Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PBLK

PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN


SISITEM PERKEMIHAN INKONTINENSIA URINE DENGAN TINDAKAN
KEGEL EXERCISE DI POLI NEUROLOGI RSUD LANGSA
2020

Oleh:

ERI DIANSYAH MUALADIN, S.Kep.


1914901222

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES FLORA
MEDAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang
tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan menyebabkan
masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama pada
penderita lanjut usia dan perlu mendapatkan perhatian khusus seiring dengan meningkatnya
populasi lansia di Indonesia. (Soetojo, 2019)
Menurut data dari WHO, di perkirakan 200 juta penduduk di dunia mengalami
inkontinensia urin. Menurut National Kidney and Urologyc Disease Advisory Board di
Amerika Serikat, jumlah penderita inkontinensia mencapai 13 juta orang, hal ini dialami
oleh laki-laki dan perempuan dari semua status sosial. Jumlah ini sebenarnya tidak
diketahui pasti karena banyak kasus tidak dilaporkan. (Kamariyah dkk, 2020)
Di beberapa negara Eropa, penelitian menunjukkan banyaknya wanita yang
mengalami Inkontensia urin. Persentasi yang lebih tinggi adalah Francis 44%, diikuti
oleh Kanada 42%, Jerman 41% dan Spanyol 23%. Sementara untuk laki-laki 16% di
Netherland, 14% di Kanada dan 7% di Francis (Buckley, B.S., Lapitan, M.C.M. 2016).
Survey yang dilakukan di berbagai negara asia di dapat prevalensi inkontinensia urine
rata-rata 21,6% (14,8% pada wanita dan 6,8% pada pria) yang mengenai semua individu
dengan semua usia meskipun paling sering dijumpai diantara para lansia. Kondisi tersebut
bukan kondisi normal dari penuaan dan sering kali dapat diobati (Kamariyah dkk, 2020)
Prevalensi inkontinensia urin di Indonesia telah mencapai 5,8% dari keseluruhan
penduduk (Juananda & Febriantara, 2017). Sekalipun demikian penanganannya masih
belum maksimal. Kondisi ini juga terjadi di Kelurahan Talang Betutu hingga kini masih
banyak warga yang mengeluhkan sering tidak mampu menahan bila ingin buang air
kecil (beser).
Permasalahan ini sampai saat ini belum teratasi dengan baik. Sebagian warga
mengaku bahwa dirinya juga sudah berobat tetapi belum mengatasi. Sementara untuk
mengatasi keluhan terhadap penurunan sistem perkemihan tersebut dapat dilakukan
dengan mudah dan murah serta tanpa obat-obatan. Salah satu cara yang dapat
dilakukan adalah latihan otot dasar panggul (pelvic muscle exercise) atau disebut
latihan Kegel (Crisp, Douglas, Rebeiro, & Waters, 2017)
Berdasarkan data yang didapat dari bagian Rekam medis Rumah Sakit umum daerah
Langsa Provinsi NAD, Jumlah kasus Inkontensia urin pada semua kelompok Usia
meningkat dari tahun 2018-2019, Namun jumlah kasus di Rumah Sakit Umum daerah
Langsa, Provinsi Nad masih tergolong Sedang. Pada tahun 2018 terdapat 51 kasus, Tahun
2019 terdapat 73 kasus yang mengalami inkontensia urin.(Rumah Sakit Umum Daerah
Langsa, 2019).
Dari hasil survey dengan melakukan tehnik wawancara langsung yang dilakukan
pada tanggal 10 juni 2020 pada pasien Ny. E di ruang poli neurologi Rsu Langsa di
temukan masalah inkontinensia urin pada Ny. E, Fenomena yang di dapatkan oleh peneliti
adalah masalah yang muncul pada Ny. E bak tidak dapat terkontrol sering mengompol dan
bak spontan keluar tanpa disadari,, usia Ny E sekarang mencapai 68 tahun, peneliti menarik
kesimpulan dari berbagai sumber factor usia lanjut sangat mempengaruhi terjadinya
inkontensia urin, jenis kelamin Ny. E sebagai seorang wanita yang menjalanin proses
melahirkan berpengaruh pada penurunan Produksifitas hormon estrogen hal ini juga dapat
terjadinya masalah inkontensia urin, di akibatkan Ny. E sering Mengompol akan tetapi
Ny. E belum mengetahui apa itu inkontinensia urin dan cara perawatannya. Oleh sebab itu,
penyakit tersebut membutuhkan perawatan yang komprehensif. Mahasiswa rencana
melakukan asuhan keperawatan dengan implementasi keperawatan senam kegel pada salah
satu lansia yang menderita dengan penyakit inkontensia urin.
Implementasi keperawatan yang dilakukan sejalan dengan penelitian Sutarmi, (2016)
Latihan kegel sangat bermanfaat untuk menguatkan otot rangka pada dasar panggul,
sehingga dapat memperkuat fungsi sfingter eksternal pada kandung kemih.
Hasil penelitian yang sama di lakukan Rijal, (2019), Penelitian ini dilakukan selama 6
minggu dengan 18 kali pemberian latihan. Uji statistik yang digunakan adalah paired
sample t test. Hasil analisis pre test dan post test memperlihatkan penurunan frekuensi
inkontinensia urin dengan nilai p < 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa kombinasi
kegel exercise berpengaruh terhadap perubahan frekuensi inkontinensia urin pada lansia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Karjoyo (2017), Pemberian kegel
exercise pada responden lansia selama 2 minggu menunjukan penurunan frekuensi
inkontinensia urin dengan nilai p-value = 0,018. Hal yang sama juga ditemukan
dalam hasil penelitian yang dilakukan Sutarmi dkk (2016), dimana pemberian kegel
exercise dapat menurunkan frekuensi berkemih pada lansia dengan inkontinensia urin
dengan nilai p-value = 0,000.
Salah satu manajemen IU adalah latihan menguatkan otot dasar panggul
menggunakan latihan Kegel. Canadian Foundation of Continence, (2016)
merekomendasikan latihan Kegel. Kegel merupakan nama penemu latihan Kegel. Dia
seorang dokter ahli ginekolog dari universitas Southern California dia memperkenalkan
latihan otot dasar pelvis kepada 500 wanita yang mengalami IU. Dia meminta para wanita
tersebut untuk menekan balon berbentuk kone yang disebut perinometer yang dimasukan
ke dalam vagina wanita tersebut. Wanita tersebut diminta untuk melakukan kontraksi
dan relaksasi selama 20 menit, tiga kali sehari dan sebanyak 300 kontraksi. Hasil
yang ditemukan adalah 80% frekwensi IU berkurang (The Canadian Continence
Foundation, 2016)
Berdasarkan banyaknya masalah diatas, Maka dengan itu mahasiswa tertarik
mengambil judul Pengelolaan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan: Inkontensia Urine Dengan Tindakan Kegel Exercise Di Poli neurologi RSUD
Langsa Tahun 2020
Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) merupakan mata kuliah yang
bertujuan untuk mempersiapkan mahasiswa dalam menghadapi dunia nyata seperti pada
saat bekerja dengan memberikan kesempatan untuk meningkatkan kemampuan dalam
mengaplikasikan semua teori dan konsep yang telah diperoleh selama proses pendidikan.
Kegiatan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) ini juga diharapkan secara
langsung dapat memberikan masukan untuk peningkatan pelayanan pada tempat yang
menjadi dapat memberikan masukan untuk peningkatan pelayanan keperawatan pada
tempat yang menjadi lahan praktik.
Tujuan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK)
Pada akhir kegiatan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) diharapkan
mahasiswa mampu mensintesa ilmu pengetahuan, menerapkan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif sebagi bentuk pelayanan keperawatan profesional, baik kepada
individu, keluarga, maupun masyarakat.Selain pada pengelolaan manajemen asuhan
keperawatan, juga mampu melakukan manajemen pelayanan keperawatan melalui proses
pengorganisasian kegiatan-kegiatan keperawatan secara efektif dan efisien dalam pelayanan
keperawatan dengan selalu meningkatkan pengelolaan pelayanan keperawatan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan yang dilakukan penulis adalah untuk meningkatkan kemampuan
dalam penerapan konsep dan teori yang didapat selama pendidikan dan mendapatkan
gambaran Pengelolaan Pelayanan Dan Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020.

