Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PRAKTIKUM LEGAL AUDIT SYARIAH

MEMAHAMI DAN MENYUSUN LEGAL OPINION

Disusun Oleh:

NURUL LAYLAN NIM 11160490000064

RIZAL HABIBUNNAJAR NIM 11160490000069

HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembicaraan tentang Pendapat Hukum atau “Legal Opinion” pada


hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari perbincangan tentang Penulisan Hukum.
Penulisan Hukum adalah karya akademik yang berkaitan dengan hukum,
Penulisan Hukum dapat dibedakan atas dasar tujuan yang ingin dicapai. Penulisan
Hukum yang bertujuan untuk kepentingan akademik berbeda dengan penulisan
hukum yang bertujuan praktis. Penulisan Hukum akademik dapat berupa karya
tulis ilmiah seperti, makalah, artikel ilmiah untuk majalah hukum, laporan
penelitian, skripsi, tesis dan disertasi. Sementara penulisan hukum untuk
kepentingan praktis berupa Memoranda Hukum (Legal memorandum), Pendapat
Hukum (Legal Opinion), Pembelaan Tertulis, Penulisan untuk penyuluhan hukum
atau penulisan dokumen-dokumen hukum.

Dari paparan di atas, jelas bahwa Pendapat Hukum (Legal Opinion)


merupakan salah satu bentuk Penulisan hukum yang utamanya disajikan dalam
rangka kepentingan praktis. Dalam makalah ini ingin mengemukakan pokok
bahasan yang berkaitan dengan apa yang disebut Pendapat Hukum (legal
opinion).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian diatas, maka rumusan masalah ini akan membahas tentang:

1. Apakah pengertian Legal opinion?


2. Bagaimana prosedur dan mekanisme dalam membuat Legal Opinion?
3. Bagaimana etika dalam membuat Legal Opinion?
4. Bagaimanakah format dalam menyajikan Legal Opinion?
5. Bagaimana contoh dari Legal Opinion?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Legal opinion

2
2. Untuk mengetahui prosedur dan mekanisme dalam membuat Legal
Opinion
3. Untuk mengetahui etika dalam membuat Legal Opinion
4. Untuk mengetahui format dalam menyajikan Legal Opinion
5. Untuk mengetahui contoh dari Legal Opinion

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN LEGAL OPINION

Menurut Henry Campbell Black dalam Edisi Ketujuh Black’s Law


Dictionary (1999: 1120), legal opinion diartikan sebagai “Sekumpulan dokumen
tertulis yang dijadikan padanan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian
pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah pengertian pendapat
hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah hukum dari para pihak terkait
sesuai dengan fakta-faktanya”.1

Pengertian tersebut memberikan penjelasan bahwa objek dari legal


opinion itu timbul dari adanya suatu fenomena atau polemik yang sangat
dilematis yang disebabkan dari implikasi hukum itu sendiri, serta mempunyai
akses yang sangat luas di dalam masyarakat, sehingga diperlukan suatu bentuk
penjabaran yang konkret, aktual, dan faktual, untuk mengeliminasi topik
persoalan yang menjadi pembahasan di masyarakat. 2

Menurut HF Abraham Amos bahwa untuk membangun pemahaman yang


baik terhadap permasalahn yang ada, maka selanjutnya akan diuraikan lebih
lanjut pemahaman susbstansial mengenai legal opinion dalam arti spesifik
menurut relevansi logis seperti yang diuraikan berikut ini:3

1. Di dalam sistem hukum common law (Anglo Saxon) dikenal sebagai legal
opinion, dan sistem hukum civil law dikenal sebagai legal critics yang
dipelopori oleh aliran Kritkus hukum, dalam bahasa Latin disebut sebagai ius
opinion, artinya: Ius=hukum, dan opinio = Pandangan atau pendapat. Jadi,
yang dimaksud dengan legal opinion yakni pandangan atau pendapat hukum

1
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 201
2
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 202
3
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 203-205

4
yang dikaji baik secara parsial, imparsial, gradual, maupun krusial, khusus
menyangkut ketumpangtindihan pelaksanaan peraturan hukum
2. Aspek hukum (legal aspect), yaitu suatu bentuk wacana hukum yang
memberikan petunjuk (identifikasi) dan celah (loop hole) bagi para praktisi
untuk menganalisis masalah hukum dari sudut pandang secara
berkesinambungan.
3. Pemeriksaan masalah hukum (legal auditing), yaitu suatu bentuk daftar
pengecekan menyangkut kesalingtergantungan antara satu aturan hukum dan
yang lainnya, yang kemudian disusun secara tekstual atau kontekstual yang
telah diaudit secara komprehensif , dengan tujuan untuk mendapatkan suatu
yang saling mendukung (cooperative) atau bertentangan (contradictive), agar
dapat dicarikan jalan keluarnya sebagai bahan penyelesaian masalah dalam
suatu kasus tertentu.
4. Pertimbangan dasar hukum (legal reasoning), yaitu sanggahan yang
timbul akibat pertikaian hukum dalam suatu pokok perkara berupa perdata,
pidana, atau administrasi Negara, akibat adanya kesalahan penerapan hukum
oleh penegak hukum maupun kebijakan publik yang dijadikan dalil-dalil
untuk menangkis suatu tuduhan atau sanksi hukum di pengadilan.
5. Kesatuan Intitusi hukum (legal entity) yaitu suatu kesinambungan aturan
hukum secara hierarkis dan seluruh peraturan pelaksanaannya, dari yang
paling tinggi sampai yang paling rendah yang dikaji secara komprehensif.
6. Penyelesaian masalah hukum (legal solution), yaitu suatu proses adaptif
dalam penyelesaian konflik hukum untuk dicarikan jalan keluarnya untuk
menganulir atau mendeponir suatu keputusan hukum yang berdampak sangat
luas dalam masyarakat, agar tidak menimbulkan berbagai interpretasi dan
preseden buruk akibat penerapan hukum itu sendiri.

