Anda di halaman 1dari 69

1

SINTESIS GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE


HUMMER’S DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA
MENGGUNAKAN REDUKTOR AMONIA (NH3)

SKRIPSI

VIVI SUKMAWATI

140802032

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

SINTESIS GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE


HUMMER’S DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA
MENGGUNAKAN REDUKTOR AMONIA (NH3)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

VIVI SUKMAWATI

140802032

PROGRAM STUDI S1 KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

PERNYATAAN ORISINALITAS

SINTESIS GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER’S


DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA MENGGUNAKAN
REDUKTOR AMONIA (NH3)

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Desember 2018

Vivi Sukmawati
140802032

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Sintesis Grafena Dari Grafit Melalui Metode Hummer’s


Dan Reduksi Oksida Grafena Menggunakan Reduktor
Amonia (NH3)

Kategori : Skripsi

Nama : Vivi Sukmawati

Nomor Induk Mahasiswa : 140802032

Program Studi : Sarjana Kimia

Fakultas : MIPA – Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Desember 2018

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dra. Herlince Sihotang, M. Si


NIP. 197404051999032001 NIP. 195503251986012002

i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SINTESIS GRAFENA DARI GRAFIT MELALUI METODE HUMMER’S
DAN REDUKSI OKSIDA GRAFENA MENGGUNAKAN
REDUKTOR AMONIA (NH3)

ABSTRAK

Penelitian tentang sintesis grafena dari grafit melalui metode Hummer’s dan
reduksi oksida grafena menggunakan reduktor amonia telah dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui cara mensintesis grafena dari grafit dan
mengetahui apakah reduktor amonia dapat mereduksi oksida grafena menjadi
grafena. Penelitian ini menggunakan metode termodifikasi Hummer’s dan Grafena
dikarakterisasi oleh spektroskopi Fourier Transform Infrared (FT-IR) serta analisis
X-ray Diffraction (XRD). Amonia yang dipakai sebagai reduktor dapat mereduksi
oksida grafena menjadi grafena dengan cukup baik dimana berdasarkan analisis
spektroskopi FT-IR yang dilakukan masih terdapat gugus-gugus fungsional berupa
gugus hidroksil, karbonil, dan epoksi dengan jumlah yang sedikit berkurang. Data
FT-IR menunjukkan bahwa gugus fungsi oksigen khususnya gugus epoksi (C–O)
pada grafena tergantikan dengan kehadiran gugus C–N pada panjang gelombang
1033 cm-1 pada setiap variasi amonia. Dan data XRD menunjukkan bahwa pada
penambahan amonia 10 M terdapat puncak yang melebar dan lemah muncul pada 2θ
= 26,846º dengan d-spacing 3.325. Dari data-data tersebut mengindikasikan bahwa
grafena telah terbentuk.

Kata kunci :Amonia, Grafena, Grafit

ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SYNTHESIZE OF GRAPHENE FROM GRAPHITE THROUGH METHOD
HUMMER’S AND REDUCED OXIDE GRAPHENE USING
AMMONIA AS REDUCING AGENT

ABSTRACT

The research about synthesize of graphene from graphite through method


Hummer’s and reduced oxide graphene using ammonia as reducing agent was
carried out. The aims of this research are to find out how to synthesize Graphene
from Graphite and determine whether ammonia reducing agents can reduce
Graphene into Graphene oxide. This research used the modified Hummer’s method,
the graphene was characterized by using spectroscopy Fourier Transform Infrared
(FT-IR) and X-ray Diffraction (XRD). Ammonia is used as a reductant has been able
to reduce oxides graphene into graphene well which based on the analysis analysis
carried out there are still functional groups such as hydroxyl, carbonyl, and epoxy
with a slightly reduced amount. The data FT-IR showed the the functional groups of
oxygen especially established epoxy group (C-O) on graphene be replaced the
presence of established group C-N in the long wave 1033 cm-1 in every variation
ammonia. And XRD data show that in the addition of ammonia 10 M there is the top
of a wide and weak appread on the 2θ = 26,846º with d-spacing 3.325. From the
data-data indicate that graphene have formed.

