Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PATOFISIOLOGI PENYAKIT TERMINAL

Dosen pembimbing : Alwin Widiyanto., S.Kep., Ns. Kes

Disusun

Oleh Kelompok 1:

1. Ahmad Nurul Fahrusi (14201.09.17002)


2. Ely Dewi Agustin (14201.09.17015)
3. Geta Rizqi Maufiroh (14201.09.17020)
4. Ifroh Amaliah (14201.09.17023)
5. Lerisa Nur Liyana (14201.09.17030)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN PROBOLINGGO

2018

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi
Muhammad SAW. Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di
STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul”patofisiologi
penyakit terminal ” dan denganselesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong
2. Dr. H. Nur Hamim S.Kep.Ns.,M.Kes sebagai ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong
3. Ns. Shinta Wahyusari M.Kep.,Sp.Kep.Mat sebagai Ketua Prodi sarjana Keperawatan
4. Nafolion Nur Rahmat S.Kep.Ns.,M.Kep sebagai sekretaris prodi sarjana keperawatan
5. Alwin Widiyanto S.Kep., Ns.,M.Kes Sebagai dosen mata kuliah prodi keperawatan
menjelang ajal dan paliatif

Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak dosen
dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, 10 Maret 2018

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.....................................................................................i
Daftar isi ............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang.........................................................................4
1.2. Rumusan masalah...................................................................5
1.3. Tujuan.....................................................................................5
1.4. Manfaat...................................................................................5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. penyakit Kronik.......................................................................6
2.2. Penyakit Terminal.................................................................14

BAB III PENUTUP


3.1.................................................................................Kesimpulan 16
3.2............................................................................................Saran 16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Death and Dying “Kematian dan Proses Menuju Kematian” adalah sebuah
fenomena yang pasti akan terjadi atau akan dijumpai manusia dalam kehidupannya.
Kematian memang sebuah rahasia Tuhan, akan tetapi proses menuju kematian adalah
sebuah fenomena yang dapat dibahas dan didiskusikan, bahkan lingkungan dapat
memberikan proses pembelajaran yang benar untuk menjalani proses menuju kematian
yang lebih baik. Data di Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto
menyebutkan bahwa pasien di Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto
ini semakin hari Jumlah penderita gagal ginjal terminal (GGT) semakin meningkat akhir-
akhir dari 3.962 pasien di tahun 1993 menjadi sekitar 4.298 di tahun 2001, meningkat
11,34%. Sekitar 26,14% pasien berusia 45-54 tahun dan 13,56% berusia 30-44 tahun, jadi
sekitar 39,7% pasien Poli Perawatan Paliatif RS Margono Soekarjo Purwokerto adalah
orang-orang yang berada pada usia produktif.

Penyakit kronik Didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang
berkaitan dengan gejala – gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan
jangka panjang. Sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan
gejala dan kecacatan, sementara juga menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang
diakibatkan oleh penyakit. Sebagian lagi mencakup menjalani perubahan gaya hidup dan
regimen yang dirancang untuk tetap menjaga agar tanda dan gejala terkontrol dan untuk
encegah komplikasi. Meskipun, beberapa individu akan memikirkan tentang apakah
kiranya yang disebut dengan identitas “peran sakit,” kebanyakan orang dengan penyakit
kronis tidak menganggap diri mereka sakit atau berpenyakitan dan mencoba untuk hidup
senormal mungkin (Robinson dkk., 1993). Akan tetapi hanya ketika komplikasi atau
gejala yang hebat mengganggu aktivitas kehidupan mereka sehari – hari, banyak individu
sakit kronis berpikir bahwa diri mereka sedang “ sakit" ( Foryth, Delaney, & Gresham,
1984 ).

4
1.2 Rumusan Masalah

1 Apa yang dimaksud penyakit kronik


2 Apa saja implikasi kronisitas
3 Apa saja fase – fase penyakit kronis
4 Apa yang dimaksud penyakit terminal
5 Apa saja penyakit yang dikategorikan sebagai penyakit terminal

1.3 Tujuan

1 Untuk mengetahui apa itu penyakit kronik


2 Untuk mengetahui implikasi kronisitas
3 Untuk mengetahui fase penyakit kronis
4 Untuk mengetahui apa penyakit terminal
5 Untuk mengetahui kategori penyakit terminal

1.4 Manfaat

1 Bagi institusi Pendidikan, hasil makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di
bidang kesehatan sebagai bahan informasi.
2 Bagi penulis dapat meningkatkan keterampilan dalam mengembangkan keterampilan
membaca yang efektif dan mampu berfikir logis, kritis dalam membuat makalah
patofisiologi penyakit terminal.
3 Bagi pembaca dapat mengetahui dan memahami mengenai materi patofisiologi
penyakit terminal.