1.2.2.Tujuan Khusus

1. Penulis mampu melakukan Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan Gangguan


Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020
2. Penulis mampu merumuskan Diagnosa Keperawatan pada pasien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020

3. Penulis mampu menyusun intervensi keperawatan pada pasien dengan Gangguan


Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020

4. Penulis mampu melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan Gangguan


Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah
Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020

5. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli Neurologi Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020

6. Penulis mampu menganalisa jurnal evidence based nursing dan mengaplikasi


evidence based nursing tersebut saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan dengan tindakan kegel exercise di Ruang Poli
Neurologi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Langsa Tahun 2020

1.3. Manfaat Penulisan


1.3.1. Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah referensi terkait dengan konsep dan teori yang dibahas dalam
laporan Praktek Belajar Lapangan Komprehensif sehingga dapat memfasilitasi mahasiswa
calon perawat dalam meningkatkan mutu kompetensi lulusan institusi yang akan
diterjunkan ke dunia kerja yang nyata.

1.3.2. Bagi Mahasiswa Keperawatan


Sebagai latihan untuk mempersiapkan diri menjadi perawat profesional yang
kompeten dalam melakukan manajemen asuhan terhadap pasien, sehingga dapat
berkompetisi dalam menghadapi dunia kerja yang nyata kelak

1.3.3.Lahan Praktek
Praktek Belajar Lapangan Komprehensif dapat dijadikan sebagai sarana untuk
meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah Langsa dengan penerapan
intervensi kasus sesuai dengan kasus kelolaan mahasiswa sehingga dapat menambah
intervensi perawat ruangan dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien secara
komprehensif.

1.3.4. Bagi Pasien dan Keluarga


Dapat menambah wawasan mengenai penyakit inkontensia urin dengan tindakan
kegel exerise, sehingga diharapkan pasien dan keluarga dapat menerapkan pola hidup sehat
untuk mencegah terjadinya inkontensia urin selama dirumah.
BAB II

PENGELOLAAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Inkontensia Urin
Inkontinensia Urine Adalah Ketidak mampuan Menahan Kemih Dalam Vesika
Urinaria Yang Bisa Terjadi Karena Gangguan Neurologis Atau Mekanis Pada Sistem Yang
Mengontrol Fungsi Berkemih Normal. Menurut Ics (The International Continence Society)
Inkontinensia Urine Merupakan Kondisi Urine Yang Keluar Secara Involunter Yang
Terlihat Jelas Serta Objektif Dan Mengganggu Hygiene Dan Keadaan Sosial. Pada
Inkontinensai Urine Terjadi Ketidakmampuan Tubuh Mengontrol Pengeluaran Urine
Dalam Waktu Setahun.(Rinita Amelia, 2020)
Inkontinensia urin merupakan keluarnya urin yang tidak terkendali dalam waktu yang
tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya yang akan menyebabkan
masalah sosial dan higienis. Inkontinensia urine merupakan salah satu keluhan utama pada
penderita lanjut usia dan perlu mendapatkan perhatian khusus seiring dengan meningkatnya
populasi lansia di Indonesia. (Soetojo, 2019)
Inkontinensia urine adalah keluarnya urine secara involunter. Pada pria, dua otot
sfingter yang mengendalikan berkemih. Sfingter internal mengendalikan lubang
kandung kemih ke dalam uretra, sfingter eksternal (otot pelvis) mengendalikan
lubang uretra di bawah prostat. Pada wanita, terdapat sedikit perbedaan anatara
sfingter internal dan eksternal. Normalnya, urine dalam jumlah cukup terkumpuldi dalam
kandung kemih dan menstimulasi ujung saraf tertentu, yang menyebabkan desakan untuk
berkemih. Ketika individu kehilangan terhadap fungsi ini, akibatnya terjadi inkontinensia
( Roshdal, 2015).
2.1.2 Klasifikasi
Terdapat 2 Klasifikasi Pada Inkontinensia Urine, Yaitu Sebagai Berikut :
1. Inkontinensia Urine Akut
Inkontinensia Ini Terjadi Kurang Dari 6 Bulan Dan Biasanya Terjadi Secara
Mendadak.Kondisi Ini Berkaitan Dengan Penyakit Akut Yang Diderita Dan Akan
Menghilang Ketika Penyakitnya Sudah Bisa Ditangani Atau Sembuh.
2. Inkontinensia Urine Kronik
Inkontinensia Ini Terjadi Karenan Kapasitas Kandung Kemih Yang Menurun Serta
Lemahnya Kontraksi Otot Detrusor Yang Mengakibatkan Kegagalan Dalam
Pengosongan Kandung Kemih.
Inkontinensia Urine Kronik Dikelompokkan Menjadi 4, Diantaranya Sebagai Berikut:
a. Inkontinensia Urine Tipe Stres
Keadaan Ini Terjadi Karena Terdapat Tekanan Didalam Perut, Kelemahan Pada Otot
Di Bagian Dasar Panggul, Tindakan Operasi, Dan Estrogen Yang Menurun. Gejala
Yang Timbul Adalah Kencing Saat Tertawa, Batuk, Bersin Atau Hal-Hal Yang
Mengakibatkan Tekanan Pada Perut. Penanganan Yang Bisa Dilakukan Adalah
Dengan Melakukan Senam Kegel Secara Rutin, Mengonsumsi Obat, Atau Juga Bisa
Dilakukan Tindakan Operasi.
b. Inkontinensia Urine Tipe Fungsional
Inkontinensia Ini Terjadi Karena Adanya Penurunan Fungsi Kognitif Dan Fisik
Seperti Pada Pasien Dimensia Berat Atau Adanya Gangguan Neurologik Dan
Mobilitas Sertas Gangguan Psikologis. Inkontinensia Ini Ditandai Dengan Ketidak
Mampuan Mencapai Toilet Untuk Berkemih.
c. Inkontinensia Urine Tipe Overflow
Inkontinensia Ini Desebabkan Karena Otot Detrusor Pada Kandung Kemih Melemah
Sementara Isi Dalam Kandung Kemih Yang Terlalu Bannyak Sehingga Urine
Mengalir Keluar. Gejala Yang Timbul Adalah Rasa Tidak Puas Saat Berkemih,
Merasa Urine Masih Tersisa Di Kandung Kemih, Urine Keluar Sedikit Dan Mengalir
Pelan
d. Inkontinensia Urine Tipe Urgen
Inkontinensia Ini Terjadi Karena Ketidak Stabilan Kandung Kemih Yang
Menyebabkan Otot Detrusor Bereaksi Secara Berlebihan. Gejala Yang Ditimbulkan
Adalah Tidak Mampu Menahan Berkemih Ketika Terasa Sensasi Ingin Berkemih,
Sering Kencing Saat Malam Hari, Serta Kencing Berulang Kali (Cameron, 2013).

