Pada bab ini akan berfokus membahas mengenai keberanian dan kepemimpinan moral. Di mana pada
bab sebelumnya telah membahas dua elemen untuk kesuksesan kepemimpinan, pada bab ini akan
membahas elemen ketiga yaitu semangat-pada kemampuan untuk melihat ke dalam, untuk merenungkan
kondisi manusia, untuk memikirkan mengenai apa yang salah dan yang benar, untuk melihat apa yang
sesungguhnya terjadi di dunia, dan untuk memiliki keberanian untuk menghadapi apa yang pantas dan
baik.
Di mulai dengan membahas bagaimana kondisi beberapa operasional organisasi saat ini, dilema yang
dirasakan pemimpin dalam menghadapi dunia modern, dan bermacam perilaku yang menyumbang kepada
iklim organisasi yang tidak etis. Dilanjutkan kemudian membahas bagaimana pemimpin bisa bertindak di
jalan yang benar, menjelaskan model pengembangan moral personal, dan melihat pentingnya
penatalayanan dan kepemimpinan yang melayani. Kemudian akan diakhiri dengan pembahasan apa yang
dimaksut dengan keberanian dan bagaimana pemimpin mengembangkan keberanian untuk kepemimpinan
moral.
1
Banyak pemimpin hanya terjebak dalam penekanan utama pada keuntungan yang cepat dan harga
saham yang terus tumbuh. awalnya ditujukan untuk menyelaraskan kepentingan manajer dengan para
pemegang saham, namun pada akhirnya akan memunculkan sifat keserakahan.
Ada beberapa kriteria yang membedakan kepemimpinan yang etis dengan kepemimpinan yang tidak
etis:
Kepemimpinan Etis Kepemimpinan Tidak Etis
Memiliki kerendahan hati Arogan, mementingkan diri sendiri
Menjaga perhatian untuk sesuatu yang lebih besar Berlebihan mempromosikan kepentingan diri sendiri
Mudah dan jujur Penuh dengan muslihat
Memenuhi komitmen Melanggar kesepakatan
Memperjuangkan keadilan Penawaran tidak adil
Bertanggung jawab Menyalahkan orang lain
Respek pada setiap individu Merendahkan orang lain
Mendorong perkembangan para pengikut Mengabaikan pengembangan para pengikut
Melayani orang lain Menahan dorongan dan pertolongan
Tidak berani menghadapi ketidakadilan Berani berdiri pada kebenaran
2
Becoming a Moral Leader
Kepemimpinan bermoral (Moral Leadership) merupakan membedakan hal yang benar dari hal
yang salah, mencari keadilan, kejujuran, kebaikan pada praktik kepemimpinan. Pemimpin memiliki
pengaruh yang besar terhadap anggota lainnya. Dan kepemimpinan bermoral memberikan kehidupan
untuk orang lain untuk meningkatkan nilai dirinya sendiri. Kepemimpinan bermoral mengangkat
orang, mengizinkan mereka untuk lebih baik daripada mereka tanpa pemimpin.
Karakter-karakter spesifik pemimpin seperti kekuatan ego, kepercayaan diri, mandiri, mungkin
dapat membuat seorang pemimpin memiliki moralitas dalam menghadapi perlawanan atau hal yang
berlawanan. Selain itu, pemimpin dapat mengembangkan karakteristik-karakteristiknya untuk menjadi
pemimpin bermoral. Ada 3 level pengembangan moral yakni ;
Level 1 – Preconventional Individu / pribadi egosentris, sangat memperhatikan penerimaan
penghargaan dan mengindari hukuman.
Level 2 – Conventional Pemimpin beusaha memenuhi atau menyesuaikadn diri seperti ekspektasi
baik dari kolega, keluarga dan sosial
Level 3 – Principled Pemimpin menjiwai dengan lengkap dari pengenalan dasar yang universal
mengenai mana yang benar dan mana yang salah
□ Sifat-sifat manajemen baru
Terdapat 5 sifat dari filosifi dan dasar spiritual untuk isu pemimpin dalam usaha dan untuk
hubungan antar leader dan orang lain.
Dapat dipercaya
Dapat diartikan bahwa pemimpin harus jujur, memiliki etika, dan membangun hubungan
dengan konsumen dan pegawai dengan dasaar integritas
Kesatuan
Kesatiuan merupakan pondasi untuk membagi visi, komitmen, dan hubungan timbal balik.
Pada praktiknya kesatuan adalah mencari kebulatan suara pada keputusan penting, kepuasan
konsumen, dan untuk kontroling dan pelatihan.
Menghormati dan menghargai
Sikap menghormati dan menghargai merupakan dasar yang benar mengenai pemberdayaan.
