Anda di halaman 1dari 26

FITOKIMIA

REVIEW JURNAL TANAMAN DIGITALIS

OLEH
I Putu Diva Pramana Yasa (18021061)
I Putu Maheswara Dharma Sanjaya (18021062)
I Wayan Arda (18021063)
Ni Kadek Ary Pridayanti (18021064)
Ni Wayan Serina Arista Putri (18021065)

KELAS A3B

Dosen Pengampu : apt. I Putu Gede Adi Purwa Hita, S.Farm, M.Farm

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL
2020
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,
Puja dan puji syukur penulis haturkan kepada Ida Sang Hyang Widhi
Wasa
(Tuhan Yang Maha Esa) karena berkat rahmat-Nya yang tak terhingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Review Jurnal Tanaman Digitalis”
Makalah ini disusun dalam rangka menempuh mata kuliah Fitokimia yang
diampu oleh., Bapak apt. I Putu Gede Adi Purwa Hita, S.Farm, M.Farm pada
Semester V Tahun Akademik 2020/2021 Program Studi Farmasi Klinis
Universitas Bali Internasional. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meberikan
peningkatan pemahaman terhadap Peralihan Antibiotik kepada pembaca.
Adapun hambatan dan kesulitan yang dialami dalam penyusunan makalah
ini, seperti mencari materi baik di jurnal maupun di buku. Namun demikian,
berkat dukungan dan bantuan dari banyak pihak yang sudah memberikan
masukan, semangat, dan doa kepada penulis dalam menghadapi setiap tantangan,
sehingga hambatan tersebut bisa diatasi. Oleh karena itu Penulis mengucapkan
terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:
1. Bapak Bapak apt. I Putu Gede Adi Purwa Hita, S.Farm, M.Farm
pengampu Mata Kuliah Fitokimia yang telah menugaskan mahasiswa untuk
menyusun makalah;
2. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan dukungan moral maupun
material sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat diperlukan
untuk menyempurnakan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan kontribusi yang besar terhadap para pembaca sehingga
dapat menjadikan acuan bahan diskusi.

Om Santih, Santih, Santih, Om.


Denpasar, 18 Desember 2020
Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
BAB II ISI................................................................................................................2
2.1 Determinasi Tanaman................................................................................2
2.2 Morfologi Tanaman...................................................................................3
2.3 Kandungan Metabolit Digitalis.................................................................8
2.4 Uji Kandungan Metabolit........................................................................10
2.5 Aktivitas Biologis....................................................................................11
2.5.1 Efek kardiovaskular:..............................................................................12
2.5.2 Efek sitotoksik:......................................................................................14
2.5.3 Penghambatan IL-8:..............................................................................16
2.5.4 Efek perlindungan hepato-, neuro-, dan cardio-:...................................17
2.5.5 Efek antidiabetik:...................................................................................18
2.5.6 Efek antioksidan:...................................................................................18
2.5.7 Efek insektisida:....................................................................................18
2.5.8 Efek samping dan toksisitas:.................................................................18
BAB III PENUTUP...............................................................................................20
3.1 Kesimpulan..............................................................................................20
3.2 Saran........................................................................................................20

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting


dalam upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan masyarakat.
Menurut perkiraan Badan Kesehatan Dunia (WHO), 80% penduduk dunia
masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk
pengunaan obat yang berasal dari tanaman. Bahkan sampai saat ini pun
seperempat dari obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan
aktif yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman (Radji, 2005).

Indonesia yang dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang
keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil, tentu sangat
potensial dalam mengembangkan obat herbal yang berbasis pada tanaman
obat kita sendiri. Lebih dari 1000 spesies tumbuhan dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit
sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik yang beraneka
ragam, sehingga memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan
menjadi obat berbagai penyakit (Radji, 2005).

Digitalis folium merupakan genus dari sekitar 20 spesies tumbuhan


dua tahunan atau tahunan, yang dahulu digolongkan ke keluarga
Scrophulariaceae. Spesies yang paling dikenal adalah Digitalis purpurea. Ini
adalah tumbuhan dua tahunan dan sering dikembangbiakkan sebagai
tanaman hias karena bunganya yang ungu pada tahun pertama, saat tanaman
ini tumbuh menghasilkan daun-daun dasar, sedangkan tahun kedua tumbuh
daun-daun serta tangkai yang panjangnya menyampai 0,5 - 2,5 meter.

Kandungan senyawa aktif tumbuhan ini dapat dimanfaatkan sebagai


bahan obat. Tumbuhan memiliki dua golongan senyawa, yaitu metabolit

1
primer dan metabolit sekunder. Senyawa metabolit primer berkaitan
langsung dengan kelangsungan hidup tumbuhan, contohnya karbohidrat,
lipid dan ptotein. Metabolit sekunder merupakan senyawa hasil metabolisme
metabolit primer dan digunakan untuk melindungi tumbuhan dari faktor
lingkungan yang tidak menguntungkan serta melawan serangan patogen

Digitalis lanata dan Digitalis purpurea mengandung glikosida jantung,


minyak atsiri, bahan berlemak, pati, gum dan gula. Zat zat tersebut memiliki
efek kardiovaskular, sitotoksik, antidiabetes, antioksidan, insektisida,
imunologi, hepato, saraf dan kardioprotektif (Ali-Esmail, 2017)

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan lima permasalahan sebagai berikut :
1.2.1 Apa determinasi tanaman Digitalis Lanata/Digitalis Purpurea?
1.2.2 Apa saja morfologi dari Digitalis Lanata/Digitalis Purpurea?
1.2.3 Apa kandungan metabolit Digitalis Lanata/Digitalis Purpurea?
1.2.4 Bagaimana uji kandungan metabolit tanaman Digitalis
Lanata/Digitalis Purpurea?
1.2.5 Bagaimana uji aktivitas tanaman Digitalis Lanata/Digitalis
Purpurea?

