Anda di halaman 1dari 9

1.

Pengertian Inferensi
Menurut KBBI
Inferensi adalah simpulan;yang disimpulkan.
Menurut sumber lain
Inferensi atau inference secara Ieksikal berarti kesimpulan (Echols dan. Hassan, 1984:320).
Menurut Gumperz (dalam Charlina dan Mangatur Sinaga, 2007:47) dijelaskan bahwa
inferensi adalah proses interpretasi yang ditentukan oleh situasi dan konteks percakapan
Pengertian dalam wacana
Dalam wacana, istilah itu berarti proses yang harus dilakukan oleh pembaca/pendengar untuk
memahami makna yang secara harafiah tidak terdapat di dalam wacana yang diungkapkan
oleh penulis/pembicara (Anton M. Moeliono, ed., 1988:358)
Jenis-jenis inferensi untuk menarik sebuah simpulan yaitu inferensi deduktif, inferensi
elaboratif dan inferensi percakapan. (Cummings, 1999)

Jenis-jenis Inferensi
1. Inferensi deduktif
Inferensi deduktif adalah serangkaian bentuk kesimpulan yang didasarkan pada
kepastian logis.

Contoh Inferensi Deduktif


Misalnya pernyataan “Anggur beracun bagi semua anjing“.

Hal ini tentusaja memungkinkan kita menyimpulkan bahwa anggur juga beracun bagi
anjing peliharaan kita. Jika premisnya benar maka kesimpulannya harus benar. Tidak
ada kemungkinan lain.

Namun, perhatikan bahwa ini tidak benar-benar memberi tahu kita sesuatu yang baru:
begitu kita mengatakan “anggur beracun bagi semua anjing“, kita sudah tahu bahwa
anggur beracun untuk anjing tertentu. Deduksi memiliki keunggulan kepastian, tetapi
tidak menghasilkan pengetahuan baru.

2. Inferensi elaboratif
Adalah urutan dari sederhana-ke-kompleks atau dari umum-ke-rinci, yang memiliki
karakteristik khusus.

Inferensi elaboratif memiliki peran dalam interpretasi ujaran. Cummings (1999)


menggambarkan adanya integrasi interpretasi ujaran dari tiga subkomponen yang
berpa abstrak (pengetahuan dunia), abstrak (pengetahuan komunikatif), dan
fungsional (interferensi elaboratif).
Contoh: dalam mengajar Sejarah, seseorang dapat saja mulai dengan memberikan
rangkuman mengenai peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah, kemudian
menjelaskan rincian peristiwa-peristiwa penting itu.
3. Inferensi percakapan.
Bagi Gumperz, inferensi percakapan adalah proses interpretasi yang ditentukan
oleh situasi dan konteks. Dengan cara itu, pendengar dapat menduga maksud dari
pembicara. Dan dengan itu pula pendengar dapat memberikan responnya

Contoh:

Percakapan ini terjadi di sebuah restoran antara Takami Riko dan Masaki Saburo.
Mereka sedang duduk dalam satu meja, dan secara tidak sengaja Riko menyenggol
tasnya dan jatuh.
Percakapan:
(2) a. Takami Riko :確か三日前寝てなくて、眠くて眠くて。あっ、何か怖。
Yang pasti tiga hari kemarin tidak tidur, Mengantuk, mengantuk. Ah, aku melihat
sesuatu yang menakutkan.
b. Masaki Saburo:夢?
Mimpi?
c. Takami Riko:クララがさ ヤギの足をつかんで グルグルグルグル 振りの。
Sebuah tumbuhan menangkap kaki kambing sambil berputar-putar berputar-putar dan
mempermainkannya.
d. Masaki Saburo:夢じゃなくて現実思い出して。
Bukan mimpi itu, coba kenyataannya.
e. Takami Riko:グルグル..グルグル..グルグル..落ちった。
Berputar-putar berputar-putar berputar-putar, jatuh.
f. Masaki Saburo:自分でよ
Kamu sendiri

Dari percakapan di atas, terlihat bahwa Riko secara tidak sengaja yang tengah
memutar-mutar kedua tangannya dan menyenggol tas sambil mengatakan pada
tuturan 2.e dan menyuruh Saburo untuk mengambilkan tasnya yang jatuh hanya
dengan lirikan matanya. Kemudian Saburo meresponnya dengan membuat
kesimpulan dan menanggapi untuk menyuruh mengambilnya sendiri pada
tuturan 2.f.
Dari percakapan tersebut dapat disimpulkan bahwa penutur tidak bermaksud untuk
meminta mengambilkan tasnya oleh petutur, tetapi petutur membuat inferensi dengan
mengambilkannya. Inferensi yang muncul adalah berupa tindakan dari petutur 2.f
dengan mengambilkan tas yang jatuh milik panutur 2.e
2. Pengertian Kohesi
Mulyana, (2005: 26) menyebutkan kohesi adalah hubungan antarbagian dalam teks
yang ditandai penggunaan unsur bahasa. Konsep kohesi pada dasarnya mengacu
kepada hubungan bentuk, artinya unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang
digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh.