Key words : Ammonia, Graphene, Graphite

iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan judul“ Sintesis Grafena Dari Grafit Melalui Metode Hummer’s Dan
Reduksi Oksida Grafena Menggunakan Reduktor Amonia”.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Herlince Sihotang, M.Si
selaku dosen pembimbing yang telah tulus dan sabar dalam membimbing dan
memberikan arahan serta saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terimakasih
kepada Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si dan Ibu Dr. Sovia Lenny, S.Si, M.Si selaku
ketua dan sekretaris program studi Kimia FMIPA USU Medan, Dekan dan Wakil
Dekan FMIPA USU, Bapak Prof. Dr. Jamaran Kaban selaku Ketua Bidang Kimia
Organik, Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku Kepala Laboratorium Kimia
Organik beserta Dosen dan seluruh staff Pegawai FMIPA USU.
Penulis mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Bapak tercinta
(Bambang Sudarsono) dan Mama tersayang (Reni Juliani), Abangda tercinta
(Rendi Wijaya dan Rahmat Sujiwo) serta Adik-adikku tersayang (Besar
Karuniaji dan Indri Hapsari) yang senantiasa memberikan kasih sayang dan doa
yang tiada terhingga serta telah memberikan dukungan moril dan materil hingga
akhirnya penulis menyelesaikan studi.
Terima kasih juga kepada Asisten Laboratorium Kimia Organik, sahabat
penulis (Sulastri, Ulfatun, Halimah, Ayu, dan Suci), Organik Squad 2014, teman
sejawat (Dita) serta teman-teman seangkatan 2014 yang telah memberikan bantuan,
semangat dan motivasi kepada penulis. Untuk itu semua semoga Allah SWT
membalasnya diakhirat kelak. Amin.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Desember 2018

Vivi Sukmawati

iv
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI

Halaman
PERSETUJUAN 1
PERNYATAAN ORISINALITAS i
PENGHARGAAN Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN ix
DAFTAR SINGKATAN xi
BAB 1 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Permasalahan 3
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Pembatasan Masalah 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB 2 5
TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Karbon 5
2.2 Grafit 5
2.2.1 Grafit Alam 6
2.2.2 Grafit Sintesis 6
2.3 Oksida Grafena 6
2.4 Grafena 8
2.4.1 Sintesis Grafena 9
2.5 Agen Pereduksi Amonia 10
2.6 Karakterisasi 12
2.6.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR 12
2.6.2 Analisis Struktur Kristal dengan XRD 13
BAB 3 15
METODE PENELITIAN 15
3.1 Waktu Dan Tempat 15

v
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2 Alat dan Bahan 15
3.2.1 Alat 15
3.2.2 Bahan 17
3.3 Prosedur Penelitian 17
3.3.1 Pembuatan Larutan H2SO4 5 % 17
3.3.2 Pembuatan Larutan Piranha 17
3.3.3 Pembuatan Larutan NH3(l) 17
3.3.3.1 Pembuatan larutan NH3(l) 5 M 17
3.3.3.2 Pembuatan larutan NH3(l) 7,5 M 17
3.3.3.3 Pembuatan larutan NH3(l) 10 M 18
3.3.4 Sintesis Oksida Grafena 18
3.3.5 Sintesis Grafena 18
3.3.5.1 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 5 M 19
3.3.5.2 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 7,5 M 19
3.3.5.3 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 10 M 19
3.3.6 Karakterisasi Hasil Reaksi 19
3.3.6.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR 19
3.3.6.2 Analisis Struktur Kristal dengan XRD 19
3.4 Bagan Penelitian 20
3.4.1 Analisa Karakterisasi Grafit(s) 20
3.4.2 Sintesis Oksida Grafena 20
3.4.3 Sintesis Grafena 21
BAB 4 22
HASIL DAN PEMBAHASAN 22
4.1 Analisis Grafit 22
4.1.1 Analisis Grafit Menggunakan FT-IR 22
4.1.2 Analisis Grafit Menggunakan XRD 23
4.2 Sintesis Oksida Grafit 24
4.2.1 Analisis Okisda Grafit Menggunakan FT-IR 27
4.2.2 Analisis Oksida Grafit Menggunakan XRD 27
4.3 Sintesis Oksida Grafena 28
4.3.1 Analisis Oksida Grafena Menggunakan FT-IR 29
4.3.2 Analisis Oksida Grafena Menggunakan XRD 29
4.4 Sintesis Grafena 30
4.4.1 Analisis Grafena Menggunakan FT-IR 33
4.4.2 Analisis Grafena Menggunakan XRD 35

vi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5 37
KESIMPULAN DAN SARAN 37
5.1 Kesimpulan 37
5.2 Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
LAMPIRAN 42

vii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL

Nomor
Judul Halaman
Gambar
2.1 Sifat-sifat fisi Amonia 11
2.2 Daerah serapan infra merah 13
4.1 Perbedaan jarak antar layer masing-masing sampel 48

