderen. Bila formasi ini berisi lempung, maka dinamakan formasi
kotor atau formasi serpih (dirty or shaly formations). Reservoar batuan seperti ini cukup sulit
diinterpretasikan.

- Lempung dan Serpih


Lempung adalah komponen umum dari batuan sedimen. Susunan kimianya terdiri dari alumino-
silikat biasa berupa montmorillonite, Mite, chlorite, atau kaolinite tergantung pada lingkungan dimana
mereka terbentuk.
Lempung mempunyai ukuran partikel yang sangat kecil sekitar 1 hingga 3 tingkatan dibawah
butiran pasir. Akan tetapi rasio permukaan-volumenya sangat tinggi hingga 100-10.000 kali rasio yang
dimiliki pasir. Sehingga lempung secara efektif dapat mengikat banyak air yang tidak akan mengalir tetapi
mempengaruhi tanggapan log.
Serpih adalah campuran dari lempung dan lanau (silika halus) yang diendapkan oleh proses
sedimentasi berenergi rendah. Serpih mempunyai porositas yang baik, tetapi permeabilitasnya adalah
mutlak sama dengan nol. Sehingga serpih murni tidak begitu berperan dalam produksi hidrokarbon,
walaupun merupakan batuan-sumber (source rocks) untuk perminyakan. Dilain pihak, pasir atau karbonat
yang mengandung sejumlah lempung atau serpih mungkin penting untuk produksi hidrokarbon.
Dengan adanya lempung dan serpih, analisa formasi hidrokarbon menjadi tidak mudah. Maka
pertama-tama perlu dimengerti prinsip dari interpretasi log pada formasi bersih dan kemudian analisa
formasi kotor.
2.3 Dampak dari Proses Pemboran
Proses pemboran menggunakan sebuah pahat yang dipasang pada ujung pipa bor panjang yang
diputar dari permukaan dengan kecepatan 50-150 rpm. Secara bersamaan, beban sebesar 5.000-20.000
kg ditempatkan pd pahat, aksi gabungan ini akan menghancurkan batuan. Berkas batuan yang dihasilkan
diangkat dari bawah pahat kepermukan oleh lumpur bor yang dipompa kebawah melalui rongga tengah
pipa bor, keluar dari lubanglubang pahat, dan kembali keatas melalui celah-celah formasi dan pipa.
Selama proses pemboran, formasi dapat terkikis atau longsor membuat diameter lubang yang
lebih besar dari diameter pahat. Pemboran dapat merusak lapisan permeabel, dan kerak-lumpur dapat
terbentuk di lapis an yang sama. Rembesan pada dasarnya merupakan salah satu masalah logging.

- Proses Rembesan
Untuk mencegah kemungkinan penyemburan-liar (blowout) selama pemboran berlangsung,
tekanan lumpur di dalam anulus, Pm, harus dijaga selalu lebih besar dr pd tekanan hidrostatis cairan di
dalam formasi, Pr . Perbedaan tekanan, pm - pr yang biasanya beberapa ratus psi, akan mendesak
cairan pemboran kedalam formasi. Kejadian ini akan membuat partikel-partikel padat dari lumpur
tertahan pada dinding formasi membentuk kerak-lumpur. Cairan yang menembus melalui kerak-
lumpur ini disebut mud filtrate yang telah disaring melewati formasi dan mendesak atau menggantikan
sejumlah cairan reservoar. Daerah berdekatan dng lubang bor yang berisi filtrasi lumpur disebut zona
rembesan.
Proses rembesan akan berlangsung cepat pada awal proses tetapi menjadi lambat saat kerak-
lumpur mulai terbentuk yang menahan proses rembesan lanjutan. Jika kondisinya statis, kerak-
lumpur
akan terus terbentuk dan tingkat filtrasi menurun sebanding dengan 1 dimana t adalah waktu aliran.
t
Selama pemboran, gerakan sirkulasi lumpur dan cutting bat ditambah getaran yg disebabkan
oleh perputaran pipa bor terus mengikis mudcake dan juga formasi. Jika formasi berhenti dikikis, suatu
kondisi keseimbangan dinamis tercapai dimana kerak-lumpur menebal & tingkat filtrasi menjadi konstan.
Ketika pipa bor ditarik keluar untuk diganti pahat baru, kerak-lumpur mulai terbentuk
kembali pada lapisan permeabel dalam kondisi filtrasi yang statis. Ketika pemboran dimulai lagi, kerak-
lumpur bagian luar yang baru saja terbentuk akan terkikis dan keseimbangan dinamis sekali lagi akan
terjadi.
Akhirnya, ketika semua pipa bor ditarik keluar untuk tujuan proses logging, filtrasi statik akan
mulai terjadi lagi dan kerak-lumpur lembut akan terbentuk lagi. Pembentukan tambahan ini sering
teramati dengan pengukuran diameter lubang oleh alat-alat logging yang ternyata lebih kecil dari
diameter pahat pada lapisan-permeabel dekat di dasar sumur. Tebal kerak-lumpur biasanya berukuran
1/8 -3/4 inci pada saat logging.
Kedalaman dari rembesan akan naik dengan cepat selama period.e erosi formasi. Kemudian rembesan
menjadi lambat karena keseimbangan dinamis dan tingkat kenaikan dari kedalaman rembesan adalah
berbanding terbalik dengan kedalaman rembesan yang telah dicapai untuk tingkatan filtrasi yang tetap.

- Kedalaman rembesan pada saat logging


Kedalaman dimana filtrasi lumpur telah menembus suatu formasi berpori pada saat logging
tergantung pada beberapa faktor, yang pertama adalah sifat filtrasi dari lumpur bor dan perbedaan
tekanan antara lumpur dengan reservoar. Tingkat filtrasi statis dari suatu jenis lumpur dapat dibaca dari
catatan air-hilang (water loss) pada kepala-log (log heading). Ini adalah jumlah filtrasi (dalam cc) yang
melalui sehelai saringan kertas dalam waktu 30 menit pada perbedaan tekanan 100 psi dan suhu 76° F
(standar API). Nilai air hilang biasanya sekitar 12 cc; kalau 30 cc dianggap sebagai lumpur parah (poor
wall building mud), dan 4 cc adalah sangat baik. Akan tetapi pengalaman menunjukkan hanya ada sedikit
hubungan antara karakteristik filtrasi statis pada temperatur permukaan dengan filtrasi dinamis pada
temperatur lubang bor. Akibatnya adalah tidak mungkin untuk meramalkan kedalaman rembesan hanya
dari lumpur dan informasi pemboran yang ada. Seorang Analis Log harus menarik kesimpulan sendiri
dari data-data log.
Walaupun demikian seseorang dapat memperkirakan kedalaman rembesan dari suatu jenis
lumpur tertentu yang berhubungan dengan porositas. Ketika kerak-lumpur mulai terbentuk,
permeabilitasnya menjadi relatif rendah dibandingkan dengan permeabilitas rata-rata formasi sehingga
hampir seluruh perbedaan tekanan (Pm - Pr ) dikenai pada kerak-lumpur dan hanya sedikit yang
mengenai formasi. Akibatnya kerak-lumpurlah yang mengendalikan kelajuan filtrasi. Pada suatu waktu
tertentu volume dari cairan yang sama akan merembes formasi yangberbeda, tanpa memandang
porositas atau permeabilitas (kecuali permeabilitasnya dibawah 1.0 md). Ini berarti bahwa kedalaman
rembesan akan menjadi minimum pada porositas tinggi dimana banyak ruang pori yang tersedia untuk
cairan rembesan, dan menjadi maksimum pada porositas rendah dimana hanya sedikit ruang pori yang
tersedia. Diperkirakan kedalaman rembesan sebanding dengan 1/ dimana  adalah porositas.
Kedalaman rembesan akanberlipat dua jika porositas berkurang dari 36% hingga 9%, misalnya.
Walaupun demikian faktor-faktor lain juga menentukan. Dapat dikatakan bahwa kedalaman rembesan
berkisar antara beberapa inci sampai beberapa feet, biasanya sekitar 1-2ft.
- Gambaran dari batuan di daerah rembesan
Bila kita bisa berjalan dari lubang bor menembus dinding sumur, yang pertama akan dijumpai
adalah daerah rembesan (flushed zone), kemudian daerah transisi (transition zone), dan yang terakhir
adalah formasi murni (unperturbed formation). Di daerah rembesan boleh dianggap bahwa semua air-
formasi telah digantikan oleh filtrasi-lumpur (yang mungkin juga tidak terlalu benar). Jika formasi
mengandung hidrokarbon, maka hanya sejumlah tapi tidak seluruh dari hidrokarbon akan terdesak oleh
filtrasi-lumpur rembesan. Kejenuhan hidrokarbon yang tersisa berkisar antara 10 sampai dengan 40%.
Kejenuhan akan tergantung pada isi hidrokarbon awal dan pada kekontrasan antara mobilitas dari filtrasi
dan mobilitas dari hidrokarbon. Air akan menggantikan minyak ringan (medium gravity oil) dengan sangat
baik, tetapi sangat buruk dalam hal menggantikan minyak berat (heavy oil) dan gas ringan viscositas-
rendah (low-viscosity light gas). (Gambar 2.4).
Di daerah transisi, sejumlah air asal dan sejumlah hidrokarbon, jika ada, akan digantikan, mula-
mula berdekatan dengan lubang bor akan tetapi secara perlahan akan bergeser menjauhinya. Ini akan
memakan waktu beberapa hari setelah pemboran formasi dilakukan untuk menjadikan pola rembesan
mencapai suatu kondisi keseimbangan.
Pada pasir dengan porositas dan permeabilitas tinggi, cairan rembesan dapat terpisah karena
gaya gravitasi (gravity-segregate) secara vertikal maupun lateral. Filtrasi rembesan salinitas-rendah
(Low-salinity filtrate) cenderung berada di bagian atas dari lapisan pasir dengan salinitas-tinggi,
sedangkan air rembesan di lapisan pasir berminyak cenderung berada di bawah lapisan minyak.
Perkembangan ini Bering teramati pada log yang direkam belakangan. Serpih mempunyai permeabilitas
mendekati nol, tidak terkontaminasi atau membentuk kerak-lumpur. Lebih sering, air-tawar (fresh water)
dari lumpur bor akan menyebabkan lempung didalam serpih mengembang atau membengkak,
mengakibatkan formasi itu menjadi berlumpur dan berlubang. Pengaturan kondisi lumpur yang tepat
dapat memperkecil masalah ini.

- Penampilan Rembesan
Gambar 2.3 dan 2.4 menunjukkan suatu formasi berpori yang dirembesi oleh filtrasi lumpur
selama pemboran, dan bermacam-macam simbol yang digunakan dalam analisa log. Untuk lengkapnya
silahkan melihat Glossary dibagian akhir dari buku ini.
Dapat dilihat bahwa model yang paling sederhana adalah yang batasannya adalah lapisan yang
sederhana, suatu situasi yang memungkinkan kita menggunakan persamaan persamaan linier untuk
mewakili tanggapan alat.
Dalam kasus alat resistivitas, perlu dicari 3 parameter: resistivitas-sesungguhnya (true resistivity)
Rt, resistivitas dr daerah rembesan Rxo, dan diameter rembesan Di. Shng diperlukan suatu sistim dng 3
persamaan linier. Ini dicapai dng menggunakan 3 jenis alat resistivitas dengan kedalaman penyelidikan
yang berbeda. Buku grafik berisi grafik-grafik seperti Rint-9 digunakan untuk tujuan itu.

Gambar 2.3 Simbol-simbol dalam Analisa Log

Gambar 2.4 Profil Rembesan dan Resistivitas


2.4 Resistivitas dan Faktor Formasi
3
Misalkan pada kubus dengan volume satu satuan (1m ) yang hanya berisi air dialirkan arus listrik
(Gambar 2.5), bila besar arus listrik diketahui mk tahanan kubus tsb dapat diukur. Karena volumenya
adalah satu maka tahanan yang diukur adalah tahanan air itu sendiri yaitu Rw dalam satuan
Ohms.
Air formasi adalah konduktif karena adanya komponen garam didalam larutan:
+ -
NaCl Na + Cl
++
CaSO4 Ca + S04-
Pengukuran di laboratorium menunjukkan bahwa resistivitas air formasi Rw akan turun jika
konsentrasi dan temperatur naik. Lihat grafik Gen-9. Sekarang kubus air tadi diisi sejumlah butiran pasir
yang tidak konduktif (Gambar 2.6), maka tahanan totalnya (juga tahanan jenisnya) menjadi Ro didalam
satuan Ohms. Banyak percobaan di laboratorium menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
resistivitas air Rw dan resistivitas dari batuan basah Ro. Perbandingannya disebut F, faktor resistivitas
formasi:  Ro = F. Rw
2
Satuan untuk mengukur resistivitas adalah Ohm-m /m, biasanya disingkat Ohm-m. Pada logging
2
elektrik, kebalikan dari resistivitas (disebut konduktivitas) juga diukur. Satuannya adalah Mho-m/m .
Dalam praktek, satuan ini terlalu besar, sehingga digunakan satuan yang lebih kecil, millimho/meter,
satuan dari konduktivitas disingkat dengan mmho.
Jika dari kubus tadi sejumlah air digantikan dengan minyak, maka resistivitas dari kubus menjadi
Rt. Karena minyak adalah tidak konduktif, resistivitas total dari kubus Rt akan lebih besar dari Ro.

2.5 Porositas
Definisi dari porositas: Porositas adalah bagian dari volume batuan yang tidak terisi oleh benda
padat. Ada beberapa macam porositas:
- Porositas Total t, adalah perbandingan antara ruang kosong total yang tidak diisi oleh benda padat
(pori-pori, retakan, rekahan, gerohong) yang ada diantara elemen-elemen mineral dari batuan,
Vt  Vs Vp
dengan volume total batuan. t  
Vt Vt
dimana:Vp = volume ruang kosong, biasanya terisi oleh cairan (air, minyak, gas), Vs = volume
yang terisi oleh zat padat, Vt = volume total batuan
Porositas total meliputi:
 Porositas primer 1 , antar-butir atau antar-kristal. Ini terutama tergantung pada bentuk
dan ukuran zat padat, dan cara penyortirannya. Biasanya dijumpai pada batuan klastik.
 Porositas gerowong yang diperoleh dari proses disolusi, dan porositas rekahan yang
diperoleh secara mekanik, akan membentuk prositas sekunder 2, banyak berhubungan
dengan batuan zat kimia atau biokimia. Porositas total (t) = 1 + 2
- Porositas Bersambungan (connected porosity) connected,adalah bagian dari ruang kosong bersam-
bungan didalam batuan. Bisa jauh lebih sedikit dibandingkan dengan porositas total jika pori-porinya
tidak bersambungan (kasus dari batu apung, dimana 1 mendekati 50% dan connected adalah nol).
- Porositas Potensial Pot , istilah porositas ini tidak begitu populer. Pengertian porositas ini
dihubungkan dengan ukuran jalur pori-pori pada batasan tertentu dimana cairan tak dapat lagi mengalir
(misalnya 20
µm untuk minyak dan 5 µm untuk gas).
- Porositas ef ektif e , adalah porositas yang dapat dilalui oleh cairan bebas, tidak termasuk
porositas yang tidak bersambungan, dan ruangan yang terisi oleh air-resapan dan air-ikat serpih.
Ini adalah definisi yang khusus untuk analisa log.
Catatan bahwa porositas adalah tanpa dimensi. Biasanya dinyatakan sebagai angka desimal atau
dikalikan dengan 100 dalam %, atau satuan porositas (pu).

2.6 Porositas dan Faktor Formasi


Perhatikan gambar 2.7 di bawah ini. Misalkan dalam satu satuan volume dari kubus batuan
ditembus oleh kanal-kanal silinder sejajar yang berisi air dengan resistivitas Rw:
Terlihat bahwa dalam formasi air bersih faktor formasi F dinyatakan sbgi rasio dari  F = Ro /Rw
Tahanan antara bidang A dan B (dan resistivitasnya) dari kubus satuan meter kubik yang ruang
kosongnya secara teori terdiri dari kanal-kanal berbentuk silinder sejajar dengan penampang Sp, adalah
Vp 1.Sp
Ro = Rw . 1/SP tetapi Sp sama dengan , karena    Sp sehingga Ro = Rw/ dan Ro akan
Vt 1.1.1
berbanding terbalik dengan porositas, yang akan menyebabkan F - 1/ , dalam kenyataan, arus listrik
biasanya mengalir melewati jalan berliku-liku dimana penampang Sp -nya akan berubah dengan cepat.
Ini adalah fungsi dari struktur batuan.
Banyak percobaan laboratorium telah
menunjukkan bahwa untuk batuan bersih,
hubungan antara porositas dan faktor formasi
m
adalah: F = a/
dimana:
a= koefisien yang tergantung pada litologi, berkisar
antara 0.6 dan 2;
m= faktor sementasi atau faktor liku-liku
(tortuosi-
ty), tergantung dari jenis sedimen, bentuk
pori, macam sambungan pori serta jenis
porositas dan distribusinya, dan juga pada
Gambar 2.7 Porositas dan Faktor Formasi kemampatan
Dari studi yang berbeda tampak bahwa m bisa berubah antara 1 dan 3, mungkin juga lebih.
2.15
Untuk formasi-formasi pasiran, rumus Humble sering digunakan: F = 0.62/
m
Dalam formasi tidak keras (soft), rumus yang paling klasik adalah F = 0.81/
m
Dalam formasi terkompaksi F = 1/  Akhirnya, dalam karbonat dengan porositas rendah, rumus
m
Shell digunakan F =1/ dengan m = 1.87 + (0.019/) Grafik Por-1 menunjukkan hubungan F -

2.7 Kejenuhan
Kejenuhan adalah rasio dari volume yang terisi oleh cairan tersebut dengan volume
porositas total, ditandai dengan S.
Jika cairannya adalah air-formasi Sw = VW /VP
Jika air adalah satu-satunya cairan didalam pori-pori  Sw =1
Jika terdapat sejumlah hidrokarbon Vhy = VP - Vw dan kejenuhan air Sw adalah:
Vp  Vw Vw
Sw  
Vp Vp
Kejenuhan tidak berdimensi, karena hanya berupa rasio, akan tetapi sering dikalikan 100 untuk
dinyatakan dalam persen.
Banyak percobaan di laboratorium menunjukkan kejenuhan air dapat ditulis dalam bentuk
umumnya s wn  Ro dimana:
Rt
Ro = resistivitas batuan dng porositas  yang hanya diisi oleh air-formasi dengan resistivitas Rw; W
Rt = resistivitas batuan yang sama diisi oleh air dan sejumlah hidrokarbon, kejenuhan airnya adalah S .
n = eksponen kejenuhan yang ditentukan berdasarkan percobaan, dan bervariasi antara 1.2 dan 2.2.
Pada pendekatan pertama, n biasanya diambil sama dengan 2.
Catatan : bhw jika menggantikan Ro mk didpt Rt  F. Rw (persamaan Archie untuk formasi bersih).
Sn
w
Kejenuhan hidrokarbon tak pernah mencapai total. Kenyataannya adalah selalu ada sejumlah
kecil air didalam tingkatan kapiler yang tidak dapat digantikan oleh hidrokarbon. Ini disebut Kejenuhan
Air-sisa (irreducible water saturation) Swirr Nilainya tergantung dari jenis porositas, ukuran pori, diameter
dari sambungan, dan sifat dasar dari butiran matriks.
Hal yang sama, bahwa tidak semua air dapat digantikan oleh hidrokarbon, juga semua
hidrokarbon yang terkandung dalam formasi berpori tidak selalu dapat dipindahkan. Bagian dari volume
berpori yang diisi oleh hidrokarbon yang tidak dapat dipindahkan ini (non-moveable hidrocarbon) disebut
kejenuhan-hidrokarbon-sisa (residual hidrocarbon saturation) Shr.

2.8 Hidrokarbon yang dipindahkan (Moved Hydrocarbons )


Konsepnya lebih tepat diterapkan untuk reservoar minyak dari reservoar gas. Jika selama
operasi pemboran, sejumlah hidrokarbon terdesak dari lubang bor, maka logikanya selama fase produksi
sejumlah hidrokarbon yang sama dapat diproduksi oleh formasi yang sama.
Terlihat bahwa kejenuhan hidrokarbon-sisa dalam daerah rembesan yang dinamakan Shr, dapat
dituliskan dalam Shr  1  Sxo
Volume dari hidrokarbon-pindah dapat ditulis:   .(Sh  Shr)   .((1  Sw)  (1 
atau  .(Sxo  Sw) Sw)
Bab 3. Apakah Log itu?
3.1 Penampilan log
Log adalah suatu grafik kedalaman (kadang-kadang waktu), dari satu set kurva yang
menunjukkan parameter yang diukur secara berkesinambungan didalam sebuah sumur.
Dengan tersedianya alat komputer maka saat ini sebuah log dapat merupakan gabungan dari
beberapa log.

3.1.1 Jenis-jenis log


Pada dasarnya ada 3 macam log:
 Log Lapangan (Acquisition Logs ) Sering kali ditandai dengan tulisan besar yang bertuliskan
Field Print . Log ini adalah log lapangan yang orisinil/mentah dan belum dikoreksi sama sekali.
 Log Transmisi Sering ditandai oleh tulisan Field Transmitted Log untuk menunjukkan bahwa
mereka bukan turunan dari log lapangan melainkan log yang telah dikirimkan dari lokasi melalui
jasa satelit atau telepon.
 Log yang sudah diprosesIni meliputi log yang disunting, diproses pada CSU, dan tidak harus di
lapangan, juga meliputi produk-produk FLIC, biasanya ditandai dengan nama FLIC dan nomor
referensi.

Gambar 3.1. Contoh Kepala Log

3.1.2 Kepala-log (Heading) (Gambar 3.1).


Sebuah log umumnya memiliki judul/kepala pada bagian atas yang mencantumkan semua
informasi yang berhubungan dengan sumur, misalnya: jenis instrumen yang dipakai, kalibrasi
instrumentasi, komentar-komentar mengenai pengukuran, skala kurva dan informasi lain
3.1.3 Kolom Log (Tracks)
Bentuk umum dari log mempunyai lebar dengan ukuran 11", terdiri dari satu kolom kedalaman
dan beberapa kolom kurva, dimana angka kedalaman membagi sumbu panjang log dengan pembagian
skala tertentu.
Umumnya terdapat 3 macam kolom kurva, yang dikenal sebagai kolom 1, 2 dan 3, dihitung dari
kiri kekanan. Kolom kedalaman memisahkan kolom 1 dan 2. Tiap kolom kurva boleh memuat lebih dari
1 kurva.
Penyajian lain bisa saja terdiri dari 4 kolom kurva ditambah 1 kolom kedalaman, bahkan produk
dari Pusat Komputer FLIC bisa memiliki lebih banyak kolom kurva lagi yang tercetak diatas kertas
berukuran 22".
3.1.4 Skala Kedalaman
Satuan kedalaman bisa dalam kaki atau meter sesuai dengan satuan yang digunakan
perusahaan minyak.
Log standar memiliki dua skala kedalaman, yang satu digunakan untuk korelasi, yang satu lagi
digunakan untuk interpretasi yang rinci. Skala korelasi bisa 1:1000 atau 1:500 dan skala rinci 1:200. Pada
skala-skala korelasi, garis-garis kedalaman akan terjadi setiap 5 meter atau 10 feet, sedangkan pada
skala rinci terjadi setiap 2 feet atau satu meter.
3.1.5 Kecepatan Logging
Salah satu proses kendali-mutu-log (LQC) adalah pemeriksaan kecepatan logging, terutama
pada log nuklir. Kecepatan logging terekam pada sisi kiri dan kanan dari log lapangan, berupa garis
patah-patah. Satu garis patah terjadi setiap satu merit, panjang garis patah dalam feet atau meter
menunjukkan kecepatan logging pada kedalaman itu setiap menit, kalau dikalikan dengan 60 akan
memberikan kecepatan dalam feet (atau meter) per jam. Misalnya panjang garis patah itu 30 feet, maka
logging speed pada saat dan di kedalaman itu adalah 30 x 60 = 1800 ft/jam. Jika kecepatan logging
terlalu tinggi, kurva-kurva alat nuklir yang berdasarkan perhitungan statistik, akan mempunyai angka
statistik data yang rendah, mengakibatkan resolusi kurva menjadi rendah. Sebaliknya kecepatan logging
yang terlalu rendah walaupun memberikan lebih banyak data, akan tetapi secara keseluruhan tidak
efisien dan tidak diperlukan.

Gambar 3.2 Contoh Sepotong Log Lapangan

3.2 Corak, Skala, Bagan dan Simbol (Grids, scales, traces, symbols)
3.2.1 Corak
Ada 3 macam corak yang umum dipakai pada log:
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3 Penerapan umum
liner liner liner porositas
liner logaritma liner Sonik-Induksi
liner logaritma logaritma Dual Laterelog-MSFL

3.2.2 Skala Kurva


Skala kurva ditunjukkan pada kepala-log, langsung dalam satuan fisika. Beberapa pengukuran
berupa rasio atau angka-angka desimal, sehingga dalam hal ini tidak ada satuan yang ditampilkan.
Pada bab lain ditunjukkan bahwa adalah penting untuk merekam kurva-kurva porositas secara
bersamaan pada skala yang sesuai, sehingga perbandingan secara langsung dapat dilakukan. Ini khusus
berlaku untuk log netron-densitas.
Dengan cara yang sama, log-log resistivitas direkam bersamaan pada skala yang sama dengan skala
logaritma, sehingga memungkinkan penentuan rasio dari dua pengukuran dengan lebih mudah, dan
memberikan sensitivitas yang sama pada semua nilai log.

3.2.3 Bagan kurva


Setiap kurva ditunjukkan dengan bagan yang unik, ada yang berbentuk garis patah pendek, garis
patah panjang, garis lurus, garis titik untuk memudahkan pembacaan. Akan tetapi alokasi bagan tidaklah
menyeluruh, dan perhatian besar harus dilakukan untuk mengenal setiap kurva dengan informasi pada
kepala-log. Bila jenis alat cetak yang dipakai adalah berwarna, tiap-tiap kurva akan diberikan warna
yang berbeda sehingga lebih memudahkan pembacaan kurva.

3.2.4 Nama Kurva


Dengan kehadiran komputer, istilah-istilah digunakan untuk menunjukkan nama kurva, nama
alat, nama pada kepala-log. Lihat daftar istilah untuk lebih mengenal istilah-istilah yang paling umum.

Gambar 3.3 Contoh Sepotong Log Lapangan


3.3 Penampilan Log
Log Gamma Ray (GR) yang dapat dikombinasikan dengan alat logging apapun biasanya
ditampilkan pada kolom 1 dengan skala liner dari 0 - 100 atau 0 - 150 GAPI.

