Kelompok 6:
Vania Putri – 201850443
Claresta – 201850450
Yongki Kwan – 201850472
Christine Setiawanie – 201850485
JURUSAN AKUNTANSI
TRISAKTI SCHOOL OF MANAGEMENT
JAKARTA
2021
6.1 Moral Leadership Today
Banyak perusahaan di Amerika yang dulunya dihormati, namun sekarang malah
identik dengan keserakahan, penipuan, kecongkakan, atau lack of moral conscience
(kurangnya moral hati nurani). Meskipun saat ini kasus pelanggaran etika di organisasi sudah
mulai jarang terdengar, namun masih banyak pemimpin di luar sana yang meskipun
menduduki posisi tinggi di perusahaan, tetapi memiliki perilaku yang tidak etis atau tidak
bermoral. Contohnya saja Brian Dunn dari Best Buy dan Mark Hurd dari Hewlett-Packard
yang akhirnya mengundurkan diri secara tidak terhormat karena memiliki hubungan yang
tidak pantas dengan karyawan wanita yang bekerja di perusahaan tersebut. Selain itu, ada
juga CEO Yahoo bernama Scott Thompson yang mengundurkan diri meskipun baru
menjabat selama 4 bulan karena ketahuan memalsukan identitas dirinya dengan
menyatakan bahwa dirinya memiliki gelar ilmu komputer, meskipun dalam kenyataannya
Scott tidak memiliki gelar tersebut. Kemudian, contoh lainnya datang dari sebuah organisasi
nirlaba, Wyckoff Heights Medical Center yang terletak di salah satu lingkungan termiskin di
Brooklyn, Amerika Serikat. Sebuah investigasi terkait organisasi ini mengungkapkan bahwa
ternyata banyak terjadi kecurangan yang akhirnya menguntungkan para manajer, anggota
dewan dan politisi lokal. Hal ini membuat organisasi Wyckoff Heights Medical Center
terancam ditutup. Hal ini berdampak pada keterbatasan pilihan perawatan atau pusat
pelayanan kesehatan bagi orang miskin.
Exhibit 6.2 menunjukkan beberapa cara khusus yang dapat digunakan oleh
pemimpin dalam menciptakan lingkungan yang memungkinkan dan mendorong orang untuk
berperilaku etis. Penting bagi pemimpin untuk menciptakan sistem dan kebijakan yang
mendukung perilaku etis di organisasi atau perusahaannya, seperti membuat kebijakan
open-door untuk mendorong setiap anggotanya agar mampu mengatakan hal apapun tanpa
rasa takut, kemudian menetapkan kode etik yang jelas, menghargai perilaku etis, dan tidak
menunjukkan toleransi terhadap pelanggaran. Banyak perusahaan yang telah
mempekerjakan high-level chief compliance officers untuk menjaga ketertiban manajer dan
karyawan perusahaan. Sebagian besar perusahaan juga telah menetapkan kode etik untuk
memandu perilaku karyawan atau daftar nilai- nilai yang diharapkan dihormati oleh
karyawan.
Selain itu juga, yang terpenting ialah para pemimpin mampu mengartikulasikan dan
menjunjung tinggi standar etika, dan berperilaku sesuai dengan moral meskipun tidak ada
yang melihat. Jika para pemimpin melanggar aturan atau berperilaku tidak bermoral ketika
mereka pikir bahwa tidak ada yang melihat dan tidak mungkin tertangkap, pada akhirnya
pemimpin beserta anggotanya akan dirugikan. Ada banyak perusahaan yang lebih sukses
tidak hanya dari segi ekonomi saja, karena menjunjung tinggi perilaku etis dibandingkan
dengan perusahaan yang tidak melakukan hal tersebut.
6.3 BECOMING A MORAL LEADER
Kepemimpinan tidak hanya seperangkat praktik benar salah tanpa asosiasi. Semua
praktik kepemimpinan dapat digunakan untuk kebaikan atau kejahatan dan memiliki
dimensi moral. Pemimpin memilih apakah akan bertindak dari keegoisan dan keserakahan
untuk merendahkan orang lain atau berperilaku dengan cara yang membantu memotivasi
orang lain untuk mengembangkan potensi mereka sebagai karyawan dan sebagai manusia.
Kepemimpinan moral (moral leadership) adalah tentang membedakan mana yang benar dan
salah, melakukan yang benar, mencari perilaku yang adil, jujur, baik, dan benar dalam
mencapai tujuan dan sasaran. Kepemimpinan yang tidak bermoral (Immoral Leadership)
mengambil alih dari orang lain untuk meningkatkan diri.
Pemimpin biasanya mengetahui mana yang benar, pertanyaannya adalah bagaimana
mereka memilih untuk menindaklanjutinya dan apa kekuatan internal serta kebijakan
eksternal dan proses yang ada untuk memungkinkan mereka melakukan tindak lanjut agar
hal yang dilakukan benar. Salah satu karakteristik internal yang mempengaruhi kemampuan
seorang pemimpin dalam membuat pilihan moral adalah tingkat perkembangan moral
individu. Exhibit 6.4 menggambarkan ilustrasi satu model perkembangan moral pribadi.
