Anda di halaman 1dari 5

Denaturasi adalah proses penyimpangan struktur molekul dari keadaan aslinya ketika

terpapar agen denaturasi. Beberapa contoh biomolekul yang mengalami denaturasi adalah
protein dan asam nukleat Denaturasi protein adalah perubahan bentuk protein melalui
beberapa bentuk tekanan eksternal sehingga tidak lagi dapat menjalankan fungsi selulernya.
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan panas, pH,
bahan kimia, mekanik, dan sebagainya. Masing–masing cara mempunyai pengaruh yang
berbeda terhadap denaturasi protein.

Senyawa kimia seperti urea dan garam dapat memecah ikatan hidrogen yang
menyebabkan denaturasi protein karena dapat memecah interaksi hidrofobik dan
meningkatkan daya larut gugus hidrofobik dalam air. Deterjen atau sabun dapat
menyebabkan denaturasi karena senyawa pada deterjen dapat membentuk jembatan antara
gugus hidrofobik dengan hidrofilik sehingga terjadi denaturasi. Selain deterjen dan sabun,
aseton dan alkohol juga dapat menyebabkan denaturasi. Enzim protease juga termasuk bahan
kimia alami yang dapat menyebabkan denaturasi protein.

Protein yang mengalami proses denaturasi dapat menunjukkan berbagai karakteristik,


salah satunya adalah memiliki bentuk yang cacat karena ikatan hidrogen di dalamnya rusak.
Ketika protein mendapatkan tekanan eksternal, seperti dipanaskan atau terpapar asam
(misalnya asam sitrat), maka ikatan hidrogen yang lemah menjadi rusak. Kondisi ini
menyebabkan protein tersebut mengalami perubahan. Protein yang cacat karena denaturasi
memiliki struktur yang lebih longgar, lebih acak, dan sebagian besarnya tidak dapat
dilarutkan. Denaturasi protein juga dapat mengubah bentuk atau mengurai bagian struktur
protein yang sebelumnya tersembunyi, menjadi terbuka dan membentuk ikatan dengan
molekul protein lain. Kondisi ini menyebabkan protein mengalami koagulasi atau
penggumpalan dan menjadi tidak larut dalam air. Perubahan struktur protein akibat proses
denaturasi juga menyebabkan hilangnya aktivitas dan fungsi biologis bawaan dari protein
tersebut.

Denaturasi protein dapat memicu gangguan dalam aktivitas sel. Jika sel gagal
memperbaiki gangguan tersebut, kematian dini dapat terjadi pada sel tersebut. Meski
demikian, protein telah rusak dapat memperoleh kembali keadaan alaminya yang aktif jika
zat pemicu denaturasi dihilangkan (renaturasi). Beberapa protein yang bisa mengalami proses
ini setelah denaturasi protein adalah albumin serum dari darah, hemoglobin, dan enzim
ribonuklease. Meski demikian, ada kondisi di mana proses denaturasi tidak bisa dikembalikan
lagi seperti semula. Denaturasi protein juga berpotensi meningkatkan risiko dari sejumlah
penyakit, di antaranya penyakit Alzheimer, kebutaan, dan banyak penyakit neurodegeneratif
lainnya.

Berikut adalah beberapa fungsi denaturasi protein yang berguna bagi tubuh manusia:

 Denaturasi digunakan oleh tubuh untuk membunuh patogen. Hal ini dilakukan
melalui regulasi pH dan sekresi biokimia. Denaturasi protein juga merupakan proses
yang penting selama pencernaan makanan. Protein dalam makanan didenaturasi oleh
aksi enzim pencernaan yang dilepaskan.
 Pada tingkat sel, denaturasi merupakan bagian penting dalam proses DNA. Denaturasi
dapat membuka DNA dan memungkinkan terjadinya replikasi atau transkripsi. Tanpa
denaturasi, untai DNA tidak dapat disalin dalam membuat transkrip mRNA untuk
translasi protein.
 Di bidang penelitian, denaturasi adalah proses yang digunakan dalam reaksi berantai
polimerase, untuk menghasilkan beberapa salinan DNA secara in vitro dengan cepat.
 Di bidang medis, mekanisme denaturasi diterapkan dalam membunuh berbagai
patogen.