B. PROSEDUR DAN MEKANISME LEGAL OPINION

Untuk membuat suatu rancangan penulisan hukum dalam bentuk legal


opinon, perlu adanya beberapa prosedur yang harus diperhatikan oleh para

5
intelektual dan akademisi maupun praktisi hukum untuk memperhatikan hal-hal
berikut:

1. Struktur, bentuk dan kondisi masyarakat, norma politik, kesusilaan,


kesopanan, agama, norma kebiasaan dan adat istiadat, dan tatanan dalam
hukum itu sendiri, termasuk kondisi para penegak hukum dan institusi serta
para aparaturnya untuk menerapkan peraturan secara konsisten.
2. Tuntutan nilai-nilai dasar kepastian hukum, termasuk sikap tindakan dan
perilaku dari pemuka masyarakat maupun institusi dan aparaturnya, birokrasi
hukum yang berorientasi kepada kepentingan politik melampaui kepentingan
hukum, dalam struktur masyarakat disuatu Negara demokrasi yang
mengatasnamakan hukum sebagai panglima.
3. Bagaimana cara penafsiran hukum yang perlu diimplementasikan dalam
benuk opini masyarakat (public opinon) menurut format pandangan hukum
(legal opinion) yang dibuat oleh penulis/ pengamat masalah hukum.
Dibutuhkan keahlian khusus mencakup seluruh landasan normatif, sosiologis,
yuridis, filosofis, dan empirisme dan menelusuri keterkaitan aturan hukum
yang satu dengan yang lain untuk dikaji lebih mendalam, guna dijabarkan
secara aktual dan faktual serta koheren dan inkoheren untuk mengangkat
masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat, supaya dapat direspon
pihak birokrasi hukum dalam hal meminimalisasi persoalan yang timbul oleh
akibat dari aturan hukum itu sendiri.
4. Pandangan dan pendapat hukum (legal opinion) harus berorientasi kepada
netralitas serta realitas persoalan yang objektif, penyuguhannya ringkas, padat
dan berisikan inti permasalah yang perlu didiskusikan lebih lanjut, khususnya
untuk mendapatkan jalan keluar dari kebuntuan konflik hukum agar tidak
bertendesi negatif, tidak berisikan nuansa politis praksis atau mewakili
kepentingan sepihak, melainkan lugas, tegas, dan mudah dipahami
masyarakat luas maupun birokrasi hukum itu sendiri yang perlu ditegakkan
secara konsekuen dan konsisten bagi semua pihak tanpa terkecuali. 4

4
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 217

6
C. ETIKA LEGAL OPINION

Suguhan karya ilmiah yang baik dan benar tidak memasukkan analisir
kepentingan pribadi maupun komunitas lain, melainkan menilai segala sesuatu
berdasarkan objektivisme yang bersifat netral dan tidak terpengaruh situasi dan
kondisi yang sedang terjadi, tetapi mempunyai wawasan berpikir dan terobosan
langsung ke akar permasalahan dari suatu kejadian tertentu. Seorang yang
profesional menitikberatkan penguraian data yang akurat serta langsung pada
persoalan yang sedang menjadi polemik untuk dianalisis secara open ended. 5

Pendapat hukum yang dituangkan berupa idealism pada tulisan ilmiah


wajib mempunyai etika komunikasi yang proaktif, karena mencakup kepentingan
umum dalam semua aspek kehidupan orang banyak. Pergeseran nilai-nilai etika
komunikasi pada gilirannya dapat menimbulkan kesalahanpahaman dan
menjerumuskan orang pada kekeliruan bereaksi secara tendensius. Demikian pula
untuk menyajikan tulisan sebagai sanggahan pendapat atau pandangan orang lain,
paling tidak jangan ekstrem dalam membuat suatu argument secara tajam
menohok pendapat tersebut, melainkan mempertegas dan memperjelas
persoalannya pada posisi netral dan digagas secara objektif. Hal ini bertujuan
untuk memberikan masukan positif aktif bagi masyarakat pembaca untuk
memahami duduk permasalahan tersebut.

Argumen yang keliru menurut AF Abraham Amos berpandangan bahwa


“dapat memberikan kesan menyesatkan bahkan cenderung menjadi dilematis
yang ujungnya didramatisasi untuk bahan polemik, jika sudah sampai pada titik
kulminasi ini situasi lebih diperuncing dan bukan menyelesaikan persoalan. Oelh
sebab itu, sebaiknya penyuguhan tulisan ilmiah harus lebih pada nilai estetika dan
filsafat epistemologi sehingga suguhan bahasanya menjadi mudah dipahami dan
dimengerti oleh banyak orang. 6

D. CARA DAN FORMAT MENYAJIKAN LEGAL OPINION


5
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 235
6
Hamzah Salim, Cara Praktis Memahami dan Menyusun Legal Audit dan Legal
Opinion, ( Jakarta: Prenadamedia group, 2015) h. 236