5
BAB II
DAFTAR PUSTAKA

2.1 Penyakit kronik

Didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang berkaitan


dengan gejala – gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan jangka
panjang. Sebagian dari penatalaksanaan ini mencakup belajar untuk hidup dengan gejala
dan kecacatan, sementara juga menghadapi segala bentuk perubahan identitas yang
diakibatkan oleh penyakit. Sebagian lagi mencakup menjalani perubahan gaya hidup dan
regimen yang dirancang untuk tetap menjaga agar tanda dan gejala terkontrol dan untuk
encegah komplikasi. Meskipun, beberapa individu akan memikirkan tentang apakah
kiranya yang disebut dengan identitas “peran sakit,” kebanyakan orang dengan penyakit
kronis tidak menganggap diri mereka sakit atau berpenyakitan dan mencoba untuk hidup
senormal mungkin (Robinson dkk., 1993). Akan tetapi hanya ketika komplikasi atau
gejala yang hebat mengganggu aktivitas kehidupan mereka sehari – hari, banyak individu
sakit kronis berpikir bahwa diri mereka sedang “ sakit" ( Foryth, Delaney, & Gresham,
1984 ).

 Penyebab penyakit kronik


Penyakit kronis dapat diderita oleh semua kelompok usia, tingkat social ekonomi
dan budaya. Telah dilaporkan bahwa setidaknya 34,2 juta orang mengalami
keterbatasan aktivitas karena kondisi kronis atau (Disability Abstrac, 1991 ).

6
 Table 17-1 Prevalensi Kondisi – Kondisi Kronis Yang Banyak Dilaporkan, 1991

Kondisi Prevalensi (dalam 1000)


Sinusitis Kronis 32.167
Artritis 31.148
Deformitas Atau Kerusakan Ortopedik 28.725
Hipertensi 27.800
Demam Hay Tanpa Asma 24.248
Kerusakan Pendengaran 22.680
Penyakit Jantung 20.536
Bronchitis Kronik 12.549
Asma 11.735
Sakit Kepala Migren 9.539
Kerusakan Visual 7.988
Diabetes 7.223

Ada banyak kemungkinan penjelasan seperti mengapa penyakit kronis menjadi


masalah kesehatan utama dinegara-negara maju, termasuk alasan-alasan berikut :
1 kemajuan dalam bidang kedokteran modern yang telah mengarah pada
menurunnya angka kematian.
2 nutrisii yag membaik dan peraturan yang ketat yang mengatur
keselamatan di tempat kerja yang telah memungkinkan orang hidup lebih
lama.
3 gaya hidup yang berkaitan dengan masyarakat modern yang telah
mengakibatkan incident menyakir kronis.
Meskipun merupakan penyakit infeksi, AIDS sifatnya menjadi kronis karna
perkembangan dan penggunaan medikasi baru untuk mengbati infeksi oportunistik.
Penatalaksanaan agresif tentang infark miokardium (serangan jantung) dan distrit mia
jantung telah memperdayakan individu untuk dapat menghadapi krisis medical dan
melanjutkan kehidupan yang prduktif dan berguna

7
Meskipun teknologi dapat menyelamatkan hidup, teknologi dapat mengakibatkan
masalah-masalah kronis yang hamper sama melemahkannya seperti yang telah dirancang
untuk menyebuhkan sebagai contoh teknologi sangat meningkatkan angka bertahan hidup
dari bayi-bayi yang sangat premature namun pada saat yang sama teknologi tersebut juga
membuat mereka rentan terhadap komplikasi, seperti ketergantungan pada ventilator dan
kebutaan .
Kebiasaaan masyarakat modern juga turut menunjang meningkatnya inseident
penyakit kronis. Diet tingggi lemak dan kolestrol, gaya hidup pasif, penyalah gunaan
obat, merokok, dan tingkat strees yang tinggi, semuanya berhubungan dengan kondisi-
kondisi kronis pada orang-orang yang genetic rentan.