viii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Judul Halaman
Gambar
2.1 Struktur Grafit 6
2.2 Struktur grafena oksida dengan gugus fungsional. A: 7
Gugus Epoksi, B: Gugus Hidroksil, C: Gugus Karboksil
2.3 Modifikasi kimia umum dalam pengelupasan lembaran 8
oksida grafena
2.4 Skema pembuatan grafena dari grafit 9
2.5 Struktur amonia 11
2.6 Skema alat spektrofotometer FT-IR 12
4.1 Serbuk grafit 22
4.2 Spektrum FT-IR Grafit 23
4.3 Spektra XRD Grafit 23
4.4 Mekanisme Oksidasi Alkena dengan KMnO4 25
4.5 Mekanisme Oksidasi Alkena dengan H2O2 26
4.6 Spektrum FT-IR Oksida Grafit 27
4.7 Spektra XRD Oksida Grafit 27
4.8 Serbuk Grafena oksida (GO) 28
4.9 Spektrum FT-IR Oksida Grafena 29
4.10 Spektra XRD Oksida Grafena 29
4.11 Serbuk Grafena dengan penambahan variasi amonia 31
(NH3(l)) 5 M, 7,5 M, dan 10 M
4.12 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 5 M 34
4.13 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 7,5 M 34
4.14 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 10 M 35
4.15 Perbandingan hasil pengujian XRD pada variasi NH3(l) 5 35
M, 7,5 M, dan 10 M

ix
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Judul Halaman
Lampiran
1 FT-IR Grafit 45
2 FT-IR Oksida Grafit 46
3 FT-IR Oksida Grafena 47
4 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 5 M 48
5 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 7,5 M 49
6 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 10 M 50
7 XRD Grafit 51
8 XRD Oksida Grafit 52
9 XRD Oksida Grafena 53
10 XRD Grafena Penambahan Amonia 5 M 54
11 XRD Grafena Penambahan Amonia 7,5 M 55
12 XRD Grafena Penambahan Amonia 10 M 56

x
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR SINGKATAN

FT-IR = Fourier Transform Infra Red

XRD = X-Ray Diffraction

xi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era serba digital ini, manusia tentu tidak akan lepas dari teknologi seperti
barang-barang elektronik. Bergerak dari ketergantungan akan barang-barang berbasis
elektronik ini, khususnya ilmuwan material diharapkan untuk mampu menghasilkan
material yang kecil dan ringan tetapi memiliki sifat elektronik dan mekanik yang
baik. Untuk menunjang kemajuan teknologi tersebut, akhir-akhir ini yang menjadi
perhatian para peneliti dari berbagai bidang ilmu baik Fisika, Kimia, Biologi
maupun bidang Teknik material adalah material grafena (Geim, 2007). Material
grafena ini pertama kali berhasil disintesis oleh Andre K. Geim dan Konstantin
Novoselov pada tahun 2004 (Randviir, 2014).

Grafena merupakan material yang terbuat dari grafit berbentuk karbon, dimana
setiap atom karbon memiliki ikatan sp2 dengan struktur dua dimensi (Geim, 2007).
Dan dikemas rapat dalam bentuk kisi kristal seperti sarang lebah (Loryuenyong,
2013). Grafena menjadi sangat menarik untuk dikaji para peneliti karena memiliki
sifat kelistrikan dan mekanik yang luar biasa. Struktur yang unik dari grafena dimana
susunan atom karbon (C) yang sangat teratur dan hampir sempurna (Terrones, 2010).
Keunggulan lainnya adalah grafena memiliki permukaan yang besar, dengan luas 1
m2 beratnya hanya 0,77 mg. Sedemikian tipisnya lapisan grafena ini sehingga
menjadi salah satu contoh dari material berdimensi dua (Naufal, 2013). Faktanya,
material dua dimensi (2D) ini seperti grafena tidak tersedia di alam, sehingga perlu
disintesis dari grafit (Choi et al., 2011).

Berdasarkan sifatnya yang unik ini, grafena telah banyak dikembangkan secara
luas dalam pengaplikasiannya diberbagai bidang teknologi (Casero, 2012) seperti
sebagai sensor pada pemurnian air (Raj et al, 2013), sebagai material penyimpan
energi (La Fuente, 2014), sebagai bio sensor pembawa obat dalam tubuh (Wahyudi,
2017), rechargeable battery, (Teng, 2012), sebagai adsorben (Xu, 2012) atau sebagai
tinta dan perekat (Gema, 2015). Meskipun telah banyak penelitian mengenai aplikasi
grafena tetapi masih belum banyak dilakukan pengembangan material grafena ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

Selain itu, proses pemisahan grafena dari grafit masih memerlukan pengembangan
teknologi lainnya sebelum ia cukup ekonomis untuk digunakan pada proses industri.