7
Sebagai seseorang yang berkecimpung di dunia hukum, kita akan sering
berhubungan dengan banyak orang dalam lingkup perkerjaan maupun diluar
pekerjaan kita, baik dengan mereka yang mengerti hukum maupun tidak mengerti
hukum. Mereka akan menanyakan masalah-masalah dan bagaimana pendapat kita
sebagai orang hukum, tentu kita harus dapat menjawab dan menjelaskan dengan
penjelasan yang semudah mungkin sehingga dapat dimengerti oleh mereka yang
kurang mengerti tentang hukum. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukannya
kemampuan bagi orang hukum untuk memberikan pendapat hukum miliknya
terhadap suatu hal. Pendapat hukum tidak hanya digunakan dalam menjawab
sebuah permasalahan hukum namun juga dapat digunakan dalam penulisan
sebuah karya ilmiah sehingga menjadi terstruktur sedemikian rupa. Dibawah ini
adalah sistematika penulisan dari suatu Legal Opinion yang umumnya digunakan:

Isi dari Legal Opinion terdiri atas 8 bagian, yaitu:

1. Pendahuluan
2. Permasalahan dalam Legal Opinion
3. Bahan-bahan pendukung yang berkaitan dengan permasalahan (data,
informasi dan dokumen)
4. Dasar hukum dan perundang-undangan yang berkaitan dengan
permasalahan
5. Uraian fakta dan kronologis kejadian
6. Analisa hukum dan Pendapat
7. Kesimpulan dan saran/solusi untuk penyelesaian masalah

PENJELASAN

Pendahuluan

Bagian pendahuluan berisi penjelasan atas dasar apa penulis membuat


Legal Opinion, yaitu apakah berdasarkan permintaan secara tertulis atau secara
lisan, agar penulis memberikan pendapat hukum atas permasalahanpermasalahan

8
hukum yang telah diberikan atau didasarkan karena diperlukan sebelum
menangani suatu perkara

a) Permasalahan dalam Legal Opinion


Pada bagian permasalahan ini dijelaskan masalah pokok yang
dihadapi. Apabila persoalan hukum yang diuraikan kurang jelas, maka
penulis akan merumuskan permasalahan tersebut. Bila terdapat lebih dari
satu persoalan hukum dimana berkaitan satu sama lain maka
permasalahan-permasalahan dimaksud harus disampaikan secara jelas dan
sistematis.
b) Bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang ada seperti
informasi, data-data dan dokumen-dokumen referensi.
Bagian ini berisi uraian tentang dokumen-dokumen referensi,
informasi material yang berbentuk tertulis maupun lisan yang diperoleh
dari korban atau tersangka itu sendiri maupun dari pihak ketiga lainnya
dan juga berisi informasi tambahan yang terkait dengan pokok
permasalahan yang dapat ditambahkan pada Legal Opinion untuk
mendukung pokok permasalahan. Bagian ini juga berisi pernyataan
mengenai sumber fakta yang dipergunakan dalam penyusunan berkas yaitu
bahwa Legal Opinion dapat dibuat berdasarkan dokumen asli dan/atau
dokumen fotokopi dan/atau keterangan-keterangan lainnya. Dokumen-
dokumen dan keterangan tersebut menjadi dasar untuk mencari dan
menggali fakta-fakta
c) Dasar hukum dan perundang-undangan yang terkait dengan permasalahan
Bagian ini berisi uraian tentang ketentuan perundangundangan dan
peraturan terkait lainnya yang dijadikan dasar untuk membuat pendapat
hukum. Dalam bagian ini juga dijelaskan batasan penafsiran Legal
Opinion yang dibuat, yaitu bahwa Legal Opinion yang dimaksud hanya
dapat ditafsirkan menurut ketentuan hukum Negara Indonesia. Legal
Opinion tersebut tidak dapat ditafsirkan menurut ketentuan hukum dari
negara lain selain Negara Republik Indonesia. Dalam menginventarisasi
aturan sebagai dasar hukum analisis, diantaranya adalah mengumpulkan

9
aturan-aturan yang diterapkan untuk analisis dan pemecahan masalah
hukum. Jika ada pertentangan atau ketidaksesuaian antara aturan yang ada,
tentukan yang berlaku berdasarkan prinsip-prinsip hukum.
d) Uraian fakta-fakta dan kronologis
Bagian ini berisi uraian fakta-fakta yang relevan dengan
permasalahan berdasarkan dokumen asli dan / atau fotokopi dan / atau
berdasarkan keterangan dan disusun secara kronologis dengan maksud
agar pembaca memahami asal mula pokok permasalahan dan
perkembangannya.
e) Analisa hukum
Bagian ini menguraikan analisa dan pertimbangan hukum atas
pokok permasalahan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan
dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Berikut
analisis hukum: Permasalahan dianalisis dengan menggunakan dan
mengacu fakta hukum dan aturan yang telah diidentifikasi. Analisa juga
dilengkapi dengan pendapat dan putusan-putusan pengadilan untuk
memahami makna dari setiap aturan. Setiap kemungkinan jawaban harus
dibahas dan dianalisis argumentasi yang paling kuat.
f) Pendapat hukum
Berisi uraian tentang pendapat para ahli (penulis) atas pokok
permasalahan yang didasarkan pada analisa dan pertimbangan hukum atas
fakta-fakta, informasi serta dokumen terkait dengan pokok permasalahan
sehingga dapat diketahui jawaban atas permasalahan yang ada. Pendapat
hukum disampaikan dengan selalu terfokus pada permasalahan, sistematis,
dan tidak berbelitbelit.
g) Kesimpulan dan saran-saran atau solusi permasalahan
Bagian ini berisi uraian tentang kesimpulan yang didapatkan
berdasarkan hasil analisa setelah melakukan seluruh tahap-tahap
pembuatan Legal Opinion yang telah dipaparkan sebelumnya. Setelah
mendapatkan kesimpulan, lalu memberikan saran-saran dan/atau solusi
bagi penyelesaian persoalan hukum yang telah dibahas dalam Legal

