Saya tidak mengetahui secara pasti bagaimana saya lahir saat itu,
namun yang saya ketahui adalah bahwa ketika itu konflik Papua Barat
tengah menjadi sorotan nasional. Jadi bisa dibilang saya lahir di tengah-
tengah konflik saat itu. Walaupun demikian, saya tetap lahir dengan
normal dan selamat.
Pada umur 1-3 tahun saya tinggal di Papua bersama kedua orang
tua saya. Dan di umur 4 tahun saya di rawat dan di asuh oleh Kakak dari
Papa saya di kota Duri, Riau. Itu karena Papa saya merasa akan lebih
aman jika saya tinggal bersama mereka untuk sementara, karena ia
takut jika konflik di Papua semakin parah.
Saya tinggal di duri bersama kakak dari Papa saya, yang biasa saya
panggil dengan panggilan “Ibu” dan, suami nya yang biasa saya panggil
dengan panggilan “Ayah”. Ibu saya di duri, adalah seorang ibu rumah
tangga, dan suami nya yang biasa saya panggil “ayah” itu bekerja
sebagai seorang karyawan swasta di salah satu PT Perminyakan di kota
Duri.
Ibu tinggal di Duri bersama Ayah, sejak tahun 90 an. Yang mana saat
itu ayah baru masuk kerja di PT Perminyakan di kota Duri tersebut. Dan
saya pun di rawat dan dibesarkan oleh mereka berdua di kota Duri.
Pada umur 5 tahun, saya sudah di daftar kan oleh ayah dan ibu, ke
sebuah TK di duri.
Dan setelah TK, rencana nya saya akan dibawa kembali ke Padang,
ke kampung halaman saya. Namun karena Papa masih Dinas di Papua,
maka saya disuruh untuk menetap dulu di Duri. Dan akhirnya saya pun
tetap tinggal di Duri bersama Ayah dan Ibu. Setelah itu, saya pun di
daftar kan ke sebuah SD negeri di Kota Duri Tersebut.
Ketika duduk di bangku SD, saya juga sering mendapatkan nilai yang
tinggi, dan mendapatkan rangking 3 besar di kelas. Dan lama-kelamaan
saya pun sudah merasa membaur dan beradaptasi dengan orang-orang
Duri, sehingga saya pun merasa nyaman untuk tinggal di Duri. Namun
setiap libur semester, ayah dan ibu selalu menyempatkan untuk pulang
kampung ke Padang. Dan setelah itu, kembali lagi ke Duri.
Dan ketika di smp, saya juga sering mendapatkan nilai yang tinggi,
sehingga tak jarang pula saya mendapatkan juara di kelas. Namun,
ketika di smp saya tidak terlalu aktif dalam kegiatan, dan saya di kenal
sebagai orang yang pendiam saat itu. Itu karena,di lingkungan SMP saat
itu, cukup banyak kenakalan-kenakalan remaja yang banyak dilakukan
oleh siswa nya. Sehingga saya memilih untuk tidak terlalu ikut campur
dengan mereka.
Akhirnya saya pun mengikuti segala bentuk tes dan seleksi yang
diberikan untuk masuk ke SMA tersebut. Dimulai dengan tes akademik,
dimana tes ini berupa soal-soal yang sama seperti soal ujian akhir di
SMP. Dan akhirnya saya pun berhasil menyelesaikan tes tersebut.
Tes selanjutnya adalah tes SAMAPTA, yaitu tes fisik. Yang dilakukan
utnuk mengetahui, seberapa tinggi kemampuan fisik yang dimiliki oleh
peserta didik nya. Tes ini berupa lari, push up, sit up, pull up, dan lain-
lain. Dan nilai yang diperoleh pada tes ini, dilihat dari seberapa baik kita
dalam melakukan tes tersebut. Hampir sama dengan tes-tes yang
dilakukan di pendidikan kedinasan.