HIDROPONIK
Oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2019
0
DAFTAR ISI
1 PENDAHULUAN 2
3 PROSPEK HIDROPONIK 10
7 DARTAR PUSTAKA 27
1
I. PENDAHULUAN
2
kesuburan tanah, pertumbuhan tanaman, dan hasil tanaman (Higa dan Parr, 1994). Kualitas
pupuk organik cair tidak hanya ditentukan oleh kandungan nutrisi dan pH larutan pupuk, tetapi
juga kandungan senyawa fitokimia lainnya seperti zat pengatur tumbuh dan asam organik
lainnya (Campitelli et al., 2012).
Saat ini banyak ditawarkan pupuk organik padat berkualitas di pasaran, seperti pupuk
vermicompost, yang dapat meningkatkan hasil panen (Chanda et al., 2011; Joshi et al., 2013).
Selain itu, saat ini pupuk organik cair (POC) juga mulai dikenal bahkan dibuat oleh masyarakat
(Sasikumar et al., 2011). Namun ketersediaan POC yang berkualitas di pasaran masih sangat
terbatas. Ketersediaan POC di pasaran Indonesia saat ini memiliki beberapa kelemahan, secara
umum harga POC mahal, pH asam, dan EC rendah.
Penggunaan pupuk organik di satu sisi memberikan kuantitas hasil panen yang rendah
namun di sisi lain mampu menghasilkan produk pertanian yang berkualitas. Rendahnya
kuantitas hasil ini antara lain disebabkan oleh rendahnya kandungan hara pupuk organik
(Chanda et al., 2011; Joshi et al., 2013), sehingga untuk dapat memberikan hasil yang tinggi
perlu dicari pupuk organik yang berkualitas dengan cara meningkatkan kandungan nutrisi dan
kandungan senyawa kimia lainnya. Uji kualitas pupuk di laboratorium belum cukup untuk
mengetahui kandungan unsur hara dan senyawa kimia, tetapi perlu dilakukan di lapangan
untuk mengetahui potensi atau pengaruh pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Penemuan pupuk organik/semi organik cair berkualitas dapat menggantikan pupuk sintesis
sepert A/B-mix yang harganya mahal, sehingga dapat mrendukung perkembangan hidroponik
di Indonesia.
Quiz
Pada budidaya tanaman terkontrol (protected cultivation) ada beberapa factor pertumbuhan
tanaman yang perlu dikontrol. Sebutkan factor-faktor tersebut dan bagaimana cara
mengontrolnya!
3
II. BUDIDAYA TERKONTROL
(PROTECTED CULTIVATION)
4
dengan dinding. Dinding-dinding samping juga digunakan panel-panel kaca untuk memperoleh lebih
banyak cahaya. Pada awal abad 19, rumah kaca pertama dibangun dengan semua dindingnya terbuat
dari kaca. Bangunan tersebut pada umumnya dijumpai di dalam castle, biara dan perusahaan negara.
Pada akhir abad 19, rumah kaca mulai digunakan oleh petani komersial (commercial growers). Mulai
saat itu perkembangan teknis pada bidang konstruksi rumah kaca melaju dengan pesat hingga saat ini.
Pada beberapa tahun terakhir ini, sistem produksi secara komersial telah berkembang di beberapa
tempat di dunia (termasuk Jepang dan Belanda) yang dapat disetarakan dengan suatu pabrik. Di dalam
pabrik ini, sebanyak mungkin peralatan yang dioperasikan secara otomatis, meliputi kontrol iklim,
irigasi, penanaman dan pemanenan.
Pada saat ini, di daerah subtropis penggunaan konstruksi rumah kaca yang mahal belum banyak
diperlukan
Tabel 9. Estimasi luas greenhouse di beberapa kawasan di dunia (dalam hektar)
Perkembangan budidaya terkontrol pada suatu daerah antara lain dipengaruhi faktor geografi, iklim dan
sosial - ekonomi.
Produk dari budidaya terkontrol biasanya dikonsumsi dalam bentuk segar, sehingga pusat
produksi harus dekat dengan pasar atau infrastruktur (jalan dan alat transportasi) harus baik sehingga
produk dapat secepat mungkin sampai ke konsumen (pasar). Di lain pihak, disana harus ada cukup
banyak permintaan terhadap produk, dan konsumen harus cukup uang (di Indonesia, kelas menengah
ke atas) untuk membeli produk yang mahal tersebut.