2.1.3. Etiologi
Penyebab inkontinensia urin pada lansia menurut Darmojo & Hadi Martono dalam
Julianti (2017) , yaitu:
1. Kelainan urologik, misalnya radang, tumor, batu diverkel.
2. Kelainan neurologik, misalnya stroke, trauma pada medulla spinal.
3. Lain-lain; misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih yang tidak
memadai, jauh, dan sebagainya.
Perubahan yang tercatat pada kandung kemih yang mengalami penuaan yaitu
berkurangnya kapasitas kandung kemih, berkurangnya kemampuan kandung 21kemih
dan uretra, berkurangnya tekanan penutupan uretra maksimal, meningkatnya
volume urine sisa pasca berkemih, dan berubahnya ritme produksi urin di malam hari
(Suharyanto & Majid, 2009 dalam Pamungkas, 2015).
Secara umum inkontinesia urin disebabkan oleh perubahan pada anatomi dan
fungsi organ kemih lansia, obesitas, menopause, usia lanjut, penambahan berat badan.
Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot
dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan resiko
terjadinya inkontinensia urine. Faktor jenis kelamin berperan terjadinya inkontinesia
urine khususnya pada wanita karenamenurunnya kadar hormon estrogen pada usia
menopause akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih
sehingga menyebabkan terjadinya inkontinesia urin. Gejala inkontinensia yang
biasanya terjadi adalah kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari,
serta perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, dan kencing di
malam hari (Moa HM, Milwati S, Sulasimini, 2017).
2.1.4. Manifestasi Klinis
Inkontinensia Urine Adalah Sebagai Berikut :
1. Keluarnya Urine Dengan Jumlah Sedikit Saat Bersin, Batuk, Tertawa, Membungkuk,
Atau Melompat Yang Merupakan Ciri-Ciri Dari Inkontinensia Urine Tipe Stres.
2. Urine Yang Keluar Lambat Serta Merasa Mengejan Yang Merupakan Ciri Dari
Inkontinensia Urine Tipe Overflow.
3. Aliran Urine Dan Volume Urine Adekuat Yang Merupakan Ciri Dari Inkontinensia
Urine Tipe Fungsional.
4. Merasa Adanya Desakan Berkemih.
5. Tidak Mampu Mencapai Toilet Saat Setelah Mulai Berkemih.
6. Kurangnya Hygiene Atau Terdapat Tanda-Tanda Infeksi
2.1.5. Patofisiologi
Dalam proses berkemih yang normal dikendalikan oleh mekanisme volunter dan
involunter. Sfingter uretra eksternal dan otot dasar panggul yang berada dibawah
kontrol mekanisme volunter. Sedangkan pada otot detrusor kandung kemih dan sfingter
uretra internal berada pada bawah kontrol sistem saraf otonom. Ketika otot detrusor
berelaksasi maka terjadinya proses pengisian kandung kemih dan sebaliknya jika otot ini
berkontraksi maka proses berkemih (pengosongan kandung kemih) akan berlangsung.
Dengan kontraksi otot detrusor kandung kemih disebabkan dengan aktivitas saraf
parasimpatis, dimana aktivitas itu dapat terjadi karena dipicu oleh asetil-koline. Ketika
terjadi perubahan-perubahan pada mekanisme normal ini maka dapat menyebabkan
proses berkemih terganggu. Pada usia lanjut baik wanita atau pria terjadinya
perubahan anatomis dan fisiologis dari sistem urogenital bagian bawah. Perubahan
tersebut akan berkaitan dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita dan
hormon androgen pada pria. Perubahan yang terjadi ini berupa peningkatan fibrosis dan
kandungan kolagen pada dinding kandung kemih yang dapat mengakibatkan fungsi
kontraktil dari kandung kemih tidak efektif lagi. Pada otot uretra dapat terjadi
perubahan vaskularisasi pada lapisan submukosa, atrofimukosa dan penipisan otot
uretra. Dengan keadaan ini menyebabkan tekanan penutupan uretra berkurang. Otot dasar
panggul juga dapat mengalami perubahan merupa melemahnya fungsi dan
kekuatan otot. Secara keseluruhan perubahan yang terjadi pada sistem urogenital
bagian bawah akibat dari proses menua sebagai faktor kontributor terjadinya
Inkontinensia urin (Setiati dan Pramantara, 2007 dalam Aneesah C, 2015).
2.1.6. Pemeriksaan Penunjang
Diagnostik imaging (pencitraan saluran kemih) meliputi USG, CT-scan dan IVP
untuk mengidentifikasi kelainan patologi dan kelainan anatomi serta pemeriksaan
urodinamik (Purnomo 2011 dalam Yani 2018). Studi urodinamik adalah serangkaian
tes yang dilakukan untuk menilai fungsi dan kondisi saluran kemih bagian bawah.
Cara kerja studi urodinamik adalah:
1. Uroflowmetri yaitu tes yang menilai laju aliran dan volume urin. Tes ini
mengukur seberapa cepat klien mengeluarkan urin. Tes ini menggunakan
peralatan yang dirancang khusus yang mengukur kecepatan pengeluaran urin dan
kemudian mengirim datanya ke komputer. Tindakan ini dilakukan sederhana
dalam kamar kecil, klien diminta BAK pada corong atau toilet khusus guna
pengumpulan urin.
2. Tes sistometri yaitu pemeriksaan yang lebih menyeluruh karena memberikan
informasi yang lebih penting seperti tekanan kandung kemih. Tes ini
melibatkan memasukkan kateter dengan manometer ke dalam kandung kemih dan
dilakukan dengan bius lokal.
3. Elektromiografi yaitu dengan meletakkan sensor pada kulit uretra atau rektum yang
bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis aktivitas listrik dari saluran kemih
bagian bawah dan digunakan untuk mendiagnosa kerusakan saraf pada kandung
kemih.
4. Pengukuran post-void sisa yaitu pemeriksaan yang menentukan berapa
banyak urin yang disimpan kandung kemih setelah BAK. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan dengan menggunakan USG atau kateter yang dimasukkan ke dalam
kandung kemih.
2.1.7. Penatalaksanaan
Menurut Roshdal (2015) Ada beberapa penatalaksanaan untuk penderita
inkontinensia urine yaitu :
1. Medisa.
a. Farmakologi
Antispasmodik kemih efektif dalm kasus mengurangi spasme otot kandung
kemih dari inkontinensia urine; misalnya, hiosamin, toterodin (Detrol), atau
oksibutin (Ditropan).
b. Pembedahan Ketika fistula (koneksi) antara kandung kemih dan organ lain
adalah penyebab inkontinensia, pembedahan selaludiperlukan untuk
memperbaiki lubang. Elektrokavet dapat digunakan untuk menutup lubang.
Elektrokavet merupakan prosedur membakar (menghancurkan) jaringan defektif
menggunakan elektroda yang memancarkan arus listrik bolak-balik atau searah.
Lubang yang lebih besar membutuhkan tindakan bedah yang lebih besar untuk
menambal lubang atau mengoreksi defek. Adapun pembedahan untuk sfingter
buatan, alat ini diletakkan disekitar leher kandung kemih dan dihubungkan ke
sebuah balon. Balon ini diimplantasi ke dalam panggul. Pengoperasian
diimplan ke dalam skrotum atau labia. Diinflasikan menggunakan cairan
dari sebuah reservoir ureter mempertahankan kontinensia dan kemudian
dikempeskan ketika klien inginmengosongkan kandung kemihnya.
2. Non medis.
a. Latihan otot dasar pinggul/latihan kegel.Latihan kegel sering digunakan sebagai
terapi inkontinensia stress dan urgensi. Latihan ini merupakan metode yang
efektif untuk menangani inkontinensia. Latihan kegel dirancang untuk
meningkatkan tonus otot sfingter dan membantu klien untuk mencegah
kebocoran urine dalam perjalanan menuju kamar mandi. Klien akan
mengenakan pembalut sekali pakai selama periode latihan untuk menahan urine
yang keluar. Jika setelah 3 hingga 6 bulan melakukan program latihan tidak
ada perubahan yang tampak pada tingkat inkontinensia, klien dapat memilih
pembedahan atau medikasi untuk penatalaksanaan inkontinensia yang lebih baik.
b. Stimulasi elektrik
Stimulasi elektrik (stimulasi otot panggul) merupakan metode lain dalam membantu
klien mengencangkan otot panggul dan mengurangi aktivitas kandung kemih
yang menyebabkan inkontinensia urgensi. Sebuah elektroda kecil yang
dihubungkan ke generator diletakkan ke dalam vagina atau rektum. Ketika
impuls elektrik terjadi, otot panggul berkontraksi; ketika tidak ada impuls yang
dikirim, otot relaks. Terapi ini sangat nyaman dan mudah dilakukan di rumah. Terapi
ini sangat berguna pada klien dengan masalah neurologis atau klien yang memiliki
kesulitan untuk mengetahui otot mana yang digunakan untuk latihan kegel.
2.1.8. Penatalaksanaan Perawat
Prinsip Dasar Penatalaksanaan Dalam Inkontinensia Urine Ialah Terapi Perilaku,
Pasien Dianjurkan Untuk Segera Ke Kamar Mandi Jika Ada Perasaan Berkemih Peran
Perawat Dalam Hal Ini Yaitu Untuk:
1. Pelatihan Kebiasaan Dorong Pasien Untuk Berkemih Disaat Yang Normal Seperti
Dipagi Hari, Sebelum Tidur, Setelah Makan.
2. Latihan Otot Pelvis Dengan Senam Kegel Dapat Melatih Kekuatan Otot Detrusor,
Sehingga Dapat Memperbaiki Fungsi Kontrol Miksi Dan Mengurangi Mobilitas
Uretra, Khususnya Pada Pasien Kandung Kemih Overaktif
3. Menganjurkan Pasien Untuk Berkonsultasi Dengan Dokter Untuk Penggunaan Obat-
Obatan.
4. Modifikasi Diet
Peran Mengurangi Konsumsi Kafein, Seperti Kopi, Teh, Cokelat, Dan Soda, Dalam
Tata Laksana Inkontinensia Urine Masih Inkonklusif. Tetapi, Beberapa Ahli
Merekomendasikan Untuk Mengurangi Konsumsi Kafein Untuk Memperbaiki Gejala
Urgensi Dan Frekuensi.
Konsumsi Diet Tinggi Serat Dapat Memperbaiki Gejala Konstipasi. Konstipasi Juga
Bisa Menjadi Penyebab Inkontinensia Urine. Bentuk Intervensi Lain Untuk
Mengatasi Konstipasi Juga Dapat Disarankan Pada Pasien Inkontinensia Urine.
(Marrison, 2016)
2.1.9. Komplikasi