BAB II

ISI

2.1 Determinasi Tanaman


Menurut Ali-Esmail (2017), Klasifikasi dari tanaman Digitalis
purpurea L. yaitu:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

2
Infrakingdom : Streptophyta

Superdivision : Embryophyta

Division : Tracheophyta

Subdivision :Spermatophytina

Class : Magnoliopsida;

Superorder : Asteranae

Order : Lamiales

Family :Plantaginaceae

Genus : Digitalis

Species : Digitalis lanata (Grecian foxglove) and Digitalis


purpurea (Purple foxglove)

2.2 Morfologi Tanaman


Tumbuhan ataupun tanaman dapat dibedakan pula dari perawakannya,
bentuk, susunan telah dikenal pula daur hidupnya: semusim (annual), dua
musim (biannual) atau tahunan (perennial). Ia juga telah membedakan
bunga majemuk tidak terbatas (indeterminate) dan terbatas (determinate),
serta perbedaan posisi ovarium (Campbell, et al. 1999). Digitalis adalah
herba dua tahunan atau abadi yang tumbuh hingga tingginya sekitar 1,2
meter. Daun basal bawah dari tanaman bertangkai panjang, berbulu dan
berbentuk telur serta bagian atas daun hampir tanpa batang, menjadi lebih
kecil ukurannya saat mereka naik. Ini memiliki bunga dan telur putih atau
ungu berbentuk buah. (Anil, 2010) Berikut adalah morfologi keseluruhan
tanaman digitalis :
A. Makroskopis

Morfologi tanaman digitalis

3
Habitus : Herba, dua musim, tinggi 30-50 cm

Batang : Lunak, Bulat, diameter 1-2 cm, hijau kekuningan

Daun : Tunggal, Bulat telur, tepi bergerigi, ujung tumpul, pangkal


meruncing, pertulangan menyirip, panjang 15-40
cm, permukaan atas dan bawah berambut, hijau

Bunga : Majemuk, bentuk tandan, kelopak terdiri dari lima daun


kelopak, hijau, mahkota putih, keunguan, bentuk
terompet, benang sari empat, tangkai sari putih, kepala
sari berbintik ungu, kepala putik putih kekuningan putih
keunguan

Buah : kotak, bentuk kerucut, beruang dua, berbulu halus,


kuning kotor

Biji :bulat pipih, kecil, masih muda kuning pucat setelahtua


kuning kecoklatan

Akar : tunggang, coklat muda

(Ali-Esmail, 2017)

Pada tanaman digitalis terdapat 2 spesies yaitu Digitalis lanata dan


Digitalis purpurea. Secara spesifik morfologi dari kedua tanaman tersebut
sebagai berikut :

1. Digitalis lanata
Digitalis lanata adalah tanaman dua tahunan atau abadi yang
tumbuh hingga ketinggian sekitar 1,2 meter. Bunga dan buah;
Perbungaannya panjang dan berbunga padat, dengan ras yang
menghadap ke segala arah. Bunga struktur ada di balita. Sepal
menyatu, kelopak tubular. Kelopak bunga menyatu berbentuk lonceng

4
mahkota, yang berambut kelenjar, di luar, putih dengan bintik-bintik
kuning-coklat, panjang 18 hingga 25 mm dan berbibir dua tidak
merata. Bibir atas memiliki 4 poin, dan datar. Bibir bawah hampir
sama. Ada 4 benang sari, sering terbentang keluar dari tabung corolla.
Ovarium lebih unggul, 2 bilik, kelenjar berambut, secara bertahap
bergabung stigma. Buahnya memiliki panjang 10 mm, seperti kapsul
rapuh. Bijinya sekitar 1,5 mm panjang dan merah-coklat. Daun,
Batang dan Akar. Daunnya sesil, sederhana, lanset sempit, panjang 15
hingga 35 cm, keseluruhan dan di area atas dari sumbu menembak.
(Ali-Esmail, 2017)
2. Digitalis purpurea
Digitalis purpurea adalah tanaman dua tahunan atau abadi yang
tumbuh hingga ketinggian sekitar 1,2 meter. Bunga dan Buah; bunga
berwarna merah tua dengan bintik-bintik putih di atasnya; bagian
dalam. Bunga-bunga tampak menggantung panjang rasem. Mereka
memiliki 5 sepal bebas dan berujung pendek. Panjang mahkota sekitar
4 cm, campanulate, bilabiate dengan bibir atas tumpul dan ujung bulat
telur di atas bibir bawah. Bunga itu berkilau di bagian luar dan
memiliki awan putih di bagian dalam. Ada 2 panjang dan 2 benang
sari pendek, dan 1 ovarium superior. Buahnya adalah 2-valved, ovate,
glandular, kapsul vili. Itu tanaman dengan akar keran yang bercabang.
Di tahun pertama itu mengembangkan roset daun. Pada detik itu
menghasilkan 2 m tinggi, tegak, tidak bercabang, abu-abu, batang
tomentose. Daunnya bergantian, bulat telur, lancip ke atas dan
petiolate. Hampir semua daun adalah crenate; hanya yang tertinggi
seluruhnya terpinggirkan.

Bagian yang digunakan dalam pengobatan yaitu jika pada


Digitalis lanata daunnya adalah bagian obat dari tanaman tersebut.
Sedangkan pada Digitalis purpurea, bagian obat adalah daun kering
(dalam bentuk bubuk), yang diperoleh dari daun segar dari tanaman
berumur 1 tahun (daunnya) dari tanaman berumur 2 tahun yang
dikumpulkan pada awal tahun berbunga.