5
Tabel 10. Estimasi luas greenhouse di beberapa negara (hektar)
Ketersediaan modal dan tenaga kerja juga memegang peranan penting. Banyak pekerjaan yang
dapat dilakukan oleh orang dengan pendidikan rendah, dilain pihak pengetahuan manajerial yang tinggi
sangat diperlukan, lebih-lebih untuk memprediksi perkembangan budidaya di masa mendatang. Iklim
politik di suatu negara juga sangat penting. Disana harus ada kestabilan politik untuk menjamin
investasi jangka panjang. Jadi faktor-faktor yang menentukan perkembangan budidaya terkontrol di
suatu negara antara lain: iklim, ketersediaan bahan dasar, tenaga kerja (pendidikan), infrastruktur,
pemasaran, kemakmuran masyarakat, kebijakan pemerintah dan kondisi politik.
Suatu daerah (negara) memiliki iklim yang berbeda dengan daerah (negara) yang lain antara
lain disebabkan karena perbedaan tinggi tempat (altitute) dan perbedaan lintang (latitute). Faktor iklim
yang dipengaruhi oleh perbedaan lintang maupun tinggi tempat antara lain: temperatur, curah hujan,
panjang hari, intensitas cahaya, kecepatan angin misal untuk kawasan pantai dan kelembaban udara.
6
Bagaimana cara mengatur iklim dan faktor pendukung pertumbuhan tanaman pada budidaya
terkontrol (protected cultivation)?
Faktor iklim yang dikontrol terdiri dari intensitas cahya, temperatur, kelembaban udara, dan
kecepatan angin; dan faktor pendukung pertumbuhan terdiri dari nutrisi, kandungan CO udara dan air.
Di dalam rumah penanaman (greenhouse) yang modern, faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan
secara teliti dengan menggunakan sistem komputerisasi.
7
Gambar 1. Model ventilasi rumah kaca di daerah tropis
Rumah kaca yang bersebelahan dengan gudang terbuka dengan atap genteng (saung), dapat
memberikan efek pendinginan (cooling effect), sehingga selalu terjadi aliran udara dingin bergerak dari
bawah saung.
8
Gambar Rumah jaring (screen house)
Quiz:
1. Jelaskan perbedaan antara budidaya tanaman pada lahan terbuka (open field) dengan
budidaya tanaman terkontrol (protected cultivation) !
2. Jelaskan masing-masing alasan utama pada budidaya tanaman terkontrol!
3. Faktor-faktor apa saja yang bisa dikontrol dengan menggunakan rumah penanaman
(greenhouse)?
9
III. PROSPEK HIDROPONIK
Keberhasilan manusia mentransfer energy matahari menjadi energy kimia berupa bahan
makanan maupun bahan bakar merupakan salah satu langkah positif untuk menghemat bahan
bahan bakar alam yang tidak dapat terbaharui seperti minyak bumi, gas alam dan batubara.
Selain itu kebutuhan bahan makanan untuk manusia yang selalu meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk dunia senantiasa dapat tercukupi dengan adanya kemajuan teknologi
di sektor pertanian yang memanfaatkan tanaman sebagai mesin transfer energy.
Kemajuan teknologi di negara-negara maju seperti di Eropa, Amerika, Australia, dan
Jepang, telah menghapus citra bahwa pertanian merupakan sektor yang bersifat tradisional,
miskin teknologi dan tidak menarik untuk digarap dan dikembangkan. Kemajuan teknologi
tersebut dicirikan dengan semakin efisiennya penggunaan energy matahari (light use
efficiency) yang diubah menjadi bahan kering tanaman yang dipanen (harvestable product)
yang kemudian dikenal dengan istilah pertumbuhan dan hasil tanaman.
Pertumbuhan dan hasil tanaman tidak hanya ditentukan oleh kemampuan daun menangkap
cahaya matahari dan karbon dioksida (CO2) sebagai langkah awal terjadinya proses
fotosintesis, tetapi juga ditentulkan oleh ketersediaan air, unsur hara dan oksigen di daerah
perakaran. CO2 dan air merupakan bahan dasar proses fotosintesis, sedangkan unsur hara
digunakan tanaman sebagai bahan baku membuat bahan-bahan organik seperti khlorofil,
enzim, protein dan vitamin. Bahan-bahan tersebut sangat penting untuk berlangsungnya proses
fotosintesis secara sempurna. Bagi tanaman, ketersediaan oksigen di daerah perakaran sangat
vital, karena tanpa oksigen akar tidak dapat bernafas sehingga tidak mempunyai kemampuan
untuk menyerap air dan unsur hara.