 Implikasi kronik
1 menangani penyakit kronis mencangkup lebih dari menangani masalah-masalah
medis.
Hidup secara permanen atau untuk waktu yang lama dengan gejala-gejala
dan kecacatan dapat mengarah pada menyesuaian identitas, perubahan-perubahan
peran, dan keharisan untuk mengatasi gangguan citra tubuh atau gaya hidup.
Adaptasi terhadap penyakit dan kecacatan merupakan proses yang
berkepanjangan. Setiap perubahan besar atau penurunan kemampuan fungsi
membutuhkan adaptasi fisik, dan emosi social lebih lanjut (bury, 1991) baik bagi
individu maupun keluarganya.
2 kondisi-kondisi kronis dapat melewati berbagai fase yang berbeda sepanjang
perjalanan penyakit (Rolland, 1997).
Akan ada priode stabil dan tak stabil, awitan yang sangat mendadak dan
remisi. Setiap fase membawa masalah fisik, psikologis, dan sosialnya sendiri, dan
masin-masing membutuhkan rigemen dan jeis penatalaksanaan yang berbeda
(korbin dan strauss, 1988).
3 untuk menjaga agar kondisi kronis tetap terkontrol mengharuskan kepatuhan
terhadap regiment terapeutik yang konsisten.
4 Menangani penyakit kronis membutuhkan waktu, membutuhkan pengetahuan dan
perancanaan, dan dapat tidak menyamankan dan tidak mudah. Bukanlah hal

8
yangtidak umum bagi pasien untuk menghentikan minumobat atau untuk
mengubah dosis kara efek sampingnya lebh mengganggu dan menyulitkan
disbanding gejala penyakitnya itu sendiri, dan pasien sering kali mempersingkat
regimen yang mereka piker terlalu penyita waktu atau terlalu melelahkan (strauss
dkk., 1984).
5 satu penyakit kronis dapat menyebabkan kronis lain. Sebagai contoh, diabetes
pada akhirnya dapat mengarah pada terjadinya perubahan neurologis dan sirkulasi
dalam penglihatan, jantung, seksual, dan masalah-masalah ginjal.
6 penyakit kronis mempengaruhi seluruh keluarga.
Tidak hanya anggota keluarga yang terlibat dalam menangani penyakit
kronis yang di derita oleh orang yang mereka kasihi, tetapi kehidupan keluarga
dapat menjadi sangat tergangggu oleh penyakit kronis, terutama jika penyakit
tersebut itu parah. Efek keadaan ini dapat sangat besar, kadang membuat anggota
keluarga menjadi dekat satu sama lain, kadang juga dapat membuat mereka
terpecah belah. (foxhall, Ekberg dan Griffith, 1985); (stuifbergen 1987).

7. individu dengan penyakit kronis dan keluarganya harus bertanggung jawab yang
besar terhadap penatalaksanaan sehari-hari penyakit.

Pelayanan-pela6yanan pendukung diluar rumah tersedia dari rumah sakit,


klinik, praktik dokter, perawatan panti, pusat-pusat perawatan dan lembaga-
lembaga di komunitas (pelayanan perawat berkunjung, pelayanan-pelayanan
social, dan asosiasi dan perkumpulan penyakit tertentu). Pelayanan ini
memperdayakan individu untuk menangani penyakit kronis dirumah (strauss dan
cardim, 1988).

8. penatalaksaan kondisi kronis adalah suatu proses suatu penemuan. Setiap orang
harus menemukan bagaimana tubuh bereaksi terhadap beragam kondisi, seperti
apa rasanya hipoklikemia itu, aktifitas-aktifitas apa yang menimbulkan gejala, dan
bagaimana hal tersebut dapat dicegah dan ditangani denga cara yang terbaik.

9
9. menangani kondisi kronis membuthkan pengamanan masalah-masalah yang kompleks,
yang saling terkait yang sifannya medis, social dan emosinal.

Upaya-upaya kolaboratif dari banyak tenaga pelayanan kesehatan dibuthkan


memberikan perawatan menyeuruh yang sering dibuthkan.

10. penatalaksanaan kondiisi kronik adalah mahal.

Jutaan dolat biaya perawatan kesehatan diabiskan setiap tahunnya untuk peralatan,
medikasi, dan pelayanan yang berhubungan penyakit kronis.

11. kondisi kronis menghdirkan dilema etis bagi individu tenaga kesehatan profesonal,
dan masyarakat. Tidak ada pemecahan yang mudah terhadap pertanyaan-pertanyaan
dan isu, seperti kapan mengakhiri perawatan, bagaimana member akses keperawatan,
bagaimana menetapkan pengendalian biaya, dan bagaimana cara mengevaluasi
kualitas hidup (Jennings dan kaplang, 1986).