5
(Ali-Esmail, 2017)
B. Mikroskopis
Pada penampang serbuk daun melintang Digitalis purpurea L. ini dapat
diamati pada jaringan epidermis bagian bawah bersama dengan stomata
yang berbentuk lonjong. Sedangkan pada jaringan epidermis atas
dilengkapi dengan rambut yang terlihat, yang mana ciri dari rambut yang
disajikan yaitu bersel satu dengan ujung membulat dan pada epidermis
atas ini tidak ditemukan adanya stomata seperti yang terlihat pada
epidermis bagian bawah. Dinding sel jelas terlihat bergelombang, hal ini
banyak terlihat namun tidak khas. Untuk rambut bayi yang berukuran
kecil dengan kepala bersel dua jarang ditemukan, namun ini merupakan
salah satu ciri khas dari tanaman Digitalis. Secara mikroskopi pada
tanaman ini juga dapat ditemukan adanya suatu fragmen rambut yang
bersegmen dengan ujung membulat, kutikula dengan bintik-bintik halus
dan ini akan sangat banyak ditemui (Sthal, 1985).

Gambar 2.2.1 Penampang melintang daun Digitalis purpurea L.

Keterangan Gambar :

6
P : Mesofil daun yang mengandung kloroplastida

G : Rambut-rambut kelenjat

C : Kolenkim

T : Pembuluh xylem

S : Pembuluh Tapis

N : Fragmen kelenjar bersegmen

(Claus, 1965)

Gambar 2.2.2 Penampang melintang serbutk daun Digitalis Purpurea L

Keterangan :

a1 : Tampak atas fragmen epidermis daun bagian bawah dengan mulut


daun. Dinding sel jelas bergelombang dan antiklina. Banyak tetapi tidak
begitu khas

7
a2 : Fragmen epidermis permukaan daun bagian atas dengan reambut.
Dinding sel sering kali rata, bahkan sering kali lurus. Banyak kulit putih
yang mempunyai ciri rambut yang bersel ujung membulat.

b1 : Rambut drus kecil dengan kepala bersel dua, kurang banyak,


khas.

b2 : rambut drus kecil dengan kepala bersel tunggal, jarang, tidak


khas.

c1 : Framen rambut bersegmen dengan sel ujung yang membulat dan


kutikula berbintik-bintik halus; sangat banyak dan khas.

c2 : Seperti c1 tetapi beberapa sel mengempis dan terpelintir, sangat


banyak dan khas.

d : Dilihat dengan perbesaran rendah: fragmen epidermis dengan


rambut bersegmen besar dan kecil (bawah) dan rambut yang terlepas
(atas). Segera tanpak dengan perbesaran rendah.

(Becker, 1965)

2.3 Kandungan Metabolit Digitalis

Kemajuan dalam ilmu kimia membawa dampak semakin banyaknya zat


yang terkandung dalam tumbuhan dapat diungkap. Hal ini menyebabkan
timbulnya klasifikasi tumbuhan yang didasarkan atas kesamaan atau kekerabatan
zat kimia yang terkandung di dalamnya. Ini yang merupakan landasan terciptanya
cabang dalam taksonomi tumbuhan yang disebut dengan kemotaksonomi
(Endarini, 2016)

Pada dasarnya kemotaksonomi adalah telaahan kimia dalam suatu kelompok


tumbuhan yang terbatas dan terutama mengenai kandungan metabolit
sekundernya, kemudia menggunakan data tentang kandungan tersebut untuk

8
menggolongkan tumbuhan yang tidak dikenal. Tumbuhan dari takson yang sama
mempunyai hubungan kekerabatan yang sangat erat, terutama pada takson tingkat
familia, genus dan spesies (Endarini, 2016)

Adanya hubungan yang erat itu memungkinkan adanya persamaan zat-zat


yang terkandung di dalam tumbuhan tersebut. Contohnya adalah Digitalis
purpurea dan Digitalis lanata. Keduanya mengandung glikosida (digitoksin)
karena adanaya persamaan pada tingkat genus(Endarini, 2016)

Digitalis (USP = United State of Pharmacopeia sejak tahun 1820 sampai


sekarang) adalah serbuk daun Digitalis purpurea Linne atau D.lannata (famili
Scrophulariaceae) yang telah dikeringkan pada suhu tidak lebih dari 60°C.
Digitalis berupa serbuk halus atau serbuk sangat halus. Untuk menyesuaikan
kadarnya bisa diencerkan dengan bahan pengisi lain seperti laktosa, amilum atau
dengan daun digitalis yang telah diketahui kadarnya lebih tinggi atau lebih rendah.
Potensinya diperhitungkan terhadap satuan USP unit. Diketahui bahwa 1 USP unit
setara dengan tidak kurang dari 100 mg serbuk daun digitalis kering (didasarkan
pada standar referensi digitalis USP) (Endarini, 2016)

Digitalis berasal dari istilah latin digitus, yang berarti jempol. Ini
menggambarkan bentuk bunga Digitalis pupurea yang seperti jempol. Purpurea
dari bahasa latin, artinya ungu. Tanaman ini umumnya tumbuh di daerah Eropa
dan Amerika bagian Barat serta di Kanada.