Tiga tahap model perkembangan moral pribadi (Three Levels of Personal Moral
Development)
Preconventional Level
Individu bersikap egosentris, peduli dengan menerima penghargaan eksternal
dan menghindari hukuman. Mereka mematuhi otoritas dan mengikuti aturan untuk
menghindari konsekuensi pribadi yang merugikan atau memuaskan kepentingan
pribadi langsung. Orientasi dasar terhadap dunia adalah mengambil apa yang bisa
didapat. Seseorang dengan orientasi dalam posisi kepemimpinan ini akan cenderung
menjadi diktator terhadap orang lain dan menggunakan posisi tersebut untuk
kemajuan pribadi.
Conventional Level
Orang belajar menyesuaikan diri dengan harapan berperilaku baik
sebagaimana yang didefinisikan oleh rekan kerja, keluarga, teman, dan masyarakat.
Orang- orang pada level ini mengikuti aturan, norma, dan nilai-nilai dalam budaya
perusahaan. Jika aturannya adalah untuk tidak mencuri, menipu, membuat janji
palsu, atau melanggar undang-undang peraturan, seseorang pada level ini akan
berusaha untuk mematuhinya. Orang-orang di tingkat konvensional menganut
norma-norma sistem sosial yang lebih besar.
Postconventional Level
Kadang-kadang disebut sebagai tingkat berprinsip (Principled Level), para
pemimpin dibimbing oleh seperangkat prinsip terinternalisasi yang secara universal
diakui sebagai adil dan benar. Nilai-nilai yang diinternalisasi ini menjadi lebih penting
daripada harapan orang lain dalam organisasi atau komunitas.
Kebanyakan orang dewasa beroperasi pada level kedua dalam perkembangan moral,
dan beberapa belum melampaui level pertama. Hanya 20 persen orang dewasa Amerika
yang mencapai tingkat perkembangan moral ketiga, postconventional. Seorang pemimpin di
tingkat ini adalah visioner, memberdayakan, dan berkomitmen untuk membantu orang lain
dan menjalankan tujuan yang lebih tinggi. Para pemimpin ini secara imparsial dapat
menerapkan standar universal untuk menyelesaikan konflik moral dan menyeimbangkan
kepentingan pribadi dengan kepedulian terhadap orang lain dan untuk kebaikan bersama.
Penelitian secara konsisten menemukan hubungan langsung antara tingkat perkembangan
moral yang lebih tinggi dan perilaku yang lebih etis di tempat kerja, termasuk mengurangi
kecurangan, kecenderungan untuk menolong orang lain, dan pelaporan tindakan tidak etis
atau ilegal, yang dikenal sebagai whistleblowing.
6.4.3 Stewardship
Stewardship adalah suatu kepercayaan dimana seorang pemimpin sangat
bertanggung jawab kepada orang lain begitu pula untuk perusahaan, tanpa mencoba untuk
mengontrol orang lain, mendefinisikan arti dan tujuan untuk orang lain, atau menjaga orang
lain. Ada 4 prinsip yang berkaitan dengan stewardship:
Adopt a partnership mindset
Sebagai mitra, pemimpin dan pengikut, kita harus jujur satu sama lain,
bertanggung jawab bersama untuk menentukan visi dan tujuan, dan saling
bertanggung jawab untuk hasil yang bermanfaat.
Give decision-making power and the authority to act to those closest to the work
and the customer
Di sini artinya, kita harus mengintegrasikan, mengatur, dan melakukan
pekerjaan, jadi setiap orang yang menjadi pemimpin, juga harus melakukan
pekerjaan inti dari perusahaan.
Tie rewards to contributions rather than formal positions
Jadi dengan adanya stewardship, setiap orang bisa mendapatkan kompensasi
yang sesuai dengan apa yang telah mereka kontribusikan, bukan hanya sekedar
jabatan formal.
Expect core work teams to build the organization
Jadi disini kita harus mengandalkan kerjasama dari tim karyawan untuk
mendefinisikan tujuan yang ada, mengontrol, dan mengatur diri mereka sendiri
untuk merespon perubahan lingkungan dan marketplace. Jadi seorang stewardship
leader menuntun perusahaannya tanpa bersikap mendominasi dan pemimpin
tersebut memfasilitasi pengikutnya tanpa mengontrol mereka.
STUDY CASE
The Boy, the Girl, the Ferryboat Captain, and the Hermits
Ada sebuah pulau, dan di pulau ini hiduplah seorang gadis. Tak jauh dari sana ada pulau lain,
dan di pulau ini hiduplah seorang anak laki-laki. Laki-laki dan perempuan itu sangat
mencintai satu sama lain.
