Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN

SMALL GROUP DISCUSSION LBM 1


BLOK MEDIKOLEGAL
“TURIS POSITIF COVID-19 KECELAKAAN JATUH DARI GUNUNG”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

Galbi Widad (018.06.0044)

Tutor : dr. Irsandi Rizki Farmananda, S.Ked

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya dan dengan kemampuan yang kami miliki, penyusunan makalah SGD
(Small Group Discussion) LBM 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19
Kecelakaan Jatuh Dari Gunung” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Makalah ini membahas mengenai hasil SGD lembar belajar mahasiswa


(LBM) 1 yang berjudul “Turis Positif Covid-19 Kecelakaan Jatuh Dari
Gunung” meliputi seven jumps step yang dibagi menjadi dua sesi diskusi.
Penyusunan makalah ini tidak akan berjalan lancar tanpa bantuan dari berbagai
pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih
kepada:
1. dr. Irsandi Rizki Farmananda, S.Ked. Sebagai dosen fasilitator kelompok
SGD 5 yang senantiasa memberikan saran serta bimbingan dalam
pelaksanaan SGD.
2. Sumber literatur dan jurnal ilmiah yang relevan sebagai referensi kami
dalam berdiskusi.
3. Keluarga yang kami cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.
Mengingat pengetahuan dan pengalaman kami yang terbatas untuk
menyusun makalah ini, maka kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Mataram, 11 November 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ 2

DAFTAR ISI ...................................................................................................... 3

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................... 4

BAB 2 PEMBAHASAN ..................................................................................... 7

BAB 3 PENUTUP ............................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Skenario LBM 1

Tuan R merupakan seorang turis Jerman yang datang berwisata ke


Lombok khusus untuk mendaki gunung rinjani. Tuan R lebih menyukai mendaki
gunung seorang diri tanpa bantuan guide atau porter, karena merasa sudah sangat
berpengalaman dalam pendakian dan lebih suka melewati jalur yang cukup sulit.
Pada saat pendakian sebelum mencapai pos 3, Tuan R tiba-tiba terjatuh dari bukit
dan mengalami patah tulang paha kanan, untungnya ada orang yang melihat
kejadian tersebut kemudian membawa Tuan R ke rumah sakit provinsi NTB. Pada
saat dirawat, kondisinya semakin memburuk kemudian meninggal dunia dan hasil
swab post mortem (PM) positif covid-19. Selama di Rumah Sakit semua
pembiayaan ditanggung oleh asuransi pasien.

Keluarga Tuan R yang dihubungi oleh pihak Rumah Sakit, meminta agar
dilakukan otopsi pada jenazah Tuan R dan jenazah dikirimkan kembali ke negara
asalnya, karena akan dimakamkan disamping makam kedua orang tuanya.

Berikut gambar patah tulang paha kanan pasien:

4
1.2.Pembahasan Skenario

1.2.1. Apakah Jenazah Ini Bisa Dikembalikan Ke Negara Asalnya?


Bagaimana Mekanismenya?

Protokol Pemulangan Jenazah WNA Positif COVID-19

1) Sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam regulasi kekarantinaan


kesehatan di Indonesia, jenazah WNA yang meninggal disebabkan oleh
penyakit karantina/penyakit yang ditetapkan sebagai PHEIC, tidak dapat
dipulangkan ke negara asalnya.
2) Pemulasaran jenazah dilakukan di rumah sakit rujukan yang merawat
sesuai protap dan dimasukkan dalam peti mati yang sudah tidak
diperkenankan untuk dibuka lagi.
3) Jenazah WNA positif COVID-19 perlu segera disemayamkan dan dikubur
(Kementerian Kesehatan, 2020).