Berdasarkan perwujudan lingualnya, membedakan dua jenis kohesi, yaitu kohesi


gramatikal atau gramatical cohesion dan kohesi leksikal atau lexical cohesion
(Halliday dan Hasan via Baryadi, 2002:17). Kohesi gramatikal adalah keterikatan
gramatikal antar bagian-bagian wacana. Beberapa yang termasuk ke dalam kohesi
gramatikal adalah sebagai berikut :

a. Penunjukan (reference)

Penunjukan merupakan kohesi gramatikal berupa satuan lingual tertentu yang


menunjuk satuan lingual lain yang mendahului maupun mengikutinya (Baryadi,
2002:18). Dengan demikian terdapat dua unsur dalam kepaduan bentuk penunjukan,
yaitu unsur penunjuk (Upen) dan unsur tertunjuk (Uter) (Ramlan, 1993:12).

Berdasarkan arah penunjukannya, kohesi penunjukan dapat dibedakan menjadi dua


jenis, yaitu penunjukan anaforis (anaphoric reference) dan penunjukan kataforis
(cataphoric reference). Penunjukan Anaforis ditandai oleh adanya konstituen yang
menunjuk konstituen di sebelah kiri, sementara penunjukan kataforis ditandai
konstituen yang mengacu konstituen di sebelah kanan (Baryadi, 2002:18-19).

Dalam bahasa indonesia, penunjukan anaforis maupun kataforis ditunjukan oleh kata
yang bersifat deiksis, yaitu kata yang referennya Berpindah-pindah atau berganti-ganti
tergantung pada siapa yang menjadi si pembicara dan tergantung pada saat dan tempat
dituturkan kata itu (Kaswanti Purwo via Baryadi, 2002:20).

Kata-kata deiktis yang mewakili penunjukan anaforis dalam bahasa Indonesia adalah
ini, itu, tersebut, di atas, demikian, begini, dan begitu, sementara penunjukan kataforis
adalah berikut, berikut ini ini, begini, demikian, yakni, dan yaitu (Baryadi, 2002:20).

b. Penggantian (substitution)

Pengantian adalah kohesi gramatikal yang berupa penggantian konstituen tertentu


dengan konstituen lain. Dalam kohesi ini terlibat dua unsur, yaitu unsur terganti dan
unsur pengganti. Bila unsur terganti berupa unsur yang menyatakan orang (persona),
unsur pengganti berupa pronomina persona. Pronomina persona yang berfungsi
sebagai penanda kohesi penggantian biasanya pronomina persona ketiga seperti dia,
ia, beliau (honorifik), beliau (tunggal), dan mereka, beliau-beliau (honorifik) (jamak),
serta bentuk terikat –nya (jamak atau tunggal). Kata-kata tersebut disebut pula deiksis
persona.

Bila unsur terganti berupa unsur bahasa yang menyatakan tempat atau lokasi, unsur
pengganti berupa pronomina lokatif. Yang termasuk pronomina lokatif adalah sini,
situ, dan sana. Perbedaan penggunaan pronomina lokatif tersebut dalam konteks
endofora dapat ditentukan berdasarkan apa yang dinamakan “pusat deiksis” atau “titik
nol” Dan kedudukan si penulis kisah (Kaswanti Purwo via Baryadi, 2002:22-23) Kata
sana menunjukan tempat yang jauh dari pusat deiksis, situ menunjukan tempat yang
agak jauh dari pusat deiksis, dan sini menunjukan lokasi yang berada pada pusat
deiksis (Baryadi, 2002:23-24).