12. hidup dengan peyakit kronis berarti hidup dengan ketidak pastiaan (mishel. 1990);
(yarceheki; 1988).

Itulah mengapa diketahui dan dapat diramalkan berapa cepat dan berapa jauh
kondiis aka berkembang atau apakah dan kapan komplikasi mugnkin terjadi meski
sudah dapat patut dalam pengobatan. Meskipun pasien dalam kondisi “remisi” atau
“bebas penyakit” selalu ada keraguan yang tumbuh bahwa penyakit tersebut akan
kambuh kembali (semlltzer, 1992).

 Masalah-masalah dalam menangani penyakit kronis


Bagaimanapun, ketika enyakit kronis telah terjadi penatalaksanaan secara
keseluruhan beralih menjadi mengendalikan perjalanan peyakit samba mempertahankan
kualitas hidup yang dapat diterima. Masalah-masalah mengatasi penyakit kronis termasuk
yang berikut:
o Memncegah kekambuhan kondisi kritis
o Menghilagkan dan menangani gejala-gejala
o Mencegah dan menangani kecacatan

10
o Mecgeha dan menangani krisis dan komplikasi
o Mencapai, mempertahankan dan memperoleh kondisii stabil
o Memfalidasi nilai diri individu dan fungsi individu
o Mengadaptasi terhada ancaman identitas berulang dan kehilangan fungsi
prgresif
o Menormalisasi kehidupan individu da keluarga sebanyak mungkin
o Hidup dengan perubaha waktu, isoasi social dan kesepian
o Mengidentifikasi dan memperoleh sumber-sumber dukungan dan mebentuk
jaringan kerja pendukung
o Kembali kepada hidup yang memuaskan setela fase akut dari penyakit kronis
o Kematian dengantenang dan terhormat

 Fase-fase penyakit kronis


Ada sembila fase yang di identifikasi penyakit krnis yaitu :
1 Fase Pre-Trajektori
Menggambarkan dimana tahap individu beresiko b=terhadap penyakit
kronis karna factor-faktor geetik atau perilaku yang meningkatkan kerentanan
seseorang terhdap penyakit kronis.
2 Fase Trajektori
Ditandai dengan tampaknya gejala gejala yang berkaitan dengan oenyakit
kronis. Fase ini sering disertai dengan ketidak pastiaa karna gejala sedang
dievaluasi dan pemeriksaan diagnostic sedang dilaukan.
3 Fase Stabil
Terjadi ketika gajala-gejala dan perjalanan penyakit terkontrol.
4 Fase Tidak Stabil
Ditandai dengan ketidak stabilan dari penyakit kronis, kekambuhan gejala
gejala atau progresi penyakit-penyakit. Selama fase ini, aktifitas sehari hari pasien
terganggu oleh penyakitnya da dibtuhkan strategi untuk mengatasinya.
5 Fase Akut

11
Ditandai dengan gejala gejala yang berat dan tidak dapat pulih atau
komlikasi yang membutuhkan perawatan dirumah akit untuk menanganinya. Fase
ini membutuhkan modifikasi mayor aktifitas sehari hari pasien.
6 Fase Krisis
Ditandai denga situasi kritis atau mengancam jiwa ataua yang mebutuhkan
mengobatan dan perawatan kegawat daruratan.
7 Fase Pulih
Adalah pulih kebali pada cara hidup yang dapat diterima dalam batasan
yang dibebani oleh penyakit kronis.
8 Fase Penurunan
Terjadi ketika perjalanan peyakit berkembang dan disertai degan
peningktan ketidak mampuan dan kesulitan dalam menghadapi gejala gejala.
9 Fase Kematian.
Dengan ditandai denga penurunan bertahap atau cepat fungsi tubuh dan
penghentian hubungan individual.

 Langkah-langkah model keperawata trajectory

 langkah 1 : Mengidentifikasi fase trajectory.