Pemimpin mendengar, bertindak seperti pelatih dan mentor, membuat penentuan tim sendiri,
dan memberikan perhargaan dan apresiasi.
Adil
3
Dapat diartikan, pemimpin memperlakukan setiap orang dengan adil(fairly),
menghilangkan hambatan untuk kesempatan yang sama, dan menyediakan kompensasi yang
sesuai, begitu juga dengan pembagian keuntungan.
Melayani dan berkemanusian
Pemimpin yang melayani dan bekemanusiaan memebagi kekuasaan, mengakui kesalahan,
dan mempercayai orang lain.
Servant Leadership
Asumsi tentang hubungan antara pemimpin dan pengikut berubah secara dramatis, dan konsep
kepemimpinan berkembang. Banyak pemikiran tentang kepemimpinan saat ini menyiratkan bahwa
kepemimpinan moral mendorong perubahan menuju pengembangan pengikut menjadi pemimpin,
demikian mengembangkan potensi mereka daripada menggunakan posisi kepemimpinan untuk
mengontrol atau membatasi pengikut.
Organisasi tradisional didasarkan pada gagasan bahwa pemimpin bertanggung jawab atas
bawahan dan keberhasilan organisasi tergantung pada kontrol pemimpin atas pengikut. Pada tahap
pertama, bawahan yang pasif-tidak diharapkan untuk berpikir sendiri, tetapi hanya untuk di saat
mereka diberitahu. Tahap dua melibatkan bawahan lebih aktif dalam pekerjaan mereka sendiri. Tahap
ketiga adalah kepengurusan, yang merupakan pergeseran signifikan dalam pola pikir dengan
memindahkan tanggung jawab dan wewenang dari pemimpin untuk pengikut. Kepemimpinan pelayan
mewakili tahap luar kepengurusan, di mana para pemimpin menyerahkan kontrol dan membuat
pilihan untuk melayani karyawan
□ Manajemen Otoriter
Pemahaman tradisional kepemimpinan adalah bahwa para pemimpin adalah manajer yang
baik yang mengarahkan dan mengendalikan orang-orang mereka. Pengikut adalah bawahan taat
yang mengikuti perintah (pemimpin otokratis membuat keputusan dan mengumumkan mereka
untuk bawahan). Kekuasaan, tujuan, dan menikmati fasilitas berada dengan orang-orang di bagian
atas organisasi. Pada tahap ini, para pemimpin mengatur strategi dan tujuan, serta metode dan
hadiah untuk mencapai mereka. Stabilitas dan efisiensi organisasi adalah hal yang terpenting, dan
pengikut yang dirutinkan dan dikontrol bersama dengan mesin dan bahan baku. Bawahan tidak
diberikan suara dalam menciptakan makna dan tujuan untuk pekerjaan mereka dan tidak ada
kebijaksanaan bagaimana mereka melakukan pekerjaan mereka, kepemimpinan ini menekankan
kontrol ketat, standarisasi karyawan dan spesialisasi, dan manajemen dengan pengukuran
impersonal dan analisis.
4
□ Manajemen Partisipatif
Banyak organisasi telah melakukan upaya untuk secara aktif melibatkan karyawan. Pemimpin
telah meningkatkan partisipasi karyawan melalui program saran karyawan, kelompok partisipasi,
dan lingkaran kualitas. Teamwork telah menjadi bagian penting bagaimana pekerjaan dilakukan di
banyak organisasi. Kesuksesan perusahaan Jepang yang menekankan keterlibatan karyawan
mendorong banyak organisasi di luar AS untuk mencoba praktek manajemen partisipasi dalam
meningkatkan persaingan global. Namun, sebagian besar dari program ini tidak mendistribusikan
kekuasaan dan wewenang untuk pekerja-tingkat yang lebih rendah. Mindset paternalistik bahwa
pemimpin atas menentukan maksud dan tujuan, membuat keputusan akhir, dan memutuskan
imbalan. Karyawan diharapkan untuk membuat saran untuk perbaikan kualitas, bertindak sebagai
pemain tim, dan mengambil tanggung jawab yang lebih besar untuk pekerjaan mereka sendiri,
tetapi mereka tidak diperbolehkan untuk menjadi mitra sejati dalam perusahaan. Pemimpin adalah
hasil bertanggung jawab, tetapi mereka dapat bertindak sebagai mentor dan pelatih. Mereka telah
memberikan beberapa kontrol mereka, tetapi mereka masih bertanggung jawab atas moral,
kesejahteraan emosional, dan kinerja bawahan, yang dapat menyebabkan memperlakukan pengikut
seolah-olah mereka tidak mampu berpikir sendiri.