Komplikasi Menurut Purnomo dalam Moa (2017) ada beberapa komplikasi yang biasa
terjadi pada lansia yang menderita inkontinensia urine :
1. Masalah kulit : ruam, infeksi kulit, dan ulkus kulit yang terjadi apabila kulit yang
selalu basah oleh urine (penggunaan popok).
2. Infeksi saluran kemih.
Inkontinensia urine yang lama secara langsung juga dapat berdampak pada penurunan
kualitas hidup lansia. Keadaan ini dapat menimbulkan berbagai permasalahan,
antara lain : masalah medik, sosial maupun ekonomi. Masalah medik berupa
iritasi dan kerusakan kulit di sekitar kemaluan akibat urine dan lembab, masalah
sosial berupa perasaan malu, mengisolasi diri dari pergaulan dan mengurung diri di
rumah karena lansia menjadi kurang percaya diri dengan kondisinya, masalah
ekonomi berupa pemakaian panpers atau perlengkapan lain guna tidak selalu basah
oleh urine memerlukan biaya yang tidak sedikit.
2.2. Senam Kegel
2.2.1. Definisi Senam Kegel
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan otot panggul atau senam yang
bertujuan untuk menguatkan otot-otot dasar panggul terutama otot pubococcygeal sehingga
seseorang dapat memperkuat otot-otot saluran kemih. Senam kegel juga dapat
menyembuhkan ketidakmampuan untuk menahan kencing (inkontinensia urine) dan
dapat mengencangkan dan memulihan otot disekitaralat genital dan anus (Widianti et al
2011 dalam Yani 2018)
Senam kegel adalah tehnik yang digunakan untuk mengencangkan atau
menguatkan otot vagina. Ini adalah salah satu cara alamiah untuk memperkuat otot
pelvis, baik untuk dilakukan wanita ataupun pria (Yuliana 2011 dalam Mylia 2017).