Sebetulnya akar tanaman hanya membutuhkan air, unsur hara, dan osigen, bukan
membutuhkan tanah yang subur. Hal ini terbukti dengan munculnya teknik budidaya tanaman
tanpa tanah yang dikenal dengan istilah “Hidroponik”. Dengan hidroponik ini tanaman dapat
memiliki pertumbuhan dan hasil yang jauh lebih baik daripada tanaman tanaman yang
dibudidayakan secara konvensional yang menggunakan tanah sebagai media tanam.
Kenyataan bahwa tanaman dapat hidup dengan baik tanpa tanah ini harusnya menarik
perhatian untuk pengembangan budidaya tanaman di kawasan yang memiliki lahan tidak subur
(marginal).
10
Hidroponik merupakan salah satu cara terbaik yang dapat menjadikan tanaman sebagai
mesin transfer energy yang efisien. Namun demikian, pengembangan hidroponik di suatu
daerah bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Kenyataan menunjukkan, pengembangan
hidroponik di Jepang, memerlukan waktu yang cukup lama. Hidroponik masuk ke Jepang
dibawa oleh tentara Amerika sejak tahun 1946, dan baru tahun 1999 luas areal penanaman
hidroponik yang dimiliki oleh Negara itu mencapai 1.056 ha yang merupakan 2% dari total
luas greenhouse yang ada di Jepang. Sekarang ini negara yang mempunyai rangking pertama
di dunia dalam pengembangan hidroponik adalah Belanda.
Hidroponik dapat digunakan menjadi alternatif pilihan pengembangan pertanian modern.
Pengembangan pertanian modern akan banyak diminati generasi muda karena hidroponik
merupakan budidaya tanaman yang ramah lingkungan, bersih, bebas atau sedikit sekali
menggunakan pestisida. Hidroponik untuk skala bisnis selain membutuhkan biaya tinggi,
peralatan-peralatan modern (komputerisasi), juga diperlukan orang-orang muda yang terampil
dan berpendidikan relatif tinggi.
Ada beberapa alasan mengapa hidroponik perlu dikembangkan di Indonesia:
1. Terjadinya alih fungsi lahan: lahan pertanian subur diubah menjadi fasilitas umum seperti
perumahan, perkantoran, pabrik, dan jalan tol.
5. Perubahan iklim dunia menghasilkan kondisi (cuaca) yang berpengaruh kurang baik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pengembangan hidroponik antara lain:
1. Pasar
2. Jenis tanaman
3. Sarana dan prasarana
4. Modal
11
5. Tenaga kerja
Perusahaan dan Toko Hidroponik di Indonesia:
Quiz:
Jelaskan prospek pengembangan hidroponik di Indonesia dari aspek SDM, Teknologi dan Kebutuhan
bahan pangan!
12
IV. PEMBUATAN LARUTAN NUTRISI UNTUK HIDROPONIK
Untuk pembuatan larutan nutrisi berat atom dari unsur-unsur yang dibutuhkan (unsur makro
dan unsur mikro) perlu diketahui (Tabel I).
C 12 B 10,8
H 1 Cu 63,5
O 16 Zn 65,3
N 14 Fe 55,8
S 32,0 Mn 54,9
P 31 Mo 95,9
Ca 40,1
K 39,1
Mg 24,3
13
B. Kualitas air untuk larutan nutrisi
Kadang-kadang ion-ion yang didapatkan dalam air merupakan nutrisi tanaman,
contohnya SO4, Ca dan Mg. Ion-ion lain yang ada di dalam air diserap oleh tanaman dalam
jumlah sangat sedikit tetapi akan segera mencapai konsentrasi yang dapat meracuni tanaman.
Contoh untuk ini adalah ion Na dan Cl.