3.3.1 Induksi-Sonik (ISS)


Ini merupakan perekaman serempak dari log induksi dan log sonik.
Di kolom 1, pada skala linier terdapat:
- kurva SP, biasanya 10 mV per divisi, dari -80 s/d 20 mV
- kurva Caliper (CALI) diskala dari kiri ke kanan dalam inci, biasanya dari 6 ke 16, tetapi skala dapat
dibesarkan untuk disesuaikan dengan ukuran pahat.
- kurva ukuran pahat /Bit Size (BS), suatu kurva tetap yang diatur sesuai dengan ukuran pahat.
Di kolom 2, pada skala logaritma yang biasanya diskala dari kiri ke kanan dari 0.2 ke 20 Ohms
terdapat
- kurva induksi dalam /deep induction curve (ILD)
- kurva resistivitas menengah /medium resistivity curve (SFLU), atau, dengan kombinasi Sonik-
induksi-dua peran /dual-induction-Sonic (DIS), - kurva induksi dalam (ILD)
- kurva resistivitas menengah (ILM)
Di kolom 3, pada skala linier terdapat:
- kurva interval waktu transit /Interval Transit Time (atau slowness) At diskala dari kanan ke kiri,
biasanya 40-140 is/ft.
- kurva tegangan kabel /Cable Tension (TENS), diskala dalam satuan lbs.
Lebih lanjut, Integrated Transit Time (111) ditampilkan dengan pips sepanjang tepi kiri kolom 2.
Setiap pip kecil adalah 1 ms, dan yangbesar 10 ms. Sedangkan di tepi kanan kolom 1 sering kali
3
ditampilkan Integrated Hole Volume (IHV) yangberbentuk pips juga, setiap pip kecil IHV adalah 0.1 m
3
dan pip besar adalah 1 m (atau dalam feet). (Gambar 3.3.)

Gambar 3.4 Contoh Log Resistivitas DLL-MSFL


3.3.2 Dual Laterolog-MSFL (DLL-MSFL)
Perekaman bersamaan dari Dual-Laterolog (log resistivitas) dan MSFL (mikro-resistivity log).
Micro resistivity log hanya dapat diperoleh jika lumpur bersifat
konduktif. Di kolom 1, selalu berskala linier, terdapat:
- kurva SP, biasanya 10 my per divisi
- kurva kaliper (CALI), biasanya 6"-16", atau 10" - 20".
- kurva ukuran pahat (BS) dengan skala sama dengan kaliper
Di kolom 2 dan 3, berskala logaritma, yg diskala dr kiri ke kanan dari 0.2 ke 20.000
Ohms:
- kurva resistivitas dalam (LLd)
- kurva resistivitas dangkal (LLs) - kurva resistivitas mikro (MSFL) Perhatikan gambar 3.4:

3.3.3 Litodensitas-Netron
Pembacaan bersamaan dari log Lito-densitas dan log Netron. Hampir selalu dengan log GR.
- Di kolom 1, ditemui pada skala linier:  kurva kaliper (CALI), biasanya 6"46" atau 10" - 20"
dan kurva ukuran pahat (BS) dengan skala sama dengan kaliper
- Di kolom 2 dan 3 kurva porositas Netron (NPHI), kiri ke kanan, 0 sd 60 pu. - kurva densitas
(RHOB), kanan ke kiri, 1.7 sd 2.7 gm/cc
- Di kolom 2Kurva Litologi (PEF), kanan ke kiri, 0 s/d 10
- Di kolom 3 kurva koreksi densitas (DRHO), kiri ke kanan, -.25 s/d.25

3.4. Penerapan log


3.4.1 Evaluasi Formasikomputasi di lapangan - produk FLIC
3.4.2 Korelasi sumur ke sumur, dan sebelum dan setelah pemasangan selubung baja
3.4.3 Deteksi daerah kelebihan tekanan Log Sonik dan Log Densitas dan Di daerah tertentu, log
induksi
3.4.4 Kalibrasi Data Seismic Seismogram-Sintetik menggunakan Log Sonik, Log Densitas dan
Survey Seismic Reference (Survei kelajuan)
3.4.5 Mekanik batuan  Kekuatan Formasi, dan Landaian (Gradien) tekanan rekahan
3.4.6 Kualitas semen Indeks Penyemenan (Bond Index) - Volume Semen
3.4.7 Lintasan Sumur Survei Deviasi
3.4.8 Pemeriksaan dan Pemantauan Reservoar  Log Produksi, Analisa Tekanan, dan Log Thermal
Netron Decay (TDT)Penerapan-penerapan banyak-sumur Reservoir Description Services, dan
Pemetaan Reservoar (Mapping Services

Gambar 3.5 Contoh Log Densitas-Netron


Bab 5 Metode Pintas Interpretasi Pintas

Ide dari interpretasi pintas adalah membuat suatu evaluasi log secara cepat tanpa dikenakan
koreksi kondisi lubang bor.
Cara ini merupakan penyederhanaan dari pada teknik analisa seperti yang diuraikan pada Bab 4.
Tujuannya adalah
1. Kendali mutu log 4. Identifikasi jenis hidrokarbon (minyak atau gas)
2. Mendeteksi lapisan kandung-hidrokarbon 5. identifikasi litologi
3. Memperkirakan nilai dari porositas dan 6. Korelasi dengan sumur-sumur yang berdekatan
kejenuhan air
dalam hal untuk memutuskan perlu tidaknya al: membor lebih lanjut ?, memasang selubung baja
dan pengujian (interval yang mana?) dengan asumsi-asumsi yang dibuat :
1. Formasi bersih 4. Rw adalah konstan
2. Rembesan menengah 5. Litologi sederhana
3. Kondisi lubang bor bagus

5.1 Identifikasi lapisan


Pertama-tama kita ingin mengenal lapisan-permeabel dan menghindari lapisan-tak permeabel.
Bagaimana mengenal lapisan permeabel ?
- Kurva SP akan menyimpang dari garis dasar serpih pada lapisan-permeabel ketika Rmf # Rw.
- GR rendah menunjukkan kandungan serpih rendah, dan mungkin juga permeabilitas.
- Profil resistivitas: pemisahan antara kurva-kurva resistivitas yg memiliki kedalaman investigasi
yg berbeda akan menunjukkan bhw rembesan dari lumpur telah terjadi shg lapisan itu bersifat
permeabel. Diameter rembesan dapat ditentukan dengan menggunakan grafik yang sesuai.
- Kaliper: deteksi terhadap kerak-lumpur dalam kondisi lubang yang lumayan.
CALI .LDT CALI .SRT
hmc 
2
- Kandungan-serpih : dapat diperkirakan dengan mengamati kurva GR.

Penentuan ketebalan lapisan (Lihat bab 4 untuk lebih rinci).


Batasan lapisan ditentukan oleh perubahan : litologi dan perubahan porositas atau permeabilitas

5.2 Kendali Mutu Log


Sebelum suatu usaha evaluasi (termasuk evaluasi pintas), kalibrasi log porositas dapat diuji
dalam lapisan yang telah dikenal. Lihat tabel 5-1 untuk sejumlah pembacaan log.
Tabel 5-1
pb 4N At Rt GR Pe
ANHYDRITE >2.9 -1 > 48 - 52 >500 <20 5.05
GARAM (HALITE) 2.0-2.1 -1.5 65 - 69 >500 <20 4.65
BATUBARA 2.0 >40 apa saja medium rendah <1
Lapisan Porositas Gunakan gambar-silang netron-densitas sesuai dengan jenis mineral
rendah
Karbonat dengan porositas rendah seharusnya digambar pada garis mineral yang sesuai pada
gambar-silang Pb - W Dalam hal ketaksesuaian, pergeseran log diperlukan sebelum mencoba suatu
interpretasi.

5.3 Metode rasio resistivitas


Evaluasi pintas resistivitas berdasarkan pada persamaan Archie dan pada "metode rasio
resistivitas" khususnya. Standarisasi skala log yang sesuai diperlukan untuk memungkinkan penggunaan
teknik tumpang-tindih (overlay).
Pembacaan dari log lapangan digunakan secara langsung, tanpa koreksi terhadap kondisi
lubang bor atau rembesan.
Dianggap bahwa: ILd atau LLd = Rt , MSFL = Rxo, dan N atau D =   Metode ini hanya
dapat digunakan pada formasi bersih atau kandungan serpih sangat rendah (< 5%).
Hubungan Dasar
Rw Rmf
Dari ketiga hubungan-hubungan dasar: S 2w  F .  S XO
2
F  SXO= S W
0.2
Rt . Rxo
2 5/8
 Sw  Rw Rxo  Rw Rxo 
kita dapatkan    . ........(1)  Sw   .  ....................(2)
 Sxo  Rmf Rt  Rmf Rt 
Resistivitas Tumpang-tindih
Didasarkan pada metode rasio resistivitas. Log resistivitas direkam pada skala logaritma. Dalam
lapisan air, SW = Sxo = 1 dan persamaan 1 menjadi: Rxo Rmf
 ......(3)
Rt Rw
Rasio dari Rxo/Rt adalah maksimum di lapisan air, karena Rt adalah minimum untuk porositas
konstan. Untuk menghindari perhitungan, digunakan penggaris transparan dalam mencari Rmf/ Rw dan
SW.

5.4 Metode untuk mencari Rw


Penggaris eksponen 1 (Gambar 5.1) digunakan untuk menyelesaikan persamaan (3) dalam lapisan air.
1. Atur indeks 1 pada kurva Rt.
2. Baca rasio Rxo/Rt dimana kurva Rxo menyilang penggaris.
3. Pilih suatu level dimana rasio ini adalah maksimum.
4. Hitung Rw dng membagi Rmf (pada temperatur) dng rasio yang diperoleh: Rw  Rmf / rasio
5.5 Metode untuk menentukan Sw.
5
5/8  Rw Rxo  8
Penggaris eksponen digunakan untuk menyelesaikan persamaan (2) Sw   . 
 Rmf Rt 
a. Jika Rw = Rmf:  (1) Atur penggaris indeks 1 pada kurva Rt. (2). Baca Sw dimana kurva Rxo
menyilang penggaris
b. Biasanya Rw Rmf, dan indeks baru harus dicari pada lapisan air: (1). Atur indeks 1 pada kurva Rxo.
(2). Baca indeks baru dimana kurva Rt menyilang penggaris, dan beri tanda pada penggaris.
Sekarang, gunakan indeks baru, tentukan Sw pada tiap kedalaman: (3). Atur indeks baru pada kurva
Rt, (4). Baca Sw dimana kurva Rxo menyilang penggaris.
c. Tidak ada lapisan air, tetapi Rw diketahui
1. Hitung rasio Rmf/Rw. Ini sama dengan Rxo/Rt.
2. Pada corak logaritma, atur indeks 1 pada ratio yang didapat.
3. Baca indeks baru dimana nilai penggaris menyilang overlay (Rt = 1).
4. Baca Sw seperti (3) dan (4) diatas.

5.6 Ringkasan dari Penggaris Resistivitas.


Keuntungan-keuntungan
- Metode yang sangat cepat
- Hanya menggunakan log resistivitas, sehingga tidak ada pengaruh litologi
- Menunjukkan hidrokarbon-pindah
Batasan-batasan
- Hanya berlaku dalam formasi bersih - Rembesan menengah
0.2
- Sxo = SW adalah berdasarkan percobaan, - Kondisi lubang yang cukup bagus
dan tidak selalu benar - Rw, adalah konstan
- Lapisan air, atau Rw diperlukan - Litologi konstan

5.7 Porositas Pintas dan Litologi


Metode ini didasarkan pada perbandingan antara log LDT,dan log CNL. Kedua log dipengaruhi oleh:
• Porositas •Jenis Matriks • jenis cairan
Skala yang cocok (compatible) Log Netron dan Densitas seharusnya direkam pada skala yang cocok.
Lihat bab 4 untuk lebih rind. Ini berarti bahwa
1. Kedua log seharusnya mempunyai sensitivitas yang sama, misalnya 30 pu per kolom dan 0.5
g/cc per kolom.
2. Skala nol hares sesuai dengan matriks gamping, misalnya 4N= 0 dan Pb= 2.7 g/cc.

Porositas Pintas Berdasarkan definisi Porositas Pintas 4ql adalah nilai tengah dari porositas Densitas
 N  D
dan porositas Netron: ql 
2
Dengan asumsi: • Formasi bersih (tidak ada lempung • Pembacaan LDT dan CNL dalarn satuan
porositas gamping • Tidak ada koreksi Litologi • Tidak ada koreksi hidrokarbon
Gambar 5.1 Penggaris Resistivitas yang digunakan untuk Interpretasi Pintas

Gambar 5.2. Contoh penggunaan Penggaris Resistivitas

Gambar 5.3 Penggaris untuk kurva Netron-Densitas, Gb 5. 4 Penggaris untuk kurva Pe

5.8 Identifikasi Litologi


Log Densitas dan Netron dikalibrasi untuk membaca dengan tepat dalam formasi gamping
kandung-air. Selisih D-N dan pembacaan kurva Pe dapat menunjukkan litologi. Tabel 5-2 memberikan
ringkasan litologi dari beberapa mineral umum
Tabel 5-2
Litologi Pe Selisih D -N
Gamping 5.08 0
Kuarsa Dolomit Anhydrite 1.81 +7
Serpih Gas 3.14 -12 s/d -16
5.05 -15
.83 s/d 6.03 s/d -45 s/d + 45
1

Penggaris Litologi LDT-CNL


Penggaris Litologi (Gambar 5.3) dapat digunakan dengan cepat untuk mengenal litologi dan
mengevaluasi porositas. Caranya:  (1) . Atur indeks Netron dari penggaris pada kurva CNL., (2). Baca
angka porositas pada penggaris dimana kurva Pb menyilang penggaris.
Disamping itu, penggaris Pef dapat juga digunakan untuk menentukan litologi, (Gambar 5.4).
Pada kenyataannya alat-alat bantu interpretasi pintas yang berupa penggaris-penggaris seperti yang
diterangkan diatas tidak terlalu populer lagi dipakai. Ini mungkin akibat dari tersedianya kalkulator atau
komputer PC yang telah menggantikan penggaris-penggaris tersebut.
5.9 Penentuan jenis Hidrokarbon
Gas mempunyai indeks hidrogen yg lebih
rendah dibandingkan dng minyak, sehingga N akan
baca terlalu rendah. Sebaliknya gas menurunkan
densitas formasi, sehingga: D akan baca terlalu tinggi
Maka lapisan yang mengandung gas akan
cepat dikenal dari pembacaan porositas Netron yang
rendah dan Densitas yang tinggi. Pada gambar 5.5
disamping ini ditunjukkan secara grafik gambar-silang
Netron-Densitas bagaimana pengaruh gas pada titik B.
Koreksi pengaruh gas pada titik B tersebut adalah
tergantung pada masa jenis gas itu, secara kuantitatif
hal ini akan dijelaskan pada bab-15.

Gambar 5.5 Pengaruh gas pada netron dan densitas

5.10 EPT pintas


EPT (Electromagnetic Propagation Tool) memberi tanggapan terutama terutama terhadap air
didalam formasi. Lihat bab 12 untuk lebih rinci.
Digunakan dalam hubungan dengan log Resistivitas, dan kombinasi LDT-CNL, interpretasi pintas
cairan dapat dibuat. Dengan adanya alat EPT masalah jenis cairan dapat disederhanakan, terutama
dalam lingkungan air-tawar (fresh water - air dengan kadar garam rendah).
Kesimpulan
- Log Netron dan Densitas harus dalam skala yang sesuai (presentasi standar yang dianjurkan).
- Diperlukan formasi bersih dan kondisi lubang yang baik
- Dapat diperoleh nilai porositas yang baik.
- Tidak diperlukan koreksi terhadap litologi atau pengaruh gas.
- Indikasi litologi yang baik.
- Pengaruh gas biasanya jelas.
- Pengawasan mutu terhadap log dibandingkan dengan informasi lain (litologi,sebuk bor, dll.).
Bab 6 Metode Penentuan Rw
Pada dasarnya terdapat 2 kelompok metode untuk mencari RW dlm menyelesaikan persamaan
kejenuhan, yang pertama hanya menggunakan log, yang lain tanpa menggunakan log sama sekali.
Terdapat 4 metode umumuntuk mencari Rw dari log yang akan dibahas dibawah ini. Metode-metode ini
dapat diterapkan pada sumur-sumur eksplorasi, pada lapisan baru sumur-sumur tua dan bila Rw adalah
konstan.

6.1 Gambar-silang Porositas-Resistivitas


6.1.1 Metodenya
Ini adalah penyelesaian secara grafis dari persamaan kejenuhan Archie dan telah dibahas
secara rinci dalam bab Interpretasi Pintas.
Ringkasannya sbb:
1. Pilih grafik porositas-resistivitas yg sesuai untuk dikerjakan (hal 92 atau 93 dari buku grafik 1986)
2. Pilih skala dari porositas (ρb, N, t). Titik matriks harus didalam skala yang dipilih.
3. Gambar nilai log yang dibaca langsung dari log resistivitas-dalam dan log porositas didalam lapisan
yang dikehendaki (skala resistivitas diatur agar sesuai dengan nilai resistivitas).
4. Tarik grs dr titik matriks (jika diketahui) melalui titik-titik paling kiri (utara-barat) didapat garis-air, di-
mana SW = 100%. Setiap ttk pd garis itu memberikan nilai porositasnya dan resistivitas R0.yg sesuai.
5. Untuk memperoleh RW nyatakan skala porositas dalam absis (pakai grafik yang sesuai),
2
• kemudian umpamakan F =1 /) , tarik garis vertical dari titik  = 20 (F=25), atau dari titik =
10 (F=100) ke garis-air
2.15
• kemudian tarik garis horizontal ke ordinat baca R0  hitung Rw = Ro/F  untuk F = 0.62/) ,
pakai  = 20 dengan cara yang sama.
Contoh gambar-silang resistivitas-densitas, lihat gambar 6.1.

Jika litologi adalah gamping, diberikan data dalam tabel di bawah ini, gambarlah titik-titiknya
2
pada grafik Sw-16 untuk F = 1/) .
Densitas matriks dari gamping adalah 2.71 g/cc. Jika gamping dalam formasi memberikan
pembacaan densitas ini, maka resistivitas yang bersangkutan akan tak terhingga. Ini merupakan satu titik
2
pada garis-air yang mudah didapat. Untuk  =10%, F = 1/) =100.
Nilai dari Rt yang sesuai dengan  = 10% adalah 6.5 (= R0).
Sehingga Rw = Ro/F = 6.5/100 = .065
Rt ρb

’20.0 2.60
’ 3.0 2.46
’ 2.2 2.42
’ 2.3 2.39
’ 2.1 2.28
’50.0 2.64

Gambar 6.1 didapat dengan meng-


gunakan data- data yang tercantum pada tabel di
atas. Tabel tersebut sebetulnya panjang, disini
hanya diambil 6 titik data saja.

Gambar 6.1
6.1.2 Asumsi
Agar metode ini benar, maka aumsi-asumsi ini harus dipenuhi
1. R(dalam) = Rt 5. kondisi lubang bagus
2. formasi bersih (Vcl < 15%) 6. hubungan F-4 yang sesuai
3. Rw konstan 7. pengaruh gas (tergantung pada log porositas) kecil
4. litologi tidak kompleks

6.2 Metode Rasio Resistivitas


Keuntungan dari metode ini adalah bahwa cara ini tidak tergantung pada porositas.
6.2.1 Penjabaran Metode Rasio Dari persamaan kejenuhan Archie, dapat diperoleh suatu persamaan
SW sebagai fungsi dari rasio dari resistivitas daerah rembesan dengan daerah asli:
5
 Rxo Rw  8
Sw   .  dimana porositasnya telah ditiadakan.
 Rt Rmf 
Di daerah asli, dpt ditulis  Rt  F .Rw / SW dan pd daerah rembesan Rxo  F.Rmf / SXO
2
atau
2

2
Rxo Rmf  Sw  Rxo Rmf
  .  Di daerah berair, dimana Sw= SX0=1, Rw, dpt dicari dng   max
Rt Rw  Sxo  Rt Rw
Rumus di atas secara grafik adalah Sw-2.

Latihan 6-1
Dengan menggunakan log yang terdapat pada Bab-18, gambar 18-1 dan 18-2, carilah Rw pada
lapisan yang hanya mengandung air.. Juga lihat bab "Interpretasi Pintas" untuk penggunaan teknik
overlay resistivitas.
6.2.2 Asumsi
1. R(dalam) = Rt dan R(MSFL) = Rxo 4. formasi permeabel
2. formasi bersih (VcI < 15%) 5. kondisi lubang bagus
3. Rw konstan 6. rembesan1 /5
menengah
7. SXO = Sw
Kesalahan pada Rw akan sama dengan kesa

6.3 Rw dari SP
6.3.1 Caranya
1. Baca SSP pada kurva SP. Harga SSP diambil ditempat dimana defleksi SP mencapai
maksimum (diukur dari garis dasar serpih), yaitu perbedaan nilai (dalam milli-volts) dari garis
dasar serpih dan defleksi maksimum SP.
2. Cari Rmfe, equivalen dari Rmf yang menghasilkan SSP
- jika Rmf pada 75°F > 0.1 Ohm, maka Rmfe = 0.85. Rmf
- jika Rmf pada 75°F < 0.1 Ohm, maka pakai grafik SP-2
3. Cari rasio Rmfe/RWe dari grafik SP-1 4. Hitung Rwe
4. Pakai Rwe mencari Rw dari grafik SP-2

Latihan 6-2 Lihat latihan 7.1 pada Bab-7 mengenai SP.

6.3.2 Batasan-batasan
Karena kurva SP dipengaruhi oleh sejumlah faktor (lihat bab SP), secara umum cara menghitung
Rw dari SP ini tidak setepat kedua cara yang telah dibahas didepan. Ada banyak sebab mengapa SP
tidak mencapai nilai SSP penuh, sehingga penentuan Rw sering salah. Walaupun demikian, nilai itu
seharusnya diuji-ulang terhadap nilai lain yang diperoleh melalui metode lain.

6.4 Pendekatan Rwa


Pada kasus Rw tidak-konstan, metode-metode diatas tidak memberikan hasil yang memuaskan.
Sehingga dianjurkan untuk menggunakan metode gambar-silang seperti SP vs Rwa. Teknik ini adalah
statistik, hanya memungkinkan suatu perkiraan hubungan antara SP-Rwa.

R(dalam)
Resistivitas air tampak Rwa ditentukan sebagai Rwa   dimana F dicari dari porositas
F
pintas ql. Kemungkinan lain adalah menggambar SP vs rasio resistivitas R(MSFL)/R(dalam) untuk
mecari hubungan yang sama.
Latihan 6-3:
Pada log yang sama pada latihan 6-1, carilah Rw, dengan metode Rwa dan bandingkan hasilnya dengan
hasil dari latihan 6-1.
6.5 Rw dari EPT
 EPT
6.5.1 Caranya Pada bab EPT tersendiri, dapat dilihat bahwa  Sxo( EPT ) . Di dalam lapisan

hidrokarbon Sw ≤ Sxo. Bila kita menggantikan kedua persamaan itu, maka didapat
1 Rw  2 EPT
.   Rw ≤ 2 EPT. Rt
 2 Rt 2
6.5.2 Batasan-batasan
Batasan-batasannya adalah: (1) Kandungan-serpih, (2) a,m,n, (3) litologi rembesan

6.6 Rw dari sumber lain


Resistivitas air kadang-kadang dpt dicari dari sumber lain selain dari log.
1. dari buku Katalog Rw
2. dari nilai Rw yang diketahui dalam suatu wilayah
3. dari contoh pengukuran resistivitas yang mewakili
4. dari alat RFT (Repeat Formation Tester)
5. dari DST (Drill Stem Test )
6. dari contoh analisa kimia yang mewakili (grafik Gen-8).
Bab 7 Ku rva S P Pengenalan
Kurva SP adalah rekaman perbedaan potensial antara elektroda yang bergerak didalam lubang
bor dengan elektroda dipermukaan. Satuannya adalah millivolt.
SP digunakan untuk
1. Identifikasi lapisan-lapisan permeabel.
2. Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur berdasarkan batasan lapisan itu.
3. Menentukan nilai resistivitas air-formasi, Rw.
4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.
Seperti diterangkanpada bab-4 alinea 4.1.4,bahwa pada lapisan serpih,kurva SP umumnya berupa
garis lurus yang disebut garis dasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang
dari garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang cukup tebal, yaitu garis
pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan tergantung pada kadar garam dari air formasi dan
filtrasi lumpur, (gambar 4.1).
SP tidak dapat direkam didalam lubang sumur yang diisi oleh lumpur yang tak konduktif karena
diperlukan medium yang dapat menghantarkan arus listrik antara elektroda alat dan formasi. jika filtrasi
lumpur dan kadar garam air formasi (resistivitas) hampir sama, penyimpangan SP akan kecil dan
kurva SP menjadi kurang berguna.