2.2.2. Tujuan Senam Kegel


Tujuannya adalah untuk memperkuat otot-otot dasar pangguldan sfingter
kandung kemih, yaitu otot-otot yang berperan mengatur miksi dan gerakan
mengencangkan, melemaskan kelompok otot panggul dan daerah genital, terutama
otot pubococcygeal, sehingga seseorang dapat memperkuat otot-otot saluran kemih,
otot-otot seksual, dan otot-otot panggul untuk memperlancar persalinan pada ibu hamil
(Yuliana 2011 dalam Mylia 2017).
2.2.3. Manfaat Senam Kegel.
1. Membantu menjaga kontrol otot untuk buang air.
2. Senam kegel pada pria juga bermanfaat meningkatkan performa seksual.
Mengencangkan otot panggul bawah selama berhubungan seksual dapat
membantu mengelola ereksi atau menunda ejakulasi.
3. Bagi ibu hamil, senam Kegel bermanfaat memperlancar proses persalinan. Otot
panggul yang kuat dan elastis bermanfaat membuka jalan lahir.
2.2.4. Cara Melakukan Senam Kegel
Menurut Ninuk (2016) latihan tahanan dan perpanjangan kedalam pada
pubococcygeal, senam kegel sangat mudah dilakukan di mana saja dan bahkan tanpa
seorang pun tahu. Untuk mempraktekan senam tersebut dapat dilakukan dengan cara
sebagai berikut :
a. Langkah pertama, posisi duduk, berdiri atau berbaring, cobalah untuk
mengkontraksikan otot panggul dengan cara yang sama ketika kita menahan
kencing.
b. Kita harus dapat merasakan otot panggul Anda meremas uretra dan anus
(Apabila otot perut atau bokong juga mengeras berarti kita tidak berlatih
dengan otot yang benar).
c. Ketika kita sudah menemukan cara yang tepat untuk mengkontraksikan otot
panggul maka lakukan kontraksi selama 10 detik, kemudian istirahat selama 10
detik.
d. Lakukan latihan ini berulang-ulang sampai 10-15 kali per sesi.
Indikasi Pada pasien inkontensia urin
Proses A. Tahap pra interaksi
pelaksanaa 1. Melakukan verifikasi
n senam Kontrak waktu untuk jadwal latihan senam kegel
kegel B. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam
2. Menjelaskan tujuan dan prosuder tindakan pada klien
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum melakukan kegiatan
C. Tahap Kerja
Langkah pertama menarik nafas sebanyak 8x selama 3 detik
Langkah Kedua yaitu mendayungkan pinggul kedepan
sebanyak 8x
Langkah Ketiga yaitu mendayungkan pinggul ke kanan 4x dan
ke kiri 4x
Langkah Keempat kontraksikan dan pejamkan rectum uretra
dan vagina sebanyak 8x dan tahan selama 3 detik
Langkah kelima menekan kandung kemih dengan satu tangan
sebanyak 8x dan tahan selama 3 detik
Langkah terakhir menarik nafas sebanyak 3x untuk merangsang
otot-otot
D. Tahap Terminasi
1. Melakukan evaluasi tindakan
2. Berpamitan dengan klien
(Fiokal lianara Volky, 2019)