Ion-ion di dalam air yang digunakan oleh tanaman sebagai nutrisi harus diperhitungkan
dalam pembuatan larutan nutrisi. Suatu pengecualian untuk hal ini adalah Fe. Fe ini akan
terpresipitasi keluar sebagai Fe (OH)3 dan kemudian tidak tersedia bagi tanaman. Meskipun
ion HCO3 bukan merupakan suatu nutrisi tanaman, ion HCO3 ini harus dipertimbangkan atau
diperhitungkan. Akumulasi dari ion HCO3 harus dinetralisir dengan asam. Biasanya asam yang
digunakan adalah asam fosfat atau nitrat. Nitrat mengandung air dan amonium nitrat. Rumus
molekulnya adalah 5[Ca(NO3)2. 2H2O]. NH4NO3 dan berat molekulnya adalah 1080,5
sehingga 1 mol pupuk calsium nitrat secara kimia setara dengan 5 mol Ca 11 mol NO3 dan 1
mol NH4
14
Tabel 2. pupuk yang digunakan untuk membuat larutan nutrisi
Berat
Pupuk Susunan kimia Persentase hara
molekul
15
D. Perhitungan dari larutan nutrisi
Perhitungan dari larutan nutrisi biasanya dibagi dalam dua tahap. Tahap pertama
meliputi perhitungan unsur-unsur hara makro, dengan memperhatikan pupuk-pupuk yang
mengandung dua atau lebih unsur hara penyusun. Sebagai contoh jika KNO3 diberikan dengan
maksud untuk meningkatkan kandungan K nitrat juga harus diperhitungkan. Tahap ke dua
adalah perhitungan dari unsur-unsur hara mikro. Suatu contoh praktek untuk perhitungan
unsur-unsur makro dari larutan nutrisi dicantumkan pada Tabel 3. Dalam tabel ini larutan
dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa air yang digunakan sebagai pelarut tidak mengandung
unsur-unsur hara.
Tabel 3. Skema perhitungan larutan nutrisi tanpa koreksi untuk ion-ion dalam air pelarut
Jumlah pupuk yang diperhitungkan dalam Tabel 3 yang diekspresikan dalam mmol.l-1 dengan
mudah dapat dikonversi ke dalam mg.l-1 untuk larutan yang siap dipakai atau kg.m-3 untuk
larutan persediaan dengan konsentrasi 100 kali. Hasilnya tercantum dalam Tabel 4.
16
Tabel 4. Unsur makro dari larutan persediaan yang diperhitungkan dari Tabel 1
Perhitungan untuk unsur-unsur makro dari larutan nutrisi diberikan dalam tabel 5.
Tabel 5. Unsur mikro dari larutan siap pakai dalam larutan persediaan yang diperhitungkan
dari Tabel 1.
Angka-angka di dalam kolom tiga dan empat diperoleh dengan cara sebagai berikut :
10 mol Fe = 10*932 g Fe-DPTA (6%) = 9,32 mg Fe-DPTA 6%. Per liter larutan persediaan
dengan konsentrasi 100 kali mengandung : 10 mol*103*m-3*932*10-6 g* mol-1 *102 = 932
g.m-3.
17
Ada beberapa pupuk lain yang dapat dibuat, pemilihan dapat dipertimbangkan
berdasarkan pada teknik pencampurannya. Apabila tidak ada masalah dalam hal tersebut ;
pupuk yang paling murah dipilih untuk dipergunakan. Pupuk sebaiknya dibagi ke dalam dua
tangki, yaitu tangki A dan tangki B. Tangki A tidak mengandung fosfat dan sulfat, sedangkan
tangki B tidak mengandung kalsium. Hal ini untuk menghindari terjadinya presipitasi dari
kalsium fosfat atau kalsium sulfat. Tabel yang diberikan (tabel 6) dilengkapi dengan konversi
dari mol.l-1 dalam larutan nutrien baku ke dalam g atau kg.m-3 untuk larutan persediaan dengan
konsentrasi 100 kali.
Larutan nutrisi sering harus dikoreksi untuk HCO3 jumlah yang setara dari Ca dan Mg
juga terkandung dan oleh karena itu ion-ion tersebut harus diperhitungkan dalam pembuatan
larutan nutrisi baku. Tabel 6 memberikan contoh untuk perhitungan suatu larutan nutrien.
Dalam perhitungan 3 mmol HCO3, 1 mmol Ca dan 0,5 mmol Mg.l-1 dalam air diikutsertakan
dalam perhitungan.
Tabel 6. Skema untuk perhitungan suatu larutan hara untuk air yang mengandung 3 mmol
HCO3, 1 mmol Ca dan 0,5 mmol Mg.l-1
18
Hasil perhitungan yang tercantum dalam tabel 6. Dikonversi ke mg.1-1 untuk larutan siap pakai
atau kg.m-3 untuk larutan persediaan dengan konsentrasi 100 kali. Jumlah pupuk yang
diperhitungkan dicantumkan dalam tabel 7. Larutan asam fosfat 75% dan asam nitrat 65%
ditambahkan, sehingga pembagi 0,75 dan 0,65 digunakan.