1.2.2. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Kecelakaan Saat


Mendaki Gunung

Faktor Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pendakian


1. Fisik
Fisik yang baik tidak dapat dicapai dalam waktu yang singkat, tetapi hanya
dengan latihan yang teratur dan kontinyu. Dalam kegiatan alam terbuka seperti
pendakian gunung, menempuh rimba, penyusuran pantai, diperlukan suatu
kemampuan fisik yang memadai. Karna tanpa kondisi fisik yang memadai,
penggiat kegiatan alam terbuka tidak dapat melakukan kegiatan dengan aman.
Untuk ini kemampuan sistem jantung, paru paru dalam tubuh haruslah terlatih.
Salah satu prinsip latihan yang penting untuk dijadikan pegangan oleh penggiat
alam bebas yang ingin meningkatkan kondisi fisik, adalah dengan melakukan
kegiatan latihan yang intensif, dengan intensitas latihan yang terukur. untuk
menjaga tingkat kebugaran dalam kondisi yang baik, sebaiknya intensitas latihan
adalah 70-80% dari denyut nadi maksimal (DMN) dan sebaliknya dipertahankan
dalam waktu 10-30 menit (Adiana & Djaya, 2015).

5
2. Mental
Faktor mental memang sulit dipahami. Bahkan sering diabaikan. Padahal
tanpa keseimbangan antara faktor fisik dan mental, maka tujuan suatu perjalanan
tidak akan tercapai memuaskan. Latihan fisik yang baik akan membantu
mengembangkan mental, rasa percaya diri, dan kepekaan. Mental yang sehat juga
bersal dari dalam diri, dari pemahaman siapa diri kita ini, dan dari pengertian
dimana kita berada, dari satu kesatuan yang utuh. Di alam bebas, kta harus
percaya kepada kemampuan kita untuk mengatasi segalanya. Motivasi yang baik
akan dapat meningkatkan mental. Kegiatan yang memakai tenaga fisik secara
berlebihan, sebaiknya dihindari. terutama bagi seseorang yang pernah memiliki
penyakit yang berhubungan dengan fungsi susunan syaraf pusat, seperti empilepsi
(ayan), gangguan kejiwaan, dan cedera kepala berat (Asmadi, 2019).

3. Daya Tahan Tubuh


Daya tahan tubuh dipengaruhi oleh faktor faktor lain seperti:
 Kebutuhan Oksigen
Oksigen sangat penting bagi proses penyedian energi dalam tubuh
selama melakukan pendakian. Seringkali kita melakukan proses
akliminatasi guna menyesuaikan kemampuan tubuh dengan kadar oksigen
setempat.
 Kebutuhan Cairan
Dalam kehidupan normal manusia tidak dapat hidup tanpa air.
Beberapa ahli kesehatan memyatakan manusia dapat hidup tanpa air
selama 3 hari, tetapi ada juga menyatakan dalam suhu 20 derjat-30 derjat
celcius orang dapat bertahan tanpa air sampai selama 8 hari.
 Kebutuhan Garam / Elektrolit
Salah satu elekrolit terpenting dalam tubuh adalah NaCl atau
garam dapur. Kebutuhan garam bagi setiap orantg didaerah sub-tropis
adalah 10 gram / 24 jam. Bagi daerah tropis adalah 15-25 gram / 24 jam,
tergantung dari aktifitasnya.
 Suhu Lingkungan

6
Suhu lingkungan sangat mempengaruhi daya tahan tubuh, karna itu
perlu persiapan yang sesuai untuk menghadapi daerah dengan suhu
tertentu. Seringkali suhu dingin menyebabkan kematian dan suhu panas,
dapat mengakibatkan kejang panas dan juga kematian (Asmadi, 2019).

7
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Deskripsi Luka Pada Skenario

Deskripsi umum luka adalah sebagai berikut (Panduan CSL Medicolegal


Fakultas kedokteran Universitas Islam Al-Azhar Mataram, 2020) :
1. Menyebutkan regio atau daerah tempat luka berada
2. Menentukan kordinat “X” luka dengan mengukur jarak pusat luka dari
garis pertengahan badan
3. Menentukan koordinat “Y” luka dengan mengukur jarak pusat luka di atas
atau bawah dari suatu titik anatomi terdekat.
4. Pada kasus kekerasan tajam dan luka tembak di tentukan koordinat “Z”
luka dengan mengukur jarak pusat luka di atas tumit
5. Menyebutkan jenis luka (memar, luka lecet, luka terbuka, patah tulang)
6. Menyebutkan gambaran luka
7. Menyebutkan ukuran luka
8. Menyebutkan daerah sekitar luka
9. Menyebutkan dasar luka
Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap dan
baik, hal ini penting untuk mengetahui jenis kekerasan yang telah dialami oleh
korban. Bila perlu gunakan gambar dan dimasukkan dalam berkas rekam medis.
Deskripsikan luka secara sistematis dengan urutan sebagai berikut : regio,
koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka, dasar luka, keadaan sekitar luka,
ukuran luka, jembatan jaringan, benda asing dan sebagainya (Afandi, 2018).
Berdasarkan kasus di skenario dapat dideskripsikan luka pada wiatawan asing
tersebut sebagai berikut:

“Terdapat 1 luka terbuka pada regio atau daerah anterior dari paha kanan
(femur dekstra), merupakan luka terbuka dengan gambaran fraktur terbuka tulang
femur. Pengukuran luka diperkirakan batas atas luka berada 20 cm dari lipatan
paha, batas bawah luka berada 10 cm di atas lutut, batas kiri luka berada sekitar

8
13 cm dari linea sagital medial paha, atas kanan luka berada sekita 13 cm dari
linea sagital medial paha, ukuran luka dengan panjang 20 cm dan lebar 13 cm dan
kedalaman 7 cm. Warna luka kemerahan, dengan dasar luka tulang femur, luka
kotor”.

2.2. Cara Klaim Pembiayaan Asuransi

Apabila seseorang mengalami kecelakaan atau meninggal dunia, asuransi


menjadi jaminan dalam hal pengobatan. Langkah pertama untuk mengklaim
pembiayaan asuransi adalah dengan menghubungi kantor asuransi terkait,
kemudian memenuhi persyaratan pengajuan klaim asuransi. Persyaratan yang
harus dipenuhi untuk mengklaim asuransi meninggal dunia diantaranya adalah
(Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, 2021):

1. Polis Asli
2. Formulir Klaim Meninggal Dunia Diisi Oleh Penerima Manfaat
3. Formulir Klaim Meninggal Dunia Diisi Oleh Dokter
4. Formulir Surat Kuasa Pemaparan Isi Rekam Medik - diisi dan tanda
tangan di atas meterai oleh Ahli Waris
5. Surat Keterangan Meninggal dari Instansi Pemerintahan yang berwenang
(Kutipan Akte Kematian) yang di legalisir
6. Bila Meninggal karena kecelakaan, lampirkan Berita Acara Pemeriksaan
(BAP) dari Kepolisian
7. Bila meninggal di rumah tanpa perawatan Dokter, buat kronologis
kematian dan di tandatangani oleh Ahli Waris
8. Copy hasil pemeriksaan medis yang telah dilakukan Tertanggung
9. Formulir Pemberitahuan No. Rekening dan Fotocopy Buku Rekening
10. Fotocopy Identitas diri Tertanggung
11. Fotocopy Identitas diri Ahli waris
12. Fotocopy Kartu Keluarga
13. Dokumen lain bila diperlukan

2.3. Prosedur Otopsi

9
Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan
dengan adanya penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan
obyektif pada korban, yang diperoleh dari pemeriksaan medis (Aflanie et al.,
2017).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal (Aflanie et al.,
2017):

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.


2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang
berwenang.
3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk
otopsi.
4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan
dahulu sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan
temuan-temuan dari pemeriksaan fisik.
5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.
6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada
laporan. Pada kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda
identifikasi, photo, sidik jari, dan lain-lain harus diperoleh.
7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak
berwenang.
8. Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.
9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.
10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi


forensik/medikolegal adalah:

1. Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan,


termasuk surat izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan
visum et repertum.
2. Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam
surat tersebut.

10
3. Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian
selengkap mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan
jenis pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan.
4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi
tidak diperlukan alat-alat khusus dan mahal.

2.4. Visum et Repertum

Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam Ilmu Kedokteran


Forensik, biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa
Latin, bentuk tunggalnya adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata
bahasa, kata “visum” atau “visa” berarti tanda melihat atau melihat yang artinya
penandatanganan dari barang bukti tentang segala sesuatu hal yang ditemukan,
disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti melapor yang artinya apa
yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban. Secara etimologi
visum et repertum adalah apa yang dilihat dan diketemukan (Utama, 2014).

