Anda di halaman 1dari 4

B.

Kepemimpinan etis (Ethical Leadership)


Reputasi kepemimpinan etis tidak dapat diterima begitu saja karena sebagian besar
anggota di organisasi besar tidak berinteraksi dengan eksekutif/pemimpin. Anggota
organisasi hanya mengenal pemimpin dari kejauhan. Informasi apapun yang diterima
tentang pimpinan disaring melalui beberapa lapisan dalam organisasi, dengan anggota
hanya belajar tentang keputusan dan hasil sederhana, bukan kinerja karakteristik
pribadi orang-orang di belakang mereka. 
Beberapa pemimpin mengenal diri mereka sebagai orang baik yang jujur, peduli, dan
adil. Namun, mereka tidak boleh berasumsi bahwa orang lain melihat mereka dengan
cara yang sama. Ada kemungkinan anggota organisasi tidak mengenal karakteristik
pemimpinnya seperti pemimpin tersebut mengenal dirinya sendiri. Kepemimpinan
etis bertumpu pada dua pilar penting yaitu moral person dan moral manager
1. Moral Person
Menjadi orang yang beretika adalah dasar substantif dari kepemimpinan yang
beretika. Namun, untuk mengembangkan reputasi kepemimpinan etis,
Tantangannya adalah menyampaikan substansi itu kepada orang lain. 
A. Sifat/Karakteristik (Traits)
Ciri-ciri yang paling sering dikaitkan oleh dengan kepemimpinan etis adalah
kejujuran, dapat dipercaya, dan integritas. Sangat karakteristik pribadi yang
luas, integritas adalah sifat yang paling sering dikutip oleh
eksekutif. Integritas adalah atribut holistik yang mencakup sifat-sifat lain dari
kejujuran dan dapat dipercaya.
Ciri yang lainnya yaitu kepercayaan. Kepercayaan berkaitan dengan
konsistensi, tenency, kredibilitas, dan prediktabilitas dalam
hubungan. Seseorang tidak bisa membangun hubungan jangka panjang
dengan orang lain jika tidak ada kepercayaan satu sama lain.

B. Perilaku (Behavior)
Pertama dan terpenting, para pemimpin etis melakukan hal yang benar.
Kedua, pemimpin etis eksekutif menunjukkan kepedulian terhadap
orang melalui tindakan. Mereka memperlakukan orang dengan baik—dengan
martabat dan rasa hormat. Ketiga, pemimpin etis bersikap terbuka berarti
eksekutif dapat didekati dan menjadi pendengar yang baik.
C. Pengambilan keputusan (Desicion making)
Dalam peran pengambilan keputusan mereka, para pemimpin etis dianggap
berpegang pada seperangkat nilai dan prinsip etika yang kokoh dengan
tujuan tetap objektif dan adil. Mereka juga memiliki perspektif yang untuk
memasukkan kepedulian tentang masyarakat dan komunitas yang lebih
luas. Selain itu, eksekutif mengatakan bahwa etika pemimpin bergantung
pada sejumlah aturan keputusan etis.
2. Moral Manager
Untuk mengembangkan reputasi kepemimpinan etis, fokus utama pada bagian
kepemimpinan dari istilah itu diperlukan. Tantangan pemimpin adalah membuat
etika dan nilai-nilai menonjol yang sarat dengan pesan orang bijak untuk mencapai
tujuan. Moral manager menyadari pentingnya secara proaktif menempatkan etika
pada garis depan agenda kepemimpinan mereka. Seperti orang tua yang harus
secara eksplisit berbagi nilai-nilai mereka dengan anak-anak mereka.