Tabel 7. Jumlah pupuk untuk larutan siap pakai dan larutan cadangan konsentrasi 100 kali,
dipehitungkan dari tabel 6.
Dengan menggunakan larutan nutrisi tersebut dalam berbagai hal tidak perlu lagi untuk
menghitung larutan persediaan yang berbeda untuk berbagai tipe air.
Untuk mebuat larutan nutrien pada hidroponik ada dua hal pokok yang dipakai sebagai
pemasok unsur hara. Selanjutnya dengan menggunakan metode pencampuran dan
penghitungan yang telah saya kemukakan akan didapat larutan nutrien baku yang dapat
diberikan pada berbagai jenis tanaman pada berbagai fase tumbuh.
19
di kios-kios tanaman hias adalah kotoran domba maupun kambing. Kotoran domba maupun
kambing ini pada umumnya dijual dengan harga murah, dan biasanya digunakan masyarakat
sebagai pupuk organik padat tanpa melalui proses perombakan lebih lanjut misalnya dengan
menggunakan mikroba perombak bahan organik untuk dijadikan bokasi maupun pupuk
organik cair.
Budidaya organik khususnya penggunaan pupuk organik, pada umumnya di satu sisi
memberikan kuantitas hasil tanaman rendah tetapi disisi lain diharapkan mampu menghasilkan
produk pertanian dengan kualitas yang tinggi. Rendahnya kuantitas hasil ini antara lain
disebabkan kandungan unsur hara yang rendah pada pupuk organik (Chanda et al., 2011; Joshi
et al., 2013), sehingga untuk memberikan hasil yang tinggi perlu dicari pupuk organik yang
berkualitas maupun dengan meningkatkan dosis penggunaannya.
Telah dicoba pembuatan formula dan uji aplikasi pupuk organik cair berbahan baku feces
hewan pada hidroponik sawi (Sunaryo, 2011), yaitu dengan memfermentasi feces domba dan
feces kelinci yang ditambah air kelapa, gula pasir, dan mikroba perombak bahan organik.
Penambahan gula pasir dapat meningkatkan TDS (Total Disolved Solid) dan EC (Electrical
Conductivity), meningkatkan kandungan unsur hara makro P, K, Ca, dan Mg, serta
meningkatkan kandungan unsur hara mikro Fe, Mn dan Zn.
Untuk memberikan sumber makanan pada mikroba perombak selama fermentasi dapat
ditambahkan urea, pupuk NPK, dan molase pada pembuatan pupuk organik cair (Desyane and
Wiyana, 2012). Telah dicoba pembuatan pupuk organik cair yang berbahan baku feces domba
dan diberi bahan tambahan gula pasir dan ZA (Zwavelzure Ammonia), dan hasilnya dapat
memberikan pertumbuhan yang baik pada tanaman sawi yang dibudidayakan dalam pot plastik
(Sunaryo, 2012). Penambahan ZA dapat meningkatkan secara signifikan TDS dan EC,
meningkatkan kandungan unsur hara makro N, P, K, Ca dan S, dan diduga juga meningkatkan
kandungan unsur-unsur hara yang lain baik makro maupun mikro (unsur hara yang lain tidak
diamati pada percobaan ini). Pada uji coba aplikasi pupuk organik cair pada tanaman sawi,
larutan pupuk diencerkan dengan air sumur dengan rasio 1 : 40 (Sunaryo, 2012), sedangkan
pada percobaan Sunaryo (2011) larutan pupuk diencerkan dengan air sumur dengan rasio 1:4.
Telah dilakukan percobaan untuk mengetahui interaksi antara bobot feces domba dan
mikroba perombak terhadap pH dan kadar pupuk organik cair (Sunaryo, 2013). Hasil
percobaan Sunaryo (2013) menunjukkan terjadi interaksi antara bobot feces domba dan
20
mikroba perombak terhadap TDS dan EC, tetapi tidak terjadi interaksi terhadap pH larutan
pupuk.
Kandungan unsur hara dalam larutan pupuk dan pH larutan pupuk menentukan kualitas
pupuk cair. Kandungan unsur hara yang tinggi akan meningkatkan efesiensi penggunaan
pupuk, karena dengan volume larutan pupuk yang sedikit dapat diencerkan dalam volume air
yang banyak (Sunaryo, 2012). Kualitas pupuk organik juga ditentukan oleh kandungan bahan
kimia lain yang dapat memacu pertumbuhan tanaman maupun meningkatkan kualitas hasil
tanaman yaitu Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan asam humat (Arancon et al., 2006; Campitelli
et al., 2012).