Sebagai suatu hasil pemeriksaan dokter terhadap barang bukti yang


diperuntukkan untuk kepentingan peradilan, Visum et Repertum di golongkan
menurut objek yang diperiksa sebagai berikut (Utama, 2014):
a. Visum et repertum untuk orang hidup, jenis ini dibedakan lagi dalam:
1) Visum et repertum biasa. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak
peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih
lanjut.
2) Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan
apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat
membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et
repertum lanjutan.
3) Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau
meninggal dunia

11
b. Visum et repertum untuk orang mati (jenazah). Pada pembuatan visum et
repertum ini, dalam hal korban mati maka penyidik mengajukan permintaan
tertulis kepada pihak Kedokteran Forensik untuk dilakukan bedah mayat (outopsi)

c. Visum et repertum Tempat Kejadian Perkara (TKP). Visum ini dibuat setelah
dokter selesai melaksanakan pemeriksaan di TKP

d. Visum et repertum penggalian jenazah. Visum ini dibuat setelah dokter selesai
melaksanakan penggalian jenazah.

e. Visum et repertum psikiatri yaitu visum pada terdakwa yang pada saat
pemeriksaan di sidang pengadilan menunjukkan gejala-gejala penyakit jiwa.

f. Visum et repertum barang bukti, misalnya visum terhadap barang bukti yang
ditemukan yang ada hubungannya dengan tindak pidana, contohnya darah, bercak
mani, selongsong peluru, pisau.

2.5. Tatacara Pemakaman Jenazah COVID-19

a. Memandikan jenazah pasien virus corona.

Perlu digarisbawahi, pengurusan jenazah pasien Covid-19 harus dilakukan


oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit, sesuai agama si korban, dan telah
ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Jadi, tidak sembarang orang
boleh mengurus proses pemakamannya (Adiana & Djaya., 2015)

b. Petugas kesehatan akan melakukan langkah-langkah di bawah ini:

 Menggunakan pakaian pelindung, sarung tangan, hingga masker. Semua


komponen pakaian pelindung harus disimpan terpisah dari pakaian biasa.
 Tidak makan, minum, merokok, ataupun menyentuh wajah selama berada
di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah.
 Selama memandikan jenazah, tidak berkontak langsung dengan darah atau
cairan tubuh jenazah.

12
 Jenazah kemudian ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak
dapat tembus air). Jenazah yang sudah dikafani dan dibungkus plastik
kemudian disemprot cairan klorin sebagai disinfektan. Dapat juga jenazah
ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar dan
sebelumnya sudah disinfeksi. Jenazah beragama Islam posisinya di dalam
peti dimiringkan ke kanan. Dengan demikian ketika dikuburkan jenazah
menghadap ke arah kiblat.
 Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam
keadaan mendesak seperti untuk kepentingan autopsi dan hanya dapat
dilakukan oleh petugas.
 Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.
 Petugas selalu cuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.
Luka di tubuh petugas (jika ada), harus ditutup dengan plester atau perban
tahan air.
 Sebisa mungkin menghindari risiko terluka akibat benda tajam.
 Semua petugas kesehatan yang telah mengurus proses pemulasaran hingga
jenazah masuk peti dan pihak keluarga yang menyaksikan prosesi tersebut
diwajibkan menjalani proses sterilisasi dengan disemprotkan cairan
disinfektan ke bagian pakaian yang dikenakan serta selalu mencuci
tangan.

c. Selain itu, jika petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, lakukanlah
langkah-langkah berikut ini:

 Segera bersihkan luka dengan air mengalir yang bersih


 Jika luka tusuk tergolong kecil, biarkanlah darah keluar dengan sendirinya
 Semua insiden yang terjadi saat proses memandikan jenazah harus
dilaporkan pada pengawas.

d. Jika jenazah beragama Islam, dilakukan prosesi salat jenazah dengan ketentuan
berikut ini:

13
 Untuk pelaksanaan salat jenazah, dilakukan di rumah sakit rujukan. Jika
tidak, salat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses
pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan disinfektasi
setelah salat jenazah.
 Salat jenazah dilakukan sesegera mungkin dengan mempertimbangkan
waktu yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari empat jam.
 Salat jenazah dapat dilaksanakan sekalipun oleh satu orang.