c. Pelesapan (ellypsis)
Pelesapan adalah kohesi gramatikal yang berupa pelesapan (zero) konstituen yang
telah disebut (Baryadi, 2002:24) atau adanya unsur kalimat yang tidak dinyatakan
secara tersurat pada kalimat berikutnya (Ramlan, 1993:24)
d. Perangkaian (conjunction)
Perangkaian merupakan kohesi gramatikal yang berwujud konjungsi(Baryadi,
2002:24) atau kata-kata yang merangkaikan kalimat satu dengan yang lain (Ramlan,
1993:26). Penanda hubungan perangkaian ada yang berupa kata, sebaliknya, namun,
akhirnya, padahal, kemudian, tetapi, dan ada yang berupa kelompok kata yang
diakhiri dengan kata itu, begitu, atau demikian, misalnya oleh karena itu, begitu, dan
demikian itu merupakan unsur pengganti, menggantikan unsur yang telah disebutkan
di muka (Ramlan, 2002:27)
Sementara itu, kohesi leksikal adalah keterikatan leksikal bagian-bagian wacana
(Baryadi, 2002:17). Kohesi leksikal dapat dirinci lebih lanjut menjadi sebagai berikut:
a. Pengulangan (reiteration)
Pengulangan adalah kohesi leksikal berupa pengulangan konstituen yang telah disebut
(Baryadi, 2002:25). Yang dimaksud dengan pengulangan adlam kohesi leksikal
bukanlah proses reduplikasi yang merupakan proses morfologis, melainkan
pengulangan sebagai penanda hubungan antar kalimat, yaitu adanya unsur pengulang
yang mengulang unsur yang terdapat pada kalimat depannya (Ramlan, 1993:30).
Terdapat 4 macam pengulangan, yaitu 1) pengulangan sama tepat, 2) pengulangan
dengan perubahan bentuk, 3) pengulangan sebagian, dan 4) pengulangan parafrase
(Ramlan, 1993:31).
Pengulangan sama tepat adalah apabila unsur pengulangan sama dengan unsur
diulang, hanya pada umumnya unsur pengulang diikuti unsur penunjuk itu, ini, dan
tersebut. Sementara itu, pengulangan dengan perubahan bentuk adalah pengulangan
yang disebabkan oleh keterikatan bahasa, misalnya karena unsur diulang berupa kata
kerja dan unsur pengulang harus berupa kata benda (Ramlan, 1993:31-32).
Pengulangan sebagian adalah pengulangan sebagian dari unsur Diulang, sementara
pengulangan parafrase adalah pengungkapan kembali suatu konsepsi dengan bentuk
bahasa yang berbeda (Ramlan, 1993:34-35).
b. Hiponimi (hyponimi)
Hiponimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat
hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Relasi makna
tersebut terlihat dari hubungan antara konstituen yang .memiliki makna yang umum
dengan konstituen yang memiliki makna khusus.
Konstituen yang bermakna umum disebut superordinat dan konstituen yang bermakna
khusus disebut hiponim (Baryadi, 2002:26). Hiponim sama dengan sinonim,
sebenarnya juga merupakan Pengulangan, hanya dalam hiponim unsur pengulangan
mempunyai makna yang mencakupi makna unsur terulang, atau sebaliknya makna
unsur terulang mencakupi makna unsur pengulangan (Ramlan, 1993:37).
c. Sinonimi (synonimi)
Kohesi sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip
antara satu konstituen yang satu dengan konstituen yang lain. Sinonimi ini disebut
juga ekuivalensi leksikal (Baryadi, 2002:27).Yang dimaksud sinonimi di sini ialah
satuan bahasa, khususnya kata atau frase, yang bentuknya berbeda tetapi maknanya
sama atau mirip. Sinonim sebenarnya juga merupakan pengulangan, hanya
pengulangan Dalam sinonim semata-mata pengulangan makna, berbeda dengan
pengulangan bentuk dan makna (Ramlan, 1993:36).
d. Antonimi (antonymi)
Antonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang bersifat
kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain
(Baryadi, 2002:28).
e. Kolokasi (collocation)
Kolokasi merupakan kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang berdekatan antara
konstituen satu dengan yang lain (Baryadi, 2002:28).
Contoh Kalimat yang mengandung kohesi:
1) Pak dosen mengajar bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Ia mengajar pelajaran
itu dengan baik.
Kalimat kedua, kata “bahasa Indonesia dan bahasa Inggris” pada kalimat pertama
digantikan oleh kata “pelajaran itu‟.
Dengan demikian, kedua kalimat itu memiliki kohesi.

2) Bapak dan Ibu sudah mudik. Mereka naik mobil listrik buatan Indonesia.
Pada kalimat kedua, kata “mereka” merujuk pada kata “bapak dan ibu” yang
terdapat dalam kalimat pertama. Oleh karena itu, kedua kalimat itu memiliki
hubungan kohesi.

3. Pengertian Koherensi
Koherensi didefiniskan sebagai sebuah pola keterkaitan antara bagian yang satu
dengan bagian yang lain, sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh
(Mulyana, 2005: 30). Dengan kata lain, bahwa koherensi mengandung makna
pertalian antara kalimat yang satu dan yang lainya

a. Koherensi logis
Koherensi logis adalah korensi yang umumnya terdapat pada teks rksposisi. Yang
termasuk ke dalam korherensi logis adalah kausalitas, kontras, aditif, rincian, dan
temporal (Baryadi, 2002:29).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (2008:637) Kausalitas adalah
perihal sebab akibat. Dalam wacana, terdapat pertalian sebab akibat apabila yang satu
menyatakan sebab atau alasan bagi kalimat yang lain, yang merupakan akibatnya.
Pertalian sebab akibat sering ditunjukan oleh konjungsi oleh sebab itu, oleh karena
itu, karenanya, maka, dsb (Ramlan, 1993:51-52).