7.1 Asal usul SP


Penyimpangan SP disebabkan oleh aliran arus listrik didalam lumpur. Penyebab utamanya
adalah dari 2 kelompok tenaga elektromotive didalam formasi, yaitu komponen elektrokimia dan
elektrokinetik. Mereka berasal dari pemboranlubang, yang memberikan kontak listrik kepada berbagai
jenis cairan formasi. '
7.1.1 Komponen elekirokimia dari SP
Perhatikan gambar 7.1, bayangkan suatu lapisan permeabel yang diapit oleh dua lapisan serpih
dengan filtrasi lumpur dan air formasi terdiri dari larutan garam NaCl.
Karena struktur lempung berlapis dan terjadi muatan listrik pada lapisan, maka serpih bersifat
+ -
permeabel terhadap ion positif /kation Na tetapi tak-permeabel bagi ion negatif / anion Cl . Bila serpih
+
berada diantara dua larutan dengan kadar garam yang berbeda, maka kation Na (kutub positif) akan
berpindah melewati serpih dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke yang lebih rendah. Perpindahan ion-
ion yang bermuatan listrik ini adalah aliran arus listrik, dan gaya yang menyebabkan mereka berpindah
membentuk suatu potensial listrik sepanjang lapisan serpih. Karena serpih hanya melewatkan kation,
maka serpih bertindak sebagai membran seleksi ion, dan potensial sepanjang serpih disebut tegangan
membran (membrane potential), lihat gambar 7.2.
Tegangan Elektrokinetik Tegangan Membran Tegangan Liquid-Junction

Gambar 7.1 Gambar 7.2 Gambar 7.3


Nilai tegangan membran pada 77°F adalah: Em = -59.1 log aW/amf
Komponen tegangan elektrokimia yang lain dihasilkan dari kontak antara filtrasi lumpur dan air
+ -
formasi, yaitu pada tepian daerah rembesan. Disini Na dan Cl dapat pindah dengan mudah dari satu
- +
larutan ke larutan lain. Karena ion Cl memiliki mobilitas yang lebih besar dari ion Na , sehingga
-
menghasilkan aliran dari muatan negatif (ion-ion Cl ) dari larutan dengan konsentrasi tinggi ke yang lebih
rendah. Ini ekivalen dengan aliran arus listrik pada arah yang berlawanan yang dihasilkan oleh gaya
gerak listrik (emf ) dengan nama liquid-junction potential. Lihat gambar 7.3. Tegangan Elj ini kira-kira 1/5
dari tegangan membran.
Nilai tegangan liquid-junction pada 77°F adalah Elj = -11.5 log aW /amf
Di formasi bersih, total tegangan elektrokimia yang bersangkutan adalah sama dengan Em + Eij
 EC= -K log aW /amf  Dimana aw dan amf adalah aktivitas kimia dari air formasi dan filtrasi lumpur pada
temperatur formasi, dan koefisien K adalah fungsi dari temperatur
K = 61 + 0.133T(°F) Dalam praktek, aktivitas dari larutan secara kasar adalah sebanding
dng
Rmf
konduktivitasnya, atau berbanding terbalik dng resistivitasnya, shg Ec  K log  Biasanya Ec
Rwe
adalah 70-100 mV untuk lumpur segar dan air formasi yang mengandung garam.
7.1.2 Komponen elektrokinetik dari SP
Tegangan elektrokinetik Ek, (juga dikenal sebagai potensial berarus, atau potensial
elektrofiltrasi), dihasilkan oleh gerakan dari elektrolit melalui suatu medium media berpori bukan logam.
Besarnya ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan tekanan yang menghasilkan
aliran, dan resistivitas dari elektrolit. Lihat gambar 7.3.
Suatu gaya gerak listrik elektro kinetik Emc dihasilkan oleh pergerakan filtrasi melalui kerak-
lumpur, sedangkan tegangan Esh berada di sepanjang lapisan serpih, kontribusi total untuk SP adalah
perbedaan antara keduanya. Keadaan nyata adalah kontribusi bersih dari elektrokinetik umumnya sangat
kecil sehingga bisa diabaikan.
7.1.3 Tegangan Total
Total SP, yang ditandai dengan SSP adalah sama dengan kontribusi elektrokimia:
Rf e
SSP  (61  0.1337) log Ini adalah persamaan dasar SP.
Rwe
7.1.4 SP Statis
Pada kasus normal dimana lumpur lebih tawar dari pada air formasi, SP akan menyimpang ke
bagian kiri dari garis dasar serpih. Jika sebaliknya air formasi yang lebih tawar dari pada lumpur, maka
SP akan menyimpang ke kanan (SP positif).
SP yang diukur hanya menunjukkan suatu bagian dari penurunan tegangan total, karena juga
terdapat penurunan-penurunan potensial didalam formasi. Jika arus listrik dicegah mengalir, maka akan
diukur SP statis, atau SSP. Ini dapat diamati pada formasi bersih yang tebal. SSP diukur dari garis
dasar serpih.
7.2 Bentuk dari kurva SP
Kemiringan kurva pads setiap kedalaman adalah sebanding dengan intensitas arus SP dalam
lumpur pada kedalaman tersebut. Intensitas dari arus listrik dalarn lumpur adalah maksimum pada batas-
batas formasi permeabel, sehingga kemiringan dari kurva SP adalah maksimum pada batas-batas
tersebut (ada titik belok). Mk pada titik belok kurva SP suatu batas lapisan dapat dicari. Lihat gambar 4.2.
- Bentuk kurva dan besarnya defleksi SP tergantung pada beberapa faktor
- Rasio dari filtrasi lumpur dengan resistivitas air, Rmf/Rw,
- Ketebalan h dan resistivitas sesungguhnya Rt, dari lapisan permeabel.
- Resistivitas RX0, dan diameter di dari daerah rembesan oleh filtrasi Lumpur.
- Resistivitas Rs dari formasi-formasi yang berdekatan.
- Resistivitas Rm dari lumpur, dan diameter dh dari lubang bor.
Grafik SP-3 digunakan untuk koreksi ketebalan lapisan dan/atau rembesan.
7.2.1 Formasi yang resistif
Dalam formasi yang sangat resistif, arus SP dapat meninggalkan atau masuk kedalam lubang
bor pada lapisan permeabel atau serpih. Kurva SP akan menunjukkan suatu rangkaian dari bagian yang
lurus dengan perubahan sudut pada setiap interval permeabel dan lapisan serpih. Batasan dari lapisan
permeabel tidak dapat dicari dengan tepat oleh penggunaan SP dalam formasi dengan resistivitas yang
tinggi. Lihat gambar 7.4.
Arus yang mengalir dari lapisan serpih Sh,
menuju lapisan permeabel P, terbatas pada
lubang bor antara Sh, dan P2, karena adanya
Iapisan dengan resistivitas tinggi diantaranya.
Dampak dari keadaan ini adalah SP yang
berupa garis miring lurus

Gambar 7.4 Gambaran skematis dari gejala


SP pada formasi dengan
resistivitas tinggi

7.2.2 Pergeseran Garis,Dasar Serpih


Kadang-kadang garis dasar serpih bergeser sehingga mempersulit pencarian SSP. Ini akan
terjadi bilamana air formasi dengan kadar garam yang berbeda dipisahkan oleh lapisan serpih yang
bukan merupakan suatu membran-ion yang sempurna. Gambar 7.5.
Jika tidak terdapat lapisan serpih untuk memisahkan
perbedaan kadar garam pada lapisan permeabel, maka
garis dasar juga akan bergeser. Pada kasus seperti itu
kurva SP menunjukkan tidak adanya variasi pads
kedalaman dimana kadar garamnya berubah
Lapisan pasir B,D,F,H dibatasi oleh lapisan tipis serpih C,E,G.
SSP pada interval B adalah -42mV. Serpih C bukanlah
membran-ion yang sempurna sehingga SP tidak kembali pada
garisdasar serpih seperti di Shale-A. Defleksi SP pada
interval D diukurdari lapisan serpih E menunjukkan bahwa E
adalah membranion yang lebih balk daripada C. Garis-
dasar Serpih
untuk lapisan D adalah lapisan E dan SSP pada interval D
adalah +44 mV. Demikian juga terlihat bahwa lapisan G
bukanlah membran-ion yang lebih balk daripada E. SSP untuk
lapisan F menjadi -23 mV

Gambar 7.5 Pergeseran garisdasar SP


.

Gambar 7.6 SP berbentuk gigi gergaji (sawtooth) Gambar 7.7 Anomali SP disebabkan oleh
membran kerak lumpur emf
7.3 Anomali SP

7.3.1 Keadaan rembesan


Bila pasir yang sangat permeabel berisi air garam tercemar oleh filtrasi lumpur tawar, filtrasi
lebih ringan dari pada air garam sehingga akan mengapung diatas. Akan terlihat bahwa rembesan
filtrasi lumpur adalah sangat dangkal dibagian bawah dan cukup dalam dibagian batasan atas. Lihat
Gambar
7.6 dan 7.7.

7.3.2 Gangguan (Noise)


Kadang-kadang suatu riak gelombang sinus (gigi gergaji) dengan amplitudo-kecil teramati pada
SP, ini terjadibila sebagian suku cadang dari mesin derek tiba-tiba menjadibermagnit. Dalam hal ini
kurva SP masih berlaku karena gejala termagnetisasi tadi tidak menambah atau mengurangi pembacaan
SP normal. Gejala spikes juga bisa muncul kalau terjadi kontak sementara antara selubung baja dan
kabel logging. Hal ini tidaklah menjadi masalah.
Arus listrik langsung yang mengalir melalui formasi dekat elektroda SP akan mengakibatkan
kasalahan pembacaan pada SP, terutama pada formasi dengan resistivitas tinggi. Arus listrik tersebut
bisa disebabkan oleh gejala dua-logam (bimetallism ) yang terjadi jika 2 lembar logam yang berbeda
saling menyentuh satu sama lainnya dikelilingi oleh lumpur asin.
Kadang-kadang sulit untuk merekam SP yang baik pada anjungan di lepas pantai. Alat proteksi
Katodis(Cathodic protection device) atau kebocoran listrik dapat memberikan pebacaan yang kacau pada
SP.
Didarat bila berdekatan dengan kabel listrik tegangan tinggi atau pompa sumur dapat
mempengaruhi kurva SP. Banyak dari gangguan ini dapat diperkecil dengan memilih secara seksama
lokasi elektroda SP di permukaan tanah.

7.4 Pencarian Rw
Metode ini seperti berikut
1. Baca SSP
2. Tentukan Rmfe
- Jika Rmf pada 75°F > .1 Ohm, maka Rmfe =0.85 x Rmf.
- Jika RI„ f pada 75°F <.1 Ohm, maka pakai grafik SP-2.
3. Tentukan rasio Rmfe/Rwe dari grafik SP-1 4.
4. Hitung Rwe
5. Pakai Rwe untuk mencari Rw dari grafik SP-2.

Ketidak pastian.
Dibawah ini adalah sejumlah pembatasan dari kehandalan metode ini
1. Komponen Elektrokinetik dari SP diabaikan.
2. Contoh Rmf yang jelek (contoh filtrasi lumpur tidak baik).
3. Hubungan antara R41e-Rw dan Rmfe-Rmf, khususnya pada Rw yang tinggi.
Sehingga, penggunaan SP untuk menentukan Rw hanya boleh dilakukan bila metode lain tidak
berlaku.

Latihan 7.1
Perhatikan gambar 4.1, bila diketahui SSP pada kedalaman 8150 ft adalah 60 mV, Rmf terukur pada 80
°F adalah 0.2 Ohm-m, BHT adalah 150 °F.
1. Penyimpangan SP adalah positif atau negatif ? Apa artinya ?
2. Berapakah Rw yang terhitung dengan menggunakan SP ?
Bab 8 Log Sinar Gamma
Sejarah Log Sinar Gamma (GR) sudah lama, tapi hanya sedikit pengembangan yang dilakukan
pada alat GR atau cara interpretasinya. Dengan kehadiran GR spektroskopi beberapa tahun yang silam
telah membuka era baru bagi kemungkinan interpretasi yang lebih rinci.
8.1 GR Dasar
Prinsip dari GR adalah perekaman radioaktivitas alami
bumi. Radioaktivitas GR berasal dari 3 unsur radioaktif
yang ada dalam batuan yaitu Uranium -U, Thorium -Th dan
Potasium -K, yang secara kontinu mamancarkan GR dalam
bentuk pulsa-pulsa energi radiasi tinggi
Sinar Gamma ini mampu menembus batuan dan dideteksi
oleh sensor sinar gamma yang umumnya berupa detektor
sintilasi. Setiap GR yang terdeteksi akan menimbulkan
pulsa listrik pada detektor. Parameter yang direkam adalah
jumlah dari pulsa yang tercatat per satuan waktu (sering
disebut cacah GR).
Gambar 8.1 3 unsur radiasi utama yg umunya ditemukan di
bawah tanah, masing-masing mempunyai tingkat
tenaga yg berbeda. Alat GR standar (SGT) meng
ukur total aktivitas dari ketiga unsur ini. Sedangkan
alat GR spektroskopi NGT mampu memisahkan
ke-3 unsur tsb

8.1.1 Log GR
Log GR diskala dalam satuan API (GAPI). Satu GAPI =1 /200 dari tanggapan yang didapat dari
kalibrasi standar suatu formasi tiruan yang berisi Uranium, Thorium dan Potasium dengan kuantitas yang
diketahui dengan tepat dan diawasi oleh American Petroleum Institute (API) di Houston, Texas.
Log GR biasanya ditampilkan pada kolom pertama, bersama-sama kurva SP dan Kaliper.
Biasanya diskala dari kiri ke kanan dalam 0-100 atau 0-150 GAPI. Tingkat radiasi serpih lebih tinggi
dibandingkanbatuan lain karena unsur-unsur radioaktif cenderung mengendap di lapisan serpih yang
tidak permeabel, hal ini terjadi selama proses perubahan geologi batuan.
Pada formasi permeabel tingkat radiasi GR lebih rendah, dan kurva akan turun kekiri. Sehingga
log GR adalah log permeabilitas yang bagus sekali karena mampu memisahkan dengan baik antara
lapisan serpih dari lapisan permeabel.

8.1.2 Pengaruh lubang bor


Tanggapan alat GR dikalibrasi pada keadaan sebagai berikut : diameter alat yang dikalibrasi
adalah 3-5/8" didalam lubang 8" yang berisi lumpur 10 lb/gl . Bila diameter lubang lebih besar dan
dengan lumpur yang lebih berat akan terdapat penyerapan terhadap sinar gamma yang lebihbanyak
sebelum mencapai detektor sehingga tanggapan alat menjadi menurun. Sebaliknya, pada lubang yang
lebih kecil dengan lumpur yang lebih ring an tanggapan alat akan naik. Grafik GR-1 digunakan untuk
koreksi terhadap pengaruh ini.
Dalam kondisi normal, koreksi dapat diabaikan pada interpretasi pintas. Akan tetapi jika lubang
terkikis pada lapisan serpih dan lumpur yang digunakan adalah lumpur berat, maka koreksi tidak dapat
diabaikan begitu saja dalam perhitungan kandungan serpih. Koreksi juga diperlukan pada penggunaan
log GR untuk deteksi penimbunan Uranium dan Potasium, walaupun operasi semacam ini jarang ada.
Dalam kasus lumpur yang kaya dengan Potasium, seperti lumpur KCL, pembacaan latar
belakang sinar gamma akan menjadi lebih tinggi (yang beragam sesuai dengan diameter lubang)
disamping tanggapan sinar gamma dari formasi itu sendiri.

8.1.3 Fluktuasi yang statis


Karena sifat pancaran sumber radiasi yg tdk pernah konstan, log sinar gamma tdk per-nah
terulang dengan persis, akan tetapi selalu terdapat fluktuasi statis yang tidak dapat diproduksi ulang dan
tidak menggambarkan tanggapan dari formasi, hal ini berlaku jugs untuk semua log nuklir.
Dalam membaca log nuklir harus diambil nilai rata-rata sepanjang kedalaman 3 sampai dengan 4
ft. Pengecualian buat lapisan yang tebalnya kurang dari 3 ft, dimana nilai tertinggi yang seharusnya
digunakan.
Sumber dari variasi statistik sinar gamma adalah sifat acak dari proses interaksi nuklir itu sendiri. Pulsa-
pulsa dari detektor sinar gamma tampak sebagai urutan yang acak. Jika diambil bilangan pecahan,
perbedhan dalam perhitungan pulsa antara dua interval waktu yang sama akan menjadi kecil jika interval
waktunya cukup panjang. Waktu rata-rata umumnya adalah 2 detik dan kecepatan logging 1800 ft/ hr.
Kombinasi interval waktu dan kecepatan logging ini memberikan resolusi lapisan yang memadai (sekitar
4 ft).
Akan tetapi pada unit komputer CSU pembacaan rata-rata cacah sinar gamma adalah 1 ft
dengan kata lain pada kecepatan logging 1800 ft/hr, waktu rata-rata efektifnya adalah 2 detik. Jika
kecepatan logging dilipat-gandakan, resolusi lapisan akan tetap, tetapi variasi statis akan naik dengan
faktor 42.

8.1.4 Penggunaan dari log GR.


Karena Uranium, Thorium dan Potasium terkonsentrasi secara besar didalam mineral lempung
maka log GR digunakan secara luas dalam interpretasi batuan pasir-lempung untuk menghitung volume
dari lempung Vsh. Metodenya diuraikan secara rinci pada bab 15. Prinsipnya adalah interpolasi linier dari
pembacaan antara pasir dan serpih. Akan tetapi log GR bukanlah merupakan indikator lempung atau
serpih yang selalu tepat, sehingga indikator-indikator serpih lain juga perlu diperhatikan.
Secara khusus log GR berguna untuk definisi lapisan permeabel disaat SP tidak berfungsi
karena formasi yang sangat resistif atau bila kurva SP kehilangan karakternya (Rm f = Rte,), atau juga
ketika SP tidak dapat direkam karena lumpur yang digunakan tidak konduktif (oil base mud).
Log GR dapat digunakan untuk mendeteksi dan evaluasi terhadap mineral-mineral radioaktif,
seperti biji potasium atau uranium.
Log GR juga dapat digunakan untuk mendeteksi mineral-mineral yang tidak radioaktif, termasuk
lapisan batu bara.
Log GR digunakan scr luas untuk korelasi pd sumur-sumur berselubung. Gabungan perekaman
GR dengan CCL (casing collars locator) memungkinkan alat perforasi diposisikan dng akurat di depan
lapisan yang akan dibuka.
Korelasi dari sumur ke sumur sering dilakukan dengan menggunakan log GR, dimana sejumlah
tanda-tanda perubahan litologi hanya terlihat pada log GR.
1. Ringkasan dari kegunaan Log GR
2. Evaluasi kandungan serpih Vsh.
3. Menentukan lapisan permeabel.
4. Evaluasi biji mineral yang radioaktif.
5. Evaluasi lapisan mineral yang bukan radioaktif. 5. Korelasi log pada sumur berselubung.
6. Korelasi antar sumur.
8.2 NGT: GR spektra
Unsur-unsur
radioaktif uranium, thorium
dan potasium
memancarkan sinar
gamma dengan tingkat
tenaga yang berbeda.

Gambar 8.2
Sistem alat NGT
mempunyai 5 bh jen-dela
pengukuran tingkat tenaga
radiasi yg disebut W1,
W2,W3,W4 dan W5. Dari
cacah aktivitas 5
pengukuran ini, komputer
kmdn membedakan ketiga
unsur radiasi

Potasium memiliki tenaga tunggal 1.46 MeV. Uranium dan Thorium memancarkan sinar- gamma
dengan tingkat tenaga yang beragam.
Secara teori adalah mungkin untuk membedakan ketiga unsur radioaktif yang berbeda itu
tenaganya sangat rendah akan tetapi saat ini kemajuan teknologi telah memungkin-kan kita untuk
memisahkan log GR keda-lam 3 komponen unsur radioaktif, dan menghasilkan GR spektral yang
menunjuk-kan scr langsung konsentrasi dari masing-masing unsur ddlm formasi

8.2.1 Log NGS


Hasil dari logging NGT disebut log NGS. Uranium dan thorium diskala dalam ppm (part per
million), dan potasium dalam persen bobot (1% = 104 ppm). Walaupun konsentrasi
potasiumjauhlebihbesar dibandingkan dengandua unsur lainnya, tingkat aktivitas ketiga unsur radioaktif
itu adalah hampir sama.
Penampilan dr log lapangan yg umum adlh
- Pada kolom-1, biasanya 0 ke 150 GAPI kiri
ke kanan, SGR - total GR dan CGR
(corrected GR yi: total GR tanpa unsur
uranium)
- Pada kolom 2 dan 3,Konsentrasi dari Th,
U dan K. Untuk analisa volume serpih dan
interpretasi mineralogi, kompu ter CSU dpt
menampilkan bentuk pre-sentasi lain,
seperti pada gambar 8.3:
- Pada kolom 1, dng skala linier dan
biasanya 0 ke 150 GAPI kiri ke kanan, SGR
dan CGR
- Pd kolom 2, dng skala logaritma dr 0.2 ke
20 kiri ke kanan, Rasio dr Thorium dng
Potasium (TPRA)
- Pada kolom 3, dng linier, Konsentrasi dr
3 komponen Th, U, K, dng cara sede-
Gambar 8.3 Gambar silang Thorium-Potasium mikian rupa shg menampilkan Mae West
dad alat NGT effect antara Thorium dan Potasium sbg
suatu indikasi dari kandungan serpih.

Kegunaan Log NGS


Log NGS selain digunakan seperti halnya GR biasa (paragraf 8.1), juga berfungsi sebagai salah
satu alat untuk membedakan jenis lempung yaitu ilit, montmorilonit dan kaolinit disamping beberapa
mineral yang lain. Metode interpretasi mineral yang sering dipakai adalah gambar-silang, misalnya
gambar-silang Potasium danThorium seperti yang terlihat pada Gambar 8.3. Apendiks-IV memberi
penjelasan lebih banyak mengenai kegunaan Gambar-silang.
Bab 9 Porositas: Log Sonik
Pengukuran porositas
Rw
Dari persamaan dasar kejenuhan Archie: SW2  F .
Rt
Kita telah mempelajari cara mencari RW .. Parameter yang akan kita pelajari adalah faktor formasi
(F ) yang merupakan fungsi dari porositas  dan resistivitas Rt.
Disini akan ditinjau kembali bagaimana memperoleh porositas dari alat-alat porositas. Akan
dipelajari prinsipnya saja tanpa memandang segi teknis. Juga akan dipelajari cara
menginterpretasi- kannya dan meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi pengukurannya.
Ada tiga jenis pengukuran porositas yang umum digunakan di lapangan saat ini: Sonik, Densitas,
dan Netron. Nama-nama ini berhubungan dengan besaran fisika yang dipakai dimana pengukuran itu
dibuat sehingga timbulah istilah-istilah "Porositas Sonik", "Porositas Densitas", dan "Porositas Netron".
Penting untuk disadari bahwa porositasporositas ini bisa tidak sama antara satu dengan yang
lain atau tidak bisa mewakili "Porositas Benar". Ini disebabkan karena alat-alat itu tidak membaca
porositas secara langsung. Porositas didapat dari sejumlah interaksi fisika didalam lubang bor. Hasil
interaksi dideteksi dan dikirim ke permukaan barulah porositas dijabarkan.
Jenis alat porositas pertama adalah Sonik.

9.1 BHC
Borehole Compensated Sonic Tool atau disingkat BHC adalah alat sonik yang menggunakan
rangkaian pasangan Pemancar-Penerima sedemikian rupa sehingga pengaruh dari lubang bor dapat
dikecilkan. Cara kerjanya akan dibahas dibelakang.

9.1.1 Latar Belakang


Setiap benda padat dapat menyalurkan gelombang akustik. Contoh sederhana adalah sebatang
balok dimana bila salah satu ujungnya dipukul akan terjadi gelombang suara yang dapat dideteksi pada
ujung yang lain pada suatu jangka waktu tertentu. Yang diperlukan adalah sumber tenaga suara dan alat
detektor. Jika waktu rambat gelombang suara dari satu ujung ke ujung yang lain dan panjang dari balok
diketahui, maka kecepatan gelombang suara dapat dihitung. Kecepatan rambatan ini tidak sama untuk
berbagai jenis benda padat sehingga dapat digunakan sebagai karakteristik dari bahan balok itu sendiri.

9.1.1.1 Penyebaran gelombang pads media tak berbatas


Ada dua jenis gelombang yang dipropagasikan dalam media tak berbatas
1. Gelombang-mampat atau gelombang-P
Gelombang-P sering disebut juga gelombang tekanan (Pressure waves) adalah jenis khusus dari
gelombang panjang (longitudinal). Gelombang ini disebarkan dalam bentuk yang dimampatkan
(compressional mode), yaitu arah rambatan gelombang sejajar dengan arah gerak partikel.
Gas, cairan dan benda-benda padat cenderung melawan pemampatan; sehingga gelombang-P
dapat menjalar melalui media-media ini.
1
 K  1.3  2
Kelajuan Vp dari gelombang-mampat adalah Vp     dimana K = bulk modulus,  =
  
shear modulus, ρ = densitas dari media

2. Gelombang Shear atau gelombang-S


Gelombang-S sering disebut juga gelombang distorsi (distortional waves) adalah jenis khusus
dari gelombang transversal. Gelombang ini disebarkan dalam bentuk Shear, yaitu arah rambatan gelom-
bang tegak lurus dengan arah gerak partikel.
Karena sifat yang kaku benda-benda padat cenderung melawan pergeseran yaitu gaya yang
cenderung menyebabkan 2 bagi dari benda bergeser relatif satu terhadap yg lain. Shg gelombang-S
dapat disebarkan melalui benda-benda padat. Sedangkan gas dan cairan tidak memiliki kekakuan (jika
viskositas diabaikan) dan tak dapat melawan geseran; sehingga gelombang-S tidak dapat disebarkan
1
 2
melalui media-media tersebut. Kelajuan Vs dari gelombang-S adalah Vs   
 
Umumnya Vs adalah 1.6 hingga 2.4 kali lebih rendah dari pada V P. Pengukuran terhadap kelajuan
gelombang-S dapat menambah nilai terhadap evaluasi sifat-sifat mekanisasi batuan.

9.1.1.2 Penyebaran gelombang dalam media terbatas


Ada dua jenis gelombang lain yang disebarkan
1. Gelombang Rayleigh
Gelombang ini terdapat pada bidang pemisah formasi dan Lumpur dan kelajuannya mendekati
kelajuan gelombang shear. Vg = O.9 VS  Gelombang ini merupakan kombinasi dari dua komponen,
yang satu paralel, dan lainnya tegak lurus pada permukaan. Gelombang ini cepat melemah dan tidak
akan merambat jauh.

2. Gelombang Stoneley
Terdapat pada lumpur oleh interaksi antara lumpur dan formasi dan sangat sensitif terhadap
kekukuhan dinding sumur. Tenaga gelombang ini disebarkan pada frekuensi rendah dengan sedikit
pelemahan. Kelajuannya lebih rendah dibandingkan dengan kelajuan gelombang-P di lumpur. Yang
diterima oleh alat penerima Sonik adlh kombinasi dari kedatangan berbagai jenis gelombang tsb diatas.
.
9.1.1.3 Bentuk penyebaran dalam sumur
Pada formasi homogen, gelombang yang dipancarkan dari
pemancar akan menyebar dengan cepat melalui lumpur. Tergantung dari
pada sudut pancarnya, sebagian gelombang akan dibelokkan atau dipan
tulkan, sebagian lagi akan menyebar sbg gelombang-mampat dan sebagian
lagi akan meram-bat sebagai gelombang-S sepanjang dinding sumur

9.1.1.4 Penjelasan mengenai alat


Obyektif dari alit Sonik adalah untuk mengukur waktu rambatan
gelombang suara melalui formasi pada jarak tertentu. Pada dasarnya
diperlukan pemancar dan penerima yang dipisahkan dalam jarak tertentu.
Akan tetapi ada kemungkinan terjadi masalah dng pengaturan dari
pemancar dan penerima ini, sbg contoh kikisan besar akan mempengaruhi
sinyal sonik sehingga alat Sonik tidak lagi membaca sinyal dari formasi
melainkan sinyal lumpur. Untuk mengatasi masalah ini digunakan rangkaian
2 bh penerima. Tetapi masih ada masalah lain yi:pengaruh kemiringan alat,
maka untuk menghilangkan masalah ini, diciptakan suatu sistem balik ganda
(double inverted system) dng 2 pemancar dan 4 penerima. Di lapangan
sistem ini dikenal sbg Borehole Compensated (BHC), (Gambar 9.1 dan 9.2.)