Langlah pertama mencakup mengkaji pasien dan menentukan fase
spesifik dari penatalaksanaa trajectory (ini juga disebut sebagai penempatan pasien
selama trajectory.
 langkah 2 : mengidentifikasi masalah dan menempatkan tujuan.
Langkah kedua termasuk mengidentifikasi msalah masalah spesifik yang
dialami oleh pasien yang berhubungan denga trajectory dan penetapan tujuan tujuan
masalah dan tujua ini difalidasikan dengan psien.
 langkah 3: menetapkan rencana untuk mencapai tujuan
Langkah ketiga ini terdiri atas penetapan rencana yang realistic dan
disetujui atas kedeua belah pihak untuk mencapai suatu tujuan. Kriteria tersebut dapat
mencakup pernyataan yang menuju kea rah tujuan, sepert :

12
 Pada akhir sesi bagian pertama perawatan pasien, pasien akan mampu untuk
menyebutkan 4 aktivitas kehidupan sehari –hari.
 2 setelah kebali dari rumah sakit, pasien akan melaporkan episode angina
yang lebih sedikit dan kemampuan yang lebih tinggi untuk melakukan
aktivitas sehari – hari seperti yang diinginkan
 1 bulan setelah kembali ke rumah sakit, pasien akan melaporkan kemampuan
untuk mengantisipasi aktivitas kehidupan sehari – hari
 Pada kunjungan ketiga pasien akan melakukan partisipasi yang meningkat
dalam perawatan diri

 Langka 4 : mengidentifikasi factor –faktor yang memfasilitasi yang menghalangi


tujuan.
Langkah ini mencangkup penetapan factor- factor yang mempengaruhi
pencapaian tujuan. Sebagai contoh, pada kasus penderita angina, adakah tangga
dirumahnya yang harus dinaiki beberapa sekali.

 Langkah 5 : menerapkan intervensi


Intervensi dapat mencangkup memberikan perawatan langsung atau
berperan sebagai penasehat pasien, menyuluh, membuat rujukan, atau mengatur
sumber- sumber dan layanan-layanan sebagai contoh, jika ditentukan pada langkah
salah satunya situasi yang paling mungkin mencetuskan angina adalah mandi dan
bercukur setelah sarapan pagi, perawat dapat membantu pasien menjedakan
aktivitasnya.

 Langkah 6 : mengevaluasi efektivitas intervensi

Langkah terahir termasuk mengevaluasi keefektifan intervensi untuk


menentukan apakah tujuan penatalaksaan telah tercapai, jangan menggunakan kriteria
yang telah ditetapkan sebelahnya, jika pengukuran itu tidak berhasil atau tidak ada
perubahan, kriteria dan tujuan harus direvisi untuk membuatnya realistic sesuai
dengan motivasi dan gaya hidup pasien

13
2.2 penyakit terminal

Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Kubler-Rosa, 1969).

Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah
kematian contohnya seperti penyakit jantung , dan kanker atau penyakit terminal ini
dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis ,tidak ada lagi obat-obatan ,tim medis sudah
give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal ini
mengarah kearah kematian (White,2002)

Penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya , kematian tidak dapat
dihindari dalam waktu bervariasi ( Stuard& Sundeen , 1995)

Penyakit pasda stadium lanjut ,penyakit utama tidak dapatr diobati, bersifat
progresif ,pengobatan hanya bersifat paliatif (mengurangi gejala dan keluhan,
memperbaiki kualitas hidup (Tim medis RS Kanker Darmais,1996)

Pasien penyakit terminal adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat
sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis sudah tidak mungkin
dapat menyembuhkan lagi.Oleh karena itu, pasien penyakit terminal harus mendapatkan
perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi
untuk menyembuhk

Jadi keadaan terminal adalah suatu keadaan sakit dimana menurut akal sehat tidak ada
harapan lagi bagi yang sakit untuk sembuh. Keadaan sakit itu dapat disebabkan oleh
suatu penyakit atau suatu kecelakaan.

 Adapun yang dapat dikategorikan sebagai penyakit terminal adalah:

1 Penyakit-penyakit kanker.

14
Kanker merupakan salah satu penyakit berbahaya yang ada. Diantara beberapa
jenis kanker, kanker payudara adalah jenis kanker yang paling berbahaya dan paling
sering terjadi. Kanker payudara sangat berbahaya dikarenakan kanker jenis ini
menyerang organ reproduksi luar yaitu payudara dan dapat menyebar ke bagian tubuh
lain.Kanker payudara juga dapat menyebabkan kematian. Kanker payudara yang
dapat menyebabkan kematian adalah kanker payudara stadium IV. Pada kanker
payudara stadium IV seseorang sudah menderita kanker payudara yang sangat parah
atau bahkan tidak memiliki harapan hidup (terminal). Kondisi terminal pada penderita
kanker payudara stadium IV tidak dapat dihindari dan ini pasti akan dialami oleh
setiap penderita yang akan menjelang ajal.Pada kondisi terminal perubahan utama
yang terjadi adalah perubahan psikologis yang menyertai pasien. Perubahan
psikologis tersebut biasanya mengarah ke arah yang lebih buruk dan membuat pasien
menjadi tidak koperatif. Disini peran perawat sangat dibutuhkan dan menjadi hal
yang penting, dan untuk membuat klien merasa lebih nyaman dan mampu membuat
klien menjadi tenang pada saat menjelang ajal.