10
Opinion tersebut. Saran yang disampaikan harus didasarkanatas analisis
yang dibuat pada bagian pembahasan dan bukan didasarkan atas logika
pikiran tanpa dasar analisis dan pembahasan.
E. CONTOH LEGAL OPINION

Kasus Posisi (PIDANA)

Tahun 2019 menjadi tahun pertarungan politik, masyarakat Republik


Indonesia akan berpartisipasi dalam pemilihan umum (pemilu) serentak yang akan
memilih Presiden dan Wakil Presiden, 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
136 anggota Dewan Perwakilan Daerah serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Berbagai cara dilakukan para
peserta pemilu dan para tim sukses untuk mendapatkan simpati masyarakat,
termasuk metode-metode yang tidak wajar seperti penyebaran hoaks dan/atau
konten negatif terkait para peserta pemilu.

Tara Arsih Wijayani merupakan dosen dari salah satu perguruan tinggi di
Indonesia yang juga aktif sebagai pengguna media sosial. Akun facebook bernama
Tara Dev Sams merupakan akun publik yang dapat diakses oleh siapa saja
meskipun akun-akun yang tidak termasuk dalam pertemanan. Tara Arsih Wijayani
turut menjadikan media sosial sebagai sarana dalam menyampaikan
kecenderungan politik dan pendapatnya yang secara konstitusional dilindungi oleh
negara.

Pada tanggal 12 Januari 2018, Tara Arsih Wijayani dengan menggunakan


akun Tara Dev Sams membagikan sebuah unggahan dari akun lain, yang
bertuliskan: “Hanya terjadi di rezim Jokowi. Semakin menjamur para penghujat,
penghina dan penista agama. Sejak zaman Jokowi, penistaan islam dan ummat
islam seperti tampak telanjang.” Peristiwa membagikan postingan orang lain ini
berlanjut pada 11 Februari 2018, akun Tara Dev Sams kembali membagikan
sebuah tulisan dari akun lain dengan mengutip headline berita sebuah majalah,
yang bertuliskan: “di TV sekarang beritanya siang malam tentang penyerangan
pendeta di gereja. Lalu kemaren ulama diserang kok gak ada beritanya”

11
Aktivitas akun Tara Dev Sams kemudian berlanjut pada tanggal 21
Februari 2018, kali ini akun tersebut tidak membagikan unggahan milik akun lain,
melainkan tulisan yang dibuatnya sendiri dan diunggah dengan menggunakan
fasilitas komputer dari perguruan tinggi tempatnya mengajar. Unggahan tersebut
bertuliskan: “ Logika saja, apa masuk akal. 1,3 juta WNA Komunis Cina nyari
kerjaan di Indonesia yang utangnya tembus Rp 4330 Triliun. Padahal ekonomi
Cina saat ini justru Surplus. Mereka cari apa?” Unggahan dari akun Tara Dev
Sams ini kemudian mendapat beragam komentar dari masyarakat. Ada yang
menyatakan dukungan dan ada juga yang membantah serta balik menyerang akun
facebook tersebut. Unggahan dari akun Tara Dev Sams semakin menarik minat
dari masyarakat untuk membagikannya di akun facebook pribadi masing-masing.

Kemudian pada 25 Februari 2018, akun Tara Dev Sams kembali


membagikan tulisan dari akun facebook lain. Kali ini unggahan tersebut disertai
dengan gambar yang bertuliskan: “Liat tuh kepala CINA PENYELUNDUP dielus-
elus, padahal teriak-teriak ke petugas, kayak anak kesayangan ngambek”. Pada
salah satu unggahan akun facebook Tara Dev Sams juga menjelaskan tentang
Muadzin yang dibunuh di Cikijing Kabupaten Majalengka, yang kemudian
diketahui bahwa yang menjadi korban pembunuhan tersebut bukan ulama
melainkan orang yang melakukan tindak pidana pencurian.

Unggahan dari akun Tara Dev Sams ditengarai oleh keresahan kaum
akademisi terkait perkembangan negara. Unggahan tersebut dimaknainya sebagai
upaya menyampaikan kritik terhadap pemerintah untuk menciptakan
pemerintahan yang lebih baik. Kritik keras yang menghujam pemerintah pun
dimaknai beragam oleh berbagai kalangan dan lapisan masyarakat. Tidak sedikit
yang mendukung dan sebaliknya tidak sedikit juga yang mencaci.

Bagaimana pendapat anda tentang kasus di atas berdasarkan konsepsi Hak Asasi
Manusia?

Bagaimana pendapat anda tentang peristiwa di atas dikaitkan dengan Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

12
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik?

Bagaimana pengaplikasian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun


2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis?

PENDAPAT HUKUM (LEGAL OPINION)

A. PERMASALAHAN
1. Bagaimana relevansi antara kebebasan berpendapat dengan konsep
perlindungan Hak Asasi Manusia?
2. Apakah pebuatan yang dilakukan Tara Dev Sams melanggar ketentuan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik?
3. Apakah pebuatan yang dilakukan Tara Dev Sams melanggar ketentuan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis?
B. BAHAN-BAHAN PENDUKUNG
Bahwa kami dalam memberikan Pendapat Hukum (legal opinion) ini,
mendasarkan pada bahan-bahan yang berkaitan dengan kasus ini, yakni
sebagai berikut:
- Postingan Akun media sosial atas nama Tara Dev Sams
C. DASAR HUKUM
Dalam memberikan Pendapat Hukum ini kami mempergunakan asumsi
dan kualifikasi sebagai berikut:
1. Pendapat Hukum ini diberikan hanya atas permasalahan hukum dan
berdasarkan dokumen yang berkaitan dengan permasalahan serta
hanya berdasarkan hukum dan Undang-undang yang berlaku di
Indonesia;
2. Pendapat Hukum ini tunduk (dalam pengertian dapat mempunyai isi
yang berbeda) kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia dan peraturan pelaksanaannya serta keputusan-keputusan