Gambar 9.1 Konsep BHC

9.1.2 Interpretasi
Walaupun alat Sonik mengukur kelajuan gelombang suara akan tetapi secara praktis log Sonik
diskalakan menurut besaran waktu-transit (transit time) yang mempunyai satuan is/foot (juga dikenal
sebagai slownwess). Ini adalah satuan yang baik sekali karena memberikan pembacaan yang
ditemukan dalam kondisi logging normal berkisar antara 40-200 µs /ft. Kenyataannya kebanyakan
formasi mem- berikan tanggapan diantara 40-140 µs/ft (Tabel 9-1), maka skala log yang dipakai umunya
adalah 140-40
µs/ft per kolom atau 240 - 40 / ft untuk 2 kolom, krn ini memudahkan pembacaan thdp log. Istilah
t untuk sistem CSU adalah DT (delta-T). Alat Sonik dapat dikombinasikan dengan alat-alat logging lain,
misalnya dengan slat Sinar Gamma dan alat Induksi.
Tabel 9.1
Untuk menghitung porositas Sonik dari pembacaan log At
harus terdapat hubungan antara waktu transit dengan porositas. Litologi tm a(ms/ft)
Seorang sarjana teknik Wyllie mengajukan persamaan waktu rata-rata, Batuan Pasir 55.5
yang merupakan hubungan linier antara waktu dan porositas. Bentuk Gamping 47,5
umumnya adalah t log  t f .  t ma .(i    Vsh )  t sh .Vsh
luid
Dolomit 43.5

Pada formasi bersih, persamaan tersebut disederhanakan dengan menghilangkan komponen


lempungnya, menjadi t log  tfluid.  tma.(1   )  Dari sini porositas sonik(s) dapat
dijabarkan
t log
s   Secara grafik persamaan ini dilukiskan dengan grafik Por-3. Parameter-
tma
tfluid  tm
parameter yang diperlukan: Kelajuan matriks Vma (atau kelambatan tma), dan Kelajuan cairan Vfl
(atau kelambatan tma) Rumus waktu rata-rata hanya berlaku pada kondisi-kondisi tertentu:
 Porositas antar butir yang seragam  Formasi bersih, tidak mengandung serpih
 Formasi mengandung-air  Formasi yang padat
Jika salah satu atau lebih dari kondisi-kondisi diatas tidak dipenuhi, maka perlu diadakan modifikasi pada
rumus dasar.
Akhir-akhir ini Raymer-Hunt mengajukan persamaan derajat II (tidak liner), yg nampaknya
bekerja lebih baik, artinya lebih mencerminkan hasil di lapangan, tetapi lebih sulit dilakukan tanpa
bantuan alat kalkulator atau komputer. Grafik Por-3juga menampilkan konversi waktu ke porositas
metode Raymer-Hunt berupa garis-garis litologi melengkung.

9.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran

9.1.3.1 kepadatan
Sifat elastis dari batuan dianggap konstan jika tekanan pada batuannya adalah cukup besar
(beberapa ribu psi).
Pada tekanan yang lebih rendah (kedalaman yang dangkal), waktu transit yang diamati akan
lebih besar akan tetapi hubungan  dan t masih liner, dalam hal in suatu faktor koreksi diperlukan, yaitu
t log tma 1
faktor kepadatan Cp, agar mendapatkan porositas yang benar  Scor  .
tfluid  tma Cp
Faktor kepadatan Cp dapat dicari dengan cara pendekatan dengan membagi kelajuan sonik di
lapisan serpih terdekat dengan nilai 100. Akan tetapi cara yang terbaik adalah dengan membandingkan
scor: dengan porositas yang diperoleh dari sumber lain, misalnya porositas densitas-netron.

9.1.3.2 Kandungan-serpih
Jika terdapat serpih dalam batuan, maka akan memberikan konstribusi waktu transit tsh.
Persamaan umum menjadi  t log  tfluid.  tma.(1    Vsh)  tsh.Vsh

9.1.3.3 Hidrokarbon
Pada umumnya dianggap bahwa hidrokarbon tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap
waktu transit, akin tetapi hidrokarbon ringan atau gas akan membuat waktu transit menjadi lebih besar,
sehingga seringkali sonik juga digunakan sebagai indikator gas yang cukup bagus. Beberapa studi
menunjukkan bahwa rasio Vp/Vs adalah sangat berguna bagi deteksi gas (baca makalah 'Deteksi Gas
dengan Gelombang Akustik', Simposium IATMI, 1992).

9.1.3.4 Rekahan dan Gerohong


Jika terdpt rekahan atau gerohong, maka
Sonik akan cenderung mengabaikan pengaruh dari
rekahan tsbt, yg dikenal sbg porositas sekunder.
Shg porositas Sonik akan cenderung menjadi lebih
rendah dibanding porositas total benar.
Jadi bila porositas dr formasi rekahan terse
dia dr sumber lain, katakanlah dr log Netron, mk
besarnya porositas sekunder dr rekahan dpt dihi-
tung Indeks Porositas Sekunder (SPI) = -s
9.1.3.5 Pengaruh dari lubang bor
Lubang bor harus diisi dng cairan sbg me-
dia penghantar (acoustic coupling) gelombang sua-
ra dr alat Sonik ke formasi dan kembali ke detektor
Sonik. Ukuran lubang tidak boleh melebihi 50% dr
ukuran pahat. Lubang yg terlalu besar akan me
nyebabkan pengurangan sinyal di detektor jauh, Ini
akan mengakibatkan perubahan mendadak pada
t atau sering disebut dengan istilah cycle skipping
Gambar 9.2
9.2 Sonik panjang -DDBHC
Dari ukuran fisik, alat Sonik Panjang LSS (Long Spacing Sonic) memang lebih panjang dari alat
Sonik biasa. Jarak Pemancar ke detektor dibuat lebih besar dengan tujuan agar gelombang suara dapat
masuk lebih dalam kedalam formasi menghindari daerah rembesan atau pengaruh lubang jelek. Seperti
pada BHC, alat LSS juga menggunakan sistem kompensasi yang disebut DDBHC singkatan dari Depth
Drive Bore Hole Compensated. Dibandingkan alat Sonik BHC yang standar alat ini memberikan korelasi
yang lebih baik pada data sismik.
Bab 10 Porositas: Log Lito-Densitas
Alat porositas kedua yang akan ditinjau adalah Alat Lito-Densitas atau Litho-Density Tool (LDT).
Alat ini merupakan perkembangan baru dari alat FDC (Formation Density Compansated Tool), dan
sebagai tambahan terhadap densitas standar, LDT mengukur sifat batuan lain yang disebut photoelectric
absorption indeks - Pe.

10.1 Prinsip dari Pengukuran Densitas


Menurut teori Fisika Nuklir, bila sinar gamma dengan tenaga tinggi ditembakkan ke formasi ada 3
macam interaksi yang mungkin terjadi yaiut: Gejala Fotol-istrik, bila E < 100 keV, Hamburan
Compton, bila 75 keV< E<2 MeV, dan Produksi kembar, bila E > 1.2 MeV

E adalah tenaga sinar gamma mula-mula.


Alat LDT dirancang untuk memberikan tanggapan thdp Gejala Fotolistrik & Hamburan Compton
dng cara memilih sumber radioaktif yg memproduksi sinar gamma dengan tingkat tenaga antara 75 keV
dan 2 MeV, misalnya unsur Cesium-137 yang mempunyai puncak tenaga sinar gamma pada 662 keV.
Sinar gamma mempunyai sifat yg men-dua artinya pada suatu saat dapat berbentuk gelombang
elektromagnetik dan menjadi partikel photon pada saat yang lain. Pada kejadian Hamburan Compton,
photon Sinar Gamma bertumbukan dengan elektron dari atom didalam batuan, photon akan kehilangan
tenaga karena proses tumbukan dan dihamburkan ke arah yang tidak sama dng arah awal, sedangkan
tenaga photon yang hilang sebetulnya diserap oleh elektron sehingga elektron dapat melepaskan diri dari
ikatan atom menjadi elektron bebas. Photon yang dihamburkan ini masih mampu 'menendang' keluar
elektron-elektron dari atom-atom lain selama proses tumbukan sampai akhirnya photon yang sudah
melemah tersebut terserap secara keseluruhan sebagai akibat dari gejala fotolistrik. Jumlah elektron
yang'ditendang' keluar oleh photon merupakan fungsi dari tenaga photon dan jenis mineral.
Catatan : bahwa Densitas yang diukur oleh alat LDT sebagai akibat dari hamburan compton
sebetulnya adalah densitas elektron (Jumlah dari elektron persatuan volume). Akan tetapi dapat dicari
hubungan antara densitas elektron dan densitas formasi dengan cukup mudah.
Kembali pada konsep-konsep dasar Fisika Nuklir
- A =Berat Atom (berat satu atom dari
unsur)
- Z = Nomor Atom (Jumlah proton dalam inti atom, atau jumlah elektron dalam satu atom
stabil)
- N =Bilangan Avogadro (Jmlh kadar molekul dalam 1 mole atau berat grammolekuler dari suatu
zat).
23
- N =6.02x10
Jumlah elektron dalam 1 gram-atom dinyatakan sbgi elektron/ gram-atom Shg jumlah dari elektron
per gram dinyatakan sbg  N• Z(elektron-elektron)/A(gram-atom)
Jumlah elektron per gram hrs dikalikan dng densitas formasi yg sesungguhnya untuk mendptkan jmlh
N.
elektron per cc, Ne  .  Ne  N .b  Densitas elektron Pe didefinisikan sbg e  2Ne N
Z Z
A b A
2 N.b. Z
 e  (
Substitusikan Ne: e  2 ).b  Didapat : e  b , jika
A
1
N 2Z A
Z
A
Untuk mineral umum dalam perminyakan, hubungan ini hampir selalu benar. Sehingga untuk
sebagian besar formasi, densitas yang dibaca oleh alat LDT apparent density -Pa adalah ekivalen
dengan densitas yang sebenarnya. Lihat tabel 10-1.
Mineral Rumus Densitas 2Z ρe a seperti terbaca
Kimia sebenarnya A pada log
Kuarsa Si02 2.654 0.9985 2.65 2.648
Kalsit CaCO3 2.710 0.9991 2.708 2.710
Dolomit CaCO3 MgCO3 2.870 0.9977 2.863 2.876
Anhydrit CaSO4 2.960 0.9990 2.957 2.977
Sylvit KCL 1.984 0.9657 1.916 1.863
Halit NaCI 2.165 0.9581 2.074 2.032
Air tawar H2O 1.000 1.1101 1.110 1.000
Air asin 200 kppm 1.146 1.0797 1.237 1.135
Minyak n(CH2) 0.850 1.1407 0.970 0.850
Batubara 1.200 Tabel 10-11.0600 1.272 1.173
10.1.1 Penjelasan Mengenai Alat
Alat densitas yang pertama (FDL) terdiri dari satu sumber radiasi dan satu detektor ditempatkan
pada suatu bantalan (Pad ). Sumber yang digunakan adalah Cesium-137, berkekuatan 1.5 Curie dengan
puncak tenaga 662 keV. Rumah tempat sumber radiasi itu dirancang sedemikian rupa sehingga sinar
gamma yang dipancarkan dipaksa melalui celah yang sempit terfokuskan pada dinding lubang bor.
Detektornya diletakkan kira-kira 1 kaki diatas sumber, pada sumbu yang sama. Alat ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi lubang khususnya oleh lubang jelek dan kasar sehingga bantalan alat tidak
menempel dinding lubang bor dengan sempurna, akibatnya lumpur yang terjebak diantara bantalan dan
dinding lubang bor ikut menyumbangkan pembacaan, padahal yang ingin dibaca oleh alat ini adalah
sinyal yang murni berasal dari formasi, bukan lumpur.
Rancangan yang lebih canggih menggunakan sistem dengan dua detektor, yang dinamakan
Formation Density Compensated tool (FDC). Detektor yang letaknya lebih jauh dari sumber radiasi
disebut detektor sumbu-panjang, detektor ini memegang peranan dalam pengukuran densitas.
Sedangkan detektor yang lebih dekat dengan sumber radiasi disebut detektor sumbu-pendek, detektor ini
sangat dipengaruhi oleh kerak-lumpur, sehingga kehadiran dari detektor sumbu-pendek ini
sesungguhnya merupakan detektor pembantu untuk kompensasi pengaruh kerak-lumpur dan lubang
jelek. Densitas yang terbaca oleh tiap detektor adalah tidak sama. Jika kerak-lumpur lebih berat dari
formasi, makh akan terbaca densitas yang lebih tinggi, dan sebaliknya untuk kerak-lumpur dengan
densitas yang lebih rendah. Perbedaan antara densitas sumbu-panjang dan sumbu-pendek
memberikanbesarnya koreksi yangharus ditambahkan atau dikurangkankepada detektor sumbu-panjang.
Koreksi dikerjakan secara otomatis dan kedua kurva ditampilkan.
Saat ini alat FDC sudah digantikan dng alat densitas
yg lebih canggih disebut LDT (Litho-Density Tool). Walaupun
bentuk alatnya mirip FDC dng sistem 2 detektor, akan tetapi
banyak kelebihan yg dijum-pai pd LDT. Misalnya detektor
yang dipakai adalah lebih sensitif, stabiliasator tegangan
listrik untuk detektor terpasang langsung pada sistem
elektronika detektor dan sinar gamma yang dideteksi diukur
pada dua jendela tingkat tenaga yang terpisah dimana
jendela tenaga-tinggi terdiri dari informasi densitas saja,
sedangkan jendela dengan tenaga-rendah berisi informasi
densitas dan fotolistrik juga. Kurva baru yang berhubungan
dengan gejala fotolistrik ini dinamakan Pe (atau PEF pada
CSU). Dari kurva ini dapat dicari informasi tentang litologi
secara langsung (lihat table 10-2).

Gambar 10.1 Sketsa Bagian Bantalan alat Densitas


10.1.2 Penampilan Log
Kurva densitas diskala secara langsung dalam g/cc. Jika alatnya dikerjakan tersendiri, skala dari
kurva Pb (istilahpada CSU disebut RHOB) biasanya 2-3 g/cc. Tetapi biasanya alat Densitas
dikerjakan bersama-sama dengan alat Netron, maka skalanya diatur menjadi 1.95-2.95 g/cc. hal ini
dilakukan untuk memudahkan pembacaan porositas karena tanggapan alat Densitas dan Netron akan
sama pada lapisan gamping kandung-air. Cara ini memungkinkan pencarian porositas pintas secara
langsung (lihat bab 4). Kurva Pe biasanya direkam pada kolom 2, dari kiri ke kanan dengan skala 0-10
barns.

10.2 Prinsip Faktor Penyerapan Fotolistrik


Ini adalah kurva tambahan yang diperoleh dari jendela tenaga-rendah. Pengukuran dengan
sistem jendela digunakan untuk menentukan jumlah sinar gamma yang akan terkena penyerapan
fotolistrik. Dari sini parameter Pe ditemukan yang merupakan karakteristik utama dari matriks batuan. Pe
tidak begitu tergantung pada porositas dan kadar cairan dalam formasi. Satuan Pe dinyaakan dalam
jumlah elektron per atom (Z) dari formasi  
Pe  Z10
3.6

10.3 Interpretasi
10.3.1 Densitas
Alat LDT mengirimkan pulsa-pulsa dari rangkaian elektronik sumbu-panjang (LS) dan sumbu-
pendek (SS) ke komputer dipermukaan. Pulsa-pulsa diterima oleh komputer dan dihitung per interval
waktu disebut cacah (count rate) biasanya CPS (Count per second) banyaknya cacah perdetik, cacah ini
digunakan untuk menghitung densitas.`Hubungan antara cacah detektor sumbu panjang (LSCR) dan
sumbu pendek (SSCR) dalam menghitung densitas adalah
RHOBLS = ALS + BLS • log(LSCR) Konstan A dan B merupakan fungsi dari geometri alat, kekuatan
RHOBSS = ASS + BSS • log(SSCR) sumber radioaktif dan sensitivitas detektor
Karena kedua faktor terakhir ini maka alat LDT perlu dikalibrasikan setiap bulan atau setiap 7 kali
turun kesumur. Parameter lain yg dihitung pd permukaan 
DRHO = RHOBLS – RHOBSS dan RHOB = RHOBLS ± DRHOSS
Penentuan Porositas
Bila densitas formasi Pb yang benar telah ditentukan, maka dapat dihitung porositasnya. Ketika
mengukur densitas dari formasi, tidak hanya matriks formasi yang diukur, tetapi juga kadar cairan dalam
ruang porinya. Krn densitas dari cairan formasi adalah berbeda dari densitas batuan, maka pembacaan
densitas dari formasi berpori tidak sama dengan pembacaan densitas dari batuan yang sama tanpa
ruang pori. Sehingga bila LDT mengukur densitas formasi, nilai dari densitas yang diukur adalah
tergantung pads densitas batuan, jumlah ruang pori matriks, dan densitas dari cairan pengisi ruang pori.
Ini mencerminkan porositas, karena porositas dinyatakan sebagai cairan yang berisi ruang pori.
Sebelum porositas dapat ditentukan, harus diketahui terlebih dahulu densitas litologi dan
densitas cairan yang terkandung dalam formasi. Untuk formasi bersihberpori dengan densitas batuan
yang diketahui, Pma, diisi oleh suatu cairan dengan densitas rata-rata p f, densitas Pb adalah jumlah
linier dr kontribusi densitas-densitas yg berurutan  ρb = .ρ1+(1- )ρma  atau krn pb dibaca langsung

dari log, porositas 1 dpt dicari   ma  b .Scr grafik persamaan ini ditampilkan dalam grafik Por-5.
ma  1
10.3.1 Faktor Penyerapan Fotolistrik
Aplikasi Pe adalah banyak sekali
1. Identifikasi batuan secara kualitatif dengan metode pintas
2. Evaluasi lempung tambahan
3. Mengenal adanya mineral berat didalam formasi
4. Deteksi rekahan dengan bantuan lumpur barite
5. Parameter penting pada program LDQL
Sayangnya Pe sangat dipengaruhi lumpur barite dan tak dapat dikoreksi dengan tepat.. Secara
praktis didalam interpretasi lebih sering digunakan istilah volumetric photolistrik absorption indeks U
yang merupakan perkalian Pe dan densitas elektron  U=Pe. ρe. atau pendekatan lainnya  U= Pe. Ρb
Spt halnya densitas persamaan U dalam hubungan dng porositas adalah Ulog = .Ufluida+(1-). Umatriks
Ufluida bisa diabaikan krn nilainya kecil dibandingkan dng yg lain, maka U matriks yg tdk tergantung pd poro
sitas dpt disamakan dng apparent matrix volumetric absorption index Umaa  Umaa =Ulog / (1- )
Umaa bila digabungkan dng rma akan memberikan solusi yang baik untuk masalah litologi tiga-mineral.
Lihat grafik segitiga CP-21.
Litologi yg lebih kompleks dpt dngn tepat dijelaskan dng menggabungkan U dan Pb dng sonik At.
Lihat tabel 10-2 untuk mineral-mineral umum. 10.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengukuran

Lubang jelek Walaupun dengan sistem 2 detektor, lubang yang jelek akan memberi pembacaan yang
belum pasti. Pembacaan DRHO harus kurang dari 0.1 g/cc untuk meyakinkan kompensasi yang baik
terhadap pengaruh lubang yang jelek, sehingga pengukuran densitasnya bagus.

Kandungan-serpih  Serpih mempengaruhi pengukuran densitas sebesar jmlh volumenya. Koreksi thd
Hal 86 hilang

Hidrokarbon  Jika terdapat hidrokarbon maka densitas air p f dalam rumus mungkin perlu dirubah
untuk memperoleh porositas Densitas.

Lumpur Barite  Dengan penampang penyerapan fotolistrik yang begitu besar, barite sangat
mempengaruhi pengukuran Pe, dan menganggu aplikasi litologi. Barite dalam lumpur sering dapat
dideteksi oleh penyimpangan yang tajam dari kurva Pe kearah kanan. Pada kenyataannya Pe dalam
kondisi semacam itu menjadi indikator rekahan (fracture ) yang baik.

10.5 LDQL (LDT Quick Look)


Komputer CSU menawarkan kemungkinan membuat analisa bersambung dari data yang diukur
dengan LDT. Programnya disebut LDQL, singkatan dari LDT Quick Look. Program ini memberikan
densitas butiran ρma, porositas tampak a dan indeks volumetrik fotolistrik tampak Umaa dengan
menggunakan densitas ρb, porositas Netron N, dan faktor fotolistrik Pe.
Kemudian LDQL menghitung persentasi dari 3 macam mineral yang dipilih dalam matriks dan
memberikan output langsung dari 3 jenis gambar-silang: Umaa vs ρma, ρb vs N, dan Pe vs
GR.
Program ini berfungsi dng baik untuk formasi bersih campuran dng 3 jenis mineral atau untuk 1
mineral dng 2 mineral lempung yang lain. Data yang diperlukan meliputi log LDT, log CNL dan
GR.

Presentasi dari log


- Kolom 1 mencakup densitas matriks, Pe, kurva mutu.
- Kolom 2 dan 3 mencakup porositas tampak, porositas Netron dan porositas densitas.
- Kolom kedalaman mencakup persentasi dari mineral 1 dalam bagian yang kering dari formasi,
persentasi mineral 2 dan persentasi mineral 3.
Persentasi volume V diperoleh dari penyelesaian persamaan-persamaan liner dibawah in. .
ρmaa = V1 • ρ1 + V2 • ρ2 + V3 • ρ3
Umaa„=V1•U1+V2•U2+V3•U3
U b  sa
1=V1+V2+V3  dimana U maa   
1 maa
1  sa
sa

Contoh LDQL
Bab 12 Log EPT
Teknik Baru
Electromagnetic Propagation Tool (EPT) adalah sangat peka terhadap air, sedangkan alatalat
porositas lainnya dipengaruhi oleh air dan hidrokarbon. Sehingga bila EPT dikombinasi-kan dengan log
Densitas dan log Netron akan memungkinkan analisa lebih tepat untuk membedakan hidrokarbon dari air
di daerah rembesan. Lihat Gambar 12.2.

12.1 Prinsip EPT


EPT mengukur dua parameter formasi yang tidak tersedia sebelumnya. Suatu gelom-bang
elektromagnetik UHF (1.1 GHz) dipancarkan ke formasi, waktu perambatan (tp dalam nano-second/
meter, ns/m) dan tingkat atenuasi (A dlm decibels/ m, dB/m) diukur pada 2 bh perangkat penerima yang
berdekatan. Salah satu faktor penting yang mempengaruhi perambatan dari gelombang elektromagnetik
didalam bahan adalah permiativitas dielektrik (dielectic permittivity) a dari bahan tersebut.
Pada frekuensi tertentu permiativitas dielektrik dari setiap media adalah sebanding terhadap
dipole permanen dari air, bukan terhadap isi dari garam-garam yang larut. Yang menarik dalam
menghitung konstan dielektrik adalah kemampuan yang tinggi dari parameter ini dalam membedakan
minyak dan air. Yang lebih menarik lagi adalah bahwa alat EPTbekerj a paling baik didalam air tawar
dimana pendekatan resistivitas klasik justru kurang berhasil.
Bantalan antena memuat sistem pemancar/penerima yang serupa dengan alat Sonik BHC,
sehingga pengaruh kemiringan bantalan dapat dikompensasikan. Gelombang UHF merambat pada
permukaan antara kerak-lumpur dan formasi. Kelajuanrambatan sepanjang permukaan ini ditentukan
oleh permiativitas dari formasi. Satu putaran yang lengkap (dari Pemancar-penerima, seperti sistem BHC
yang telah dijelaskan dalam seksi Sonik) dibuat setiap 1/60 detik.
Resolusi vertikal dari EPT adalah 4 cm.-->Kedalaman investigasi EPT adalah dangkal antara 2 dan 15
cm, tergantung pada konduktivitas lumpur dan formasi.
Gambar alat EPT
Alat EPT adalah alat baru dari generasi
CCS (Cable Communication System)
dan sekarang dpt dikombinasikan dng
LDT, CNL,GR atau NGT. Pada mikrolog
dari alat PCD (Power Caliper Device) ju
ga dpt dipasang untuk memberikan kur
va-kurva mikro, spt MINV (Micro Invert)
dan MNOR (Micro Normal

Gambar 12.1 Bgn dr Sensor EPT, T1 &


T2 adlh Pemancar Gelombang
Mikro, sedangkan R1 dan R2
adlh Penerima Gelombang
Seperti halnya alat Sonik BHC, tidak ada kalibrasi lapangan untuk alat EPT, hanya beberapa prosedur
teknis yang melibatkan pemeriksaan fungsi elektronik dari pemancar.

12.2 Interpretasi (Tabel 12-1)


Karena alat EPT hanya membaca daerah rembesan, persamaan tanggapan waktu perambatan
tp (tergantung litologi ) dapat ditulis
tp  (1    Vsh).tp(ma)  Vsh.tp(sh)   .Sxo.tp(w)   .(1  Sw).tp(hy) atau
tp  tp  
)( ma
 tp( ma)  
)( hy )( sh
 tp( ma )
 .tp Vsh.tp
penyelesaian terhadap Sxo 
 . tp ( w)  tp( hy )
dan persamaan untuk Atenuasi-A (tergantung litologi) A   .Sxo.Aw  Vsh atau
.Ash
A
Vsh.Ash
persamaan penyelasaian untuk Sxo 
 .Aw
Perbandingan Y'EPr dengan prositas sesungguhnya (dari netron-densitas), juga dapat dipakai untuk
EP
T
memberikan saturasi air daerah rembesan Sxo 

Catatan untuk lumpur minyak (oil based mud):  Jika Sxo = SW maka Sw = Sw(irr), dan
Jika Sxo < SW maka akan terjadi produksi air
Tabel 12-1 menunjukkan  dan tp untuk persenyawaan petrofisika yang umum
Mineral Konstante Dieletrik Relative Tp (ns/m)
Batuan Pasir 4.65 7.2
Dolomit 6.8 8.7
Gamping 7.5-9.2 9.1-10.2
Anhydrit 6.35 8.4
Gas 1.0 3.3
Minyak 2.2 4.9
Air 56-80 25-30

12.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi


pengukuran
1. Kekasaran lubang bor dalam lumpur biasa.
Tetapi tidak penting dalam Lumpur minyak.
2. Ukuran lubang: minimum 8-1/4" dengan
pad ML, 6-1/2"tanpa pad ML.

12.4 Aplikasi alat EPT Tiga macam aplikasi


utama dari EPT:
1. Penentuan sisa HC jika Rw tdk diketahui,
tanpa memperhitungkan kadar garam air.
2. Mendeteksi keberadaan & gerakan dari
hidrokarbon dlm hal minyak berat atau
pasir tar.
3. Penentuan dari Sw(irreducible) dalam
lumpur minyak (menggantikan log Rxo).

Gambar 12.2 Perbedaan pembacaan log di air dan


hidrokarbon
Bab 13 Rt dari Alat-alat Resistivitas
Di depan telah dibahas bahwa nilai Rt diperlukan untuk menyelesaikan persamaan kejenuhan.
Alat-alat yang khusus dirancang untuk mencari Rt terdiri dari dua kelompok yaitu Leterolog dan Induksi.
Yang umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd, LLs, ILd, IL,n, dan SFL.
Mari kita tinjau kembali kegunaan log Rt
1. Interpretasi pintas: deteksi terhadap hidrokarbon
2. Penentuan kejenuhan air Sw,
3. Penentuan diameter rembesan di
4. Penentuan resistivitas air Rw ditempat asal (insitu).
Semua log resistivitas umumnya mencakup kurva Spontaneous Potential (SP) dan/atau kurva Sinar
Gamma (GR). Kedua kurva ini berguna untuk menentukan reservoar potensial dan ketebalannya. Ini
akan dipelajari pada bab terpisah.
Dalam bab ini akan ditinjau prinsip kerja dan cara interpretasi dari alat-alat Rt. Juga akan
dibahas bagaimana log RX0 digunakan untuk koreksi pengukuran terhadap rembesan lumpur, dan
akhirnya bagaimana untuk memilih alat Rt agar memberikan hasil yang terbaik.
Kita tidak akan membicarakan teknologi dari alat-alat tersebut. Karena hal itu akan dibahas pada
bagian yang terpisah dari buku ini.