Penemuan pupuk organik cair dapat mendukung perkembangan hidroponik di Indonesia
karena dapat menggantikan ketersediaan bahan pupuk anorganik yang semakin sulit
didapatkan di pasaran di Indonesia. Sebagai contoh bahan pupuk Potassium Nitrate (KNO3)
saat ini peredarannya dikontrol secara ketat oleh pemerintah dan sulit didapatkan di pasaran
karena bahan ini sering digunakan para teroris sebagai bahan pembuat bom. KNO3 ini
merupakan salah satu bahan pupuk yang sangat penting untuk pembuatan larutan nutrisi
hidroponik yang menyediakan N dan K bagi tanaman. Selain itu, harga bahan-bahan pupuk
anorganik tinggi, sehingga menjadi kendala serius bagi para petani untuk mengembangkan
hidroponik.
Pada hidroponik, larutan nutrisi biasanya disiapkan dalam bentuk larutan persediaan (stock
solution) dengan konsentrasi yang pekat, dan pada penggunaannya perlu diencerkan sesuai
kebutuhan tanaman. Larutan persediaan ini kadang-kadang harus disimpan dalam waktu relatif
lama. Pada larutan nutrisi yang berbentuk pupuk organik cair ini perlu dilakukan pengecekan
terhadap perubahan pH, TDS, kandungan unsur hara, dan kandungan asam organiknya selama
penyimpanan karena kemungkinan masih adanya aktifitas mikroorganisme yang dapat
menyebabkan perubahan sifat kimianya.
21
bahan tersebut dilakukan di dalam ember plastik volume 25 liter. Ember fermentasi ditutup
rapat dan ditempatkan di tempat/ruangan yang teduh tidak terkena cahaya matahari langsung.
Selanjutnya dilakukan perawatan dan pengamatan larutan fermentasi
Perawatan dan pengamatan larutan fermentasi meliputi:
1. Setiap hari dilakukan pengadukan, dua kali yaitu pada pagi hari dan sore hari, masing-
masing ember fermentasi selama 2 menit.
2. Setiap seminggu sekali dilakukan pengamatan terhadap pH, TDS dan EC larutan pupuk.
3. Setelah dua minggu dilakukan penyaringan, memisahkan bagian padat dan bagian cair,
untuk memperoleh larutan pupuk yang dikehendaki.
Pengamatan pH, TDS, dan EC dilakukan pada minggu kedua, jadi fermentasi berlangsung
selama dua minggu. Pengamatan pH, TDS dan EC menggunakan alat pH/TDS/EC meter.
Quiz:
1. Faktor-faktor apa saja yang perlu diperhatikan pada pemberian pupuk (larutan nutrisi)
pada hidroponik!
2. Jelaskan urutan pembuatan laritan nutrisi anorganik untuk hidroponik!
3. Mengapa pH dan EC/DHL (daya hantar listrik) larutan nutrisi pada hidroponik perlu
dilakukan pengecekan secara periodik?
22
V. MEDIA TANAM HIDROPONIK
Hidroponik dikenal sebagai soilless culture yaitu budidaya tanam tanpa tanah sebagai
media tanam. Media tanam pada hidroponik dapat terdiri dari (1) media padat (non tanah) yang
dikenal dengan istilah substrat, (2) media cair berupa larutan nutrisi (digenangkan atau
dialirkan), dan (3) gas/kabut yaitu larutan nutrisi dibuat menjadi kabut menggunakan pompa
bertekanan tinggi.
23
Media tanam non tanah
24
VI. SISTEM FERTIGASI DAN INSTALASI FERTIGASI
Fertigasi berasala dari kata Fertilization + Irrigation (pemupukan dan pengairan): Pemberian
air sekaligus pemberian pupuk (unsur hara ) pada tanaman.
Fertigasi dapat dibedakan berdasarkan:
1. Sistem fertigasi
2. Instalasi fertigasi
Berdasarkan sirkulasi larutan nutrisi sistem fertigasi dibedakan:
1. Open system (sistem terbuka)
2. Closed system (sistem tertutup).
Sistem Terbuka (Open System)
Fertigation sistem terbuka: larutan nutrisi diberikan pada tanaman, setelah melewati tanaman
(pertanaman) larutan nutrisi dibuang atau tidak disirkulasi kembali ke bak penampungan
larutan nutrisi.
