Anda di halaman 1dari 4

1.

Hitunglah PDB nominal dan PDB riil (dengan tahun dasar 2018) dari tahun 2018 hingga
2020

A. PDB Nominal

 PDB Tahun 2018 = (Rp 1.000 x 500) + (Rp 1.500 x 345) + (Rp 500 x 450)
= Rp 1.242.500

 PDB Tahun 2019 = (Rp 1.500 x 375) + (Rp 2.500 x 460) + (Rp 750 x 500)
= Rp 2.087.500

 PDB Tahun 2020 = (Rp 2.000 x 450) + (Rp 3.500 x 375) + (Rp 1.000 x 475)
= Rp 2.687.500

B. PDB Riil

 PDB Tahun 2018 = (Rp 1.000 x 500) + (Rp 1.500 x 345) + (Rp 500 x 450)
= Rp 1.242.500

 PDB Tahun 2019 = (Rp 1.000 x 375) + (Rp 1.500 x 460) + (Rp 500 x 500)
= Rp 1.315.000

 PDB Tahun 2020 = (Rp 1.000 x 450) + (Rp 1.500 x 375) + (Rp 500 x 475)
= Rp 1.250.000
2. Perubahan tingkat harga menyebabkan permintaan agregat bergerak di sepanjang kurva.
Sementara itu, perubahan faktor lain menggeser kurva. 

Beberapa faktor meningkatkan permintaan agregat dan karenanya, menggeser kurva ke


kanan. Mereka termasuk :

a. Kebijakan fiskal ekspansif (expansionary fiscal policy). 

Pemerintah menstimulus permintaan agregat dengan meningkatkan


pengeluarannya atau menurunkan pajak. Peningkatan pengeluaran memiliki efek
langsung pada peningkatan permintaan agregat. Sebaliknya, tarif pajak yang lebih
rendah berdampak tidak langsung pada permintaan agregat, yaitu melalui
peningkatan disposable income rumah tangga dan peningkatan keuntungan bisnis.

b. Kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy). 

Bank sentral menstimulus permintaan agregat dengan meningkatkan jumlah uang


beredar. Opsinya adalah dengan memotong suku bunga kebijakan, mengurangi
rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio), dan operasi pasar terbuka
melalui pembelian surat berharga pemerintah. Itu semua mendorong suku bunga
di dalam perekonomian turun, meningkatkan konsumsi rumah tangga dan
investasi bisnis.

c. Peningkatan kekayaan rumah tangga. 

Peningkatan kekayaan mendorong rumah tangga untuk membelanjakan lebih


banyak uang pada barang dan jasa.

d. Konsumen lebih optimis. 

Konsumen merasa lebih percaya diri tentang pendapatan dan keamanan kerja
mereka di masa depan. Itu mendorong mereka menghabiskan proporsi yang lebih
tinggi dari pendapatan untuk konsumsi barang dan jasa.
e. Bisnis lebih optimis. 

Jika perusahan melihat keuntungan masa depan membaik, mereka kemungkinan


besar akan berinvestasi lebih banyak dalam proyek modal.

f. Depresiasi nilai tukar. 

Depresiasi membuat barang domestik lebih murah bagi pembeli asing dan
mendorong mereka meningkatkan permintaan. Sebagai hasilnya, ekspor
meningkat. Di sisi lain, depresiasi membuat harga barang impor lebih mahal.
Pembeli domestik akan mengurangi permintaan terhadap mereka (impor turun).
Jadi, secara keseluruhan, depresiasi meningkatkan ekspor neto dan permintaan
agregat. 

g. Pertumbuhan ekonomi global yang kuat. 

Itu meningkatkan permintaan terhadap barang-barang domestik dan mendorong


ekspor. Mengasumsikan impor adalah konstan, pertumbuhan global yang lebih
kuat meningkatkan ekspor neto. 

3. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang otoritas jasa
keuangan maka fungsi Bank Indonesia di bidang pengaturan dan pengawasan perbankan
beralih ke tangan otoritas jasa keuangan (OJK) sesuai dengan ketentuan peralihan pasal
55 ayat 2 Undang-Undang OJK.

Saat ini Bank Indonesia lebih memfokuskan diri pada pengawasan microprudential

fungsi

a) Penerbit uang yang sah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.


b) Perumus dan pelaksana kebijakan moneter.
c) Penyedia jasa perbankan dan sebagai pengelola pinjaman pemerintah.
d) Kustodian dari cadangan bank umum dan pembantu penyelesaian akhir transaksi
kliring antarbank.

4. Inflasi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2015 hingga 2020 tergolong ke dalam inflasi
rendah karena inflasi yang terjadi pada lima tahun kebelakang itu mencapai angka
dibawah 4 persen.
Dan inflasi yang terjadi di tahun 2015 hingga 2020 di Indonesia termasuk dalam
kelompok inflasi yang tidak dapat terprediksi.
Dimana inflasi dari tahun 2015 ke 2016 turun sekitar 0,33%, 2016 ke 2017 naik sekitar
0,59% dimana kenaikannya lumayan besar pada saat itu. Kemudian dari inflasi 2017 ke
2018 turun sekitar 0,48% dan semakin tahun semakin turun persentase inflasinya.
Dari tahun 2018 ke 2019 turun sekitar 0,41% dan dari 2019 ke 2020 menginjak angka
penurunan sebesar 1,04%.
Sehingga upaya pemerintah dalam mengatasi inflasi dalam lima tahun belakangan ini
sangat berhasil, dikarenakan mampu membuat angka inflasi di Indonesia tidak sampai
menyentuh angka 2%.

Anda mungkin juga menyukai