13.1 Leterolog
13.1.1 Prinsip dari leterolog-ganda DLT
Alat DLT memfokuskan arus listrik secara
lateral kedlm formasi dlm bentuk lembaran tipis.
Ini dicapai dng menggunakan arus-pengawal
(bucking current) yang fungsinya untuk mengawal
arus utama (measured current) masuk kedlm for
masi sedalam-dalamnya. Dng mengukur tegang
an listrik yang diperlukan untuk menghasilkan
arus listrik utama yg besarnya tetap, resistivitas
dapat dihitung dengan hukum Ohm.
Sebenarnya alat DLT terdiri dari 2 bag: satu
bagian mempunyai elektroda yang berjarak
sedemikian rupa untuk memaksa arus utama
masuk sejauh mungkin kedalam formasi dan
mengukur LLd, resistivitas leterolog dalam. Yang
lain mempunyai elektroda berjarak sedemikian
rupa membiarkan lembar arus utama terbuka
sedikit, dan mengukur LLS, resistivitas laterolog
Gambar 13.1 Prinsip Kerja Alat DLT dangkal. Hal ini tercapai karena arus yang
dipancarkan adalah
arus bolak-balik dengan frekuensi yang berbeda. Arus LLd menggunakan frekuensi 28 kHz, sedangkan
frekuensi arus LLS adalah 35 kHz.

13.1.2 Interpretasi
Sebagai pendekatan pertama, resistivitas-dalamLLd dapatdianggap sebagai Rt. Akan tetapi agar
lebih tepat, kedua besaran LLd dan LLs perlu dikoreksi terhadap sejumlah faktor
lubang bor grafik Rcor-2
Data yang diperlukan untuk koreksi resistivitas dangkal dan dalam adalah diameter lubang bor
(dh) dari kaliper, resistivitas lumpur (Rm) dan resistivitas lapisan-bahu (Rs) pada temperatur formasi,
kemudian koreksi terhadap:  Tebal Lapisan - grafik Rcor-10 dan  Rembesan - grafik Rint-9
Perhatian bahwa Rcor-2 dan Rint-9 terdr dr bbrp sub-grafik sesuai dng jenis alat leterolog DLS-B
atau DLS-D/E, juga posisi dari alat tersebut (centered atau eccentered)
Keterangan. mengenai jenis alat dan posisi alat saat logging dapat didapatkan dari kepala-log.
Profil step-contact digunakan untuk interpretasi adalah yang paling sederhana, data kombinasi
yang diperoleh dari tiga pengukuran dengan kedalaman pengukuran yang berbeda akan memungkinkan
penyelesaian dari tiga bilangan anu yang tidak diketahui: di, Rt, dan Rxo/Rt. Secara grafik untuk
Leterolog-ganda dipakai grafik Rint-9.

Dampak Groningen pada kurva LLd


Bila alat DLT mendekati formasi dengan resistivitas sangat tinggi atau selubung baja, bentuk
arus DLT akan terpengaruh. Ini akan mengakibatkan pembacaan yang terlalu tinggi pada LLd. Pengaruh
ini disebut Groningen effect.
DLT generasi baru telah dilengkapi dengan suatu rangkaian elektronik yang mampu mendeteksi
dampak Groningen ini dengan menampilkan kurva LLg. Bila pembacaan LLg lebih rendah dari LLd, maka
kemungkinan telah terjadi dampak Groningen. Dalam hal ini LLg yang digunakan untuk menghitung Rt
menggantikan LLd.

13.1.3 Aplikasi DLT


Leterolog-ganda menawarkan banyak kelebihan dibandingkan alat induksi lama:
1. Mampu memngukur resisitivitas dari dari 0.2 s/d 40.000 Ohms. _
2. Dapat dikombinasikan dengan alat Rxo.
3. Dapat digunakan pada lumpur garam dengan kadar dari yang menengah hingga tinggi.
4. Memberi hasil yang baik dalam rasio kontras yang tinggi dari Rt/Rm.
5. Resolusi vertikal lebih baik dari pada alat induksi.
Alat DLT dapat dikombinasikan dengan MSFL, sinar gamma dan SP.

13.1.4 Log
Konfigurasi standar meliputi DLT-SRT-SGT untuk mendptkan kurva-kurva sbb
1. Leterolog Dalam LLd 4. Kaliper CALI
2. Leterolog Dangkal LLs 5. Sinar Gamma dan SP
3. Log Mikro Terfokus MSFL 6. Tegangan kabel
Log dicatat dengan bentuk logaritma di kolom 2 dan 3, sehingga memberikan sensitivitas
maksimum pada semua tingkat resistivitas.

13.2 Alat Induksi


Alat Induksi ada bbrp jenis: IRT (Induction Resistivity Tool ), DIT-D (Dual Induction Tool jenis D)
dan DIT-E (Dual Induction Tool jenis E ). Log yang dihasilkan mempunyai nama ynag berbeda. ISF untuk
IRT, DIL untuk DIT-D dan PI untuk DIT-E.

13.2.1 Prinsip dari Alat Induksi Terfokuskan (Spherically-Focussed Induction ) ISF


Sonde terdiri dari 2 set kumparan disusun dalam batangan fiberglass non-konduktif Suatu
rangkaian osilator menghasilkan arus konstan ke kumparan pemancar. Dari hukum fisika kita pelajari
bahwa bila sebuah kumparan dialirkan arus listrik bolakbalik akan menghasilkan medan magnet, dan
sebaliknya medan magnet akan menimbulkan arus listrik pada kumparan. Sehingga arus listrik yang
mengalir dlm kumparan alat induksi ini menghasilkan medan magnit di sekeliling sonde. (Gambar 13.2).
Medan magnit ini menghasilkan arus-eddy (eddy current) didalam formasi disekitar alat sesuai
dengan hukum Faraday.
Formasi konduktif disekitar alat bereaksi seperti kumparan-kumparan kecil. Bisa dibayangkan
terdapat berjuta juta kumparan-kumparan kecil didalam formasi yang mengalirkan arus eddy terinduksi.
Arus eddy pd gilirannya menghasilkaan medan magnit sendiri yg dideteksi dng kumparan
penerima. Kekuatan dari arus pada penerima adalah sebanding dengan kekuatan dari medan magnet
yang dihasilkan dan sebanding dengan arus eddy dan juga konduktivitas dari formasi.
Maka alat induksi disebut alat konduktivitas, sedangkan alat leterolog yang telah kita bahas
didepan disebut alat resistivitas, walaupun kedua alat itu memberikan satu pengukuran akhir yang sama
yaitu Rt.. Perbedaan ini perlu dimengerti denganbaik untuk menentukan jenis alat mana yang paling
sesuai dengan kondisi lumpur dan formasi untuk program logging.
Dapat dilihat dari gambar 13.2
diatas bahwa pada kumparan penerima
sesungguhnya terdapat 2 jenis sinyal.
Yang satu berasal dari interaksi dng
formasi disebut sinya lR dan yng satu
lagi merupakan pengaruh langsung dari
kumparan pemancar disebut sinyal-X.
Tentu saja kita tidak menginginkan
sinyal-X ini karena tidak ada hubungan
sama sekali dengan formasi yang
diukur.
Untungnya sinyal-R dan sinyal
X mempunyai beda fasa sebesar 90',
sehingga dengan rangkaian elektronika
yang sedikit rumit kita bisa menekan
sinyal-X dan hanya memngambil
komponen sinyal-R saja
Gambar 13.2 Prinsip Kerja Alat Induksi
Alat logging induksi yang terbaru disebut Phasor Induction justru menggunakan sinyal-X untuk
memperbaiki sinyal-R, teknologi ini menghasilkan alat induksi yang ampuh sekali dalam memperbaiki
resolusi dari alat induksi.
Alat induksi akan mengubah sinyal yang diterima ke arus DC yang sebanding kemudian dikirim
ke komputer dipermukaan. Kemudian komputer menterjemahkan sinyal DC ini ke nilai konduktivitas dan
seterusnya diubah ke nilai resistivitas dalam Ohms.
Sebagian dari sonde juga berisi beberapa elektroda dari sistem SFL dan elektroda SP. Prinsip
kerja SFL mirip sekali dengan alat leterolog --> Alat induksi lain yait Induksi-Ganda (Dual-Induction) DIL
yang berdasarkan pada prinsip yang sama, dan mengukur resistivitas induksi yang menengah maupun
yang dalam.

13.2.2 Interpretasi
1. Sebelum mendapatkan nilai kuantitas untuk Rt, harus dibuat bbrp koreksi pd pembacaan log, LLd,
ILm, SFL untuk pengaruh berikut
lubang bor grafik Rcor-4 untuk ILd dan ILm
lubang bor grafik Rcor-1 untuk SFL
ketebalan lapisan grafik Rcor-5 ke 7
Data yang diperlukan meliputi diameter lubang bor dh dari kaliper, Rte, pada temperatur formasi,
dan posisi alat (ditengah-tengah lubang atau berjarak dari dinding/stand-off ).
Dan akhirnya kita dapat menggabungkan log RX0 dengan log induksi menengah dan dalam
untuk mengoreksinya dan menyelesaikan untuk Rt, Rt/Rxo, dan dl. Ini berdasarkan pada asumsi dari
profil step-contact dari rembesan. Grafik untuk log induksi adalah grafik Rint-1 sampai 5 tergantung
pada kombinasi alat.
Contoh Misalkan tdpt kondisi sbb: diameter lubang dh=16", stand off, S.O=1.5" dan resistivitas lumpur,
Rm=0.1 Ohm, mk konduktivitas lumpur adlh:Cm=10.000 mmhos  dan dari grafik Rcor-4  Gh = 0.003
-3
= 3. 10 Kontribusi dari lubang bor ke tanda total adalah Gh . Cm = 30 mmhos.
Rt Ct Clog Rlog % Kesalahan
1 1000 1030 0.97 3
0.25 4000 4030 0.25 0
10 100 130 7.7 30
100 10 40 25 300
10000 0.1 30 33 >100000
Catatan bhw sinyal lubang bor kecil itu adlh tdk berarti kecuali kalau dibandingkan dng sinyal formasi.
2. Sekarang kita telah memiliki nilai-nilai dari pembacaan log yang telah dikoreksi, nilainilai ini
dapat digabungkan dengan R,. yang telah dikoreksi untuk mendapatkan Rt.
13.2.3 Aplikasi alat DIL
1. Ciri khas dari alat DIL adlh dpt bekerja pd lumpur tak- konduktif seperti air dan Lumpur minyak.
2. Memberikan hasil yg lebih baik dlm formasi resistivitas rendah atau konduktivitas tinggi.
3. Dapat dikombinasikan dengan alat R,,0.
4. Untuk lapisan dengan ketebalan lebih dari 5-6 ft, dan tidak lebih dari 100 Ohms.

13.2.4 Log Konfigurasi alat yang standar meliputi alat-alat DIL-SLT-SRT-SGT, yang
memberikan kurva-kurva berikut
 Induksi Dalam ILd  Waktu Transit Sonik At
 Induksi Menengah ILm  Kaliper dan SP
 Log terfokus (Spherically Focussed Log) SFL  Sinar gamma GR
 Micro Spherically Focussed Log MSFL  Tegangan Kabel
Bentuk log induksi menggunakan kolom 2 dalam skala logaritma, dan kolom 3 dalam skala linier untuk
bagian Sonik.

13.3 SFL

13.3.1 Prinsip dari SFL Sistem SFL adlh satu set dr elektroda pd sonde Induksi. Sistem ini ber
operasi dng model yang serupa dengan Leterolog kecuali fokusnya lebih dangkal. Sinyalnya juga dirubah
ke arus DC yang sebanding dengan konduktivitas, dan dikirim ke komputer.

13.3.2 Interpretasi
Pembacaan log harus dikoreksi terhadap pengaruh-pengaruh dibawah ini
lubang bor grafik Rcor -1
ketika dipakai dalam hubungannya dengan alat Induksi-Ganda, grafik Rint-2c akan memberikan
penyelesaian di dan Rt.
13.4 Menggunakan RXO untuk mengoreksi Rt
Keberadaan 3 jenis pengukuran resistivitas yg bersamaan dng kedalaman investigasi yang
berbeda akan memberikan solusi dr 3 variabel Rt, RXO, dan di.  Umumnya untuk kombinasi Leterolog
Ganda-MSFL, dipakai grafik Rint-9 untuk mencari di dan Rt.
Catatan bhw data seharusnya tlh dikoreksi thdp pengaruh kondisi lubang bor sebelum bisa diterapkan ke
grafik ini. Dalam kasus kombinasi dari Induksi-MSFL, grafik Rint-5 yang dipakai.
13.5 Perbandingan Induksi-Leterolog
Kita telah mempelajari bahwa alit
Induksi lebih tepat untuk resistivitas rendah
hingga menengah, dan alat Leterolog untuk
resistivitas menengah hingga tinggi. Tetapi alat
mana yang sesuai untuk mendeteksi
hidrokarbon?
Gunakan grafik gambar 13.3. Di daerah
dimana keduanya dianjurkan, pilihlah alat
dimana resistivitas rendah adalahyang terbaik
dilihat oleh Induksi, dan resistivitas tinggi oleh
Leterolog.

Gambar 13.3 Pemilihan Jenis Pengukuran


Bab 14. Rxo dari Alat Mikro

Telah diketahui bahwa RXO berguna untuk koreksi pengukuran Rt. Kita akan pelajari satu
kelompok log yang dikenal sbg log RXO. Log ini dirancang khusus untuk menyelidiki lapisan rem-besan yg
hanya bbrp inci dr lubang bor. Jenis log RXO adlh: PL, MLL, MSFL, dan Microlog lama.
Dibawah ini adalah peninjauan kembali dari bermacam-macam kegunaan dari log RxO: Dalam
hubungan dengan log Rt memberikan
penentuan dari - hidrokarbon yang dipindahkan
- porositas formasi bersih
- resistivitas filtrasi lumpur Rmf
- resistivitas lumpur Rm
- ketebalan dari kerak lumpur hmc
dan koreksi - log Rt terhadap pengaruh rembesan
- log porositas tehadap pengaruh hidrokarbon
Microlog adlh alat yg paling unggul untuk penentuan lap permeabel dan ketebalan kerak-lumpur.

14.1 MSFL MSFL biasanya dikerjakan dalam kombinasi dengan alat Induksi atau Leterolog.Alat SRT
yang menghasilkan kurva ini juga dapat dikombinasikan dengan alat Sonik dan alat Sinar
Gamma.

14.2 Mikrolog  Microlog adalah alat yang sangat tua dan merupakan alat jenis bantalan yang pertama.
Alat mikrolog jenis baru disebut PCD (Powered Caliper Device) dikerjakan dalam
kombinasi dengan EPT, keduanya memiliki resolusi vertikal yang sangat tinggi.
14.2.1 Prinsip
2alat jarak-pendek dng kedalaman
investigasi yang berbeda akan memberikan
pengukuran thdp resistivitas kerak-lumpur dan
formasi yg berada sedikit dibelakang kerak
lumpur. Bantalan karet (rubber pad) mikrolog
yg berisi 3 bush elektroda kecil di susun scr
vertikal dng jarak 1 inci, satu dng lainnya
ditekan menempel dinding sumur. Dari
elektroda-elektroda ini dihasilkan kurva
mikroinverse 1"x1" (R1"x1"), dan mikro
normal 2" (R2"). Dng dmkn perbedaan pem
bacaan antara 2 kurva mikrolog tsb akan
memberikan indikasi adanya kerak lumpur, dng
kata lain bila terdpt kerak lumpur pasti telah
Gambar 14.1 Penampang Bantalan Mikrolog terjadi rembesan filtrasi lumpur, jadi
formasi tersebut adalah permeabel.

Pada saat filtrasi lumpur bor masuk ke formasi permeabel, kerak-lumpur akan terbentuk.
Resistivitas dr kerak-lumpur kira-kira sama dng atau sedikit lebih besar dari resistivitas lumpur. Biasanya
dianggap lebih kecil dr resistivitas di daerah rembesan yg berdekatan dng lubang bor.
2" mikronormal mempunyai kedalaman investigasi yang lebih besar dr pd mikroinverse
1"x1", shng tdk banyak dipengaruhi oleh kerak-lumpur. Bila membaca resistivitas yang lebih tinggi, akan
menghasilkan pemisahan yang positif. Untuk kerak-lumpur dng resistivitas yg rendah, kedua alat akan
mengukur resistivitas yang pantas, biasanya dari 2 hingga 10 kali Rm.

14.2.2 Interpretasi
Pemisahan positif di lapisan permeabel dan bukti adanya kerak lumpur oleh alat kaliper akan
menunjukkan permeabilitas. Akan tetapi tidak dapat disimpulkan permeabilitas secara kuantitatif . Bila
tidak ada kerak-lumpur, mikrolog dapat memberikan informasi berguna seperti keadaan lubang bor atau
litologi, tetapi tidak dapat diinterpretasikan secara kuantitatif.
Pada kondisi lubang yang baik, nilai RX0 dapat dicari dari Mikrolog dengan menggunakan grafik Rxo-1.
Data yang diperlukan meliputi resistivitas kerak-lumpur Rmc pada temperatur formasi, dan ketebalan
kerak lumpur hmc dari kaliper.
Batasan-batasan
- Rxo/Rmc < 15 (porositas > 15%)
- hmc tidak lebih besar dari 1/2 inci
- kedalaman rembesan > 4 inci, bila tidak maka Mikrolog akan dipengaruhi oleh Rt.
14.1.1 Prinsip MSFL
Serupa dng alat mikrolog, pengukuran terhadap MSFL dibuat dng sebuah bantalan elektroda
khusus yang ditekan ke dinding lubang bor dengan bantuan sebuah kaliper.
Pada bantalan tersebut dipasang suatu rangkaian bingkai-bingkai logam yang konsentrik
(Gambar 14.2) disebut elektroda yang mempunyai fungsi memancarkan, mefokuskan dan menerima
kembali arus listrik yang hampir sama seperti cara kerja elektroda Leterolog. Karena bantalannya kecil
dan susunan elektrodanya berdekatan, maka hanya beberapa inci dari formasi dekat lubang bor yang
diselidiki. Sehingga kita akan mempunyai suatu pengukuran dari resistivitas didaerah rembesan.
Pengukuran terhadap diameter lubang secara bersamaan oleh kaliper yang merupakan bagian tak
terpisahkan dari alat MSFL.

14.1.2 Interpretasi
Krn kedalaman investigasi MSFL begitu kecil, maka pengaruh dari kerak-lumpur tidak bisa
diabaikan, shg koreksi thdp pengaruh kerak lumpur diperlukan untuk memperoleh Rxo yang benar. Ini
dilakukan dengan grafik Rxo-2 MSFL.
Data yang diperlukan : resistivitas
kerak-lumpur, Rmc pada temperatur formasi,
dan ketebalan kerak-lumpur hmc dari kurva
kaliper Peringatan : Harus diingat bahwa alat
MSFL mrpkan alat yang memancarkan arus
listrik kedalam formasi sehingga diperlukan
lumpur konduktif. Ini tidak dapat dilakukan dlm
lumpur minyak. Sehingga hidrokarbon yang
pindah tidak dapat ditentukan dalam lumpur
minyak dengan alat ini.
Alat-alat mikro yang lama meliputi
Proximity Log (PL), dan Microleterolog (MLL)
bisa dikerjakan bersama-sama tetapi tidak
dapat dikombinasikan dengan alat-alat Rt.
Mereka bekerja dengan prinsip yang sama dan
memerlukan koreksi kerak-lumpur yang sama
. (grafik Rxo-2).
Gambar 14.2 Gambar skematis alat MSFL
Penampang Bantalan MSFL
Peringatan : Harus diingat bhw alat MSFL mrpkan alat yang memancarkan arus listrik kedalam formasi
sehingga diperlukan lumpur konduktif. Ini tidak dapat dilakukan dalam lumpur minyak. Sehingga
hidrokarbon yang pindah tidak dapat ditentukan dalam lumpur minyak dengan alat ini.
Alat-alat mikro yang lama meliputi Proximity Log (PL), dan Microleterolog (MLL) bisa dikerjakan
bersama- sama tetapi tidak dapat dikombinasikan dengan alat-alat Rt. Mereka bekerja dengan prinsip
yang sama dan memerlukan koreksi kerak-lumpur yang sama (grafik Rxo-2).
Bab 15 Interpretasi Pasir Serpihan
Kenyataan
Perlu diingat bahwa log porositas (ρb, N) dikalibrasi dalam satuan porositas gamping.
Porositas gamping ini dapat dirubah ke porositas batupasir atau dolomit dengan bantuan grafik.
Apapun jenis litologinya, perhitungan terhadap porositas hanya benar untuk formasi bebas-serpih
(formasi bersih) dan formasi kandung-air tanpa hidrokarbon. Jika dijumpai serpih atau hidrokarbon,
koreksi tambahan harus dibuat untuk mendapatkan porositas dan kejenuhan air yang benar.
15.1 Pengaruh Serpih

Dpt dilihat bhw persamaan Archie untuk formasi bebas-hidrokarbon yg bersih adalah: Rt  a.Rw
 m

Untuk gamping, batupasir dan mineral karbonat dengan rekahan, persamaan diatas masing-masing dpt
Rw 0,81.Rw Rw
dituliskan sbb: Rt   Rt   Rt  Semua rumus diatas dijabarkan scr eksperi-
 2
 2
 1to5
men saja. Jika hidrokarbon ditambahkan pada batuan, porositasnya berkurang menjadi-SW , rumus
a.Rw a.Rw
diatas dapat ditulis dalam bentuk Rt  m atau realisasinya adlh : Rt  m
.Sw  .Sw n
Dari hubungan ini kita dapat menentukan kejenuhan air (Sw) yang tidak scr langsung dpt diukur oleh alat-
1  m / 2 .Sw n / 2
alat logging. Persamaan ini dpt ditulis dlm bentuk lain   Jika tdpt lempung, mk
Rt a.Rw
persamaan kejenuhan hrs dirubah. Suatu persamaan yg dianjurkan krn memberikan hasil baik dlm ba-
Vcl 1  Vcl 

m/2 n/2
1 .Sw
nyak hal adlh Persamaan Kejenuhan Indonesia yg klasik  2 .Sw n / 2 
Rt Rcl  a.Rw
m/2
1


Vcl 1  Vcl 2
.
  
.Sw n / 2
Rt  Rcl a.Rw 
15.2 Penentuan Rw
Lihat pada bab dengan nama yang sama untuk lebih rinci.
Rxo Rmf Sw 
15.2.1 Metode Rasio  Pada formasi bersih  .  Rasio Rxo/Rt menjadi maksimum
Rt Rw  Sxo 
bila Sw = Sxo = 1 (SW menurun lebih cepat dr pada Sxo). Bila formasi hanya mengandung air,
Rxo Rmf Rt
maka Sw = Sxo = 1, persamaan di atas bisa ditulis sbb:   Rw  Rmf .
Rt Rw Rxo
15.2.2 Gambar silang  Gambar-silang antara resistivitas Rt dan porositas (1 /Rt vs ρb, N, t) pd
a
formasi bersih menghasilkan Rw berdasarkan hubungan Rt  .Rw
2
15.2.3 SP Penentuan Rw dng SP pd lapisan berlempung umumnya tidak selalu dpt dihandalkan.
Dipakai sbg perbandingan.
15.3 Rt dan Rxo Lihat pd bab Rt dan RX0 untuk lebih rinci. Ingat bhw:LLd#Rt LLd#Rt MSFL#Rxo
Pakai grafik-grafik dari bagian Rint dari buku grafik untuk koreksi thdp pengaruh
rembesan.
15.4 Indikator-indikator Lempung  Indikator lempung didapat dengan cara kalibrasi tanggapan dari
alat porositas antara titik bersih (bebas serpih) dan titik serpih. Ini dilakukan dengan cars
sedemikian rupa sehingga pengaruh lubang yang lain akan cenderung untuk menaikkan nilai dari
Vsh yang dihitung.
Ada 2 cara untuk menentukan koreksi thdp serpih yi: scr grafik dan dng rumus. Dari indikator-
indikator lempung apa saja, nilai minimum dari Vsh adlh yg paling mendekati kebenaran. Ada 2
kelompok indikator lempung yi: indikator kurva-tunggal dan indikator kurva-ganda(gambar silang).
15.4.1 Indikator kurva-tunggal  Indikator kurva-tunggal yg klasik adlh Sinar Gamma, SP, Netron dan
Resistivitas
15.4.1.1 GR  Yang paling populer dari indikator kurva-tunggal adalah log Sinar Gamma. Teknik yang
GR GRbersih
serupa dapat digunakan untuk kurva-kurva lainnya seperti Sonik, dll. Vsh 
GRserpih  GRbersih

15.4.1.2 SP  Dng SP, interpolasi scr langsung juga digunakan


 Indikator
SPbersih SP SPbersih  GRserpih
Vsh 
SP akan memberikan hasil Vsh terlalu tinggi pada lapisan berhidrokarbon.
 N  N min
15.4.1.3 Netron Dng pendekatan yg sama log Netron memberikan Vsh  
N serpih  N
min
Indikator Netron pd khususnya bekerja dng baik dlm formasi dng porositas rendah dan dlm
reservoar gas yg jenuh.
 Rcl
15.4.1.4 Resistivitas  Dng resistivitas, rumus yg dianjurkan adlh Vsh 
 Rt 1/ b
R lim  Rt 
. Suatu
R lim  Rcl

transformasi digunakan untuk menyelesaikan rumus ini spt diuraikan dlm buku Essentials, hal
35.
15.4.1.5 NGT Sbg tambahan, NGT memberikan indikator lempung yg paling baik. Lihat bab Sinar GR.
15.4.1.6 LDTLDT yg memiliki kurva Indeks Volumetrik Penyerapan Fotolistrik U menawarkan kemung-
kinan indikator lempung yg lain. Persamaan umumnya adalah
 U ≈ Pe•ρb = (1--Vcl) • Uma+. • Sxo •Uf +  • (1-Sxo) • Uh+Vcl•Ucl .........................
(1)
Bagian •xo•Uf dapat diabaikan jika formasi terembes oleh air segar (koreksi hanya diperlukan
untuk lumpur yang sangat asin).
Demikian juga •(1-Sxo)•Uh selalu dapat diabaikan krn Uh < 0.12.  Setelah menghilangkan
komponenUf dan Uh, persamaan (1) yang digunakan scr langsung dpt memberikan indikator
U  (1   ).U
lempung tambahan  U ≈ (1--Vcl) •Uma +Vcl•Ucl --> Vcl  ma
U cl  U ma
15.4.1.7 Penentuan jenis lempung melalui gambar-silang  Adalah berguna untuk mengetahui jenis
dari lempung untuk pemahaman geologi tahap pengendapan. Cara pintas mungkin tidak jelas
dalam membedakan kaolinite dan montmorillonite. Alat LDT dapat membantu menentukan jenis
lempung bila dikombinasi dengan informasi yang didapat dari alat-alat logging lain.
Khususnya bila log NGT juga tersedia, maka gambar-silang dari Pe vs Th, Pe vs K, dan Pe vs
Th/K sangat membantu dalam penentuan jenis lempung.