2.3. Tinjauan Kasus


2.3.1. Pengkajian
1. Pengkajian
A. Identitas klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Alamat, Pekerjaan, Alamat, Suku
Bangsa, Tanggal, Jam MRS, Nomor Registrasi, Dan Diagnosa Medis.
B. Keluhan Utama Pasien Masuk ke rsu
2. Riwayat kesehatan
A. Riwayat kesehatan sekarang
Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa,batuk gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik, kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.Apakah
ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah
terjadi ketidakmampuan.
B. Riwayat kesehatan dahulu.
Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan
catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
C. Riwayat kesehatan keluarga.
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan
klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
3. Pemeriksaan fisik
A. Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari
terjadinya inkontinensia.
B. Pemeriksaan Sistem
B1 (breathing)
Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen
menurun.kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2 (blood)
Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
B3 (brain)
Kesadaran biasanya sadar penuh
B4 (bladder)
Inspeksi:
Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas
mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah
apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,
Banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi,
apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di
ureta luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing.
B5 (bowel)
Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen,
adanya ketidak normalan perkusi, adanya ketidak normalan palpasi pada ginjal.
B6 (bone)
Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain,
adakah nyeri pada persendian.
2.3.2. Kajian Jurnal Ebn(Evidance Based Nursing)
Evidence Based Nursing (EBN) merupakan pendekatan yang digunakan dalam
praktik perawatan kesehatan, yang berdasarkan evidence atau fakta. Dalam kasus ini
Penulis Mencoba Mengusulkan Beberapa Solusi Penerapan Suatu Intervensi Keperawatan
Terhadap Permasalahan Pasien Kelolaan Terutama Dalam Lingkup Kasus Kelolaan
Tentang Gangguan System Perkemihan pada pasien yang mengalami Inkontensia Urin Di
Antaranya Penulis Menganalogikan Penerapan Intervensi keperawatan Yaitu Mengajarkan
Pasien Melakukan Senam Kegel Untuk Memperkuat Otot Dasar Panggul dan dapat
mengurangi frekuensi terjadinya inkontensia urin.
Menurut H.Park 2014. Dalam jurnal keperawatan Pengaruh Latihan Kegel Pada
Manajamen Stres Inkontinensia Urin Wanita Dari Uji Acak Terkendali, Stres Urinary
Incontinence Di Definisikan Keluhan Kebocoran Urin Yang Tidak Di Sengaja Dalam
Upaya, Aktivitas Seperti Bersin, Dan Batuk.
Studi Ini Hanya Membandingkan Implementasi Latihan Kegel Pada Wanita Paruh
Baya Dengan Stres inkontensia urin Dengan Intervensi Non-Intervensi Dan Rutin Seperti
Pendidikan.Kemajuan Dalam Perawatan Dan Periode Pengobatan Dan Periode Tindak
Lanjutnya Singkat, Dengan Kurang Dari Tiga Bulan. Tetapi Efek Latihan Kegel Pada Stres
inkontensia urin Diverifikasi Secara Konsisten, Dan Semua Hasil Menunjukkan Perbedaan
Yang Signifikan Secara Statistik. Sebagai Kesimpulan, Penelitian Ini Memberikan Bukti
Bahwa Latihan Kegel Efektif Dan Lebih Baik Daripada Tidak Ada Perawatan Dalam
Pengelolaan Wanita Dengan Stres Inkontinensia Urin Karena Variabel Hasil Yang
Digunakan Untuk Meta-Analisis Ini Menunjukkan Hasil Yang Sangat Baik Untuk
Mengurangi Frekuensi Inkontinensia Urin Dan Mengurangi gejalanya(H. Park dkk, 2014)
Hal senada juga di teliti oleh (Rijal, 2019) dengan judul jurnal Pengaruh Pemberian
Kombinasi Kegel Exercise Dan Bridging Exercise Terhadap Perubahan Frekuensi
Inkontinensia Urin Pada Lanjut Usia Di Yayasan Batara Hati Mulia Gowa.
Ketika melakukan kombinasi latihan kegel exercise dan bridging exercise maka yang
terjadi adalah adaptasi neurologi, adaptasi struktural dan adaptasi metabolik. Adaptasi
neurologi terjadi dengan mengaktifkan motor unit yang mempersarafi saraf. Adaptasi
Struktural berhubungan dengan hypertrofi otot atau peningkatan ukuran otot.Seperti yang
diketahui kekuatan otot berbanding lurus dengan peningkatan ukuran otot.Hypertrofi otot
mengakibatkan meningkatnya jumlah dan ukuran myofibril yang masing-masing myofibril
dibentuk oleh unit-unit kontraktil yaitu sarcomer. Hipertrofi sarkomer mengakibatkan
kepadatan pada myofibril.Pertumbuhan pararel myofibril menyebabkan terjadinya tension
level (peningkatan ketegangan).Inilah yang menyebabkan terjadinya kekuatan otot. (Rijal,
2019)
Pathway

Pertambahan Usia, Kehamilan, Setelah


Melahirkan,Kegemukan, Menopause, Kurang
Aktivitas, Penyakit Lain (Tumor, Kencing
Batu,Radang)