Daun digitalis purpurea mengandung berbagai glikosida jantung,


diantaranya digitoksin (0,2-0,4%), digitalin, gitalin, gitoksin dan digitonin
(glikosida saponin). Daun digitalis juga mengandung minyak atsiri yang tersusun
dari stearoptena, digitalosmin (yang memberi bau khas digitalis serta
menimbulkan rasa tajam), asam antirinat, digitoflavon, inositol, dan pektin.
Bagian aglikon bisa dipisahkan dari bagian gulanya dengan cara hidrolisis
menggunakan asam, basa, enzim, dan lingkungan yang lembab (Ali Esmail, 2017)

Secara umum daun digitalis adalah tanaman obat yang berpotensi keras dan
berbahaya bagi manusia karena aksinya langsung menuju jantung. Dosis yang

9
terlalu besar akan memberikan gejala keracunan berupa hilangnya selera makan
(anoreksia), mual, hipersalivasi, muntah, diare, kepala pening, mengantuk,
bingung, gangguan konsentrasi, menghadapi bayangan fatamorgana, bahkan
kematian (Julianto, 2019)

Kegunaan dari digitalis adalah sebagai kardiotonikum. Efek penggunaanya


terutama ditimbulkan oleh bagian aglikon digitalis. Sementara bagian gula hanya
berfungsi sebagai penambah kelarutan, meningkatkan absorpsi, dan sedikit
menambah potensi (dan juga toksisitas) sebagai glikosida jantung. Mekanisme
kardiotonikum adalah meningkatkan tonus otot jantung yang mengakibatkan
pengosongan jantung lebih sempurna dan curah jantung meningkat (Julianto,
2019)

Digitoksin adalah gabungan senyawa antara digitoksigenin (sebagai


aglikon) dengan bagian gulanya digitoksisa. Digitoksigenin sebagai aglikon dari
digitoksin adalah prisma, dengan titik lebur 253°C, larut dalam etanol, kloroform,
aseton.Sukar larut dalam etil asetat dan sangat sukar larut dalam eter serta air (Ali
Esmail, 2017)

Courtesy images of Juliato 2019

10
Courtesy images of Julianto 2019

Di alam terkandung dalam tanaman D.purpurea dan D.lanata apabila


berikatan dengan digitoksisa, digitoksin akan menjadi glikosidadigitoksin berupa
kristal bentuk lempeng yang larut dalam aseton, amil alkohol dan piridina. Satu
gram digitoksin larut dalam 40 ml kloroform, dalam 60 ml etanol dan dalam 400
ml etil asetat. Sukar larut dalam eter, petroleum eter, dan air (Ali Esmail, 2017)

LD50 (dosis yang mematikan sebanyak 50% binatang percobaan dari


seluruh populasi) dalam babi secara oral adalah 60,0 mg/kg BB dan pada
kucing=0,18 mg/kg BB. Beberapa tanaman yang mengandung glikosida steroid
memiliki efek sebagai obat jantung antara lain adalah Digitalis, Strophanthus,
Squill, Convallaria, Apocynum, Adonis, Heleborus, dan Nerium (Reddy, 2010)
2.4 Uji Kandungan Metabolit

11
Uji glikosida jantung ini menggunakan uji Keller-Killiani. Ekstrak daun
Digitalis diambil sebanyak 5 ml dan dicampur dengan 2 ml asam asetat glasial
yang berisi satu tetes larutan FeCl3. Hasil dari uji glikosida jantung ditentukan
dengan penambahan 1 ml H2SO4 pekat ke dalam campuran. Terbentuknya suatu
cincin berwarna coklat yang ada pada permukaan menandakan adanya digitoksin
(glikosida jantung). Suatu cincin yang berwarna ungu mungkin akan nampak di
bawah cincin yang berwarna coklat, sementara pada saat berada dalam lapisan
asam asetat,secara berangsur-angsur akan terbentuk lapisan yang berwarna
kehijau-hijauan di bawah cincin yang berwarna ungu sebelumnya (Ali Esmail,
2017)

Untuk uji glikosida jantung, diketahui bahwa senyawaan ini tidak larut
dalam pelarut nonpolar, oleh karenanya digunakan pelarut metanol dalam
mengekstraknya. Filtrat yang dihasilkan direaksikan dengan asam asetat glasial
yang mengandung satu tetes FeCl3. Terjadi perubahan warna dari hijau tua
menjadi kuning kehijauan. Setelah itu direaksikan lagi dengan H2SO4 pekat dan
hasilnya terbentuk suatu cincin berwarna coklat pada permukaan larutan yang
menandakan adanya senyawa digitoksin. Setelah itu cincin yang berwarna ungu
kemungkinan akan nampak di bawah cincin yang berwarna coklat, dan pada saat
berada dalam lapisan asam asetat secara berangsur-angsur akan terbentuk lapisan
kehijau-hijauan di bawah cincin yang berwarna ungu (Ali Esmail, 2017)
2.5 Aktivitas Biologis

12
Digitalis telah digunakan sejak awal dalam kasus jantung. Ia
meningkatkan aktivitas semua bentuk jaringan otot, tetapi lebih khusus lagi pada
jantung dan arteriol, sifat obat yang paling penting adalah aksinya pada sirkulasi
Digitalis terutama digunakan dalam mengobati penyakit jantung. Dalam kasus
gagal jantung yang tersumbat, ini mempromosikan dan merangsang aktivitas
semua jaringan otot. (Anil Reddy, 2010)

Digitalis mengandung empat glukosida penting dimana tiga stimulan


arekardiak. Yang paling kuat adalah Digitoxin, obat yang sangat beracun dan
kumulatif, tidak larut dalam air, Digitalin, yang berbentuk kristal dan juga tidak
larut dalam air; Digitalein, amorf, tetapi mudah larut dalam air, oleh karena itu
membuatnya mampu untuk diberikan secara subkutan, dalam dosis yang sangat
kecil. Konstituen lainnya adalah minyak atsiri, bahan berlemak, pati, gum, gula,
dll. Jumlah dan karakter penyusun aktif bervariasi menurut musim dan tanah: 100
bagian daun kering menghasilkan sekitar 1,25 Digitalin, yang umumnya
ditemukan dalam proporsi yang lebih besar di alam liar daripada di tanaman
budidaya. Konstituen aktif Digitalis belum cukup dieksplorasi untuk membuat uji
kimia efektif dalam standarisasi untuk aktivitas terapeutik. Tidak ada metode
untuk menentukan Digitalin yang diketahui. Oleh karena itu, alat uji kimiawi
gagal, dan obat tersebut biasanya distandarisasi dengan uji fisiologis. (Reddy, B.
A. (2010).