13
pengadilan yang menjadi yurisprudensi baik yang telah ada maupun
yang baru akan ada yang dapat mempengaruhi isi Pendapat Hukum ini;

Dalam menyampaikan Pendapat Hukum ini kami hanya mempergunakan


beberapa ketentuan sebagai acuan, yaitu ketentuan-ketentuan yang akan
diuraikan secara tegas di bawah ini:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD


NRI 1945”);
2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”);
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (“UU No. 40/2008”);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana (“UU No.1/1946”);
5. Surat Edaran Kapolri Nomor SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran
Kebencian (Hate Speech). (“SE Hate Speech”).
D. URAIAN FAKTA DAN KRONOLOGIS
1. Bahwa pada tanggal 12 Januari 2018, Tara Arsih Wijayani dengan
menggunakan akun Tara Dev Sams membagikan sebuah unggahan
dari akun lain, yang bertuliskan: “Hanya terjadi di rezim Jokowi.
Semakin menjamur para penghujat, penghina dan penista agama.
Sejak zaman Jokowi, penistaan islam dan ummat islam seperti tampak
telanjang.”;
2. Bahwa pada tanggal 11 Februari 2018, akun Tara Dev Sams kembali
membagikan sebuah tulisan dari akun lain dengan mengutip headline
berita sebuah majalah, yang bertuliskan: “di TV sekarang beritanya
siang malam tentang penyerangan pendeta di gereja. Lalu kemaren
ulama diserang kok gak ada beritanya”;
3. Bahwa pada tanggal 21 Februari 2018, akun Tara Dev Sams tidak
membagikan unggahan milik akun lain, melainkan tulisan yang

14
dibuatnya sendiri dan diunggah dengan menggunakan fasilitas
komputer dari perguruan tinggi tempatnya mengajar. Unggahan
tersebut bertuliskan: “ Logika saja, apa masuk akal. 1,3 juta WNA
Komunis Cina nyari kerjaan di Indonesia yang utangnya tembus Rp
4330 Triliun. Padahal ekonomi Cina saat ini justru Surplus. Mereka
cari apa?” Unggahan dari akun Tara Dev Sams ini kemudian
mendapat beragam komentar dari masyarakat;
4. Bahwa pada tanggal 25 Februari 2018, akun Tara Dev Sams kembali
membagikan tulisan dari akun facebook lain. Kali ini unggahan
tersebut disertai dengan gambar yang bertuliskan: “Liat tuh kepala
CINA PENYELUNDUP dielus-elus, padahal teriak-teriak ke petugas,
kayak anak kesayangan ngambek”;
5. Bahwa Pada salah satu unggahan akun facebook Tara Dev Sams juga
menjelaskan tentang Muadzin yang dibunuh di Cikijing Kabupaten
Majalengka, yang kemudian diketahui bahwa yang menjadi korban
pembunuhan tersebut bukan ulama melainkan orang yang melakukan
tindak pidana pencurian.
E. ANALISA HUKUM
KEBEBASAN BERPENDAPAT DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI
MANUSIA
1. Bawa negara Indonesia adalah negara hukum, maka konsekuensi dari
hal tersebut adalah adanya legalitas pemerintahan, pemisahan
kekuasaan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia bagi warga negara;
2. Bahwa salah satu prinsip yang harus dijunjung dalam suatu negara
hukum adalah adanya prinsip perlindungan konstitusional terhadap
hak-hak individu secara prosedural dan substansial;
3. Bahwa setelah adanya amandemen UUD NRI 1945, perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia warga negara diatur secara rinci dalam
Pasal 28, yaitu dalam Pasal 28A sampai Pasal 28J UUD NRI 1945,
serta tersebar dalam beberapa ketentuan pasal lainnya;

15
4. Bahwa demikian pula mengenai aturan kebebasan berpendapat dalam
Pasal 28 selanjutnya diatur lebih rinci ke dalam Pasal 28F UUD NRI
1945, dimana negara menjamin kebebasan setiap individu baik secara
lisan maupun tulisan untuk menyampaikan pendapatnya;
5. Bahwa Kebebasan berpendapat pada prinsipnya merupakan hak dan
tanggung jawab dalam suatu negara demokrasi. Karena dalam negara
demokrasi, partisipasi masyarakat dibutuhkan untuk melakukan fungsi
pengawasan terhadap jalannya suatu negara, dengan cara
menyampaikan pandangan terhadap setiap kebiakan yang dilakukan
oleh pemerintah. Kemudian, apabila masyarakat dibatasi dalam
menyampaikan pendapatnya, maka dapat dikatakan bahwa pemerintah
bersifat otoriter;
6. Bahwa salah satu sarana yang paling umum dipakai mayarakat dalam
menyampaikan pendapatnya adalah melalui internet, khususnya media
sosial. Melalui akses itu, masyarakat dapat menyalurkan opininya
kepada publik, termasuk pandangan maupun krikit terhadap kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah;
7. Bahwa dengan adanya kebebasan yang dimiliki masyarakat tersebut
ternyata tidak disertai dengan adanya suatu pemahaman terhadap
esensi kebebasan pendapat, maupun rasa tanggung jawab dalam
pelaksanaannya. Masyarakat hanya berfokus pada haknya untuk
berpendapat, akan tetapi lupa terhadap kewajibannya menggunakan
hak berpendapat;
8. Bahwa sampai saat ini, masyarakat Indonesia dinilai kurang paham
mengenai etika dalam menyampaikan suatu pendapatnya di media
sosial. Akibatnya, banyak kasus berita bohong (hoax) maupun ujaran
kebencian yang dituangkan masyarakat melalui media sosial;
9. Bahwa salah satu perbuatan yang dilakukan oleh Tara Arsih Wijayani
dengan menggunakan akun Tara Dev Sams melalui media sosial
adalah sarana dalam menyampaikan kecenderungan politik dan
pendapatnya yang secara konstitusional dilindungi oleh negara;