Kelemahan struktur
panggul

Inkontensia urin
fungsional

Urin yang bersifat asam Tidak dapat mengontrol


Menganggu aktifitas tidur
mengiritasi kulit keluarnya urin

Daerah genetalia lembab Gangguan sensori


motorik Mk : gangguan pola tidur
Menimbulkan lecet Bak tanpa di sengaja

Mk : kerusakan
intergitas kulit Urin tersisa di celana
Mk : Gangguan
2.3.3. Diagnosa Keperawatan Inkontensia Urin eliminasi urin
Menurut Nanda International (2015-2016), Diagnosa pada klien inkontensia urin di
antaranya :
1. Inkontinensia Urine fungsional b.d factor lingkungan yang berubah, gangguan
kognisi, gangguan penglihatan, keterbatasan neuromuscular, factor psikologis,
kelemahan struktur panggul pendukung.
2. Gangguan Pola Tidur b.d kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar,
tanggung jawab memberi asuhan, perubahan pejanan terhadap cahaya gelap,
gangguan mis,untuk tujuan terapeutik, pemantauan,pemeriksaan laboraturium, kurang
control tidur, kurang privasi,pencahayaan, bising, bau gas, restran fisik, teman tidur,
tidak familier dengan prabot tidur.
3. Kerusakan Integritas Kulit b.d factor eksternal : zat kimia, usia yang ekstrim,
kelembapan, hipertermia, hipotermia, factor mekanik mis, gaya
gunting,medikasi,lembab, imobilitasi fisik, internal : perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, factor perkembangan, kondisi ketidak
seimbangan nutrisi (missal,obesitas), penurun imunologis, penurunan sirkulasi,
kondisi gangguan metabolic, gangguan sensasi, tonjolan tulang.
4. Gangguan Eliminasi Urin b.d obstruksi anatomic, penyebab multiple, gangguan
sensori motoric, infeksi saluran kemih.
2.3.4. Intervensi Keperawatan
Keperawatan (NANDA) Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keparawatan
(NIC)
1. Inkontinensia Urine  Perawatan diri Eliminasi NIC
fungsional b.d factor (toileting) Self care assistance toileting
lingkungan yang  Kontinensia Urin Manajamen eliminasi urin
berubah, gangguan  Eliminasi urin  Monitor eliminasi urin,
kognisi, gangguan frekuensi, konsistensi, bau,
Kriteria Hasil :
penglihatan, volume, dan warna, jika
 Mengidentifikasi keinginan
keterbatasan diperlukan.
berkemih
neuromuscular, factor  Monitor tanda dan gejala
psikologis, kelemahan  Berespon tepat waktu
retensi urin
struktur panggul terhadap dorongan berkemih
 Identifikasi factor yang
pendukung.  Mencapai toilet antara
menyebabkan episode
waktu dorongan berkemih
inkontensia
Definisi : ketidak
dan pengeluaran urin
 Kumpulkan spesimen urin
mampuan individu yang
 Melakukan eliminasi secara
tengah untuk pemeriksaan
biasanya kontinen untuk
mandiri
urinalisis, jika diperlukan
mencapai toilet tepat
 Mengosongkan kandung
waktu untuk menghindari  Ajarkan pasien dan keluarga
kemih secara tuntas
kehilangan urin tanpa untuk mencatat haluaran dan
 Mengkomsumsi cairan
sengaja. dalam jumlah adekuat pola urine, jika diperlukan
Batasan karakteristik :  Urin residu pasca berkemih  Batasi cairan sesuai kebutuhan
 Mampu mengosongkan >100-200 ml
Perawatan inkotinensia urin
kandung kemih dengan
 Identifikasi multifactor yang
komplet jumlah waktu
menyebabkan inkontensia
yang diperlukan untuk
( produksi urin, pola
mencapai toilet melebihi
berkemih, fungsi cognitive,
lama waktu antara
masalah berkemih yang di
merasakan dorongan
alami, dan pengobatan)
untuk berkemih dan tidak
 Anjurkan pasien untuk minum
dapat mengontrol
minimum 1500cc per hari
berkemih
 Ajarkan pasien dan keluarga
 Mengeluarkan urin
untuk latihan kegel
sebelum mencapai toilet
 Mungkin inkontensia
hanya pada dini hari
 Merasakan perlunya
untuk berkemih
NOC
2. Gangguan Pola Tidur b.d NIC
 Anxiety reduction
kelembaban lingkungan Sleep Enhancement
 Comfort level
sekitar, suhu lingkungan  Determinasi efek-efek
 Pain level
sekitar, tanggung jawab medikasi terhadap pola tidur
 Rest : extent and pattern
memberi asuhan,  Jelaskan pentingnya tidur
 Sleep : extent ang pattern
perubahan pejanan yang adekuat
terhadap cahaya gelap, Kriteria hasil :  Fasilitas untuk
gangguan mis,untuk  Jumlah jam tidur dalam mempertahankan aktivitas
tujuan terapeutik, batas normal 6-8 jam/hari sebelum tidur (membaca)
pemantauan,pemeriksaan  Pola tidur, kualitas dalam  Identifikasi penyebab
laboraturium, kurang batas normal gangguan tidur, fisik, nyeri,
control tidur, kurang  Perasaan segar sesudah tidur sering Bak, sesak nafas,
privasi,pencahayaan, atau istirahat batuk, demam, mual dll
bising, bau gas, restran  Mampu mengidentifikasi  Ciptakan lingkungan yang
fisik, teman tidur, tidak hal-hal yang meningkatkan nyaman
familier dengan prabot tidur  Kolaborasi pemberian obat
tidur. tidur
Definisi : gangguan  Diskusikan dengan pasien
kualitas dan kuantitas dan keluarga tentang teknik
waktu tidur akibat factor tidur
eksternal  Instruksikan untuk
Batasan karekteristik : memonitor tidur pasien
 Perubahan pola tidur  Monitor waktu makan dan
normal minum dengan waktu tidur
 Penurunan kemampuan  Monitor catat kebutuhan tidur
berfungsi pasien setiap hari dan jam
 Ketidakpuasan tidur
 Menyatakan sering
terjaga
 Menyatakan tidak
mengalami kesulitan
tidur
 Menyatakan tidak
merasa cukup istirahat
3. Kerusakan Integritas
NIC
Kulit b.d factor eksternal NOC
 Anjurkan pasien untuk
: zat kimia, usia yang  Tissue integrity : skin and
menggunakan pakaian yang
ekstrim, kelembapan,  Mucous membranes
hipertermia, hipotermia,  Hemodyalis akses longgar
factor mekanik mis, gaya  Hindari kerutan pada tempat
Kriteria Hasil :
gunting,medikasi,lembab tidur
 Integritas kulit yang baik bisa
, imobilitasi fisik,  Jaga kebersihan kulit agar
di pertahankan (sensasi,
internal : perubahan tetap bersih dan kering
elastisitas, temperature,
status cairan, perubahan  Mobilisasi paien ubah posisi
hidrasi, pigmentasi)
pigmentasi, perubahan pasien setiap dua jam sekali
 Tidak ada luka atau lesi pada
turgor, factor  Monitor kulit akan adanya
kulit
perkembangan, kondisi kemerahan
 Perfusi jaringan baik
ketidak seimbangan  Oleskan lotion atau minyak
nutrisi (misal,obesitas),  Menunjukkan pemahan
baby oil pada daerah yang
penurun imunologis, dalam proses perbaikan kulit
tertekan
penurunan sirkulasi, dan mencegah terjadinya
 Monitor aktivitas dan
kondisi gangguan sedera berulang
mobilisasi pasien
metabolic, gangguan  Mampu melindungi kulit dan
 Monitor status nutrisi pasien
sensasi, tonjolan tulang mempertahankan
 Memandikan pasien dengan
Definisi : Perubahan / kelembaban kulit dan
sabun dan air hangat
gangguan epidermis perawatan alami
 Membersihkan, memantau
dan/atau dermis
dan meningkatkan proses
Batasan karakteristik :
penyembuhan pada luka yang
 Kerusakan lapisan kulit
di tutup dengan jahitan, klip
(dermis)
atau straples
 Gangguan permukaan
 Monitor proses kesembuhan
kulit (epidermis)
area insisi
 Invasi struktur tubuh
 Monitor tanda dan gejala
infeksi pada area insisi
 Bersihkan area sekitar jahitan
atau staples, menggunakan
lidi kapas steril
 Gunakan preparat antiseptic,
sesuai program
 Ganti balutan pada interval
waktu sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka tidak
dibalut sesuai program

4.Gangguan Eliminasi
Urin b.d obstruksi
NIC
anatomic, penyebab NOC
 Lakukan penilaian kemih
multiple, gangguan sensori  Urinary elimination
yang komprehensif berfokus
motoric, infeksi saluran  Urinary continuence
pada inkontensia ( miaslnya,
kemih
Kriteria Hasil : output urin, pola berkemih
Definisi : disfungsi pada
 Kandung kemih kosong kemih, fungsi kognitif, dan
eliminasi urin
secara penuh masalah kencing praeksisten)
Batasan Karakteristik :
 Tidak ada residu urin > 100-  Memantau penggunaan obat
 Disuria
200cc dengan sifat antikolinergik
 Sering berkemih
 Intake cairan dalam rentang property alpha agonis
 Anyang-anyangan
normal  Memonitor efek dari obat-
 Inkontensia urin
 Bebas dari isk obatan yang diresepkan
 Nokturia
 Tidak ada spasme bladder seperti calcium channel
 Retensi
 Balance cairan seimbang blocker dan antikolinergik
 dorongan
 Menyediakan penghapusan
privasi
 Gunakan kekuatan sugesti
dengan menjalankan air atau
disiram toilet
 Merangsang reflek kandung
kemih dengan menerapkan
dingin untuk perut, membelai
tinggi batin, atau air
 Sediakan waktu yang cukup
untuk pengosongan kandung
kemih (10 menit)
 Gunakan spirit wintergreen di
pispot atau urinal
 Menyediakan maneuver crede,

Yang di perlukan
 Gunakan double void teknik
 Masukkan kateter kemih,
sesuai
 Anjurkan pasien atau keluarga
untuk merekam output urin,
sesuai
 Instruksikan cara-cara untuk
menghindari konstipasi atau
impaksi tinja
 Memantau asupan dan
keluaran
 Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi dan perkusi
 Membantu dengan toilet
secara berkala, sesuai
 Memasukkan pipa ke dalam
lubang tubuh untuk sisa,
sesuai
 Menerapkan kateterisasi
intermiten, sesuai
 Merujuk ke spesialis
kontinensia kemih, sesuai