Setelah proses memandikan, jenazah pasien poistif corona telah siap


dikuburkan. Adapula yang dikremasi mengikuti ketentuan agama dari jenazah
dengan kesepakatan keluarga. Namun, proses penguburan jenazah pasien virus
corona pun tidak boleh sembarangan. Sebab, ada beberapa protokol yang harus
dilakukan, untuk mencegah penyebaran virus lewat tanah (Adiana & Djaya,
2015).

Prosesi penguburan jenazah:

1. Jenazah harus dikubur dengan kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan
tanah setinggi satu meter. Penguburan beberapa jenazah di dalam satu
liang kubur dibolehkan karena kondisi darurat. Bagi jenazah beragama
Islam penguburannya dilakukan bersama dengan petinya. Pemakaman
jenazah dapat dilakukan di tempat pemakaman umum (TPU).
2. Tanah kuburan dari jenazah pasien virus corona harus diurus dengan hati-
hati. Jika ada jenazah lain yang ingin dikuburkan, sebaiknya dimakamkan
di area terpisah.
3. Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka pihak
keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah.

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan diskusi pada LBM 1 ini dapat disimpulkan bahwa Tuan R


yang merupakan WNA terjatuh dari gunung dan menyebabkan patah paha kanan
yang kmudian dirawat. Selama dirawat kondisinya semakin memburuk kemudian
meninggal dunia dengan hasil swab post mortem positif COVID-19. Penyebab
kematian pada Tuan R dapat dikarenakan beberapa hal, seperti hipoksia akibat
kekurangan oksigen karena berada didataran tinggi yang menyebabkan Tuan R
mengalami penurunan kesadaran dan terjatuh, ditambah dengan hasil pemeriksaan
COVID-19 yang positif juga bisa menjadi faktor yang memperberat terjadinya
hipoksia akibat pertukaran oksigen di paru-paru yang tidak adekuat.

Hal lain seperti tidak adanya guide yang memandu Tuan R sehingga
mengambil jalur yang berbahaya dan terjatuh bisa menjadi penyebab lainnya.
Pengajuan otopsi terhadap Tuan R hanya bisa diajukan oleh penyidik yang
berwenang dengan menyerahkan surat Visum et Repertum terlebih dahulu.
Pembiayaan jenazah pasien di tanggung oleh perusahaan asuransi dan jenazah
Tuan R yang merupakan Warga Negara Asing tidak dapat dipulangkan ke negara
asalnya dikarenakan jenazah postif COVID-19.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adiana & Djaya., 2015. Perlindungan Hukum Bagi Wisatawan Asing dalam
Perjanjian Asuransi Kecelakaan. Fakultas Hukum. Universitas Udayana :
Bali
Aflanie, Iwan, Nila Nirmalasari, and Muhammad Hendy Arizal. 2017. Ilmu
Kedokteran Forensik Dan Medikolegal.
Aflanie, Iwan, Nila Nirmalasari, Dan Hendy Muhammad. (2020). Ilmu
Kedokteran Forensik & Medikolegal. Ed. 1-Cet. 3. Depok: Rajawali Pers.
Asmadi, Erwin. 2019. Kejahatan Terhadap Tubuh. Ilmu Kedokteran Kehakiman
125–26.
Protokol WNA yang sakit atau meninggal dari Indonesia No. D/00765/04/2020.
Jakarta : Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
Protokol Pemulangan Jenazah WNA yang Positif COVID-19 dapat di unduh
melalui https://covid19.kemkes.go.id/protokol-covid19/protokol-evakuasi-
wna-yang-sakit-atau-meninggal-dariindonesia/
Utama, Winda Trijayanthi. 2014. “Visum Et Repertum: A Medicolegal Report As
a Combination of Medical Knowledge and Skill with Legal Jurisdiction.”
Fakultas Kedokteran Lampung 4(8):269–75.

16

Anda mungkin juga menyukai