Salah satu contoh denaturasi protein adalah makanan yang dimasak atau dipanaskan.
Protein pada makanan tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya telur yang direbus
bentuknya menjadi keras. Putih telur mentah berbentuk cair dan transparan. Namun,
saat terpapar panas (direbus atau digoreng), terjadi proses denaturasi protein yang
menyebabkan perubahan bentuk dan warna pada telur tersebut. Denaturasi protein juga dapat
terjadi selain melalui proses memasak atau memanaskan. Kondisi ini bisa diperoleh jika telur
atau protein lainnya berinteraksi dengan agen denaturasi. Misalnya, dipaparkan dengan cairan
kimia yang memiliki sifat sangat asam atau basa

Denaturasi disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a. Penyebab Fisik
1. Panas
Ketika larutan protein dipanaskan secara bertahap di atas suhu kritis, protein
mengalami transisi dari keadaan asli ke terdenaturasi. Mekanisme suhu menginduksi
denaturasi protein cukup kompleks dan menyebabkan destabilisasi interaksi nonkovalen
di dalam protein. Ikatan hidrogen, interaksi elektrostatik, dan gaya van der Waals bersifat
eksotermis, sehingga mengalami destabilisasi pada suhu tinggi dan mengalami stabilisasi
pada suhu rendah. Sebaliknya, interaksi hidrofobik bersifat endotermis, sehingga
mengalami destabilisasi pada suhu rendah dan mengalami stabilisasi pada suhu tinggi.
Ikatan hidrogen antar ikatan peptida kebanyakan terkubur di bagian dalam struktur
protein, sehingga tetap stabil pada berbagai kisaran suhu. Akan tetapi, stabilitas interaksi
hidrofobik tidak dapat meningkat secara tajam dengan meningkatnya suhu. Hal tersebut
disebabkan setelah melewati suhu tertentu, struktur air secara bertahap pecah dan
menyebabkan denaturasi interaksi hidrofobik.
2. Tekanan
Denaturasi akibat tekanan terjadi pada suhu 25⁰C jika tekanan yang diberikan cukup
tinggi. Kebanyakan protein mengalami denaturasi pada tekanan 1-12 kbar. Tekanan dapat
menyebabkan denaturasi protein karena protein bersifat fleksibel dan dapat dikompresi.
Walaupun residu asam amino tersusun rapat di bagian dalam protein globular, biasanya
masih terdapat rongga di dalam protein. Akibatnya, protein bersifat dapat dikompresi dan
terjadi penurunan volume protein. Penurunan volume tersebut disebabkan rongga yang
hilang dalam struktur protein dan hidrasi protein. Denaturasi akibat tekanan bersifat
reversibel.
3. Pengadukan
Pengadukan mekanik kecepatan tinggi seperti pengocokan, pengulenan, dan
pembuihan menyebabkan protein terdenaturasi. Banyak protein yang terdenaturasi dan
mengalami presipitasi ketidak diaduk intensif. Denaturasi terjadi akibat inkorporasi udara
dan adsorpsi molekul protein ke dalam antarmuka udara-cairan. Energi untuk antarmuka
udara-cairan lebih besar dibandingkan fase curah sehingga protein mengalami perubahan
konformasi dipengaruhi oleh fleksibilitas protein. Protein dengan fleksibilitas tinggi lebih
cepat berada pada antarmuka udara-cairan, sehingga terdenaturasi lebih cepat
dibandingkan protein yang kaku (rigid). Ketika pengadukan tinggi dilakukan
menggunakan pengaduk berputar maka akan terbentuk kavitasi. Keadaan ini
menyebabkan protein mudah terdenaturasi. Pengadukan yang lebih cepat menyebabkan
tingkat denaturasi yang lebih tinggi.