2.3.5.Evaluasi
1. Inkontinensia Urine fungsional b.d factor lingkungan yang berubah, gangguan
kognisi, gangguan penglihatan, keterbatasan neuromuscular, factor psikologis,
kelemahan struktur panggul pendukung.
A. Mengidentifikasi keinginan berkemih
B. Merespon tepat waktu terhadap dorongan berkemih
C. Dapat Mencapai toilet antara waktu dorongan ingin berkemih dan pengeluaran urin
D. Melakukan eliminasi secara mandiri
E. Mengosongkan kandung kemih secara tuntas
F. Mengkomsumsi cairan dalam jumlah adekuat
G. Urin residu pasca berkemih >100-200 ml
2. Gangguan Pola Tidur b.d kelembaban lingkungan sekitar, suhu lingkungan sekitar,
tanggung jawab memberi asuhan, perubahan pejanan terhadap cahaya gelap,
gangguan misal,untuk tujuan terapeutik, pemantauan,pemeriksaan laboraturium,
kurang control tidur, kurang privasi,pencahayaan, bising, bau gas, restran fisik, teman
tidur, tidak familier dengan prabot tidur.
A. Jumlah jam tidur dalam batas normal 6-8 jam/hari
B. Pola tidur, kualitas dalam batas normal
C. Perasaan segar sesudah tidur atau istirahat
D. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
3. Kerusakan Integritas Kulit b.d factor eksternal : zat kimia, usia yang ekstrim,
kelembapan, hipertermia, hipotermia, factor mekanik mis, gaya
gunting,medikasi,lembab, imobilitasi fisik, internal : perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, factor perkembangan, kondisi ketidak
seimbangan nutrisi (misal,obesitas), penurun imunologis, penurunan sirkulasi,
kondisi gangguan metabolic, gangguan sensasi, tonjolan tulang
A. Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan (sensasi, elastisitas, temperature,
hidrasi, pigmentasi)
B. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
C. Perfusi jaringan baik
D. Menunjukkan pemahan dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera
berulang
E. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami
4. Gangguan Eliminasi Urin b.d obstruksi anatomic, penyebab multiple, gangguan
sensori motoric, infeksi saluran kemih
A. Kandung kemih kosong secara penuh
B. Tidak ada residu urin > 100-200cc
C. Intake cairan dalam rentang normal
D. Bebas dari isk
E. Tidak ada spasme bladder
F. Balance cairan seimbang
2.3.6. Mind Mapping Kasu

Definisi
Inkontensia urin adalah Ketidak Mampuan
Seseorang Untuk Menahan Urinyang
Keluar Dari Kandung Kemih, Baik Disadari Penatalaksanaan
Ataupun Tidak Disadari Penatalaksanaan medis keperawatan
Terapi Medikamentosa Pelatihan Kebiasaan
Modifikasi asupan cairan, Dorong Pasien Untuk
hindari kafein, obati setiap Berkemih Disaat Yang
Manifestasi penyebab (infeksi, tumor, Normal Seperti Dipagi
Keluarnya Urine Dengan Komplikasi batu), latihan berkemih, Hari, Sebelum Tidur,
Jumlah Sedikit Saat antikolinergik/relaksan Setelah Makan
Bersin, Batuk, Tertawa, Kerusakan Kulit otot polos Latihan Otot Pelvis
Etiologi Membungkuk, Atau Infeksi Saluran Terapi medikamentosa Dengan Senam Kegel
Karena Adanya Melompat Kencing Latihan otot  otot dasar Menganjurkan Pasien
Kelainan Urologis, Tidak Mampu Mencapai Infeksi Kulit Daerah panggul Untuk Berkonsultasi
Fungsional Atau Toilet Saat Setelah Mulai Kemaluan Terapi pembedahan Dengan Dokter
Neurologis Berkemih. Gangguan Tidur Sistoskopi Modifikasi Diet Peran
Seiring Dengan Kurangnya Hygiene Atau Mengurangi Konsumsi
Bertambahnya Terdapat Tanda-Tanda Kafein
Usia, Terjadi Infeksi
Perubahan Fungsi
Dari Organ Kemih
Karena Adanyanya
Penurunan
Esterogen
Patofisiologi Dx Keperawatan
Inkontensia urin berhubungan dengan kelemahan struktur panggul pendukung
Kriteria Hasil (Noc)
Inkontensia .Mencapai Toilet Antara Waktu Dorongan Berkemih Dan Pengeluaran Urin
urin Mengidentifikasi Keinginan Berkemih
Berespon Tepat Waktu Terhadap Dorongan Berkemih
Intervensi keperawatan (Nic)
Monitor eliminasi urin, frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan warna, jika
Adanya ketidakmampuan diperlukan
mengontrol sfingter Identifikasi factor yang menyebabkan episode inkontensia
Anjurkan pasien untuk minum minimum 1500cc per hari
Ajarkan pasien senam kegel
faktor lansia,
wanita hamil,
Setelah Melahirkan,
obesitas,
Menopause,
Penyakit
(Tumor, Kencing Batu,peraadangan)
Mk: Inkontesia Urin
Dx keperawatan
Kelemahan struktur panggul Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang control tidur
Kriteria hasil (Noc)
Tidak dapat Pola tidur, kualitas dalam batas normal
Menganggu istirahat mengontrol Intervensi keperawatan (Nic)
keluarnya urin Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (Membaca)
Identifikasi penyebab gangguan tidur, fisik, nyeri, sering BAK, sesak nafas, batuk,
demam, mual dll Dx keperawatan
Kolaborasi dengan tim medis
Gangguan lainnya
Eliminasi tentang
Urin pemberian
b.d gangguan obat tidur
sensori motoric
Urin yg bersifat Kriteria hasil (noc)
Mk: Gangguan
asam dapat intake cairan dalam rentan normal
Gangguan Sensori
mengiritasi kulit balance cairan seimbang
Pola Tidur Motorik
Kandung kemih kosong secara penuh
Intervensi keperawatan (nic)
Lakukan penilaian kemih yang komprehensif berfokus pada inkontensia
Urin keluar tanpa Daerah genetalia ( miaslnya, output urin, pola berkemih kemih, fungsi kognitif)
di sengaja Memantau asupan dan keluaran
lembab
Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

Menimbulkan Lecet
Mk : Gangguan
Eliminasi Urin
Mk: Kerusakan Integritas Dx Keperawatan
Kulit Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban kulit
Kriteria hasil (noc)
Tidak ada luka atau lesi pada kulit
Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami
Intervensi keperawatan (nic)
Oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan
agar kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

Anda mungkin juga menyukai