Kontras atau perlawanan (Ramlan, 1993:48) adalah kepaduan makna yang


mempertentangkan suatu hal, keadaan, atau perbuatan dengan hal, keadaan, atau
perbuatan lain. Kontras sering ditunjukan oleh penanda hubungan sebaliknya, akan
tetapi, tetapi, namun, padahal, walaupun demikian, meskipun begitu, dsb (Ramlan,
1993:48-49).

Aditif atau lebih (Ramlan, 1993: 50), adalah kepaduan makna yang menyatakan hal
lebih dari kalimat-kalimat sebelumnya. Aditif sering ditunjukan oleh penanda
hubungan di samping itu, malah, malahan, apalagi, lebih-lebih lagi, dan bahkan
(Ramlan, 1993:50-51).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1057), rincian adalah menyebutkan


(menguraikan) sampai ke bagian yang sekecil-kecilnya. Sementara itu, temporal
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1435) adalah berhubungan atau
mengenai waktu; berkenaan dengan -waktu tertentu.

b. Koherensi peria
Koherensi perian atau rincian atau posesif adalah koherensi yang umumnya terdapat
dalam teks deskripsi (Baryadi, 2002:32). Perian atau penjelasan (Ramlan, 1993:59)
merupakan pertalian yang menyatakan bahwa informasi pada kalimat yang satu
memberikan penjelasan atau keterangan lebih lanjut bagi informasi yang dinyatakan
pada kalimat lainnya. Pertalian penjelasan dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
penjelasan berupa keterangan lebih lanjut, penjelasan yang berupa misal atau contoh,
dan penjelasan berupa rincian (Ramlan 1993:59-60).

c. Koherensi kronologis
Koherensi kronologis adalah koherensi yang umumnya terdapat dalam teks narasi.
Koherensi ini ditunjukan oleh konjungsi-konjungsi yang menyatakan hubungan
seperti lalu, kemudian, sesudah itu, penanda kala seperti dulu, sekarang, dan penanda
aspek seperti akan, belum, sudah(Baryadi, 2002:32).

d. Koherensi pentahapan
Koherensi pentahapan adalah koherensi yang umumnya terdapat pada teks prosedural.
Koherensi ini menjelaskan kepaduan pada tahap-tahap terjadinya peristiwa (Baryadi,
2002:33).

e. Koherensi stimulus-respons
Koherensi stimulus-respons umumnya terdapat dalam wacana dialog, misalnya fatis,
informatif, pengukuhan, penolakan, dan negosiatif. Koherensi dalam wacana dialog
tidak diwujudkan dalam bentuk penanda sehingga harus dipahami melalui hubungan
antar kalimatnya. Dengan demikian, untuk memahami hal tersebut pembaca harus
mempertimbangkan faktor-faktor seperti pra anggapan, kesepakatan bersama atau
implikatur, dan konsekuensi langsung atau intalment (Baryadi, 34-35).
Sumber Rujukan
Amry, 2018. “Jenis Wacana, Kohesi, dan Koherensi Pada Fiksi Mini pada Media Sosial
Twitter”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Mandia, I Nyoman. (2015). “Analisis Wacana Karya Tulis Praskripsi Mahasiswa Jurusan
Akuntansi Politeknik Negeri Bali”. Jurnal Soshum, (Volume 5 Nomor 3, November 2015)
Rizal Affandi, Slamet Rizki. (2015) “ Analisi Wacana Inferensi Percakapan dalam Serial
Drama Ryokiteki na Kanojo karya Iyoda Hidenori” E-Journal Linguistik Bahasa Jepang,
(Volume 03 Nomor 02 Tahun 2015)
Antotunggal.com (2018, 13 Oktober) Pengertian Kohesi dan Koherensi Dalam Wacana
Beserta Contoh. Diakses pada 29 Oktober 2021, dari
http://www.antotunggal.com/2018/10/pengertian-kohesi-dan-koherensi-dalam.html#
Penelitianilmiah.com (2020, 9 Oktober) Contoh Inferensi Deduktif, Induktif, dan Abduktif.
Diakses pada 29 Oktober 2021, dari https://penelitianilmiah.com/inferensi-deduktif-induktif-
abduktif/
Mulyono, 1995. “Sistem Pertalian Makna Inferensi dalam Wacana Bahasa Jawa” Cakrawala
Pendidikan (Nomor I, Tahun XIV, Februari 1995.)

Anda mungkin juga menyukai