15.4.2 Gambar-silang  Indikator kurva-ganda yg paling efektif adlh Gambar-silang Densitas-Netron


Pakai garis matriks minimum yg berbeda untuk gas, minyak dan air. Gambar-silang Densitas-Sonik
Pakai gambar-silang Densitas-Sonik jika litologi dan kadar air tidak diketahui. Hasil gambar-silang
akan terpengaruhi jika lubang sumur jelek.
Contoh Perhatikan grafik gambar 15.1.
Misalnya suatu matriks batupasir (dengan ρma = 2.65 g/cc) yang sederhana. Satu titik data log (A)
dapat ditunjukkan pada gambar dengan koordinat N dan ρb.  Dengan cara yang sama, dapat
dicari titik lempung (C) dan menggambarkannya pada grafik. Koordinatnya adalah pembacaan
terhadap log di titik dimana kita pilih sebagai titik lempung yang representatif pada log untuk
lapisan yang dipelajari.
Contoh dari koreksi lempung secara grafik
1. Tentukan titik lempung (C) dengan koordinatnya, misalnya ρb= 2.45 g/cc dan N = 50%.
2. Gambar garis-garis porositas yang paralel dengan garis porositas-nol, yang menggabungkan titik
matriks dengan titik lempung. Mereka melalui nilai-nilai porositas pada garis batuanpasir.
3. Gambar garis-garis lempung. Garis lempung-nol menggabungkan titik matriks ke titik air (ρb = 1,
N=100%), yang jatuh diluar grafik. Bagikan garis porositas nol dalam persen dari volume
lempung, misalnya setiap 10%. Garis-garis lempung menggabungkan titik-titik itu pada titik air.
Mereka bukan garis-garis paralel.
4. Gambar titik data A (ρb = 2.20 g/cc dan N 33%).
Dimisalkan formasi batupasir berlempung, dan tidak ada koreksi thdp hidrokarbon mk dalam
sistem sumbu porositas Vcl titik A mempunyai porositas sebesar 23% dan kadar lempung
(Vcl)
sebesar 16%.
Kemudian buat garis dari titik lempung C melalui titik A ke titik X sedemikian rupa shg AX/CX =
Vcl. Titik X ini adlh titik bersih (yang sudah dikoreksi terhadap lempung). Catatan bhw titik X
hanyalah merupakan (1-Vcl)% dari total formasi, shg porositas yg didapat dr cara diatas hrs
dikalikan dng (1- VcI) untuk mendptkan porositas benar.  Cara perhitungannya adlh berdsrkan pd
persamaan yg diturunkan untuk log porositas. Persamaan-persamaannya adlh: Untuk Netron 
N = Nclean - (1 - Vcl) + Ncl.
Vcl0
N  N cl .Vcl
N clean   adlh pembacaan porositas Netron di lempung) dan serupa buat

(N cl
(1  Vcl )

Densitas ρb = ρb.clean • (1 - Vcl) + ρb,cl - Vcl  bclean 


n clbcl .V
 Nilai ρb,bersih dan
(1  Vcl )
N,bersih kmdn dpt digambar pd gambar-silang Densitas. Netron, untuk mendptkan porositas
benar scr langsung.
Gambar 15.1. Catatan: Posisi titik A dlm gambar ini adlh sedemikian rupa shg rasio jarak XA/XC = 16/100 atau
16% sesuai dng volume lempung. Titik X adlh titik'bersih' krn komponen lempung sudah dihilangkan. Porositas titik
X sekarang adlh 26%, akan tetapi karena titik X hanyalah merupakan (1-Vcl)% dad total volume formasi,
maka porositas dari formasi berlempung yang sebenarnya adalah 0.26 x (1-0.16) =22%.

15.5 Koreksi hidrokarbon  Koreksi thdp hidrokarbon dibuat dlm formasi bersih, yi: setelah dilakukan
koreksi thdp lempung. Jumlah dari koreksi yang akan diterapkan pada pembacaan log ditandai
dengan simbol A .Secara grafik, koreksi hidrokarbon terutama gas diperlihatkan pada gambar 15.3.

15.5.1 Koreksi densitas  ρb = 1.07.•Sw,.[(1.11-0.15P)•ρmf-


1.15ρh]
dimana P adalah salinitas filtrasi dalam ppm/106.

1  P . mf  1.67  h  0.17


15.5.2 Koreksi CNL   N  A. .S hr .  dimana A adalah faktor yang
1  P .
mf
berhubungan dengan kedalaman investigasi dari CNL yang dibandingkan dengan alat Densitas.
A=1 untuk lapisan minyak, A = 1.3 untuk lapisan gas dengan porositas tinggi.
Contoh dari koreksi hidrokarbon
Diketahui dari pembacaan log: ρb=2.3,N=20%, Rxo=20, ρmf=1, P=O, Rmf=0.4 dan ρh=0.5
1. Cari porositas pintas dari gambar-silang Densitas-Netron Caranya : Gunakan grafik Por-5
untuk mengubah densitas ρb = 2.3 ke porositas, didapat D = 24%. Sehingga porositas
pintasnya adalah (D+N)/2 = 22%.
1
2. Hitung Shr  Caranya: Pakai rumus Archie. 1 Rxo  Rmf . 2
Sxo .
Rmf 0.4
Sxo  2   2  0.65  Shr  1  Sxo  0.35
Rxo. 20.0.22
3. Koreksi Densitas
1. ρb =1.07..Sw.[(1.11-0.15 P). ρmf -1.15 ρb]  =1.07x 0.22 x 0.35.[(1.11- 0) x1–1.15 x 0.5}
2. ρb =2.3 + 0.044 = 2.344 g/cc  jadi ρbCORR= 2.3 + 0.044 = 2.344 g / cc
4. Koreksi Netron
(1 P )   1.67 b (1 0).1  1.67.0.5 0.17
mf0.17
 N  1.0.22.0.35.
N  A. .Shr.
1  P . =0.226
1  0.1
mf
Jadi NCORR = 0.20 + 0.026 = 0.226 Kemudian ρbCORR dan NCORR dimasukkan ke dalam grafik
Densitas-Netron, didapat ma = 2.73 g/cc
CORR
15.6 Perkiraan dari Densitas Hidrokarbon
Bila Shr telah ditentukan, maka dapat dicari densitas hidrokarbon ρh dengan bantuan grafik CP-
10. Pada sumbu ordinat diperlukan rasio dari porositas Densitas dan Netron yang telah dikoreksi
terhadap pengaruh serpih Bila litologi tidak diketahui dengan pasti, maka ph diperkirakan terlebih dahulu
untuk kasus ekstrim (misalnya batuan dianggap 100% pasir dan 100% dolomit) kemudian diambil nilai
tengah dan dilakukan koreksi berulang terhadap hidrokarbon untuk meyakinkan litologi dengan lebih baik,
sehingga diperoleh Ph yang lebih baik
Contoh dalam reservoir gamping-dolomit.
Dari pembacaan log: Pb = 2.1 . N = 15%, Rxo = 4 dan Rmf = 0.1 pada
BHT. Dua kasus ekstrim ditinjau
1. Reservoir itu hanya terdiri dari batuan gamping
Cara penyelesaiannya: Dng grafik Por-5 konversikan ρb=2.1 g/cc ke porositas gamping, diperoleh
D=36%. Karena porositas netron = 15%, maka dengan menggunakan grafik CP-9 didpt porositas
Rmf
pendekatan pertama = 34% ( 1 dari CP-9). Sxo  = 0.52 Shr =1- Sxo = 0.50 dng
Rxo.
2

CP - 10 didapat: ρh=0.3g/cc
2. Reservoar itu hanya terdiri dari batuan dolomit
Cara penyelesaiannya: Dng grafik Por-5 konversikan ρb=2.1 g/cc ke porositas dolomit diperoleh
D = 41%. Krn porositas netron =15%, mk dng menggunakan grafik CP-9 didpt porositas
Rmf
pendekatan pertama = 34% (1dari CP-9). Shr  2 = 0.52 Shr=1-Sxo = 0.48
Rxo.
dengan CP -10 didapat: ρh =0.15 g/cc Di lapisan ini kita menggunakan ρh, = 0.2 g/cc. Jika litologi
sudah diketahui, kita dapat menghitung ρh dengan lebih tepat lagi.

15.7 Ringkasan-grafik dari Interpretasi Shaly Sands  Lihat ringkasan-grafik (flow-chart) terlampir,
yang merupakan ringkasan kejadian-kejadian yang berurutan dari interpretasi pasir-serpihan yang telah
kita bahas di dalam bab ini:
15.7.1 Metode
1. Pilih pembacaan log ditempat yang baik dan mewakili.
2. Buat semua koreksi terhadap kondisi lubang bor.
3. Evaluasi VCL dan buat koreksi serpih pada log- porositas.
Untuk Densitas  ρbCORR = ρb + VCL. (ρma - ρCL,)
Atau dalam bentuk porositas  DCORR =  D - DVCL
 ma  CL
Dimana DCL   dan untuk Netron N corr = N - V CL - NCl
ma  mf

NCL adalah porositas Netron lempung


4. Masukkan ke CP-9 untuk mendapatkan 01. Secara matematis bisa dituliskan
 = 1•(1 - 0.10 x Shr) 1 = 2 x Ncorr + 7 x  Dcorr
Grafik CP-9 adalah penyelesaian secara grafik dari persamaan diatas. Di lapisan bersih, tentukan
ρh dengan bantuan CP-10.
5. Dengan 1, VCL dan RX0 diketahui, sekarang gunakan persamaan Indonesia untuk S X0 dan
  CL  m
 V
 
CL
1
1 V  2    2 
menghitung Shr    .S Wn 2  Shr =1 - SXO
RXO  RCL a.R 
 W

6. Masukkan ke CP-9 dengan Shr yang baru diperoleh untuk mendapatkan porositas benar.
7. Dengan porositas benar yang baru diperoleh, selesaikan SW dengan persamaan Indonesia
  CL  m
 V
1 V 1
 CL 2    2  n 
   .S W2
Rt  RCL a.RW 
 
Ringkasan-grafik
Bab 16 Interpretasi Model Dua Air
Latar Belakang
Pada tahun 1968 Waxman dan Smits berdasarkan studi teoritis dan experimen di labo ratorium
memperkenalkan hubungan antara saturasi dan resistivitas untuk formasi serpihan yang mengkaitkan
konstribusi resistivitas dari serpih (relatif terhadap resistivitas dari formasi) thd CEC (Cation Exchange
Capasity) dari serpih. Akan tetapi hasil studi Waxman-Smits ini terlalu teoritis krn pd saat itu pengukuran
in-situ parameter CEC batuan belum dapat dilakukan, oleh sebab itu pada tahun 1977 Clavier dan
kawan-kawan mengembangkan model dua-air (Dual Water Model) sebagai suatu solusi yang lebih
praktis.

Prinsip Model Dua Air


Pada dasarnya model dua-air menganggap bhw formasi serpihan adalah formasi bersih dengan
porositas, susunan butiran dan kandungan fluida yang sama, kecuali air yang terkandung nampaknya
lebih konduktif dr yg diharapkan dibandingkan salinitas kesuluruhannya. Kelebihan konduktivitas ini
disebabkan oleh tambahan ion-ion positif (Na+,K+, Ca++) yang terikat pada lapisan difusi
disekeliling kristal lempung. Kation-kation ini diperlukan untuk mengimbangi kelainan listrik yang
terjadi didalam kristal lempung itu. Jumlah ion pengimbang ini menyusun apa yang disebut CEC.
1. Secara ringkas model dua-air ini menerapkan tiga dalil yaitu: (Gambar 16.1)
2. Konduktivitas dari lempung disebabkan oleh parameter CECnya.
3. CEC dr lempung murni adlh sebanding dngn luas penampang dari lempung.
4. Didlm larutan garam, anion ditarik keluar dr lapisan air yg mengelilingi permukaan kristal
lempung. Ketebalan dr lapisan ini bertambah dng menurunnya salinitas dr larutan itu sam pai pd
batasan tertentu. Ketebalan ini juga merupakan fungsi dari temperatur.

Gambar 16.1.
Lapisan tipis dr air tanpa-garam ini (air lempung) memegang peranan penting krn kristal lempung
3
mempunyai permukaan yg relatif luas sekali mencapai 6300 acres/ft , bandingkan dng luas permukaan
3
butiran pasir yg hanya 0.1-0.2 acres/ft , mk volume dr air lempung tdk bisa diabaikan begitu saja.
Secara singkat, model dua-air mengatakan bahwa formasi serpihan dapat dianggap sebagai
formasi bersih dengan mengandung dua jenis air:
1. Air yang berasosiasi dengan lempung, disebut air-ikat dengan konduktivitas CWb. Air-ikat ini tidak
dapat diproduksikan karena merupakan bagian dari lempung.
2. Air lain yang berasosiasi dengan batuan lain kecuali lempung disebut air-bebas.
Karena mineral lempung (lempung kering) dapat dianggap tidak menghantarkan listrik, mk
lempung dpt diperlakukan spt mineral lain. Scr skematis kita dpt menggambarkan formasi serpihan
dengan model dua-air dalam Tabel 16.1.
Zat Padat Cairan/fluida
Matriks Lanau Lempung kering Air-ikat Air-bebas Hidrokarbon
Matriks Serpih Porositas Efektif
Porositas Total
Tabel 16.1. Model Dua Air
Dengan asumsi bahwa formasi serpihan itu bisa dianggap sebagai formasi bersih, maka hukum saturasi
air Archie dapat berlaku, walaupun perlu dimodifikasi untuk mengakomodasikan air-ikat. Persamaan
 tm .S nwt
Archie bila ditulis dlm bentuk konduktivitas adlh: Ct  .C we ………..(16-1)
a
dimana: a, m, dan n adalah konotasi persamaan Archie yang kita sudah pelajari sebelumnya.
Ct adalah konduktivitas dari formasi ash (Ct adalah kebalikan dari Rt )
Cwe adalah konduktivitas ekivalen dari air yg tdpt dlm ruang kosong batuan.
Perhatikan bahwa , & Sw, menyatakan volume total termasuk volume yg berisi air-ikat dan air-bebas.
V .C  Vwb
C  w w
Persamaan 16-1 sekarang dituliskan sbg: ………..(16-2)
.C wb
Vw  wb
we

V
dimana Vw dan Vwb adalah volume keseluruhan dari air-bebas dan air-ikat dengan konduktivitas Cw dan
Cwb. Dalam bentuk saturasi air, persamaan 16-2 dapat ditulis sebagai:
t .(S w S wb ).(C w  t .S wb .C wb
Cwe  we ………..(16-3a)

.C
t .(S w  S wb )  t .S wb
 S wt S  S wb 
wb 
atau Cwe  

.C w   .C wb ...............(16-3b)
S
 wt S  wt 
wb
S 
atau C we  C w . .C wb  C w  ……………………..(16-3c)
S
 wt 
dimana Swb adlh saturasi air-ikat yi: bag dr total volume ruangan kosong batuan yg terisi dng air-ikat.
Dng menggantikan Cwt rmss 16-1 menjadi: t Swb  wb w .....(16-4)
m
 .S 
. C 
n
C  .C w  C
Swt 
t wt
a 
Porositas dan saturasi dr formasi bersih didpt dng mengurangi bag volume dr air ikat ( • Swb). Mk
porositas efektif adlh:  = 1.(1 – Swb) ……………….(16-5)
S wt S wb
dan saturasi air adalah: Sw  … …………….(16-6)
1  Swb
Kesimpulan
1. Untuk mengadakan evaluasi formasi serpihan dengan model dua-air diperlukan empat parameter
yaitu Cw (atau Rw), Cwb (atau Rwb), t dan Swb
2. 1, dpt dicari dengan menggunakan gambar silang netron-densitas.
3. Swb didpt dr bbrp pengukuran indikator lempung seperti yang dijelaskan dalam bab-15.
4. Rw didpt dr berbagai sumber spt yg dijelaskan dlm bab-bab sebelumnya. Rwb dicari dr
pembacaan resistivitas dilapisan 100% serpih. Kedua parameter ini biasanya ditentukan oleh
seorang Log-Analyst berdasarkan pengetahuan dan pengalaman suatu lapangan.
Cyberlook
Model dua-air dipakai pd komputer lapangan CSU sejak th 1978, dikenal sbg Cyberlook. Salah
satu masalah yang dihadapi oleh persamaan saturasi (16-6) model dua-air adalah bhw bila SWb =
SW,=100% mk scr matematis persamaan (16-6) tidak berfungsi. Masalah ini diatasi oleh Cyberlook dng
pendekatan yg lain yi: dng membandingkan rasio resistivitas formasi mengandung air 100% dng
Rw
resistivitas formasi total: Sw  .......... (16-7)
Rt
Rwf .Rwb
Ro  ………………(16-8)
.Rwb 
Dimana
t 2
wb .Rwf  1 

.S S wb

Rwf. pada prinsipnya sama dengan Rw hanya istilah Rwf digunakan untuk membedakannya dng
resistivitas air-ikat RWb. Untuk mengerti program Cyberlook dng rinci, silahkan membaca dokumen-
dokumen bersangkutan yg bisa diperoleh pd kantor-kantor Schlumberger terdekat. Model dua-air juga
dipakai pd Model VOLAN (Volumetric Analysis), GLOBAL dan ELAN (Elemental Log Analysis), ini akan
dibahas pada bab berikutnya.
Bab 17 Interpretasi dengan Komputer
17.1. Pendahuluan
Kelebihan interpretasi dng komputer adlh bhw suatu evaluasi thdp data sumur dpt dilaku- kan: 
scr berkesinambungan  lebih akurat  hemat waktu  untuk model yang kompleks
Dengan makin majunya teknologi komputer, program-program analisa log juga menjadi lebih
canggih dan mudah dioperasikan. Didalam bab ini akan dibahas scr singkat sejarah perkem bangan CPI
(Computer Processed Interpretation) terutama yg dikembangkan oleh Schlumberger, baik yang tersedia
pada komputer besar maupun komputer PC.

17.2. Proses CPI

Field tape, pita data magnetik dr lapangan, biasanya berbentuk reel tape (pilihan lain adalah DAT, TK-
50, cartridge tape atau disket PC) dlm format LIS atau DLIS dng kerapatan 800, 1600 atau 6250
BPI (Bit Per Inch) untuk jenis reel tape.
Loading, proses pemindahan data dari pita magnetik ke hard-disk komputer dengan hanya memilih
file/informasi yang diperlukan.
Data Editing, proses penyuntingan data, koreksi terhadap perbedaan kedalaman dan perbaikan
terhadap data yang rusak misalnya cycle skiping dari kurva sonik.
Pre-processing, trdr dr rangkaian proses koreksi data krn pengaruh lubang bor thdp semua jenis
pengukuran mulai dr GR, SP sampai dng densitas-netron dan pencarian harga Rt, RX0, prorositas
N-D, sonik dsb, spt yg dijelaskan pada Bab-2. Hasil dari pre-processing ini dicetak keluar dan
dibandingkan dng data asli. Proses LQC sekali lagi dilakukan sebelum memasuki proses
selanjutnya. Dlm tahap ini biasanya dibikin gambar-silang (lihat Apendiks-IV) untuk menentukan
parameter yang diperlukan buat proses interpretasi.
Interpretation, model interpretasi dpt dipilih sesuai dgn pengalaman lapangan, kebiasaan dan hasil yg
diinginkan. Model-model CPI akan dibahas dlm paragraf selanjutnya, Tujuan interpretasi adlh
untuk mencari parameter saturasi, porositas efektif dan jenis litologi. Inter-pretasi lanjutan akan
menghasilkan juga parameter permeabilitas dan saturasi air-sisa.
Output, hasil dari interpretasi dpt berupa log yg menampilkan parameter-parameter saturasi air, litologi,
porositas total/efektif, permeabilitas dll, dan pita data magnetik yg mengandung semua parameter
dan hasil interpretasi. Suatu listing juga dilampirkan yg memberikan laporan tentang data-data yg
terkandung didalam pita data itu. Biasanya suatu hasil sementara (provisional result) diberikan kpd
langganan untuk disetujui ttg parameter-para meter yg dipakai (perubahan mungkin terjadi bila tdpt
masukan hasil UKL) kemudian hasil akhir (final result) dibuat.

17.3. Model-model CPI

17.3.1. Model SARABAND dan CORIBAND


Diawal tahunl970-an, Schlumberger memperkenal 2 program CPI yg disebut Saraband dan
Coriband menggunakan komputer mainframe microvax serf 780 dari Digital Cooperation.
Tanggapan dari log densitas didalam formasi serpihan yg mengandung hidrokarbon
 
adalah: b   SXO .  (1  S )   (1   ) sh . sh  (1 )  ma .......(17-1)
Vsh 
mf XO h
V
Anggaplah densitas filtrasi lumpur ρmf dan densitas dr lempung ρh diketahui, mk tdpt 5 parameter dlm
persamaan 17-1 yang perlu dicari, yaitu ρh, , Sxo, Vsh dan ρma .
Persamaan 17-1 yg serupa dpt ditulis untuk log netron dan log mikro-resistivitas (krna log resis tivitas
lebih kurang mengukur volume batuan yg sama, ditambah log GR atau SP atau indikator lempung yang
lain, akan memberikan 4 dari 5parameter yang belum diketahui diatas.
Bila litologi reservoir tidak berubah-rubah dan diketahui, maka jumlah parameter yang tidak
diketahui berkurang menjadi empat. Sehingga dalam kasus formasi serpihan dimana litologi reservoir
adalah pasir (kuarsa), kombinasi densitas, netron, mikroresistivitas dan GR dapat memberikan porositas,
saturasi hidrokarbon dan air didaerah rembesan, jenis hidrokarbon dan volume dari lempung atau
serpih. Selanjutnya bila pengukuran resistivitasdalam dan harga RN, tersedia maka dengan
menggunakan persamaan Archie atau Indonesia (Bab-15) dapat dicari saturasi air dan
hidrokarbon. Program SARABAND dirancang untuk tujuan perhitungan diatas.
Apabila litologi yg dijumpai bukanlah model pasir-serpih ttpi yg lebih kompleks, misalnya
karbonat atau evaporit, mk untuk mengurangi masalah persamaan 17-1 dr 5 parameter anu menjadi 4
saja perlu diambil asumsi thdp salah satu dr parameter itu. Dlm hal ini parameter jenis hidrokarbon yang
menjadi pilihan karena pengaruh jenis hidrokarbon tidak begitu kritis terhadap tanggapan alat kecuali bila
terdapat gas atau jenis hidrokarbon yang ringan. Seperti halnya dengan SARABAND, kombinasi dari
densitas, netron, mikroresistivitas, resistivitas dan log GR dapat digunakan untuk mencari porositas,
saturasi air dan hidrokarbon, volume serpih dan litologi matriks. Program CORIBAND dirancang untuk
tujuan perhitungan diatas.

17.3.1.1 Model SARABAND

Gambar 17.1 Bentuk dr lempung dipandang

dr cara distribusinya didlm formasi


Gambar 17.2 Model dasar SARABAND

Program SARABAND menggunakan model pasir-lanau-serpih dimana serpih dapat berupa lami-nated,
disperserd atau structural. Gambar 17.1.
Model dasar dr SARABAND adlh gambar-silang netron-densitas spt yg digambarkan pd gambar
17.2. Gambar ini memperlihatkan kelompok titik-titik data yang mewakili pasir, serpih dan pasir-serpihan.
Umumnya hanya ada 2 kelompok data yi: kelompok A mrpkan pasir dan pasir-serpihan dan kelompok B
sbgi serpih. Titik-titik data pada kelompok B sesungguhnya terdiri dari campuran mineral lempung,
air dan lanau. Lanau adalah mineral yang sangat halus umumnya terdiri dari kuarsa, tapi sering juga
terdiri dari feldspar,kalsit dan mineral lain. Secara pukul rata lanau memiliki sifat-sifat netron-densitas
seperti pasir kuarsa. Titik Q merupakan titik pasir dan titik Cl adalah titik serpih basah tanpa lanau,
sedangkan titik Sho adalah titik serpih dengan kandungan lanau maksimum.
Pd kelompok A, data dari serpih laminar akan jatuh pada garis Sd-Sho, disebelah kiri dari garis ini adalah
data lempung dispersi dan disebalah kanan merupakan daerah serpih struktural.
Daerah C merupakan daerah dimana data-data biasanya yang dipengaruhi oleh lubang jelek atau litologi
formasi yang dianalisa bukan lagi suatu formasi pasir-serpihan, melainkan karbonat, lignit dan
lain-lainnya.
17.3.1.2 Model CORIBAND
Model CORIBAND adlh program metode in-
ter pretasi litologi kompleks, termasuk
pasirserpihan. Berbeda dengan Saraband, program
ini memberikan porositas yg sudah dikoreksi thdp
pengaruh hidrokar bon didalam litologi standar
spt: silika, gamping, dolomit dan anhidrit dan
litologi lain yang diketahui. Model Coriband juga
menggunakan gambar silang netron-densitas
untuk mencari porositas dan densitas matriks.
Skala dari densitas matriks dibuat dengan cara
interpolasi nilai densitas keempat jenis mineral
diatas, lihat gambar 17.4, dari pasir silika 2.6 gr/cc
sampai dengan anhidrit 2.98 gr/cc.