Keuntungan sistem terbuka:
1. Apabila salah satu tanaman terserang penyakit (pada bagian perakaran) tidak menyebar
(menular) ke tanaman yang lain.
2. Tidak perlu sering mengecek pH, EC/TDS larutan nutrisi.
Kerugian sistem terbuka:
1. Boros larutan nutrisi.
2. Dapat mencemari lingkungan
Sistem Tertutup (Closed System)
Fertigation sistem tertutup: larutan nutrisi diberikan pada tanaman, setelah melewati tanaman
(pertanaman) larutan nutrisi disirkulasi kembali ke bak penampungan larutan nutrisi.
Keuntungan sistem tertutup:
1. Hemat larutan nutrisi.
2. Tidak mencemari lingkungan.
Kerugian sistem tertutup:
1. Apabila salah satu tanaman terserang penyakit (pada bagian perakaran) mudah menyebar
(menular) ke tanaman yang lain.
2. Perlu sering mengecek pH, EC/TDS larutan nutrisi.
25
Sistem dan Instalasi Fertigasi
Berdasarkan bentuk larutan nutrisi yang diberikan pada tanaman, sistem dan instalasi
fertigasi berbentuk:
1. Sistem tetes (drip irrigation)
2. Sistem sumbu (wick irrigation)
3. Sistem pasang surut (ebb and flow system)
4. Sistem apung/pelampung (float system)
5. DFT (Deep Flow Technique)
6. SFT (Shallow Flow Technique)
7. NFT (Nutrient Film Technique)
8. Aeroponik (Aeroponic)
9. Akuaponik (Aquaponic)
Sistem tetes (drip irrigation):
Larutan nutrisi diberikan pada daerah perakaran tanaman dalam bentuk tetesan butiran-
butiran larutan nutrisi dengan menggunakan mata tetes.
Sistem sumbu (wick irrigation):
Larutan nutrisi diberikan pada akar tanaman dengan bantuan sumbu kapiler.
Sistem pasang surut (ebb and flow system):
Larutan nutrisi diberikan pada akar tanaman dengan genangan dan pengatusan secara
bergantian
Sistem apung/pelampung (float system):
Larutan nutrisi diberikan dimana akar tanaman mengapung/melayang pada larutan nutrisi.
DFT (Deep Flow Technique):
Larutan nutrisi diberikan pada akar tanaman dalam bentuk aliran dalam, dengan kedalaman
sekitar 6 cm
SFT (Shallow Flow Technique):
Larutan nutrisi diberikan pada akar tanaman dalam bentuk aliran dangkal, dengan kedalaman
sekitar 3 cm.
NFT (Nutrient Film Technique):
Larutan nutrisi diberikan pada akar tanaman dalm bentuk selaput tipis (film).
Aeroponik (Aeroponics):
26
Larutan nutrisi diberikan dalam bentuk kabut/gas (butiran-butiran kecil)
Aquaponik (Aquaponics):
Aquaculture + Hydroponics
Quiz:
Jelaskan kebaikan dan kelemahan masing-masing sistem instalasi fertigasi pada hidroponik!
DAFTAR PUSTAKA
1. Barbosa G.L., F.D.A. Gadelha, N. Kublik, A. Proctor, Reichelm, F. Weissinger, Wohlleb, and R.U. Haldem
2015. Comparison of Land, Water, and Energy Requirements of Lettuce Grown Using Hydroponic Versus
Conventional Agricultural Methods. International Journal of Environmental Research and Public Health,
12(6): 6879-6891.
2. Campitelli P., M. Velasco, and S. Ceppi 2012. Characterization of Humic Acids Derived from Rabbit Manure
Treated by Composting-Vermicomposting Process. Journal of Soil Science and Plant Nutrition, 12(4): 875-
891.
3. Ding X., Y. Jiang, H. Zhao, D. Guo, L. He, F. Liu, Q. Zhao, D. Nandwani, D. Hui, and J. Yu 2018. Electrical
conductivity of nutrient solution influenced photosynthesis, quality, and antioxidant enzyme activity of
pakchoi (Brassica campestris L.ssp. Chinensis) in a Hydroponic system. PLOSONE |DOI
doi.org/10.1371/journal.pone.0202090: 15 p.
4. Chanda G.K., G. Bhunia, and S.K. Chakraborty 2011. The Effect of Vermicompost and Other Fertilizers on
Cultivation of Tomato Plants. Journal of Horticulture and Forestry, 3(2): 42-45.