16
10. Bahwa sejak tanggal 12 Januari hingga 25 Februari 2018, Tara Arsih
Wijayani dengan menggunakan akun Tara Dev Sams dalam media
sosialnya kerap kali menyampaikan kecenderungan politiknya, akan
tetapi keritik yang diutarakannya lebih kental dengan nada sinisme
yang mengarah kepada ujaran kebencian dan berita bohong (hoax),
bahkan berujung pada terganggunya ketertiban masyarakat;
11. Bahwa berdasarkan kasus tersebut, perlu lebih dilihat dari konsepsi
hak asasi manusia yang dilindungi oleh UUD NRI 1945. Namun
disamping adanya perlindungan hak asasi manusia yang salah satunya
adalah kebebasan berpendapat, negara hukum juga mengatur
mengenai pembatasan hak asasi manusia, Pembatasan tersebut dapat
dimungkinkan karena kebebasan berpendapat tergolong sebagai
derogable rights;
12. Bahwa pembatasan kebebasan berpendapat pada esensinya bertujuan
untuk menjamin penghormatan dan pengakuan terhadap hak-hak serta
kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi aspek moralitas,
ketertiban dan kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang
demokratis;
13. Bahwa Berdasarkan ketentuan Pasal 28J UUD NRI 145, penggunaan
Hak Asasi Manusia harus berdasarkan pembatasan yang ditetapkan
dengan undang-undang, serta tetap harus memberi suatu
penghormatan kepada Hak Asasi Manusia masyarakat lain;
14. Bahwa Putusan Mahkaman Konstitusi No. 5/PUU/VIII/2010
menyatakan bahwa regulasi serta perlindungan yang secara praktis
bersentuhan terhadap hak asasi manusia haruslah diatur dengan
undang-undang, karena hal tersebut merupakan pembatasan terhadap
hak asasi manusia, pembatasan hak asasi manusia dengan undang-
undang telah sesuai dengan ketentuan pasal 28J ayat (2) UUD 1945;
15. Bahwa Pembatasan mengenai kebebasan berpendapat kemudian diatur
secara jelas dalam Pasal 73 Undang-Undang HAM, dimana

17
pembatasan tersebut diatur hanya oleh dan berdasarkan undang-
undang;
16. Bahwa dengan adanya pembatasan kebebasan berpendat tersebut
bukan berarti bahwasanya pemerintah ataupun pihak lainnya
dibenarkan untuk mengurangi, merusak, atau menghapuskan hak asasi
manusia, akan tetapi bertujuan menjamin pengakuan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia serta kebebasan dasar orang
lain, kesusilaan, ketertiban umum, dan kepentingan bangsa;
17. Bahwa selain diatur dalam Undang-Undang HAM, pembatasan
mengenai kebebasan berpendapat juga diatur dalam Undang-Undang
ITE yang menetapkan batasan berpendapat pada media elektronik
berbasis internet sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang
ITE;
18. Bahwa selain diaturnya pembatasan kebebasan berpendapat, Undang-
undang ITE juga mengatur pula adanya sanksi yang diancamkan
apabila terjadi pelanggaran terhadap pembatasan yang ditetapkan
undang-undang, sebagai bentuk norma hukum sekundernya;
19. Bahwa dengan keterbatasan kebebasan berpendapat yang diatur dalam
Undang-Undang ITE maupun Undang-Undang HAM, ketentuan
mengenai pembatasan kebebasan berpendapat juga ditanggapi oleh
kepolisian selaku institusi penegak hukum dengan mengeluarkan
Surat Edaran Kapolri tentang Ujaran Kebencian (SE Hate Speech);
20. Bahwa dengan Adanya aturan-aturan hukum di Indonesia yang
membatasi kebebasan berpendapat pada media sosial tidak serta merta
berarti pemerintah mengabaikan penegakan HAM dalam negara
hukum. Negara tetap menjamin pelaksanaan kebebasan untuk
menyampaikan pendapat di muka umum oleh setiap individu
sepanjang tidak tergolong ujaran kebencian yaitu penghinaan,
pencemaran nama baik, penistaan, memprovokasi, menghasut, berita
bohong, serta perbuatan tidak menyenangkan yang memiliki dampak
terjadinya kekerasan, konflik sosial, dan diskriminasi;