2.5.1 Efek kardiovaskular:

Glikosida jantung, sering disebut digitalis atau digitalis glikosida,


khususnya digoxin dan digitoksin, telah menjadi landasan pengobatan penyakit
jantung selama lebih dari dua abad. Namun, identifikasi penghambat enzim
angiotensinconverting, penghambat β-adrenergik dan penghambat reseptor
angiotensin telah secara signifikan mengurangi penggunaan klinisnya.
Glikosida jantung memiliki indeks terapeutik rendah. Mereka memiliki banyak
efek kardiovaskular melalui banyak mekanisme.(Ali-Esmai, 2017)

- Pengaturan konsentrasi kalsium sitosol: Dengan menghambat enzim Na


+ / K + -adenosine triphosphatase (ATPase), digitalis mengurangi kemampuan

13
miosit untuk secara aktif memompa Na + dari sel. Ini menurunkan gradien
konsentrasi Na + dan, akibatnya, kemampuan Na + / Ca 2 + - exchanger untuk
memindahkan kalsium keluar dari sel. Selanjutnya, Na + seluler yang lebih
tinggi ditukar dengan Ca ekstraseluler 2+ oleh Na + / Ca 2+ - exchanger,
meningkatkan Ca intraseluler 2+. Peningkatan kecil tetapi penting secara
fisiologis terjadi pada Ca bebas 2+ yang tersedia pada siklus kontraksi otot
jantung berikutnya, sehingga meningkatkan kontraktilitas jantung. Ketika Na +
/ K + -ATPase secara nyata dihambat oleh digitalis, potensi membran istirahat
dapat meningkat (-70 mV bukan -90 mV), yang membuat membran lebih
terangsang dan meningkatkan risiko aritmia (toksisitas). (Ali-Esmai, 2017)

- Peningkatan kontraktilitas otot jantung: Digitalis meningkatkan


kekuatan kontraksi jantung, menyebabkan curah jantung lebih mirip dengan
jantung normal. Tonus vagina juga meningkat, sehingga detak jantung dan
kebutuhan oksigen miokard menurun. Digitalis memperlambat kecepatan
konduksi melalui simpul AV, membuatnya berguna untuk fibrilasi atrium.
(Ali-Esmai, 2017)

- Penghambatan neurohormonal: Meskipun mekanisme pasti dari efek ini


belum dijelaskan, digitalis dosis rendah menghambat aktivasi simpatis dengan
efek minimal pada kontraktilitas. Efek ini menjadi alasan konsentrasi obat
serum lebih rendah ditargetkan pada gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang
berkurang. (Ali-Esmai, 2017)

Terapi digoksin diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung berat


dengan fraksi ejeksi yang berkurang setelah inisiasi ACE inhibitor, β-blocker,
dan terapi diuretik. Konsentrasi obat dalam serum yang rendah dari digoksin
(0,5 sampai 0,8 ng / ml) bermanfaat pada gagal jantung dengan pengurangan
fraksi ejeksi dan penurunan gagal jantung.penerimaan, bersama dengan
peningkatan bertahan hidup. Pada konsentrasi obat serum yang lebih tinggi,
penerimaan dicegah, tetapi kemungkinan kematian meningkat. Digoxin tidak
diindikasikan pada pasien dengan gagal jantung diastolik atau sisi kanan
kecuali pasien mengalami fibrilasi atrium bersamaan atau flutter. (Ali-Esmai,
2017)

14
- Efek elektrofisiologi: Efek utama pada irama jantung dari preparat
digitalis diyakini karena penghambatan pompa natrium. Namun, sel-sel di
berbagai bagian jantung menunjukkan kepekaan yang berbeda terhadap
digitalis, dan keduanya secara langsung dan terjadi efek yang dimediasi pada
saraf. Memang, pada tingkat terapeutik, obat ini menurunkan otomatisitas dan
meningkatkan potensi diastolik maksimum, efek yang dapat diblokir oleh
atropin, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi (toksik) menurunkan potensi
diastolik dan meningkatkan otomatisitas. Demikian pula, efek aritmogenik
toksik dari glikosida jantung disebabkan oleh kombinasi efek langsung pada
miokardium dan peningkatan aktivitas otonom yang dimediasi oleh saraf. Baik
sistolik dan diastolik [Ca+2] meningkat selama aritmia yang diinduksi digitalis,
meningkat yang mengarah ke gagasan bahwa intraseluler (Ca+2 kelebihan
beban)berkontribusi pada efek aritmogenik yang diamati. Siklus Ca + spontan 2
pelepasan dan pengambilan kembali kemudian terjadi, mengakibatkan setelah
depolarisasi dan setelah kontraksi. Setelah depolarisasi adalah hasil dari Ca +2
mengaktifkan arus ke dalam transien dan dianggap sebagai manifestasi
makroskopik Ca+2 mengaktifkan saluran kation nonspesifik, ditambah Na+
-Ca_2 exchange. (Ali-Esmai, 2017)
2.5.2 Efek sitotoksik:

Ekstrak dari Digitalis lanata dan Digitalis purpurea diperiksa untuk


aktivitas antikanker di 10 baris sel tumor manusia. Mereka menghasilkan efek
sitotoksik, tetapi profil aktivitas tidak berkorelasi dengan obat standar,
mungkin menunjukkan jalur baru kematian sel yang dimediasi oleh obat. (Ali-
Esmail, 2017)

Penelitian terbaru menunjukkan efek antikanker dari senyawa digitalis,


menunjukkan kemungkinan penggunaannya dalam onkologi medis. Diperlukan
penelitian lebih lanjut untuk melihat apakah glikosida jantung dapat digunakan
sebagai obat antitumor. Digitalis lanata dan Digitalis purpurea diidentifikasi
memiliki sifat sitotoksik, termasuk aktivitas sitotoksik, dan memerlukan studi
lebih lanjut. Studi lain mendukung penyelidikan yang menunjukkan bahwa
induksi apoptosis adalah efek utama digitalis pada beberapa jenis sel tumor.

15
Laporan tersebut menunjukkan aktivitas antikanker. Penelitian dilakukan pada
3 baris sel kanker manusia. Hasil dari satu studi mengungkapkan perbedaan
yang mencolok dalam sitotoksisitas antara glikosida jantung, baik dalam
potensi dan selektivitas, dan cara kerja yang berbeda dari obat antikanker yang
umum digunakan. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk mengklarifikasi
kemungkinan peran glikosida jantung dalam kemoterapi penyakit ganas. (Anil
Reddy, 2010)

Saponin digitonin, aglikon digitoksigenin dan lima glikosida jantung


dievaluasi untuk sitotoksisitas menggunakan kultur primer sel tumor dari
pasien dan panel garis sel manusia (mewakili pola resistensi obat sitotoksik
yang berbeda). Dari senyawa ini, proscillaridin A adalah yang paling kuat (IC
50: 6,4--76 nM), diikuti oleh digitoksin, lalu ouabain, digoksin, lanatosida
C,digitoxigenin dan digitonin. Analisis korelasilogika 50 Nilai garis sel pada
panel menunjukkan bahwa hanya sitotoksisitas senyawa sedikit dipengaruhi
oleh mekanisme resistensi itu terlibat multidrug resistensi obat yang dimediasi
glutathione. Digitoxin dan digoxin menunjukkan toksisitas selektif terhadap sel
tumor padat, sedangkan proscillaridin A menyatakan tidak selektif toksisitas
melawan antara padat atau sel tumor hematologi. (Ali-Esmai, 2017)

Penghambat Na + / K + ATPase jantung steroid merupakan senyawa anti


kanker yang manjur dalam beberapa jalur sel dari panel tumor yang berbeda
termasuk sel yang resisten terhadap beberapa obat. Dari banyak jantung steroid
sintetis, senyawa paling kuat yang diidentifikasi adalah turunan 3 - [(R) -3-
pyrrolidinyl] oksim, itu menunjukkan potensi luar biasa (yang diukur dengan
GI 50, TGI dan LC 50 nilai) di sebagian besar sel in vitro, dulu sitotoksik
selektif pada kanker versus sel normal menunjukkan indeks terapeutik 31,7 dan
menunjukkan penghambatan pertumbuhan tumor yang signifikan pada
xenograft prostat dan paru-paru in vivo. (Ali-Esmai, 2017)

Banyak studi epidemiologi mengungkapkan bahwa sampel jaringan


kanker payudara dari pasien gagal jantung kongestif yang diobati dengan terapi
glikosida jantung menunjukkan karakteristik yang lebih jinak dan
membutuhkan lebih sedikit mastektomi daripada sampel yang diambil dari

16
pasien yang tidak menggunakan glikosida jantung. Angka kematian pada
pasien yang diobati dengan terapi glikosida jantung juga lebih rendah
dibandingkan pada pasien yang tidak menggunakan glikosida jantung. (Ali-
Esmai, 2017)

Mengenai mekanisme efek antikanker dari glikosida jantung, tampak


bahwa penghentian siklus sel yang diinduksi digitoksin dalam fase G2 / M
melalui regulasi turun dari cyclin B1, cdc2 dan bertahan dan meningkat. Ca
intraseluler 2+ konsentrasi. Digoksin meningkatkan Ca intraseluler 2+
konsentrasi dan topoisomerase DNA yang diinduksi I dan II dan penangkapan
siklus sel yang diinduksi melalui pengaturan HIF-1α. Ouabain menghabiskan
Na + / K + - ATPase dan p21 yang diatur ke atas, meningkat Ca intraseluler 2+
konsentrasi dan menghambat topoisomerase DNA I dan II. Oleandrin
melemahkan aktivasi NF-kB, JNK dan AP1. Bufalin menginduksi
penangkapan siklus sel dalam fase G2 / M melalui regulasi p21 WAF1 dan p53
dan regulasi turun siklin D, dan dihambat. DNA topoisomerase I dan
II.Proscillaridin A, menghambat topoisomerase DNA I dan II dan
meningkatkan Ca intraseluler 2+ (Ali-Esmai, 2017).
2.5.3 Penghambatan IL-8:

Oleandrin, suatu glikosida jantung yang berpotensi menghambat IL-


8-,formyl peptide (FMLP) -, EGF-, atau faktor pertumbuhan saraf (NGF) -,
tetapi tidak aktivasi NF-kappaB yang diinduksi oleh IL-1- atau TN di
makrofag. Oleandrin menghambat IL-8-, tetapi tidak untuk ekspresi gen yang
bergantung pada NFkappaB yang diinduksi TNF. Oleandrin menghambat
pengikatan IL-8, EGF, atau NGF, tetapi tidak menghambat IL-1 atau TNF. Ini
mengurangi hampir 79% pengikatan IL-8 tanpa mengubah afinitas terhadap
reseptor IL-8 dan penghambatan pengikatan IL-8 ini diamati di isolasi. selaput.
Itu IL-8, anti-IL-8R antibodi, atau protease inhibitor tidak dapat melindungi
penghambatan pengikatan IL-8 yang dimediasi oleandrin. Fosfolipid secara
signifikan melindungi penghambatan pengikatan IL-8 yang dimediasi
oleandrin memulihkan Diinduksi IL-8 NF-kappaB pengaktifan. Oleandrin
mengubah fluiditas membran seperti yang dideteksi oleh parameter

17
mikroviskositas dan penurunan difenilheksatriena, ikatan fluorofor pengikat
lipid dengan cara yang bergantung pada dosis. Para penulis menyimpulkan
bahwa oleandrin menghambat respons biologis yang dimediasi IL-8 dalam
berbagai jenis sel dengan memodulasi IL-8R melalui perubahan fluiditas
membran dan mikroviskositas. Oleh karena itu, oleandrin dapat membantu
mengatur respons biologis yang dimediasi oleh IL-8 yang terlibat dalam
inflamasi, angiogenesis, tumorogenesis, metastasis, dan neovaskularisasi. (Ali-
Esmai, 2017)

Digitoxin, pada konsentrasi sub nM, dapat menekan hipersekresi IL-8


dari kultur sel epitel paru cystic fibrosis (CF). Glikosida jantung tertentu
lainnya juga aktif tetapi dengan potensi yang jauh lebih kecil. Mekanisme
spesifik aksi digitoksin termasuk memblokir fosforilasi inhibitor NF-kappa B (I
kappa B alpha). Fosforilasi alfa I kappa B adalah langkah yang diperlukan
dalam aktivasi jalur pensinyalan NF-kappa B dan ekspresi IL-8 selanjutnya.
Digitoxin juga memiliki efek pada ekspresi gen global dalam sel CF. (Ali-
Esmai, 2017).
2.5.4 Efek perlindungan hepato-, neuro-, dan cardio-:

Empat glikosida berbeda (acteoside, purpureaside A, calceolarioside B


dan plantainoside D) diisolasi dari daun Digitalis purpurea karena
kemampuannya untuk menginduksi glutathione S-transferase (GST) dan
efisiensi perlindungannya terhadap aflatoksin B1-menginduksi dalam sel
H4IIE. Analisis gen reporter menggunakan elemen respon antioksidan (ARE)
yang mengandung konstruk dan uji fraksinasi subseluler, mengungkapkan
bahwa induksi alfa GST oleh akteosida mungkin terkait dengan aktivasi Nrf2 /
ARE. Tindakan neuroprotektif dari glikosida jantung neriifolin dievaluasi pada
stroke iskemik. Neriifolin memberikan perlindungan saraf yang signifikan
dalam model neonatal hipoksia / iskemia dan model oklusi arteri serebral
tengah dari iskemia fokal transien. (Ali-Esmai, 2017)

Efek perlindungan jantung ouabain terhadap cedera reperfusi iskemia,


melalui aktivasi kompleks reseptor Na +, K + -ATPase / c-Src, telah dipelajari.
Dalam hati tikus dengan perfusi Langendorff, pemberian ouabain 10 muM

18
singkat (4 menit) diikuti dengan pencucian 8 menit sebelum 30 menit dari
iskemia dan reperfusi global, peningkatan fungsi jantung, penurunan pelepasan
dehidrogenase laktat dan pengurangan ukuran infark hingga 40%. Analisis
Western blot mengungkapkan bahwa ouabain mengaktifkan kardioprotektif
fosfolipase C gamma1 / protein kinase.Cepsilon (PLC-gamma1 / PKCepsilon)
jalan. Pra-pengobatan jantung dengan penghambat keluarga Src kinase 4-
amino-5- (4-klorofenil) 7- (t-butil) pirazolol [3,4-d] pirimidin (PP2) diblokir
tidak hanya aktivasi jalur PLCgamma1 / PKCepsilon yang diinduksi ouabain,
tetapi juga proteksi jantung. Perlindungan juga diblokir oleh PKCepsilon
translokasi penghambat peptida (TIPS PKCepsilon). (Ali-Esmai, 2017).
2.5.5 Efek antidiabetik:

Digitonin, merupakan saponin dari biji Digitalis purpurea, meningkatkan


toleransi glukosa dan memiliki efek menguntungkan pada lipid serum dengan
meningkatkan aktivitas antioksidan pada tikus. (Ali-Esmai, 2017)
2.5.6 Efek antioksidan:

Aktivitas scavenging ekstrak alkohol Digitalis purpurea diukur


menggunakan DPPH dan kapasitas antioksidan total dari Digitalis purpurea
diukur dengan fosfomolibdat menggunakan asam askorbat sebagai standar.
Digitalis purpurea 1mg / ml menunjukkan 94,25% DPPH aktivitas scavenging
dan 92,28% total aktivitas anti-oksidan. (Ali-Esmai, 2017)
2.5.7 Efek insektisida:

Aktivitas insektisida ekstrak alkohol Digitalis purpurea melawan T.