2 Penyakit-penyakit infeksi.
Meningitis merupakan infeksi pada selaput otak yang di sertai radang membran
pelindung yang menyelubungi otak dan sumsum tulang belakang, yang mana
keseluruhan tersebut di sebut meningen. Bahayanya adalah Apabila Meningitis telah
masuk stadium terminal dan tidak ditangani segera, maka adanya resiko kematianlah
yang akan terjadi dalam waktu kurang lebih 3 pekan.

3 Congestif Renal Falure (CRF)


Chronic Renal Failure (CRF) merupakan gangguan fungsi ginjal yang
berlangsung secara progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan
uremia (retensi urin dan sampah nitrogen lain dalam tubuh). (Brunner and Suddarth ,
hal. 1448).

15
Patofisiologi terjadinya gagal ginjal kronik setelah berbagai macam penyakit yang
merusak nefron ginjal sehingga menyebabkan fungsi ginjal turun dari 25% ban
nefron-nefron sisa yang sehat mengambil alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang
tersisa meningkatkan fungsi nefron yang masih normal, sisa yang normal akan terjadi
hipertrofi sehingga kerusakan renal bertambah/jumlah nefron yang normal menurun
dalam usaha untuk melaksanakan beban kerja ginjal, terjadi peningkatan filtrasi
beban solut dan reabsorbsi dan berakibat pada diuresis osmotik, ketidakseimbangan
cairan disertai poliuria dan haus yaitu peningkatan aliran kemih dan penurunan
konsentrasi, maka penderita bisa menjadi dehidrasi dan cenderung terjadi retensi
garam dan air yang normal diekskresikan dalam urine, di dalam aliran darah terjadi
uremia yang mempengaruhi semua sistem tubuh, ketidakmampuan mengeluarkan
urine (oliguria) menyebabkan kepekatan urine meningkat sehingga semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin besar namun gejala akan
berkurang setelah dialisis (Hemodialilsa). Penyusutan progresif pada nefron-nefron
terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ke ginjal berkurang. Pelepasan
renin meningkat dan mengaktifkan sistem renin angiotensin aldosteron dan tahanan
perifer meningkat dan berakibat hipertensi, dan gangguan pemekatan retensi garam
akibatnya kelebihan cairan dapat menjurus ke gagal jantung kongestif (CHF). Dengan
berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolik yang disebabkan
ketidakmampuan ginjal mengekskresikan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan
sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal mengekresi amonia
(NH+) dan absorbsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam
organik lain juga terjadi penderita uremia sering terjadi manifestasi gastrointestinal,
meliputi nausea, muntah, anoreksia, foetor uremik dan pada uremia lanjut stomatitis
esofagitis, manifestasi pada kardiovaskuler pada gagal ginjal kronis mencakup
hipertensi akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas angiotensin aldosteron.
Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis, efusi perikardial, penyakit jantung
koroner akibat arteriosklerosis dini, edema akibat penimbunan cairan, gejala
hematologi, anemia disebabkan berkurangnya fungsi eritroprotein, sehingga
rangsangan entropcoesis pada sumsum tulang menurun, hemolisis, defisiensi besi,
masa perdarahan panjang, fagositosis, fungsi limfosit menurun. Gejala pada endokrin,

16
gangguan seksual, libido/ereksi menurun, pada laki-laki impoten, ammenorrea pada
wanita, gangguan toleransi glukosa, gangguan metabolik lemak. Gejala pada sistem
saraf adalah retless leg syndrome, burning feet syndrome, dan enselofati metabolik,
dan manifestasi pada kulit adalah kulit berwarna pucat, gatal, ekimosis, uremik frost,
kulit tipis, kuku mudah rapuh, kusam dan rontok, gejala psikologi, cemas, penolakan,
depresi.