18
21. Bahwa Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pembatasan
kebebasan berpendapat yang ditetapkan pemerintah Indonesia
bukanlah suatu pelanggaran Hak Asasi Manusia karena hal tersebut
dimungkinkan sepanjang diatur dalam peraturan perundang-undangan
guna memberikan jaminan perlindungan dan penegakan HAM orang
lain;
PANDANGAN UNDANG-UNDANG ITE TERHADAP PERBUATAN
YANG DILAKUKAN TARA ASIH WIJAYANI
1. Bahwa seperti yang telah diuraikan diatas pada uraian fakta dan
kronologis, sejak tanggal 12 Januari hingga 25 Februari 2018, Tara
Arsih Wijayani dengan menggunakan akun Tara Dev Sams dalam
media sosialnya kerap kali menyampaikan kecenderungan politiknya,
akan tetapi keritik yang diutarakannya lebih kental dengan nada
sinisme yang mengarah kepada ujaran kebencian dan berita bohong
(hoax), bahkan berujung pada terganggunya ketertiban masyarakat;
2. Bahwa dengan adanya hal tersebut diatas, kiranya kasus tersebut perlu
dianalisis melalui UU ITE khususnya mengenai ujaran kebencian dan
berita bohong (hoax);
3. Bahwa ketentuan UU ITE tahun 2008 Pasal 28 ayat (1) menyatakan
bahwa “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik. (2) Setiap Orang dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau
kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan
antargolongan (SARA)”;
4. Bahwa jika dikaitkan dengan fakta-fakta yang telah diuraikan diatas,
perbuatan Tara Arsih Wijayani telah memenuhi unsur dalam ketentuan
pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang menyatakan bahwa “Setiap Orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan
untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu

19
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,
agama, ras, dan antargolongan (SARA)”;
5. Bahwa unsur-unsur yang terpenuhi oleh Tara Arsih Wijayani adalah
mengunggah ataupun menyebarkan informasi yang menimbulkan
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA),
yakni pada tanggal 12 Januari 2018, 11 Februari 2018, 21 Februari
2018, dan 25 Februari 2018, masing-masing dilakukan Tara Arsih
Wijayani melalui akun media sosialnya yang bernama Tara Dev Sams;
6. Bahwa unsur kebencian terhadap Suku, Agama, Ras dan
Antargolongan (SARA) yang dilakukan Tara Arsih wijayani terlihat
dalam postingan maupun sebarannya melalui akunnya sendiri yakni:
(1) “Hanya terjadi di rezim Jokowi. Semakin menjamur para
penghujat, penghina dan penista agama. Sejak zaman Jokowi,
penistaan islam dan ummat islam seperti tampak telanjang.”(2) di TV
sekarang beritanya siang malam tentang penyerangan pendeta di
gereja. Lalu kemaren ulama diserang kok gak ada beritanya” (3)
Logika saja, apa masuk akal. 1,3 juta WNA Komunis Cina nyari
kerjaan di Indonesia yang utangnya tembus Rp 4330 Triliun. Padahal
ekonomi Cina saat ini justru Surplus. Mereka cari apa?” (4) Liat tuh
kepala CINA PENYELUNDUP dielus-elus, padahal teriak-teriak ke
petugas, kayak anak kesayangan ngambek”;
7. Bahwa selain menyampaikan ujaran kebencian, akun Tara Dev Sasm
juga menyebarkan berita bohong dalam postingannya, yakni tentang
Muadzin yang dibunuh di Cikijing Kabupaten Majalengka, yang
kemudian diketahui bahwa yang menjadi korban pembunuhan tersebut
bukan ulama melainkan orang yang melakukan tindak pidana
pencurian;
8. Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, kiranya pebuatan yang
dilakukan Tara Arsih Wijayani dapat dikategorikan sebagai ujaran

20
kebencian dan berita bohong yang berkaitan dengan SARA, maka
unsur-unsur pasal 28 ayat (2) UU ITE terpenuhi;
9. Bahwa dengan terpenuhinya pasal a quo, terdapat sanksi yang
diberikan kepada pelaku jika terpenuhinya unsur-unsur pasal 28 ayat
(2) UU ITE, yakni ketentuan pasal 45 ayat (2) UU ITE tahun 2008
menyatakan bahwa “Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

PANDANGAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN DISKRIMINASI


RAS DAN ETNIS TERHADAP PERBUATAN YANG DILAKUKAN TARA
ASIH WIJAYANI

1. Bahwa seperti yang telah diuraikan diatas pada uraian fakta dan
kronologis, sejak tanggal 12 Januari hingga 25 Februari 2018, Tara
Arsih Wijayani dengan menggunakan akun Tara Dev Sams dalam
media sosialnya kerap kali menyampaikan kecenderungan politiknya,
akan tetapi keritik yang diutarakannya lebih kental dengan nada
sinisme yang mengarah kepada ujaran kebencian yang erat kaitannya
dengan SARA;
2. Bahwa dengan adanya hal tersebut diatas, kiranya kasus tersebut perlu
dianalisis melalui UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
khususnya mengenai ujaran kebencian kepada golongan lain;
3. Bahwa pasal 4 huruf b angka 1 UU 40/2008 menyatakan bahwa
“Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa: b. menunjukkan
kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan
etnis yang berupa perbuatan: 1. membuat tulisan atau gambar untuk
ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau
tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain”;
4. Bahwa unsur tindakan diskriminatif terhadap ras dan etnis yang
dilakukan Tara Arsih Wijayani melalui akunnya Tara Dev Sams dalam