Castaneum mengungkapkan bahwa persentase kematian T.castaneum adalah
60%, pada 100 mg / 2 ml ekstrak alkohol Digitalis purpurea. (Ali-Esmai,
2017)
2.5.8 Efek samping dan toksisitas:

Digitalis adalah tanaman beracun. Pada konsentrasi obat serum rendah,


digitalis dapat ditoleransi dengan baik. Namun, hal ini ditandai dengan indeks
terapeutik yang sangat sempit, dan toksisitas digitalis adalah salah satu reaksi
obat merugikan yang paling umum yang menyebabkan rawat inap. Anoreksia,
mual, dan muntah mungkin merupakan indikator awal toksisitas, hal itu terjadi

19
karena aksi langsung digitalis di CTZ. Penderita juga dapat mengalami
penglihatan kabur, penglihatan kekuningan (xanthopsia), dan berbagai aritmia
jantung. Diare dapat dicatat, seperti ketidaknyamanan perut, atau nyeri, sakit
kepala, malaise dan kantuk adalah gejala umum, nyeri saraf mungkin yang
paling awal paling parah, atau satu-satunya gejala, digitalis delerium, dapat
terjadi dengan kebingungan, disorientasi, afasia dan gangguan mental. (Ali-
Esmai, 2017)

Keracunan seringkali dapat diatasi dengan menghentikan digitalis,


menentukan serumtingkat kalium, dan, jika diindikasikan, mengisi kembali
kalium. Penurunan kadar kalium serum (hipokalemia) mempengaruhi pasien
terhadap toksisitas digitalis, karena digitalis biasanya bersaing dengan kalium
untuk tempat pengikatan yang sama pada pompa Na + / K + ATPase. Namun,
satu-satunya penyebab intoksikasi yang paling sering adalah pemberian
thiazide atau loop diuretik secara bersamaan yang menyebabkan hipokalemia.
Toksisitas parah yang mengakibatkan takikardia ventrikel mungkin
memerlukan pemberian obat antiaritmia dan penggunaan antibodi terhadap
digoksin (digoksin Fab imun), yang mengikat dan menonaktifkan obat. Dengan
penggunaan konsentrasi obat serum yang lebih rendah pada gagal jantung,
tingkat toksik jarang terjadi. Digoxin adalah substrat P-gp, dan inhibitor P-gp,
seperti klaritromisin, verapamil, dan amiodarone, secara signifikan dapat
meningkatkan kadar digoksin, memerlukan pengurangan dosis digoxin.
Digoxin juga harus digunakan dengan hati-hati dengan obat lain yang
memperlambat konduksi AV, seperti β-blocker, verapamil, dan diltiazem (Ali-
Esmai, 2017).

Glikosida digitalis diekskresikan secara perlahan dan terakumulasi; oleh


karena itu, intoksikasi selama terapi sering terjadi. Insiden toksisitas digitalis
diperkirakan berkisar dari 5% sampai 23%. Pedoman dosis dan teknik
pemantauan yang lebih ketat telah secara dramatis mengurangi kejadian
overdosis terapeutik. (Anil Reddy, 2010)

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Determinasi tanaman digitalis Kingdom (Plantae), Division
(Tracheophyta), Class (Magnoliopsida), Order (Lamiales), Family
(Plantaginaceae), Genus (Digitalis), Species (Digitalis lanata (Grecian
foxglove) and Digitalis purpurea (Purple foxglove))
2. Morfologi tanaman merupakan herba dua tahunan tingginya sekitar 1,2
meter. Daun berbulu dan berbentuk telur, . memiliki bunga dan telur
putih atau ungu berbentuk buah/ terompet
3. Kandungan metabolit digitalis terdiri dari glikosida jantung,
diantaranya digitoksin (0,2-0,4%), digitalin, gitalin, gitoksin dan
digitonin (glikosida saponin). Dan pengujian biasanya dilakukan
dengan metode killer-killiani.

21
4. Aktivitas biologis tanaman digitalis terdiri dari efek kardiovaskular,
sitotoksik, antidiabetes, antioksidan, insektisida, imunologi, hepato,
saraf dan kardioprotektif
3.2 Saran

Penulis menyarankan beberapa hal terkait hal diatas yaitu:

1. Untuk pengembangan pemanfaatan tanaman obat, perlu diadakannya


penelitian lebih mendalam terutama pada senyawa metabolit sekunder
pada tanaman tersebut
2. Memperbanyak mediasi tentang tanaman digitalis baik dari
pemanfaat, morfologi tanaman, kandungan metabolit, dan sebagainya.
Kurangnya mediasi baik dalam bentuk makalah ataupun penelitian
terdahulu menjadi hambatan dalam mempelajari ataupun memahami
tentang tanaman obat terkait

22
DAFTAR PUSTAKA
Ali-Esmail. (2017). Phytochemical constituents and medicinal properties of
Digitalis lanata and Digitalis purpurea-A review. Indo American Journal
of Pharmaceutical Sciences, 4(2), 225-234.
Becker, C.A.1965. Flora of Java, Vol. II : N.V.F. Noordhoff. Netherland :
Groningen-The Netherland
Campbell, N.A., L.G. Mitchell & J.B. Reece. 1999. Biologi Jilid 2 Edisi Kedua.
Jakarta: Erlangga
Claus,E.P. 1965. Pharmacognosy, Fifth Edition. Washington: Lea & Febiger.
Endarini, Lully Hanni. 2016. Farmakognosi dan Fitokimia. Jakarta : Pusdik SDM
Kesehatan

Julianto, Tatang Shabur. 2019. Fitokimia Tinjauan Metabolit Sekunder dan


Skrining Fitokimia. Yogyakarta : Univ. Islam Indonesia

Sthal, E. 1985. Analisis Obat Secara Komatrografi dan Mikroskopi. Bandung :


ITB
Radji, M. 2005.Peranan bioteknologi dan mikroba endofit dalam pengembangan
obat herbal. 3, 80-81.
Reddy, B. A. (2010). Digitalis therapy in patients with congestive heart failure.
International Journal of Pharmaceutical Sciences Review and Research,
3(2), 90-95.

Anda mungkin juga menyukai