Anak laki-laki itu harus meninggalkan pulau dan melakukan perjalanan panjang, dan dia
akan pergi untuk waktu yang sangat lama. Gadis itu merasa bahwa dia harus melihat anak
laki-laki itu sekali lagi sebelum dia pergi.
Hanya ada satu cara untuk pergi dari pulau tempat gadis itu tinggal ke pulau anak laki-laki
itu, dan itu adalah dengan menggunakan kapal feri yang dijalankan oleh kapten kapal feri.
Maka gadis itu turun ke dermaga dan meminta kapten kapal feri untuk membawanya ke
pulau tempat tinggal bocah itu. Itu
Kapten kapal feri setuju dan menanyakan ongkosnya. Gadis itu memberi tahu kapten kapal
feri bahwa dia tidak punya uang. Kapten kapal feri memberitahunya bahwa uang tidak
perlu: "Aku akan membawamu ke pulau lain jika kamu mau tinggal bersamaku malam ini."
Gadis itu tidak tahu harus berbuat apa, jadi dia pergi ke perbukitan di pulau itu sampai dia
tiba di sebuah gubuk tempat seorang pertapa tinggal. Kami akan memanggilnya pertapa
pertama. Dia menceritakan keseluruhan cerita kepada pertapa dan meminta nasihatnya.
Sang pertapa mendengarkan ceritanya dengan saksama, dan kemudian berkata kepadanya,
“Saya tidak dapat memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan. Anda harus
mempertimbangkan alternatif dan pengorbanan yang terlibat dan mengambil keputusan di
dalam hati Anda sendiri. "
Maka gadis itu kembali ke dermaga dan menerima tawaran kapten kapal feri. Keesokan
harinya, ketika gadis itu tiba di pulau lain, anak lelaki itu menunggu di dermaga untuk
menyambutnya. Mereka berpelukan, dan kemudian anak lelaki itu bertanya bagaimana dia
bisa sampai ke pulau itu, karena dia tahu dia tidak punya uang. Gadis itu menjelaskan
tawaran kapten kapal feri dan apa yang dia lakukan. Anak laki-laki itu mendorongnya
menjauh dan berkata, "Kita selesai. Itu akhirnya. Pergi dariku. Aku tidak pernah ingin
melihatmu lagi, ”dan dia meninggalkannya.
Gadis itu sedih dan bingung. Dia naik ke perbukitan pulau anak laki-laki itu ke sebuah gubuk
tempat tinggal pertapa kedua. Dia menceritakan keseluruhan cerita kepada pertapa kedua
dan bertanya kepadanya apa yang harus dia lakukan. Pertapa itu mengatakan kepadanya
bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan, bahwa dia dipersilakan untuk tinggal di gubuknya,
mengambil makanannya, dan beristirahat di tempat tidurnya sementara dia pergi ke kota
dan memohon cukup uang untuk membayar gadis itu. ongkos kembali ke pulau sendiri.
Ketika pertapa kedua kembali dengan membawa uang untuknya, gadis itu bertanya
kepadanya bagaimana dia bisa membayarnya kembali. Sang pertapa menjawab, “Kamu
tidak berhutang apa-apa padaku. Kami berhutang ini satu sama lain. Saya sangat senang
bisa membantu. " Maka gadis itu kembali ke dermaga dan kembali ke pulau sendiri.
PERTANYAAN
1. Sebutkan secara berurutan karakter-karakter dalam cerita ini yang Anda sukai, dari
yang paling banyak hingga yang paling tidak. Nilai apa yang mengatur pilihan Anda?
Jawab :
Petapa Kedua: dia mendahulukan kesejahteraan orang lain diatas dirinya sendiri.
Petapa Pertama: dia tidak mencoba mengendalikan gadis itu atau menasihatinya
untuk mempertimbangkan konsekuensi atas perilakunya.
Anak Perempuan: bertindak atas “cinta”
Anak laki-laki: menghakimi dan menghukum
Kapten Kapal: bersikap egois
2. Beri nilai karakter pada tingkat perkembangan moral mereka. Jelaskan !
Jawab :
Level 3 (postconventional):
Petapa kedua: karena dia menerapkan apa yang benar dan apa yang salah
Petapa pertama: karena dia bersikap independen terlepas dari harapan orang lain
Anak Perempuan: karena dia tidak mematuhi aturan/hukum masyarakat untuk
menanggapi prinsip cinta yang lebih tinggi
Level 2 (conventional):
Anak laki-laki: karena dia mengikuti aturan, norma, dan nilai sistem sosial
Level 1 (preconventional):
Kapten Kapal Feri: karena dia bertindak atas kepentingannya sendiri
Pertapa Pertama: menunjukkan keberanian karena dia mengatakan apa yang dia
pikirkan
Anak Laki-laki: tidak menunjukkan keberanian karena dia dibimbing oleh norma
norma sosial
Kapten Kapal Feri: tidak menunjukkan keberanian karena dia dibimbing oleh
keserakahan.