Gambar 17.3 Hasil SARABAND


Gambar 17.4 Gambar-silang SNP densitas-

Demikian juga nilai porositas. Keunikan dari gambar-silang ini adalah bahwa suatu titik data
log dpt diinterpretasi-kan menurut kombinasi dari dua jenis mineral yang menghasilkan harga porositas
yang cukup baik tidak tergantung pada jenis litologi. Misalkan titik A pada gambar 17.4, bila
dianggap litologinya terdiri dari campuran: (1) Gamping & dolomit, maka  = 10.2% dan ρma =
2.76 g/cc. (2) Dolomit & pasir, maka  =10.7% dan ρma = 2.77 g/cc dan (3) Pasir-anhidrit, maka 
=11% dan ρma.-
=2.78%. dan seterusnya. Jadi jika diketahui formasi terdiri dari 4 jenis mineral tersebut tetapi tidak
diketahui denganpastikomposisinya, porositas titik A akan mempunyai nilai 10.6±0.4% nilai densitas
matriksnya 2.77± 0.01 g/cc. Satu hal yg perlu diingat, bhw titik A itu haruslah bersih dr serpih dan
pengaruh hidrokarbon sebel um bisa diterapkan pd gmb 17.4. Silahkan baca kembali Bab-15 (ttg koreksi
lempung & Hidrokarbon).
Gambar 17.7 Hasil VOLAN
Gambar 17.5 Contoh Hasil Coriband

17.3.2 Model VOLAN


Program interpretasi VOLAN diran-
cang untuk litologi gugusan-klastis (clastic
sequence) dan karbonat dng mengguna
kan model dua-air. Pengukuran densitas,
netron dan resistivitas digunakan untuk
mencari porositas, saturasi air, analisa per-
meabilitas, jenis dan banyaknya hidrokar-
bon, analisa volume batuan/cairan terma-
suk lempung, lanau dan air-ikat.
Pengukuran-pengukuran lain spt
EPT dapat digunakan untuk meningkatkan
dan mengembangankan hasil interpretasi.
Program VOLAN menyelesaikan masalah
model dua-air yang dibahas pada Bab-16
dan dilukiskan pada Table 16-1. Seperti
halnya program Saraband dan Coriband,
program VOLAN juga dirancang dng meng
gunakan gambar silang netron-densitas.
Gambar 17.6
Gambar 17.8

Gambar 17.9 Contoh Hasil GLOBAL


Gambar 17.6 menunjukkan gambar-silang yang digunakan untuk menentukan harga porositas total,
volume lanau dan lempung dan juga saturasi air ikat t, Vsl,Vcl, dan Swb).
Sedikit berbeda dengan Saraband, gambar-silang VOLAN memerlukan 4 titik mineral untuk
membentuk segitiga yang terbagi dalam skala yang sama untuk memberikan berbagai volume batuan.
Bentuk segitiga ini umumnya tetap untukformasi pasir-serpihan. Titik lempung basah (CL) ditentukan
dengan mengambarkan titik-titik data yang diambil dari log pada daerah 100% lempung, sedangkan titik
lempung-kering (DC) ditentukan berdasarkan jenis lempung dan pengalaman geologi setempat.
Yang tidak tampak dalam Gambar 17.6 ini adalah garis-garis Swb. Garis Swb = 0 sesungguhnya
terletak pada garis Q-W dan Swb =100% pada garis Q-CL, dengan titik poros ada di Q. Sebagai contoh,
titik A dengan D = 0.20 dan N= 0.30, bila digambarkan padaGambar 17.6 akan memberikan hasil sbb:
t, = 24%, Vdc= 20%, Vcl, = 28.6%, Sw = 35.5`% , dengan menggunakan definisi dari Tabel 16.1, didapat:
wb = Vcl - Vdc = 8.6% dan  = t -  wb = 15.6%
Perlu diingat bahwa titik A adalah titik yang berada pada formasi kandungan air dimana
pembacaan densitas dan netron tidak terpengaruh oleh lubang jelek atau hidrokarbon. Jika tidak, maka
perlu dicari harga Swb dari sumber yang lain, antara lain dari GR, SP, gambar-silang sonik-densitas.
Gambar 17.7 adalah contoh hasil VOLAN yang mempunyai presentasi lengkap: volume dari mineral,
fluida, saturasi air, permeabilitas dan kurva-kurva penting lainnya.

17.3.3. Metode GLOBAL


Metode interpretasi yang dinamakanGLOBAL merupakan terobosan dalam metode interpretasi
CPI. GLOBAL mempunyai stuktur yang tidak tergantung pada model geologi dan kurva/alat perekam.
Masukan parameter tidak harus berasal dari hasil logging akan tetapi GLOBAL mampu menampung
pengetahuan geologi lokal atau hasil analisa inti misalnya, asalkan semua parameter atau masukan itu
dapat dinyatakan secara matematis berupa persamaan-persamaan tanggapan.
GLOBAL akan menyelesaikan persamaanpersaman itu secara serempak dengan cara optimisasi untuk
mencari jawaban yang paling mendekati kebenaran.
Program GLOBAL didasarkan pada model dua-air, memberikan hasil analisa berupa volume
mineral mencakup beberapa jenis lempung, porositas total maupun efektif dan saturasi air serta jenis
hidrokarbon. Berbeda dengan program SARABAND, CORIBAND atau VOLAN, GLOBAL tidak
mempunyai model yang tetap, seorang log analis secara bebas dapat mendefinisikan model mineral dari
formasi lubang berupa pasir, gamping, dolomit dan sampai dengan empat jenis lempung atau mineral
lain yang bukan empung dapat ditampung.
Program GLOBAL sangat unik, karena memiliki kemampuan solusi forward dan solusi-inverse.
Artinya, program ini mula-mula mencari solusi awal dari volume mineral dan fluida seperti halnya
program interpretasi pada umumnya, kemudian dari hasil awal ini dibentuk kembali log teoritis
berdasarkan persamaan tanggapan dari masing-masing log. Pada setiap level kedalaman, suatu
program kecil mencari solusi akhir dengan menggunakan perbedaan yang paling kecil anatara log
sesungguhnya dan log teoritis hasil GLOBAL. Teknik ini lebih dikembangkan pada program ELAN.
Secara skematik, program GLOBAL ini dapat digambarkan pada gambar 17.8, dan contoh hasil
interpretasi GLOBAL ditampilkan pada gambar 17.9.
17.3.3. Metode ELAN
Program ELAN menggunakan kerang
ka program komputer yg canggih untuk meng-
adakan evaluasi data logging secara interaktif.
Evaluasi ini dpt dilakukan thdp hampir
semua jenis log, baik itu log lubang-buka atau
lubang-selubung, juga terbuka bagi data-data
non-logging seperti data inti dan basil UKL.
Prinsip kerja dr program ELAN ditampil
kan pd gambar 17.10 dan 17.11. Evaluasi data
dilakukan dng cara mengoptimasikan secara
serempak persamaan-persamaan tanggap-an
yang ditentukan oleh model-model interpretasi.
Model-model yang ditentukan oleh log analis
ini memberikan instruksi kpd program bagaima
na menghubungkan parameter dng persamaan
tanggapannya dng hasil pengukuran log untuk
mencari jawaban volume mineral dan fluida.
Program ELAN sangat berbeda dng
program interpretasi lainnya, krn didalam pro
gram ELAN tdk dijumpai model internal hanya
dng satu pengecualian yi: bhw jumlah dr se
mua volume harus sama dengan 100%. Tanpa
kekangan volume ini, program ELANbisa
disejajarkan dengan program solusi universal.
Gambar 17.10 Dengan kekangan inipun, sebetulnya ELAN
mendekati solusi universal karena mampu
menampung data log maupun data bukan log.
Sesungguhnya program ELAN merupakan suatu paket program yang terdiri dari ELAN, RECON
dan CALPAR, lihat gambar 17.11. Program ELAN sendiri mrpkn suatu solusi-balik (inverse solver) yg
menggunakan TOOLS (t) dan RESPONSE (r) untuk mencari VOLUMES (v), sedangkan program
RECON (dari kata Reconstructed) adalah solusi-forward (forward solver) dng menggunakan VOLUMES
dan RESPONSE untuk mencari TOOLS. Program CALPAR (dari kata Calibrate Parameters) adalah
program external yg memakai hasil VOLUMES dan TOOLS untuk mencari parameter tanggapan
RESPONSE.
Gambar
17.3
Contoh hasil rekontruksi proses ELAN Salah satu cara
untuk LOC hasil ELAN adalah melihat seberapa
bagusnya kurva ash dengan kurva teoritis/terkonstruksi

Gambar 17.2 Contoh Hasil ELAN

Kemampuan program ELAN hanya terbatas pd hukum matematis, bhw jumlah bilangan anu hrs
sama atau lebih kecil dari pada jumlah persamaan matematik yang tersedia Misalnya bila
formasi hanya tdr dr batuan gamping dan air mk bilangan anu yg hrs dicari adlh: Volume gamping
(Vcalcite) dan porositas (), untuk itu kita perlu paling sedikit 2 persamaan tanggapan, atau kita harus
mempunyai kurva log yang bisa memberikan dua persamaan itu. Kita pilih kurva densitas RHOB,
persamaan tanggapannya adalah:  ρB = ρma.. • (1- ) + ρf.   Vcalcite = 1 - 
Makin rumitnya suatu model interpretasi, makin banyak kurva log (persamaan tanggapan) yg diperlukan.
Modul interpretasi ELAN dibagi dalam tiga kelompok:
1. Modul Solid, tdr dr volume mineral. Jenis mineral yg tersedia dalam program ada 22 jenis, misalnya
Pasir, Gamping, Ilit, Kaolinit, Semectit, Dolomit, Batubara, Serpih, Lanau, Albit, Orthoclase, dan lain-
lain.
t or TOOLS = log measurements
v or VOLUMES = the volumetric constituents of the formations
r or RESPONSE= response equations relating tools,
volumes and parameters ELAN= Inverse solver RECON - Forward solver (included
inside ELAN program) CALPAR = Parameters Solver (external program)
Gambar 17.11
.
2. Modul Fluida, terdiri dari fluida pd
daerah rembesan dan daerah tak-
terembesi yg bisa berupa air,
minyak dan air atau fluida khusus
lainnya. Komponen air ini
kemudian dibagi lagi menjadi
filtrasi lumpur dan air formasi (air-
bebas, air-ikat dan air sisa).
3. Modul Saturasi, tersedia persamaan
model dua-air sederhana,
Indonesia, Waxman-Smits, Archie
Linier dan Simandoux
Karena program ELAN telah
menjadi program interpretasi yang
makin populer karena program itu
begitu fleksibel dan berkemampuan
menyelesaikan masalah interpretasi
yang run-tit, mudah diterima dan
dipelajari oleh seorang log analis.
Saat ini program ELAN
tersedia pada komputer mainframe
dan workstation.
Untuk mengetahui lebih rinci
mengenai program ELAN ini, dapat
dibaca buku ELAN User's Guide,
terbitan Schlumberger Data Services
1992
Bab 18 Contoh Interpretasi
Contoh formasi QCD (Quartz Calcite Dolomite)
Sumur: Seminar-1
Log yg tersedia: 1. DLL-MSFL-GR (Gbr 18.1) 2. LDL-CNL-GR (Gbr 18.2) 3. NGS (Gbr
18.3)
Informasi dari kepala-log: Ukuran Pahat (BS) = 8,5 inci, Densitas Lumpur = 9.0 g/cc Resitivitas Lumpur =
0.285 ohm-m pada 90°F, Filtrasi lumpur 0.20 ohm-m pada 87°F, Kerak Lumpur = 0.455 ohm-m pada
87°F, Kandungan Barite = tidak ada, Temperatur BHT 234°F
Tujuan : Mencari litologi, Rw, dan Sw, dengan metode (1). Interpretasi pintas, (2). Koreksi pengaruh
lubang bor terhadap kurva resistivitas dan porositas. (3). Koreksi lanjutan terhadap pengaruh
lempung dan hidrokarbon terhadap porositas.
Sebelum dimulai suatu interpretasi hendaklah dilakukan LQC terlebih dhl thdp semua data yang ada.
LQCKarena tidak terdapat lampiran kalibrasi alat, maka LQC langsung diadakan pd tanggapan
masing-masing kurva (baca Apendiks III).
Kurva SP
SP pada log DLL-MSFL-GR tidaklah aktif, hampir tidak terlihat penyimpangan SP di daerah
formasi air bersih, jika bukan disebabkan karena kelainan alat SP, maka tentulah gejala SP yang
lurus ini memberikan indikasi bahwa Rw, mendekati Rmf. Dari kepala-log diketahui bahwa Rmf
pada BHT adalah 0.08, maka nilai Rw, yang kita cari pastilah tidak jauh dari harga ini.Terjadi
pergeseran mekanik pada SP dikedalaman 5764 ft.
Kurva GR
Tampaknya tidak ada masalah dengan data GR, pada umumnya pembacaan GR cukup konsisten
sesuai dengan perubahan litologi dari satu lapisan permeabel ke lapisan yang lain. Terdapat dua
buah kurva sinar gamma, yang satu adalah GR biasa disebut SGR dan lainnya adalah CGR, kedua-
duanya dihasilkan oleh alat NGT. Perbedaan SGR dng CGR memberikan indikasi pengaruh en-
dapan mineral radioaktivitas. Misalnya formasi diatas 5750 feet sesungguhnya sangat bersih karena
memiliki CGR yang sangat rendah. SGR minimum adalah 12 GAPI, maksimum mencapai 150 GAPI.
Kurva Caliper
Didaerah bersih kaliper membaca kurang dari 8.5 inci memberikan indikasi terbentuknya kerak
lumpur dan lapisan itu permeabel. Sedangkan didaerah serpih, pembacaan kaliper lebih besar dari
8.5 inci, malah sedikit washed-out pada lapisan serpih 5755 ft.
Kurva MSFL
Bila harga Rmf dr kepala-log dpt dipercayai, mk kita bisa LQC kurva MSFL dng menggunakan rumus
Archie pd daerah bersih dan hanya mengandung air. Kita ambil interval 5820-5830 ft. yang diduga
Rmf Rmf 0.08
hanya mengadung air: Sxo 1 atau Rxo  = = 1.1
 0.27 2
2
  2.Rw
Dapat dilihat bahwa nilai Rxo ini tidak jauh berbeda dengan pembacaan MSFL di interval ini.
Kesimpulan bahwa alat MSFL memang berfungsi dengan baik sekali.
Kurva LLS dan LLD
Kedua kurva ini secara konsisten membaca nilai yang rendah pada formasi air bersih dan tinggi
pada formasi mengandung hidrokarbon. Separasi antara kedua kurv a ini memberikan
indikasi terjadinya rembesan.-Oleh karena itu LLD  Rt karena masih perlu dikoreksi terhadap
rembesan. Pembacaan LLD selalu lebih tinggi daripada LLS merupakan gejala yang normal.
Dibeberapa daerah kurva-kurva resistivitas menjadi sangat tinggi, memberikan indikasi adanya
mineral lain selain QCD, dalam hal ini adalah batu-bara.
Kurva NPHI, RHOB, DRHO dan PEF
Separasi NPHI dan RHOB di lapisan permeabel (interval 5938 s/d 5910 m) berkisar antara +6 s/d 7
p.u., kurva PEF membaca sekitar 1.85 memberikan indikasi batuan pasir bersih mengandung air.
Pada interval 5680-5665 m, separasi kedua kurva porositas hampir tidak ada dan pembacaan PEF
sekitar 5, formasi ini adalah gamping, apakah ini sesuai dengan laporan pemboran (mud log) ?
Kurva DRHO yang memberikan indikasi koreksi yang diterapkan pada kurva RHOB, berkisar diantar
nilai nol, artinya pengaruh lubang bor (keraklumpur dan pelebaran lubang bor) tidak besar.
Kurva DT
Tidak teramati gejala cycle skipping, pembacaan DTpada daerah pasir (5934 ft) memberikan nilai 92
gs /ft, bila dikonversikan ke porositas pasir memberikan harga yang serupa dengan hasil porositas
gabungan netron-densitas.
Kurva THOR, POTA dan URAN
PembacaanTHOR, POTA & URAN sangat rendah pd lapisan karbonat atas, sedangkan pd lap
serpih ke-3 kurva ini memberikan harga yg tinggi spt yg diharapkan. Kurva rasio UPRA (Uranium
Potassium RAtio), TURA & TPRA dengan jelas memberikan indikasi dari lapisan batubara.
Pencocokan kedalaman (Depth Matching)
Tidak terdapat perbedaan kedalaman yg menyolok dari semua kurva-kurva diatas. Perbedaan
sampai dng 50 cm atau 1 kaki masih diperkenankan untuk jenis pengukuran resolusi rendah.
Setelah kita yakin dengan kualitas dari semua kurva yang akan dipakai dalam interpretasi, tahap
berikutnya adalah pengisian kertas kerja.
I. Kertas Kerja-1, Interpretasi Pintas
Sesuai dengan istilahnya, interpretasi pintas ini dapat dilakukan di lapangan secara cepat dengan
atau tanpa kalkulator, dan tidak diadakan koreksi pengaruh lubang bor, jadi:Rt = LLD, Rxo = MSFL,
 = porositas gabungan densitas-netron m=n=2, a=1
Catatan tentang porositas:
1. Pendekatan  = (N + D)/2 adalah benar pada lapisan gamping mengandung air
2. Porositas gabungan pada formasi gas adalah = (2 N + 7 D) /9.
Diskusi
Seperti yang dijelaskan pada Bab-5 bahwa pendekatan  = (N + D)/2 tidak tergantung pada
jenis litologi, sehingga  D dan  N bisa dibaca langsung dari log densitas-netron yang biasanya direkam
dalam satuan gamping. Apakah terdapat perbedaan yang besar jika kita mengubah terlebih dahulu
litologi dari gamping ke pasir atau dolomit ? Jawabannya tidak banyak. Kita perhatikan gambar silang
CP-le, sebagai contoh kita ambil level B dari kertas kerja-1,  N = 21 (gamping) dan D = 29.3 (gamping),
rata-rata = 25.1, sedangkan kalau dikonversikan ke batuan-pasir nilai N bertambah = 26.2 dan D
berkurang menjadi 26.5 atau rata-rata = 26.3. Jadi perbedaannya adalah kurang dari 5%.

Harga Rw
Sudah diterangkan didepan bahwa karena kurva SP hampir rata, maka nilai Rw dari SP adalah
mendekati nilai Rmf pada suhu BHT, yaitu mendekati 0.08 ohm-m. Metode lain untuk mencari Rw adalah
Rt 1.7
dengan metode rasio, diambil pada level air B Rw  Rmf Rw = 0.08. = 0.136
Rxo 1

atau metode Rwa Rw 


m

0.251 .1.7
2

=0.11
Rt 1
a
Dari ketiga metode ini dapat disimpulkan bahwa harga Rw adalah berkisar antara 0.11
(Metode SP mendapatkan nilai Rw 0.08, metoda Rasio  Rw = 0.136, dan Rwa menghasilkan 0.11)
Dalam pembahasan lebih lanjut kita akan melihat bahwa metode rasio dan Rwa akan memberikanhasil
yangberbeda jika nilai Rtdan Rxo yangbenar sudah diketahui. juga akan tampak bahwa sesungguhnya
salinitas air pada lapisan pasir dan karbonat adalah tidak sama.
Saturasi Air
a.Rw a.Rmf
Dalam metode pintas ini kita cukup menggunakan rumus Archie: Sw  dan Sw 
 .Rt
m
 m .Rw
(dng a=1; m=n=2) atau menggunakan grafik Sw-lb. Hasilnya ditampilkan dlm Kertas Kerja-1
Pertanyaan
1. Apakah kelebihan dan kelemahan dari metode ini ?
2. Bagaimana hubungan antara SW dan Sxo ? Apakah Sxo >- SW ? Mengapa ?
3. Bila terjadi Sxo < Sw, kira-kira apa yang menyebabkannya ?

Porositas Sonik
Porositas Sonik didapat dengan menggunakan grafik Por-3: masukan harga t pada sumbu datar, tarik
garis lurus hingga memotong kurva litologi yang sesuai, lalu nilai dibaca pada sumbu tegak.
Nilai porositas dari sonik diharapkan lebih besar atau sama dengan porositas densitasnetron. Bila tidak,
kemungkinan terdapat porositas sekunder, yang besarnya bisa dicari dari hubungan 2 =t -S, seperti
yang telah dibahas pada bab porositas.
Porositas sonik dalam latihan ini tidak dipakai sama sekali, ia hanya diperlukan bila densitas-netron
gagal memberikan porositas-benar karena lubang jelek misalnya.

Kesimpulan
Didalam latihan ini kita melihat bahwa interpretasi metode pintas sudah cukup memadai untuk
memberikan jawaban cepat di lapangan. Selanjutnya pada latihan kedua kita akan memulai koreksi
pengaruh lubang bor tehadap kurva resistivitas dan densitas-netron, kemudian hasilnya di bandingkan
dengan latihan pertama.

II. Kertas Kerja-2, Koreksi Lubang Bor


Isi lembar Kertas Kerja-2 sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Didalam latihan ini kita
mulai
mengadakan koreksi pada semua kurva resistivitas dan porositas terhadap pengaruh lubang bor. Koreksi
terhadap kurva GR dan densitas sementara kita abaikan karena koreksinya kecil. Tahap berikutnya
adalah koreksi lempung dan hidrokabon pada kurva porositas, hal ini kita kerjakan pada Kertas Kerja-3.

11.1. Koreksi-koreksi kurva resistivitas


Krn alat resistivitas yg dipakai adlh MSFL dan dual laterolog (DLL), mk grafik koreksi yg dipakai
adlh Rxo-3 untuk MSFL dan Rcor-2, Rcor-10 untuk DLL, kemudian dngn Rcor-9 kita mencari Rt dan Di.
Pada grafik Rxo 3, terdpt 2 bh grafik koreksi, yg atas untuk MSFL standar dan yg bawah khusus
untuk pad MSFL yang kecil (slimhole). Pad MSFL yang kecil umumnya digunakan pada lubang dibawah
8.5 inci atau pada sumur yang sulit dimasuki pad ukuran standar karena penyempitan lubang atau sudut
kemiringan tinggi. Bila tidak terdapat keterangan apa-apa pada log, bisa dianggap MSFL standar yang
dipakai. Untuk mendapatkan resistivitas MSFL yang benar (RMSFLcor), perlu diketahui nilai Rmc pada suhu
dikedalaman dan tebal kerak lumpur (hmc). RMSFLcor yang diperolell dari grafik Rxo 3 adalah RXO.
Koreksi terhadap LLS dan LLD mengalami 3 tahap,
1. Pertama adalah Koreksi Lubang Rcor2. Rcor-2 dibagi menjadi 3 grafik sesuai dengan jenis Laterlog
yang dipakai dan posisi alat DLT itu pada saat logging. Misalnya Rcor-2a untuk alat DLT-B (alat
lama, tidak diproduksi lagi. Alat ini hampir selalu dalam posisi centered). Alat DLT-D atau E adalah
pengganti DLT-B, bisa dipasang dalam posisi tengah (centered) atau pinggir (eccentered).
Umumnya bila DLT-D/E di kombinasikan dengan SRT-B (alat MSFL), boleh dikatakan posisiAya
pastilah eccentered, sehingga grafik Rcor-2c lebih sering digunakan.
2. Tahap kedua adalah bila tebal lapisan yang dianalisa kurang dari 5 meter, dan kontras antar lapisan
sangat tinggi, maka Koreksi Tebal-Lapisan Rcor-10 perlu dilakukan.
3. Tahap ketiga ialah mencari Rt dan Di dengan menggunakan nilai RXO, RLLDcor dan RLLScor yang
diperoleh pada tahap sebelumnya. Tahap ini disebut Koreksi Rembesan terdiri dari dua grafik Rint-
9 untuk DLT-B dan DLT-D/E.

11.2. Koreksi kurva porositas netron NPHI


Seperti yang dijelaskan pada Apendiks-I, kurva NPI- I perlu dirubah dulu ke TNPH sebelum bisa
dikenakan koreksi-koreksi Por-14c dan Por-14d.
Secara grafik prosedur koreksi NPHI adalah 
Pertanyaan:
Dari Por-14c dan Por-14d, koreksi jenis apa yg
paling berpengaruh pd NPHI ?

III. Kertas Kerja-3, Interpretasi Rind


Didalam latihan ini, harga-harga porositas
densitas dan porositas diperbaiki lagi dng menerap
kan 2jenis koreksi spt dijelaskan pada Bab-15, yaitu:
1. Koreksi terhadap pengaruh lempung
(Urutan ini tidak boleh dibalik).
2. Koreksi terhadap pengaruh hidrokarbon
Volume dari lempung Vclay dicari menurut tiga jenis indikator lempung yaitu GR, Netron dan
gambar-silang densitas-netron. Kurva SP juga merupakan indikator lernpung yang baik, sayangnya
dalam contoh log kita iru kurva SP tidak aktif.
111.1 Volume lempung dari kurva GR
GR GR min •GR adlh pembacaan GR pd kedalaman interpretasi. • GR min, baca
Vclay  GR minimum, umumnya pd zona pasir/karbonat bersih. •GR max, baca
GR max  GR GR max rata-rata pd zona yg bisa dianggap 100% lempung
min
111.2 Volume lempung dari kurva Netron
 N  N min baca porositas netron (N) pd kedalaman interpretasi, baca porositas
Vclay  netron (Nmin) pada daerah gas, dan baca porositas netron (Nclay)
Nclay  N rata-rata zona yang bisa dianggap 100% lempung 111.3 Volume lempung
min
dari gambar silang densitas-netron
Dengan metode yang sudah dijelaskan pada Bab-15, Gambar 15.1, volume lempung dengan
mudah dapat dicari dengan menggunakan grafik Por-le.
Dari ketiga nilai Vclay yang didapat, biasanya para log analis cenderung mengambil nilai Vclay
yang terkecil, atau nilai rata-rata. Sekali lagi tidak ada pedoman yang mengharuskan cara menentukan
nilai Vclay, semua itu berdasarkan pertimbangan pengalaman pribadi, pengetahuan geologi lokal, hasil
analisa inti, mutu (LQC) dari masing-masing kurva dan faktor-faktor lain.
Dengan nilai Vclay yang didapat, kemudian porositas densitas dan netron dikoreksi terhadap
pengaruh Vclay ini seperfi yang dijelaskan pada paragraf 15.7.1.

III.4 Koreksi Hidrokarbon


Grafik CP-9 digunakan untuk mencari nilai porositas akhir yang diperlukan pada perhitungan
saturasi. Satu hal yang perlu diperhatikan bahwa porositas densitas D. % netronN haruslah dalam
litologi yang sebenarnya, artinya kalau dalam tahap koreksi lempung N & D masih dalam unit
limestone, maka mereka harus dikonversikan ke litologi pasir atau karbonat dengan grafik Por-13b
terlebih dahulu. Untuk menggunakan CP-9 perlu dicari saturasi Shr =1 - Sxo terlebih dahulu dan mencari
, porositas yang benar  = 1 +  dari CP-9 kemudian dipakai sebagai nilai porisitas yang digunakan
pada Rumus Saturasi Indonesia.
Sesungguhnya  = 1 +  bukanlah nilai akhir dari porositas, karena Sw yang baru akan
diperoleh dari penggunaan  dan diterapkan lagi pada grafik CP-9, diperoleh harga porositas baru  = 1
+ 2, dan seterusnya, sampai suatu tahap dimana koreksi 2 = 0. Proses intersai yang panjang ini
dengan mudah dan cepat bisa ditangani oleh komputer. Grafik CP-10 digunakan untuk menentukan jenis
hidrokarbon. Untuk ρh ≤ 2, umumnya dianggap gas, dan untuk ρh ≥ 6 adalah minyak, akan tetapi
definisi ini adalah relatif sekali.

IV. Hasil Interpretasi Komputer: ELAN


Perkerjaan manual yang telah kita lakukan dalam latihan Kertas Kerja-1 sampai dengan Kertas
Kerja-3 dapat dilakukan dengan komputer dengan cepat sekali dengan selang interval 6 inci (resolusi
normal). Suatu kelebihan interpretasi dengan komputer adalah bahwa gambar-silang dapat dilakukan
dengan mudah sekali untuk menentukan parameter-parameter yang diperlukan dalam proses
interpretasi. Misalnya harga exponen m pada rumus Archie dapat dicari dengan menggunakan Pickett
Plot (baca Apendiks IV), seperti yang ditampilkan pada gambar 18.4 dan 18.5.
Kemudian jenis litologi batuan dapat ditentukan dengan menggunakan gambar-silang densitas-
netron seperti pada gambar 18.6, 18.7 dan 18.8. Sedangkan log NGT memberikan masukan tentang
jenis lempung dengan menggunakan gambar-silang Th-K pada gambar 18.9. Hasil dari interpretasi
komputer ditampilkan pada gambar 18.10, bandingkan hasil yang diperoleh dari Kertas Kerja-1 sampai
dengan Kertas Kerja-3, kesimpulan apa yang dapat ditarik ?