4 Stroke Multiple Sklerosis.


Multiple sclerosis (MS) adalah suatu penyakit dimana syaraf-syaraf dari sistim
syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang atau spinal cord) memburuk atau
degenerasi. Myelin , yang menyediakan suatu penutup atau isolasi untuk syaraf-
syaraf, memperbaiki pengantaran (konduksi) dari impuls-impuls sepanjang syaraf-
syaraf dan juga adalah penting untuk memelihara kesehatan dari syaraf-syaraf.Pada
multiple sclerosis, peradangan menyebabkan myelin akhirnya menghilang.Sebagai
konsekwensinya, impuls-impuls listrik yang berjalan sepanjang syaraf-syaraf
memperlambat, yaitu menjadi lebih perlahan. Sebagai tambahan, syaraf-syaraf sendiri
menjadi rusak. Ketika semakin banyak syaraf-syaraf yang terpengaruh, seorang
pasien mengalami suatu gangguan yang progresif pada fungsi-fungsi yang dikontrol
oleh sistim syaraf seperti penglihatan, kemampuan berbicara, berjalan, menulis, dan
ingatan.

5 Akibat kecelakaan fatal.


Cedera kepala telah menyebabkan banyak kematian dan cacat pada usia kurang
dari 50 tahun. Otak bisa mengalami cedera meskipun tidak terdapat luka yang
menembus tulang tengkorak. Berbagai cedera bisa disebabkan oleh percepatan
mendadak yang memungkinkan terjadinya benturan atau karena perlambatan
mendadak yang terjadi jika kepala membentur objek yang tidak bergerak. Kerusakan
otak bisa terjadi pada titik benturan dan pada sisi yang berlawanan. Cedera ini disebut
coup contrecoup (bahasa Perancis untuk hit-counterhit).

6 AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome )

17
adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena
rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-
virus lain. Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat
HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.

 Menurut Yosep iyus (2007,175) merumuskan lima tahap ketika seseorang dihadapkan
pada kematian. Kelima tahap tersebut antara lain:

1 Denial (penyangkalan)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang
dihadapi atau yang sedang terjadi. Dan tidak siap terhadap kondisi yang
dihadapi dan dampaknya. Ini memungkinkan bagi pasien untuk membenahi
diri. Dengan berjalannya waktu, sehingga tidak refensif secara
radikal.Penyangkalan merupakan reaksi pertama ketika seseorang didiagnosis
menderita terminal illness. Sebagian besar orang akan merasa shock, terkejut
dan merasa bahwa ini merupakan kesalahan. Penyangkalan adalah awal
penyesuaian diri terhadap kehidupan yang diwarnai oleh penyakit dan hal
tersebut merupakan hal yangnormal dan berarti.

2 Marah
Fase marah terjadi pada saat fase denial tidak lagi bisa dipertahankan.
Rasa kemarahan ini sering sulit dipahami oleh keluarga atau orang terdekat
oleh karena dapat terpicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan
kemarahan. Rasa marah ini sering terjadi karena rasa tidak berdaya, bisa
terjadi kapan saja dan kepada siapa saja tetapi umumnya terarah kepada
orang-orang yang secara emosional punya kedekatan hubungan.Pasien yang
menderita penyakit terminal akan mempertanyakan keadaan dirinya, mengapa

18
ia yang menderita penyakit dan akan meninggal. Pasien yang marah akan
melampiaskan kebenciannya pada orang-orang yang sehat seperti teman,
anggota keluarga, maupun staf rumah sakit. Pasien yang tidak dapat
mengekspresikan kemarahannya misalnya melalui teriakan akan menyimpan
sakit hati. Pasien yang sakit hati menunjukkan kebenciannya melalui candaan
tentang kematian, mentertawakan penampilan atau keadaannya, atau berusaha
melakukan hal yang menyenangkan yang belum sempat dilakukannya
sebelum ia meninggal. Kemarahan merupakan salah satu respon yang paling
sulit dihadapi keluarga dan temannya. Keluarga dapat bekerja sama dengan
terapis untuk mengerti bahwa pasien sebenarnya tidak marah kepada mereka
tapi pada nasibnya.

3 Bargaining (menawar)
Klien mencoba untuk melakukan tawar menawar dengan tuhan agar
terhindar dari kehilangan yang akan terjadi, ini bisa dilakukan dalam diam
atau dinyatakan secara terbuka. Secara psikologis tawar menawar dilakukan
untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Pada tahap ini pasien
sudah meninggalkan kemarahannya dalam berbagai strategi seperti
menerapkan tingkah laku baik demi kesehatan, atau melakukan amal, atau
tingkah laku lain yang tidak biasa dilakukannya merupakan tanda bahwa
pasien sedang melakukan tawar-menawar terhadap penyakitnya.