21
media sosial yakni: (1) Logika saja, apa masuk akal. 1,3 juta WNA
Komunis Cina nyari kerjaan di Indonesia yang utangnya tembus Rp
4330 Triliun. Padahal ekonomi Cina saat ini justru Surplus. Mereka
cari apa?” (2) Liat tuh kepala CINA PENYELUNDUP dielus-elus,
padahal teriak-teriak ke petugas, kayak anak kesayangan ngambek”;
5. Bahwa berdasarkan fakta-fakta di atas, kiranya pebuatan yang
dilakukan Tara Arsih Wijayani dapat dikategorikan sebagai tindakan
diskriminatif terhadap ras dan etnis, maka unsur-unsur pasal pasal 4
huruf b angka 1 UU 40/2008 terpenuhi;
6. Bahwa dengan terpenuhinya pasal a quo, terdapat sanksi yang
diberikan kepada pelaku jika terpenuhinya unsur-unsur dalam pasal 4
huruf b angka 1 UU 40/2008, yakni ketentuan Pasal 16 UU 40/20008
yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja
menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain
berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”.
F. PENDAPAT HUKUM
Berdasarkan uraian tersebut diatas, kami berpendapat:
1. Bahwa kebebasan berpendapat merupakan hak asasi manusia yang
dijunjung tinggi oleh konstitusi, yang kemudian diejawantahkan oleh
undang-undang. Akan tetapi, selain adanya kebebasan berpendapat,
terdapat juga batasan mengenai kebebasan berpendapat, karena hal
tersebut merupakan suatu hak yang bisa dikurangi (derogable rights)
sehingga pembatasan kebebasan berpendapat sah-sah saja dilakukan
oleh pemerintah asalkan diatur dalam undang-undang, adapun tujuan
dari pembatasan kebebasan berpendapat tersebut adalah untuk
terciptanya penjaminan pengakuan dan penghormatan terhadap hak
asasi manusia serta kebebasan dasar orang lain, kesusilaan, ketertiban
umum, dan kepentingan bangsa;

22
2. Bahwa Undang-Undang ITE telah mengatur mengenai pembatasan
kebebasan berpendapat, sehingga berdasarkan fakta-fakta yang telah
diulas diatas bahwasanya perbuatan yang dilakukan Tara Arsih
Wijayani telah melanggar ketentuan pasal 28 ayat (2) UU ITE karena
telah memenuhi unsur ujaran kebencian dan berita bohong, sehingga
Tara Arsih dapat diancam pidana sesuai ketentuan pasal 45 ayat (2)
UU ITE;
3. Bahwa dalam hal ujaran kebencian yang kental akan diskriminasi
terhadap ras dan etnis, UU 40/2008 juga telah mengatur perihal
tindakan diskriminatif terhadap ras dan etnis yakni dalam pasal 4 huruf
b angka 1, sehingga perbuatan yang dilakukan Tara Arsih melanggar
pasal tersebut karena telah memenuhi unsur tindakan diskriminatif
terhadap ras dan etnis khsusnya etnis cina, sehingga Tara Arsih dapat
diancam pidana sesuai ketentuan pasal Pasal 16 UU 40/20008;
G. REKOMENDASI
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka kami memberikan rekomendasi
serta skema langkah hukum terbaik yang harus diambil yaitu:
1. Bahwa seyogyanya, pemilik akun Tara Dev Sams segera diproses
hukum, karena telah melanggar pasal 28 ayat (2) UU ITE;
2. Bahwa seyogyanya, pemilik akun Tara Dev Sams segera diproses
hukum, karena telah melanggar pasal 4 huruf b angka 1 UU 40/2008;
3. Bahwa dengan dilanggarnya pasal tersebut diatas, seyogyanya pemilik
akun Tara dev Sams dihukum pidana sesuai ketentuan pasal 45 ayat
(2) UU ITE yakni pidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah);
4. Bahwa dengan dilanggarnya pasal tersebut diatas, seyogyanya pemilik
akun Tara dev Sams dihukum pidana sesuai ketentuan pasal 16 UU
40/2008 dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)”

23
24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Legal opinion adalah Sekumpulan dokumen tertulis yang dijadikan
padanan aplikasi bagi para pengacara atau pengertian pendapat
hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah pengertian
pendapat hukum yang berkaitan dengan berbagai masalah hukum
dari para pihak terkait sesuai dengan fakta-faktanya.
2. Untuk membuat suatu rancangan penulisan hukum dalam bentuk
legal opinon, perlu adanya beberapa prosedur yang harus
diperhatikan oleh para intelektual dan akademisi maupun praktisi
hukum untuk memperhatikan hal-hal yakni: struktur, Tuntutan
nilai-nilai dasar kepastian hukum, Bagaimana cara penafsiran
hukum yang perlu diimplementasikan dalam benuk opini
masyarakat (public opinon) menurut format pandangan hukum
(legal opinion) yang dibuat oleh penulis/ pengamat masalah
hukum, Pandangan dan pendapat hukum (legal opinion) harus
berorientasi kepada netralitas serta realitas persoalan yang objektif,
penyuguhannya ringkas, padat dan berisikan inti permasalah yang
perlu didiskusikan lebih lanjut.
3. Pendapat hukum yang dituangkan berupa idealism pada tulisan
ilmiah wajib mempunyai etika komunikasi yang proaktif, karena
mencakup kepentingan umum dalam semua aspek kehidupan orang
banyak. Pergeseran nilai-nilai etika komunikasi pada gilirannya
dapat menimbulkan kesalahanpahaman dan menjerumuskan orang
pada kekeliruan bereaksi secara tendensius. Demikian pula untuk
menyajikan tulisan sebagai sanggahan pendapat atau pandangan
orang lain, paling tidak jangan ekstrem dalam membuat suatu
argument secara tajam menohok pendapat tersebut, melainkan

25
mempertegas dan memperjelas persoalannya pada posisi netral dan
digagas secara objektif.
4. Isi legal opinion terdiri dari : Pendahuluan, Permasalahan dalam
Legal Opinion, Bahan-bahan pendukung yang berkaitan dengan
permasalahan (data, informasi dan dokumen), Dasar hukum dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan, Uraian
fakta dan kronologis kejadian, Analisa hukum dan Pendapat,
Kesimpulan dan saran/solusi untuk penyelesaian masalah.

26

Anda mungkin juga menyukai