Buat materi ethical leadership, Tabel ini ya kak yg ditaro di ppt, thankyouuu
Moral Person Moral Manager
- Sifat/karakter (Traits) : Memberikan contoh melalui tindakan
Memiliki Integritas nyata
Dapat dipercaya
Menerapkan sistem reward &
- Perilaku (Behavior) : punishment
Melakukan hal yang benar
Menujukkan kepedulian terhadap orang lain Mengomunikasikan nilai dan etika
Bersifat terbuka organisasi

- Pengambilan keputusan (Desicion


Making) :
Berpegang teguh pada nilai dan prinsip etika
yang kokoh
Objektif dan adil
Kepedulian terhadap masyarakat/orang lain
Mengikuti aturan pengambilan keputusan
Jika anggota organisasi tidak mendengar tentang nilai-nilai etika dari para pemimpin
puncak, mereka mendapatkan gagasan bahwa etika tidak penting dalam organisasi.
Manajer tingkat bawah dan supervisor lini pertama mungkin bahkan lebih penting
sebagai panutan untuk perilaku etis, karena mereka adalah pemimpin yang dilihat dan
bekerja bersama karyawan setiap hari.

C.Struktur dan Sistem Organisasi (organizational Structures and System)


Pilar ketiga organisasi etis adalah seperangkat alat yang digunakan pemimpin untuk
membentuk nilai dan mempromosikan perilaku etis di seluruh organisasi. Tiga alat ini
adalah
1) Kode etik (ethical code)
Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas
menyatakan apa yang benar dan baik dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi
profesional.
Kode etik harus tercipta melalui kerjasama perwakilan dari semua karyawan, jadi
bahwa kepatuhan prinsip-prinsip moraluntuk dibuat sukarela, tanpa dianggap sebagai
pemaksaan eksternal. Kode etik ini harus dibuat dan kemudian dikelola, artinya
tindakan yang diambil harus efektif implementasnya dan juga untuk kelanjutan
pembaruan serta adaptasi terhadap evolusi organisasi.

2) Struktur etika (ethical structures)


Struktur etis mewakili berbagai sistem, posisi dan program yang dapat dilakukan
perusahaan untuk menerapkan perilaku etis.
-Komite etik
Komite etik adalah sekelompok eksekutif yang ditugaskan untuk mengawasi etika
organisasi, menangani perkembangan etika kebijakan, evaluasi tindakan karyawan,
dan juga investigasidan sanksi pelanggaranperaturan dan kode etik.

-Program pelatihan etika


Program pelatihan etika dilakukan dengan tujuan untuk membantu anggota
organisasi menangani pertanyaan etika dan menerjemahkan nilai-nilai pada kode
etik ke dalam perilaku sehari-hari.
3) Mekanisme untuk mendukung pelapor (mechanisms for supporting whistle-
blowers)
Whistle-blower adalah orang-orang yang melaporkan adanya penyimpangan dalam
suatu organisasi. Whistle-blower memiliki dua sisi. Pada satu sisi, whistleblower
dianggap sebagai pahlawan karena memiliki keberanian untuk mengungkapkan
penyimpangan yang dilakukan oleh organisasi (fairness). Di sisi lain, whistleblower
ini dianggap sebagai pengkhianat karena telah mengungkapkan penyimpangan yang
ada di organisasi (loyality) dan tidak memiliki semangat espirit de corps.
Beberapa pemimpin organisasi mungkin memandang whistle blower sebagai anggota
yang tidak puas dan bukan merupakan anggota yang baik. Untuk menghindari hal ini
perlu adanya aturan atau undang-undang yang melindungi pelapor (whistle-blower)
dari tuduhan. Selain itu perlu adanya pelatihan baik untuk pemimpin tingkat
atas,menengah, maupun bawah untuk melihat whistle-blower sebagai manfaat
daripada ancaman.

Sumber :
Barbu, Mihai (2012). Consideration on Managerial Ethics in Sports Organizations.
Management&Marketing, 10(1) : 59-68
Trevino, Klebe L., Hartman, L.P., Brown, M. (2000). Moral Person and Moral
Manager. California Management Review, 42 (4) : 128-142
Inspektorat Kab. Sleman. Whistleblower dari Dimensi Etika dan Budaya Organisasi.
Diakses dari : https://inspektorat.slemankab.go.id

Anda mungkin juga menyukai