4 Depresi

Tahap keempat dalam model Kubler-Ross dilihat sebagai tahap di


mana pasien kehilangan kontrolnya. Pasien akan merasa jenuh, sesak nafas
dan lelah. Mereka akan merasa kesulitan untuk makan, perhatian, dan sulit
untuk menyingkirkan rasa sakit atau ketidaknyamanan. Rasa kesedihan yang
mendalam sebagai akibat kehilangan ( past loss & impending loss), ekspresi
kesedihan ini verbal atau nonverbal merupakan persiapan terhadap kehilangan
atau perpisahan abadi dengan apapun dan siapapun.Tahap depresi ini
dikatakan sebagai masa ‘anticipatory grief’, di mana pasien akan menangisi

19
kematiannya sendiri. Proses kesedihan ini terjadi dalam dua tahap, yaitu
ketika pasien berada dalam masa kehilangan aktivitas yang dinilainya
berharga, teman dan kemudian mulai mengantisipasi hilangnya aktivitas dan
hubungan di masa depan

5 Penerimaan (acceptance)

Pada tahap ini pasien sudah terlalu lemah untuk merasa marah dan
memikirkan kematian. Beberapa pasien menggunakan waktunya untuk
membuat perisapan, memutuskan kepunyaannya, dan mengucapkan selamat
tinggal pada teman lama dan anggota keluarga.

Pada tahap menerima ini, klien memahami dan menerima keadaannya


yang bersangkutan mulai kehilangan interest dengan lingkungannya,dapat
menemukan kedamaian dengan kondisinya, dan beristirahat untuk
menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.

 Implikasi Keperawatan terhadap Respon Klien


1. Tahap Denial
Beri dukungan pada fase awal karena ini berfungsi protektif dan memberi
waktu bagi klien untuk melihat kebenaran. Bantu untuk melihat kebenaran dengan
konfirmasi kondisi melalui second opinion.

2. Tahap Anger
Bantu klien untuk memahami bahwa marah adalah respon normal akan
kehilangan dan ketidakberdayaan. Siapkan bantuan berkesinambungan agar klien
merasa aman.
3. Tahap Bargaining
Asah kepekaan perawat bila fase tawar menawar ini dilakukan secara
diam-diam. Bargaining sering dilakukan klien karena rasa bersalah atau ketakutan
terhadap bayang-bayang dosa masa lalu. Bantu agar klien mampu
mengekspresikan apa yang dirasakan, apabila perlu datangkan pemuka agama
untuk pendampingan.

20
4. Tahap Depresi
Klien perlu untuk merasa sedih dan beri kesempatan untuk
mengekspresikan kesedihannya. Perawat hadir sebagai pendamping dan
pendengar

5. Tahap Menerima
Klien merasa damai dan tenang. Dampingi klien untuk mempertahankan
rasa berguna (self worth). Berdayakan pasien untuk melakukan segala sesuatu
yang masih mampu dilakukan dengan pendampingan. Fasilitasi untuk
menyiapkan perpisahan abadi.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit kronik didefinisikan sebagai kondisi medis atau masalah kesehatan yang
berkaitan dengan gejala – gejala atau kecacatan yang membutuhkan penatalaksanaan
jangka panjang.

Kondisi terminal adalah suatu proses yang progresif menuju kematian berjalan
melalui suatu tahapan proses penurunan fisik, psikososial dan spiritual bagi individu
(Kubler-Rosa, 1969).Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang
menuju kearah kematian contohnya seperti penyakit jantung , dan kanker atau penyakit
terminal ini dapat dikatakan harapan untuk hidup tipis ,tidak ada lagi obat-obatan ,tim
medis sudah give up (menyerah) dan seperti yang dikatakan di atas tadi penyakit terminal
ini mengarah kearah kematian (White,2002)

3.2 Saran

Perawat harus memahami apa yang di alami klien dengan kondisi terminal,
tujuannya untuk dapat menyiapkan dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-
saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang
dan damai.

22
DAFTAR PUSTAKA

Corbin J and strauss A. Unending Work and Care. San Francisco Jossey-Bass, 1988.

Dorsett DS. The trajectory of cancer recovery in woog P (ed). The chronic illness trajectory
framework, New York, Spinger, 1992, 29-38

Smeltzer SC. Use of the trajectory model of nursing in multiple sclerosis in woog P (ed). The
chronic illness trajectory framework, New York, Spinger, 1992, 73-88

Hawthorne MH. Using the trajectory framework : reconceptualizing eardiac illness. in woog
P (ed). The chronic illness trajectory framework, New York, Spinger, 1992, 29-38

23

Anda mungkin juga menyukai