b. Penyebab Kimiawi
1. pH
Protein bersifat lebih stabil pada pH di titik isolelektrik dibandingkan pH lain. Pada
pH netral, kebanyakan protein bermuatan negatif dan hanya sedikit yang bermuatan
positif. Rendahnya gaya tolak elektrostatik dibandingkan interaksi yang lain, menjadikan
kebanyakan protein bersifat stabil pada pH mendekati netral. Pada pH ekstrem, gaya tolak
elektrostatik dalam molekul protein yang disebabkan muatan tinggi mengakibatkan
struktur protein membengkak dan terbuka. Derajat terbukanya struktur protein lebih besar
pada pH alkali dibandingkan pada pH asam. Pada kondisi alkali terjadi ionisasi gugus
karboksil, fenolik, dan sulfihidril di bagian dalam protein sehingga struktur protein
terbuka dengan tujuan mengekspos gugus tersebut pada fase air. Denaturasi protein akibat
pH kebanyakan bersifat reversibel. Akan tetapi, pada sejumlah kasus hidrolisis ikatan
peptida secara parsial, deamiadase residu asparagin dan glutamin, dan kerusakan gugus
sulfihidril pada pH alkali dapat menyebabkan denaturasi protein yang bersifat
irreversibel.
2. Pelarut Organik
Pelarut organik mempengaruhi stabilitas interaksi hidrofobik protein, ikatan hidrogen,
dan interaksi elektrostatik. Rantai samping residu asam amino nonpolar lebih larut pada
pelarut organik dibandingkan air. Hal tersebut mengakibatkan interaksi hidrofobik
menjadi melemah. Sebaliknya, stabilitas dan pembentukan ikatan hidrogen antarikatan
peptida meningkat pada lingkungan dengan permisivitas rendah maka sejumlah pelarut
organik dapat meningkatkan atau memperkuat pembentukan ikatan hidrogen antarikatan
peptida. Pada konsentrasi rendah, sejumlah pelarut organik dapat menstabilkan beberapa
enzim terhadap denaturasi. Pada konsentrasi tinggi, pelarut organik menyebabkan protein
terdenaturasi karena efek pelarutan rantai samping nonpolar.
3. Senyawa Organik
Sejumlah senyawa organik seperti urea dan guanidin hidroksida menyebabkan
denaturasi protein. Urea dan guanidin pada konsentrasi tinggi membentuk ikatan hidrogen
dan menyebabkan ikatan hidrogen dalam air menjadi terganggu. Rusaknya ikatan
hidrogen antarmolekul air menjadikan air sebagai pelarut yang baik untuk residu
nonpolar. Dampaknya adalah struktur protein terbuka dan terjadi pelarutan residu
nonpolar dari bagian dalam molekul protein.
4. Deterjen
Deterjen seperti Sodium Dodecyl Sulfate (SDS) merupakan pendenaturasi protein
yang kuat. Deterjen terikat kuat pada protein yang terdenaturasi sehingga
menyempurnakan denaturasi. Akibatnya, denaturasi protein menjadi bersifat irreversibel.
5. Garam
Garam mempengaruhi stabilitas struktural protein. Hal ini berkaitan dengan
kemampuan garam untuk mengikat air secara kuat dan mengubah sifat hidrasi protein.
Pada konsentrasi rendah, garam menstabilkan struktur protein karena meningkatkan
hidrasi protein dan terikat lemah pada protein. Sebaliknya, garam juga dapat
menyebabkan ketidakstabilan struktur protein karena menurunkan hidrasi protein dan
berikatan kuat dengan protein. Pengaruh garam untuk stabilisasi atau destabilisasi struktur
protein berkaitan dengan konsentrasi dan pengaruhnya terhadap ikatan air-air.
Peningkatan stabilitas protein pada kadar garam rendah disebabkan peningkatan ikatan
hidrogen antarmolekul air. Sebaliknya, pada konsentrasi tinggi, garam mendenaturasi
protein karena merusak struktur air sehingga air menjadi pelarut yang baik untuk residu
nonpolar protein.

Protein yang terdenaturasi mengalami perubahan kimia, fisik dan biologi. Diantara
perubahan kimia yang terbesar adalah pengurangan kelarutan protein tersebut, seperti
berkurangnya ikatan sulfhidril (-SH) yang pada protein terdenaturasi ikatan tersebut dapat
bereaksi dengan hidrogen menjadi H2S, yang ditandai dengan adanya bau yang khas.

Perubahan fisik disebut perubahan yang kompak, struktur asal dipecahkan ikatannya
pada denaturasi protein, yang disertai adanya penambahan kekentalan larutan. Protein yang
termasuk “globular protein” biasanya dalam bentuk asal dapat mengkristal. Bentuk kristal
tergantung pada tingginya derajat molekul-molekul. Pada protein yang terdenaturasi diatas
suhu 200oc, maka kristal-kristal protein akan mencair.

Dalam hal ini denaturasi akan mengakibatkan adanya perubahan yang dialami protein
terhadap sifat-sifatnya yaitu: (1) daya larut berkurang, (2) daya cerna bertambah karena
enzim proteolitik, (3) berkurangnya kelompok sulfhidril (-SH), (4) kehilangan enzim yang
dimiliki apabila protein merupakan enzim dan (5) berkurangnya koefisien daya pencar
(difusi) dan bertambahnya kekentalan protein.

Gangguan metabolisme protein. Beberapa jenis penyakit yang termasuk dalam


kelompok gangguan metabolisme protein, diantaranya:

1. Fenilketonuria. Fenilketonuria terjadi ketika kadar asam amino (protein) fenilalanin


dalam darah terlalu tinggi.
2. Maple syrup urine disease (MSUD). Penyakit urine sirup mapel terjadi ketika tubuh
tidak mampu menyerap asam amino.
3. Alkaptonuria. Alkaptonuria terjadi ketika tubuh tidak mampu memecah asam amino
tirosin dan fenilalanin dengan baik, sehingga urine penderitanya berwarna hitam
kecoklatan ketika terpapar udara.
4. Ataksia Friedreich. Ataksia Friedreich terjadi saat protein jenis frataksin di dalam
tubuh berkurang dan memicu kerusakan pada saraf yang mengendalikan kemampuan
berjalan dan kerja jantung.

Anda mungkin juga menyukai