Gambar 18.4 Gambar-silang:


Resitivi-tas-Porositas (Pickett
Plot) pd lap pasir-air 5940-5915’’.

Garis lurus ditarik sedemikian


rupa shg melewati titik-titik pasir-
air dimana Sw=1 00% dan
memotong sumbu resistivitas
bagian atas di titik ax Rw, dalam
hal ini dianggap a = 0.81 maka
Rw adalah 0.14. Kemiringan atau
slope dan garis tersebut adalah
harga m pada rumus Archie,
dalam contoh ini harga m adalah
sama dengan 2.

Gambar 18.5 Gambar-silang:


Resitivi-tas-Porositas (Pickett
Plot) pd lap karbonat-air 5745-
5700’’.
Seperti mode pada gbr 18.4
harga m pada lapisan ini 1.8.
Gambar 18.6 Gambar-silang:
Densitas-Neutron pd lap pasir-air
(interval 5930-55920’).
Titik-titik umumnya jatuh disekitar
garis pasir, menunjukan bahwa
litologi lapisan ini umumnya terdiri
dari pasir

Gambar 18.7 Gambar-silang:


Densitas-Neutron pd lap pasir-air
(interval 5820-5790’).
Titik-titik mengambang di atas
garis pasir, karena pengaruh gas

Gambar 18.8 Gambar-silang:


Densitas-Neutron pd lap pasir-air
(interval 5680-5600.2’).
Titik-titik umumnya jatuh disekitar
garis gamping, menunjukan
bahwa litologi lapisan ini
umumnya adalah gamping
Gambar 18.9 Gambar-
silang: Potasium dan Thori
um memberikan indikasi
bahwa mineral serpih yg
dominan adalah dari jenis
filit

Gambar 18.10 Gambar-


silang: Potasium dan
Thorium pada interval
5758-5775’ memberikan
indikasi bahwa mineral
serpih yg dominan adalah
dari jenis filit,
Apendiks-I
Tentang Porositas Netron...
Porositas neutron thermal yg brdsrkan rasio cacah dua detektor netron sudah menjadi standar in
dustri perminyakan sejak tahun 1971. Akan tetapi ide rasio 2 detektor ternyata tdk menyelesaikan
semua masalah pengaruh lubang bor. Sejak tahun 1986 suatu porositas netron thermal baru disebut
TNPH mulai diperkenalkan. TNPH ini adalah porositas netron thermal yang telah dikoreksi terhadap
pengaruh lubang bor dengan menggunakan serangkaian logika koreksi baru seperti terlihat pada Tabel-1.

Tabel-1
Latar Belakang
Sebelum program CSU versi CP30 diperkenalkan, di lapangan hanya tersedia porositas NPHI
yang dijabarkan dari rasio cacah partikel netron dua detektor sesuai dengan matriks batuan tertentu
(misalnya gamping) dan koreksi lubang denganbantuan kaliper. Koreksikoreksi lain seperti koreksi
terhadap kerak lumpur, salinitas, tekanan dan temperatur hanya dapat dilakukan dengan bantuan
komputer besar atau secara grafik.
Permasalahan
Pengamatan di laboratorium akhir-akhir ini ternyata menunjukkan bahwa:
1. Tanggapan matriks alat netron tergantung pd salinitas air formasi dan penyerapan thermal
disamping litologi.
2. Koreksi salinitas air formasi dan penyerapan thermal adalah sangat penting.
3. Standoff (jarak alat ke dinding sumur) alat dalam lubang bor juga penting.
4. Koreksi standoff berubah sesuai dengan besar lubang.
Pemecahan Masalah
Suatu perubahan total thdp tanggapan alat netron dan koreksi lubang bor telah dilakukan ber-
dsrkan percobaan laboratorium thdp 467 contoh pengukuran dan simulasi model-model matematika.
Koreksi standoff otomatis sekarang dapat dilaksanakan kalau alat PCD (Powerd Caliper Device)
terpasang juga dlm rangkaian alat logging. Koreksi penyerapan thermal dpt dilaksanakan juga jika besar
an Sigma ditentukan. Konversi rasio ke porositas terkoreksi sekarang menjadi lebih akurat. Koreksi-korek
si ini dpt diikutkan didlm TNPH yg merupakan salah satu output dari program CSU sesudah versi CP30.
Catatan Krn transformasi matriks baru berbeda antara NPHI yg tradisional dng TNPH yang baru,
pemakai jasa logging akan mengamati perbedaan pembacaan antara NPHI dan TNPH. Walaupun
TNPH lebih disukai, kedua porositas masih juga dipertahankan dalam program sesudah versi CP30.
Penggunaan Graft Koreksi Netron Untuk log dengan label NPHI:
1. Jika porositas netron tidak dilabel dengan "limestone", maka gunakan grafik Por-13a untuk
merubah harga NPHI ke "Satuan Limestone".
2. Kemudian gunakan grafik Por-14e untuk merubah NPHI ke TNPH.
3. TNPH yang diperoleh kemudian dimasukkan ke Por-14c dan Por-14d untuk mendapatkan TNPH
yang terkoreksi terhadap semua pengaruh lubang bor, termasuk standoff
4. Terakhir, gunakanlah Por-13b untuk konversi matriks ke sandstone atau dolomite sesuai dengan
litologi formasi.
Apendiks-III Tentang LQC (Log Quality Control)...
Dahulu, kualitas dr hasil logging sering diartikan sbgi kemampuan dari perusahaan logging tsbt dlm meng
hindari kerusakan alat selama proses logging shg menghemat waktu pemboran (rig time). Kecende
rungan yg berlebihan dlm mengurangi rig-time tsbt sering mengorbankan kualitas dari data logging.
Perlu ditekankan disini bhw yg dimaksud dengan konsep Kendali-Mutu adalah Kualitas Total
yang mencakup: • Efisiensi kerja (mengurangi kerusakan alat, menghemat rig-time) • Kualitas data
(kualitas intrinsik dari data) • Relevansi dari data (data yang berisi, yang relevan dengan formasi)
Secara umum definisi dari LQC adalah: metode untuk identifikasi dan analisa deviasi data dari
harga patokan dan kerangka solusi dari masalah yang timbul.
LQC dari data logging dapat digolongkan menjadi dua kelompok:
1. LQC statis,pemeriksaan atas data-data2 kalibrasi dari alat.
2. LQC dinamis, pemeriksaan atas kurva log pd setiap kedalaman yg relevan dng kondisi formasi.
1. LQC Statis
Setiap alat ukur harus dikalibrasikan terhadap suatu besaran fisika yang standar, misalnya alat ukur
panjang (meteran) dikalibrasikan terhadap sebatang logam dengan dua buah tanda goresan yang
tersimpan di Paris sebagai definisi panjang satu meter.
Untuk alat-alat pengukuran di dunia perminyakan, lembaga yang berwenang menentukan
standar pengukuran adalah API (American Petroleum Institute). Semua alat logging dikalibrasikan
terhadap standar API yang biasanya terdapat di HoustonTexas, disebut standar primer. Standar
sekunder yang mudah dipindah-pindahkan dibuat sesuai dengan standar primer. Beberapa jenis alat
logging bahkan memiliki standar tersier yang dapat dibawa ke lapangan.
Kalibrasi terhadap standar sekunder sering dilaksanakan didalam workshop perusahaan logging
disebut MA5rER atau SHOP CALIBRATION. Di lap sebelum proses logging dimulai, dilakukan kalibrasi
ulang dng menggunakan standar tersier, tahap ini disebut BEFORE SURVEY CALIBRATION. Setelah
proses logging selesai, kalibrasi sekali lagi dilakukan yang disebut AFTER SURVEY CALIBRATION.
Hasil BEFORE dan AFTER SURVEY CALIBRATION kemudian dibandingkan untuk mendapatkan suatu
gambaran tentang konsistensi alat logging selama proses logging. Lihat Gambar-1.
Toleransi kalibrasi alat-alat logging Schlumberger diberikan didalam Tabel-1. Toleransi ini dapat
berubah sesuai dng perkembangan alat logging yg menghasilkan kurva tsb. Misalnya, kurva MSFL yg di
hasilkan oleh alat SRS tdk sama dng yg dihasilkan oleh alat SRT. Perusahaan logging wajib memberikan
informasi yg lengkap mengenai toleransi alat logging spt Log Quality Reference Manual dr Schlumberger.
2. LQC Dinamis
Pemeriksaan kualitas log
tdk cukup hanya berdsrkan
angka-angka yg tercantum
pd SHOP, BEFORE dan
AFTER SURVEY CALIBRA-
TION SUMMARY. Krn bila
terjadi kesalahan pd prose-
dur kalibrasi atau pemilihan
parameter masukan yg sa-
lah, akan mengakibatkan ke
salahan sistematik pd data
yg terekam (contoh soal pd
Table-1). Shg kebiasaan yg
paling baik adalah melaku-
kan LQC tanggapan kurva--
kurva log pd formasi batuan
Contoh log dari lapangan, diketahui litologi lapisan adalah batuan pasir: yg telah diketahui.
Seperti dijelaskan pada Bab-4, latihan 4-1,bahwa bila litologi suatu formasi diketahui, misalkan batuan
pasir bersih mengandung hanya air, maka kurva GR akan membaca rendah, kurva PEF membaca
sekitar 1.85 dan separasi porositas netron-densitas adalah +7 p.u. gamping.
Contoh log dari lapangan, diketahui litologi lapisan adalah batuan pasir:

Contoh soal
Ada dua parameter litologi masukan yang sangat penting didalam logging netron-thermal yaitu MATR
dan POUT. MATR (Matrix) adalah parameter litologi yang berhubungan dengan skala data masukan,
misalnya MATR=LIME mempunyai arti bahwa skala porositas yang dipakai adalah limestone-compatible.
Pemilihan MATR ini harus sesuai dengan satuan porositas litologi yang digunakan saat kalibrasi SHOP,
yg umumnya adlh LIMESTONE. POUT adlh paramter yg berhubn dng skala data keluaran. Ketidak pa-
haman ttg pemilihan ke-2 parameter ini akan berakibat fatal pada data yang direkam saat logging seperti
yang ditunjukkan pada Table-1 dibawah ini dengan asumsi bahwa NPHI sesungguhnya = 20.0
MATR\POUT SAND LIME Tabel-1
SAND 20.0 15.8 Contoh akibat kesalahan dalam pemilihan
parameter MATR dan atau POUT
LIME 24.4 20.0
Disamping LQC terhadap data-data logging, umumnya LQC total termasuk juga LQC terhadap:
1. Penampilan Log harus bersih, jelas dan tajam
2. Presentasi Log sesuai standar API
3. Kelengkapan data sumur pada kepala log
4. Validitas dari kalibrasi Shop
5. Kualitas dari data yang terekam pada pita magnetik
Selain buku referensi LQC yg diterbitkan scr berkala oleh perusahaan logging, salah satu buku tentang
LQC yg perlu dibaca adlh Log Data Acquisition And Quality Control oleh Philippe P. Theys, tahun 1991.

Apendiks-IV Tentang Gambar-silang...


Gambar-silang atau crossplot merupakan bagian dari suatu rangkaian interpretasi yang tidak
boleh diabaikan. Gambar-silang sangat berguna untuk
1. Menentukan jenis lempung, contoh: gambar-silang Th-K, gambar IV-1.
2. Menentukan jenis mineral, contoh: Mid Plot, gambar IV-2.
3. Menentukan Rw dan faktor m, Rt-4) crossplot, Pickett Plot dan lain-lain
4. Menentukan jenis hidrokarbon, rasio  - saturasi minyak (CP-10)
5. Menentukan litologi dan volume lempung, gambar-silang N-D, gambar IV-4.
Tujuan lain dari metode silang densitas-netron sering diguna- kan untuk menentukan
gambar silang didalam interpretasi porositas se- sungguhnya, karena masing-masing porositas
ialah untuk mengurangi kesalahan/ netron atau densitas tidak begitu bisa dihandalkan bila formasi
ralat yg dihasilkan dari masing-masing mengandung minyak/gas dan tidak bersih. Dampak gas pada
pengukuran. Sebagai contoh gambar- netron ada- lah mengecilkan porositas sedangkan pada
densitas justru sebaliknya, se- hingga Beberapa contoh dari gambar-silang:
gabungan netron dan densitas akan
mengurangi kesalahan inter- pretasi
porositas formasi gas

Gambar IV-1 Gambar-silang Th-K dad


slat NGT berguna untuk menentukan
jenis lempung

Gambar IV-2 Gambar IV-3


Pickett Plot
 a  Rw
Secara umum rumus Archie dapat ditulis sebagai berikut: Snw   


m
 Rt 
bila diambil harga logarimiknya menjadi: log Rt= -m log + log(a . RW) - n log Sw
Persamaan ini menunjukkan bhw bila harga
a, Rw, n dan SW adalah konstan, maka
gambar log Rt lawan log  akan
menghasilkan garis lurus dengan slope -m.
Gambar ini dikenal sebagai Pickett Plot.
Didalam contoh ini, bila harga Rw tidak
diketahui maka harga a harus diasumsikan
dulu (a=1 untuk gamping misalnya), dan dari
perpotongan garis air dengan sumbu absis
atas pada titik a Rw dapat dicari Atau
sebaliknya bila harga RW sudah diketahui dr
sumber lain, maka harga a bisa dijabarkan
Dalam contoh ini harga a Rw = 0.02, bila harga a =1 maka Rw=0.02 Ohm-m.
Pickett Plot lebih sesuai pada daerah batuan keras, ini sangat penting pada formasi dengan
porositas rendah dimana perubahan yang kecil pada harga m akan menyumbangkan perubahan yang
cukup besar pada perhitungan Sam,. Porositas yang dianjurkan adalah porositas Netron-Densitas, hal ini
untuk menghindari ketidak pastian densitas matriks atau waktu rambat alat sonik.

GambarIV-4

Apendiks VI
Daftar Istilah Yang Dipakai
batugamping limestone skala yang cocok compatible scales
batupasir sandstone penggaris scale transparent
batuan rock formasi formation
serpih shale evaluasi evaluation
lempung clay corak grids
lempung basah wet clay skala scales
lempung kering dry clay bagan traces
lanau silt simbol symbols
illit illite kolom log tracks
kalsit calcit sonik sonik
kuarsa e
quartz sinar gamma gamma ray
dolomit dolomite induksi induction
ketakpastian uncertainties hidrokarbon-pindah moved hydrocarbon
persamaan tanggapan response hidrokarbon-sisa residual
harga baku equation default landaian hydrocarbon
air-ikat value bound rekahan gradient
air-bebas water
free water tengah-lubang centered
densitas density garis serpih shale base
porositas porosit lapisan-bahu line shoulder
resistivitas yresistivity gangguan sonik beds
cycle skipping
model dua-air dual water matrik (batuan) matrix
patokan model kerak-lumpur mudcake
singkatan/istilah predefined filtrasi lumpur mud
berhubungan mnemonic
associate interpretasi filtrate
quicklook
gambar-silang d pintas ion interpretation anion
paragraf crossplot positif ion cation
bab section
chapter negatif
saturasi air sisa irreducible water
saturation
rasio ratio log lumpur mud logs
koheren coherent perolehan hidrokarbon hydrocarbon recovery
takkoheren incoherent pelubangan/perforasi perforating sheave
histogram histogram roda-katrol wheels
ketelitian precision permiabilitas permeability
bobot weight formasi rapat consolidated formation
grafik chart batuan-sumber source rocks
tekstur texture air-hilang water loss
Karbonat bergerohong vuggy carbonate kepala-log log heading
zona/lapisan rembesan invaded zone air tawar fresh water
zona/lapisan asli virgin/univaded zone resistivitas-sesungguhnya true resistivity
keulangan repeatibility konduktivitas conductivity
rekonstruksi reconstructed log lapangan acquisition logs
lumpur-air water based mud litologi lithology
lumpur-minyak oil based mud tak-permeabel impermeabel
lubang jelek badhole pencocokan kedalaman depth matching
terkikis/hancur washedout kurva curve .
kelajuan velocity jendela energi energy windows
porositas sekunder secondary porosity gelombang mampat compressional waves
kurva penuh solid curve gelombang shear shear waves
formasi bersih clean formation interpretasi interpretation
kejenuhan/saturasi saturation arus pengawal bucking current
lubang-buka openhole arus utama measured current
lubang-selubung casedhole elektroda electrodes
antar butir intergranular koreksi lubang bor environmental correction
gerowong vugular porositas-sesungguhnya true porosity
buku-grafik chartbook formasi kandung air water bearing formation
lubang sumur borehole

GLOSSARY SINGKATAN (Alat dan Log) IES Induction Electrical Survey


AIT' Array Induction Imager IL Induction Log
AMS Auxiliary Measurement Sonde ISF* Induction Spherically Focussed Log
BGT Borehole Geometry Tool LDT Litho-Density' Tool
BHC' Borehole Compensated Sonic Log LL Laterolog'
CBL Cement Bond Log LSS' Long Spacing Sonic Log MAXIS500 New
CCL Casing Collar Locator Logging Unit system
CCS Cable Communication System MDT' Modular Downhole Sampling Tool
CDR Continuous Directional Survey MID Matrix Identification
CET Cement Evaluation Tool ML Microlog'
CFM Continuous Flowmeter MLL Microlaterolog'
CMT Circumferential Microsonic Tool MSFL MicroSFL'
CNLt Compensated Neutron Log NGS' Natural Gamma Ray Spectrometry
CPI Computer Processed Interpretation NML' Nuclear Magnetism Log
CRA' Cased Reservoir Analysis NPLT' Nuclear Porosity Litho-Density Tool
CST Core Sample Taker PAL Pipe Analysis Log
CSU Schlumberger+ Cyber Unit PCT Production Combination Tool
DCA Detection of Conductivity Anomalies PI Pahsor Induction
DDBHCDepth Derived BHC log PL Proximity Log
DIL' Dual Induction Log PLT* Production Logging Tool
DLL' Dual Laterolog PST Production Sample Taker
DSI' Dipole SOnic Imager RDS Reservoir Description Services
EPT' Electromagnetic Propagation Tool RFT* Repeat Formation Tester
ETT Electromagnetic Thickness Tool RML' Reservoir Management Log
FAL' Flow Analyasis Log SDT* Sonic Digital Tool
FBS Full Bore Flowmeter Sonde SGT Scintillation Gamma-ray Tool
FDC' Formation Density Log (Compensated) SHDT Stratigraphic Dipmeter Tool
FIL' Fracture Identification Log SFL' Spherically Focussed Log
FLIC Field Log Interpretation Centre SIT Stuck-Point Indicator Tool
FMS' Formation Micro Scanner SLT Sonic Logging Tool
FMI* Formation Micro Scanner Imager SP Spontaneous Potential
GCT Guidance Continuous Tool SRT SFL Resistivity Tool
GM Gradiomanometers Tool TBT Through-Tubing Bridge Plug Tool
GNT Gamma Ray Neutron Tool TDT* Thermal Decay Time Tool
GR Gamma Ray TTC Through-Tubing Caliper
GST' Gamma Ray Spectrometry Tool UBI' Ultrasonic Borehole Imager
HDT' High Resolution Dipmeter Tool VDL Variable Density' Log
HEL Hostile Environment Logging VSP Vertical Seismic Profile
HRT High Resolution Thermometer Tool WPA Well Performance Analysis
WST' Well Seismic Tool

NAMA PRODUK KOMPUTER


ATLANTIS* Computer Interpretation System
BORESCAN* Computer program for FMS image processing
CLUSTER* Computer program for dip computation
CORIBAND* Inpretation process for complex lithologies
CSB* Continuous Side-by-Side Processing for SHDT tool
CYBER SERVICE UNIT' Computerized logging unit
CYBERBOND- (=BIQL) Wellsite cement bond evaluation program
CYBERDIP* Wellsite dip evaluation program
CYBERLOOK' (=DWQL) Wellsite formation evaluation program
CYBERSCAN* Wellsite evaluation program using TDT
data DETFRA Computer program for detection of
tractures DUALDIP' Dip evaluation program using
SHDT data
ELAN* Elemental Log Analysis, state of the art Petrophysical Analysis Programs
ELMOD' Electromagnetic Modelling program
EMOP Wellsite moved oil evaluation program
FACIOLOG* Interpretation process for determination of electrofacies
FAL Flow ANalysis Log for PLT tool
GEODIP* Computer program for detailed dip computation
GEOGRAM* Computer program for generating synthetic seismograms
GLOBAL* Interpretation process for formation evaluation
LOCDIP* Derivative processing for SHDT tool
LUMP Reservoir summation (lumping) program
MECHPRO Computer program for determining the mechanical properties of the
formation MSD* Mean Square Dip, similar to CLUSTER but it is the processing for
SHDT MWDB Multiwell Data Base system
NODAL* IPR curves and pressure drop analysis RIG,
RTGLOB Computer programs of the GLOBAL type
SARABAND* Computer program for shaly sands lithologies
SPAN' Schlumberger Perforation Analysis program
STAR' Transient Analysis and Report program for DST or any well tests
SYNDIP* Synthetic logs generated from dipmeter
VOLAN* Volumetric Log Analysis
WELLSITE QUICKLOOK Wellsite computer-generated products:
- BIQL Bond Index Quicklook (=CYBERBOND)
- DWQL Dual Water Quicklook (=CYBERLOOK)
- LDQL Litho-Density Quicklook
- RFQL Repeat Formation Tester Quicklook
- SQL Seismic Quicklook
- TDQL Thermal Decay Quicklook (=CYBERSCAN)
- PLQL Production Logging (PLT) Quicklook
WSC Well Seismic Calibration processing
ISTILAH YANG DIPAKAI DALAM CSU
AFCD Area of future casing MNOR Micro-normal resistivity
AMPL E2 Amplitude (Sonic) MP Manometer pressure
ASIG Sigma water apparent MSFL MSFL resistivity
AZIM Azimuth pad 1 MSI Minimum shale index
BI Bond Index NITD TDT Near detector count rate, gate 1
BILI Bond Index level for isolation NPHI Neutron porosity
BS Bit size NPL Neutron porosity, limestone units
BVW Bulk volume water ODRI Orthogonal drift
C1 Caliper 1 OVAL Ovality
C2 Caliper 2 PEF Photoelectric factor
CALI Caliper PHIA Apparent total porosity
CBL El Amplitude (Sonic) PHIC TDT count rate porosity
CCL Casing collar locator PHE Effective porosity
CGR Corrected Gamma Ray PHIT Total porosity
CLOS Closure PHIX Crossplot porosity
CSMN Minimum compressive strength PHUN Pressure, hundreds digit
CSMX Maximum compressive xtrength PONE Pressure, units digit
CVEL Cable Velocity POTA Potassium
DCAL Differential caliper PRES Pressure
DEVI Deviation PROX Proximity (or MLL) resistivity
DIA1 Diameter 1 PTEN Pressure, tens digit
DPHI Density porosity PTHO Pressure, thousands digit
DPL Porosity from Density, limestone units RO Water-filled formation resistivity
DRHO Bulk density correction RB Relative bearing
DRIF Drift RFA Apparent resistivity of fluid
DT Sonic interval transit time RHGA Apparent grain (matrix) density
DTL 10'-12' interval transit time RHGF Formation grain density
EATT EPT attenuation RHOB Bulk density
EMCP EPT matrix corrected porosity RMFA Apparent mud filtrate resistivity
EPHI EPT porosity RT True resistivity
ETIM Elapsed time RWA Apparent water resistivity
EXCE eccentricity RXO Resistivity Or flushed zone
FHPG Fractional part of HP gauge pressure SA Small arm caliper
FITD TDT Far detector count rate, gate 1 SATT Sonic attenuation
GR Gamma ray SFLU Unaveraged SFL resistivity
GRHO Gradiomanometer density SGP Strain gauge pressure
GRS Gamma ray (production) SGR Spectroscopy gamma ray
G RTE Trace ejector gamma ray SGS Spherical gas slope
HAZI Hole azimuth SIGM TDT Capture cross section (sigma)
HD Hole diameter SP Spontaneous potential
HDS Horner gas slope SPHI Sonic porosity
HPGD HP gauge digital pressure SPIN Flowmeter spinner speed
HSLO Horner slope SRAT Sonic ratio (near/far amplitude)
HTF Horner time function SSGP Smoothed strain gauge pressure
IHPG Integral part of HPGP STF Spherical time function
ILD Deep induction resistivity SW Water saturation
ILM Medium induction resistivity SWT Total water saturation
ITT Integrated interval transit time SXO Flushed zone water saturation
IVEL Interval velocity TAU Neutron decay time
LA Large arm caliper TEMP Temperature
LLD Deep Laterolog resistivity TENS Cable tension
LLS Shallow Laterolog resistivity THOR Thorium
MDEP Measured depth TPHI TDT ratio porosity
MDIA Mean diameter TPL EPT lossy formation propagation time
MINV Micro-inverse resistivity TPMA Apparent matrix propagation time
TPRA Thorium/potassium ratio
TRAT TDT ratio (near/far counts)
TT Single receiver transit time
TT1 Transit time for subcycle 1 (Sonic)
TURA Thorium/uranium ratio
UMAA Apparent matrix volumetric capture cross section
UPRA Uranium/potassium ratio
URAN Uranium
VSCG Shale volume from CGR
VSH Shale volume
VSPC Shale volume from POTA
VSSG Shale volume from SGR
VSTC Shale volume from THOR
VSUC Shale volume from URAN
VW Bulk volume of water
VWXO Flushed zone water volume
VVSIG Sigma water wet
Mark of Schlumberger

Acuan:

1. Log Interpretation Principles/Applications, Schlumberger Educational Services, 1989, USA

2. Log Interpretation Charts, Schlumberger Educational Services, 1991, USA

3. The Essentials of Log Interpretation Practice, Services Techniques Schlumberger 1972, France

4. Basic Log Interpretation Seminar, Schlumberger Educational Services, 1986 5. Oilfield Review,
Schlumberger, July 1989 6. Data Services Catalog, Schlumberger Educational Services, 1990,
USA 7. Clay, Silt, Sand, Shales, by O. Serra, Schlumberger,1990 8. Log Data Acquisition And
Quality Control, by Ph. Theys, 1991 9. Log Quality Control Reference Manual,
Schlumberger,
1989 10. ELAN User's Guide, Schlumberger Educational Services,
1992
Resolusi Tinggi
Salah satu kelebihan alat logging teknologi baru adalah ketajaman atau resolusi data yang Iebih
baik. Mengapa resolusi tinggi ? Apa nilai tambahnya ? Apa manfaat bagi perhitungan cadangan ?
Contoh di bawah ini membandingkan alat logging resistivitas umum (DIT) dengan FMI dengan
jelas menjawab semua pertanyaan di atas:
Pertanyaan:
Berapakah tebal lapisan reservoar ini ?

Anda mungkin juga menyukai