5. Chen W., Y. F. Yeh, T. Liu, and T. Lin 2016. An Automated and Continuous Plant Weight Measurement
System for Plant Factory. Front. Plant Sci. 7 (392): 9p. doi: 10.3389/fpls.2016.00392.
6. Desyane H. K. and A.F. Wiyana 2012. Proposed Quality Improvement of Liquid Fertilizers “Herbafarm” To
Meet National Standards in Indonesia. The Indonesian Journal of Business Administration, 1(6): 343-352.
7. Higa T and J.F. Parr 1994. Beneficial and Effective Microorganism for a Sustainable Agriculture and
Environment. International Nature Farming Research Center Atami, Japan.
8. Joshi R., A.P. Vig, and J. Singh 2013. Vermicompost as Soil Supplement to Enhance Growth, Yield and
Quality of Triticum aestivum L.: A Field Study. Internatioanal Journal of Recycling of Organic Waste in
Agriculture, 2(16): 1-7. https://doi.org/10.1186/2251-7715-2-16
9. Oliano de Carvalho R., L. C. N. Weymar Jr, C. B. Zanovello, M. L. G. Silva da Luz, G. I. Gadotti, C. A.
Silveira da Luz, and M. C. Gomes 2015. Hydroponic lettuce production and minimally processed lettuce.
Agric Eng Int: CIGR Journal, Special issue 2015: 290-293.
10. Onny Untung. 2001. Hidroponik Sayuran Sistem NFT (Nutrient Film Technique). Penebar Swadaya.
Jakarta.
11. Patil P., S. Kakade, S. Kantale, and D. Shinde 2016. Automation in Hydroponic System Using PLC.
International Journal of Scientific and Technical Advancements, 2(2):69-71.
12. Renuka R. and B. Parameswari 2012. Effective Microbes (EM) - An Organic Agricultural Technology.
Research News For U (RNFU), 9: 102-105
13. Sardare M.D. and S.V. Admane 2013. A Review on Plant without Soil- Hydroponics. International Journal
of Research and Technology, 2(3): 299-304.
14. Sasikumar K., T. Govindan, and C. Anuradha 2011. Effect of Seaweed Liquid Fertilizer of Dictyota
dischotoma on Growth and Yield of Abelmoschus esculantus L. European Journal of Experimental
Biology, 1(3): 223-227
15. Sastro Y. dan N. A. Rokhmah 2016. Hidroponik Sayuran di Perkotaan. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jakarta, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Badan
27
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian: 28 p.
http://jakarta.litbang.pertanian.go.id
16. Sunaryo Y., D. Purnomo, M. Th. Darini, and V.R. Cahyani 2018. Effects of Goat Manure Liquid Fertilizer
Combined with A/BMIX on Foliage Vegetables Growth in Hydroponic. IOP Conf. Series: Earth and
Environmental Science, 129(2018) 012003. doi :10.1088/1755-1315/129/1/012003.
17. Sunaryo Y., D. Purnomo, M. Th. Darini, and V.R. Cahyani 2018. Nutrients Content and Quality of Liquid
Fertilizer made from Goat Manure. Journal of Physics: Conf. Series, 1022(2018) 012053. doi
:10.1088/1742-6596/1022/1/012053.
18. Sunaryo Y.. 2010. Diktat Kuliah Hortonomi. Fakultas Pertanian Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.
Yogyakarta.
19. Sunaryo Y. 2019. Potensi Pupuk Semi Organik Cair Berbahan Baku Kotoran Domba untuk Peningkatan
Hasil Berbagai Sayuran dengan Beberapa Teknik Budidaya. Disertasi. Program Doktor Ilmu Pertanian
Program Pascasarjana Universitas Sebe;as Mret Surakarta.
20. Trejo-Tellez L.I. and F.C. Gomez-Merino 2012. Nutrient Solutions for Hydroponic System, Hydroponics-
A Standard Methodology for Plant Biological Researches. Dr. Toshiki Asao (Ed.). Montecillo, Texcoco,
State of Mexico, Mexico: In Tech, 22 p.
21. Wahome P.K., T.O. Oseni, M.T. Masarirambi, and V.D. Shongwe 2011. Effects of Different Hydroponics
System and Growing Media on the Vegetative Growth, Yield and Cut Flower Quality of Gypsophila
(Gypsophila paniculata L.). World Journal of Agricultural Sciences, 7(6):692-698.
28