Saat ini, produksi grafena banyak dilakukan dengan cara mengoksidasi grafit
menjadi oksida grafena (Suci, 2018). Dengan menggunakan metode Hummer dapat
dihasilkan Oksida Grafena (GO) akan tetapi keberadaan oksigen pada Oksida
Grafena mengurangi kinerja GO. Oleh karena itu perlu dilakukan proses reduksi
untuk menghilangkan oksigen pada GO sehingga habis meninggalkan lapisan
grafena. (Lasmana, 2016).

Untuk memperoleh oksida grafena, maka sebelumnya harus dibentuk GO. GO


dioksidasi oleh Brodie pada tahun 1859 dengan graphite campuran KClO3 dan
HNO3. Staudenmaier mengembangkan metode Brodie dengan menambahkan sulfida
pada pelarut oksidanya. Namun menurut Hofmann, metode Staudenmaier
menghasilkan produk samping yang berbahaya. Pada tahun 1958, Hummers
mereaksikan grafit dengan kalium permanganat (KMnO4) dan natrium nitrat
(NaNO3) dalam larutan asam sulfat (H2SO4).

Metode Hummers dinilai lebih baik daripada dua metode sebelumnya karena
pada saat proses oksidasi tidak mengeluarkan gas ClO2 yang dapat menimbulkan
ledakan. Selain itu, proses oksidasi berlangsung lebih cepat dengan suhu lebih
rendah. Bahan-bahan yang digunakan dalam metode Hummers lebih mudah untuk
didapat dan tidak terlalu berbahaya seperti dalam metode Staudenmaier. Oleh karena
itu, metode Hummers lebih sering digunakan untuk mensintesis GO (Syakir, 2015).

Pada dasarnya, metode untuk mensintesis graphene dan GO hampir sama.


Beberapa metode sintesis graphene yang umum antara lain mechanical dexfoliation
dari grafit, epitaxial growth di atas SiC, chemical vapor deposition (CVD) di atas
logam transisi, dan reduksi GO. Diantara proses sintesis tersebut, metode reduksi
GO merupakan metode yang disarankan untuk produksi graphene (Pradesar, 2014).
Hal ini di karenakan metode reduced graphene oxide ini sangat sederhana, murah,
dan sesuai untuk produksi grafena skala besar (Junaidi, 2014).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

Pada Tahun 2016, Rafitasari dkk juga telah berhasil menghasilkan grafena.
Dengan mensintesis graphite melalui metode Hummers, dan reduced graphene
oxide menggunakan reduktor hydrazine. Hasil Uv-Vis GO terlihat dua puncak
serapan pada panjang gelombang 230 nm (GO sintesis) dan 300 nm (GO Sigma
Aldrich). Keberadaan dua puncak tersebut menunjukkan karakteristik dari GO.
Gugus epoksi pada oksida grafena kemudian direduksi menggunakan hydrazine
sehingga diperoleh grafena. Hal ini dikarenakan atom pengotor seperti ikatan C-O
(Epoksi) pada GO telah diputus oleh hidrazin (Rafitasari, dkk. 2016).

Selain itu, Stankovich et al., (2007) juga menggunakan senyawa hidrazin dalam
mensintesis grafena dan Shin et al., (2008) menggunakan larutan Natrium
Borohidrida (NaBH4) dalam mensintesis senyawa grafena. Penggunaan senyawa
N2H4 dan NaBH4 dianggap berbahaya karena senyawa ini memiliki sifat beracun
(karsinogenik) dan tidak ramah lingkungan (Taufantri, 2016).

Oleh karena itu, dibutuhkan suatu metode dan reduktor yang dapat mereduksi
oksida grafena menjadi grafena, sehingga penelitian ini menggunakan reduktor
amonia untuk mereduksi oksida grafena menjadi grafena. Amonia digunakan
sebagai reduktor karena amonia bersifat ramah lingkungan dalam skala konsentasi
yang kecil dengan harga yang lebih murah.

Dan peneliti mengharapkan, dihasilkannya grafena berskala besar dari reduktor


amonia yang dapat bereaksi pada gugus-gugus fungsi yang terkandung pada oksida
grafena seperti gugus karbonil, gugus hidroksil dan gugus epoksida (Bourlinos et
al.2003). Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “ Sintesis Senyawa Grafena Dari Grafit Melalui Metode Hummer
Dan Reduksi Oksida Grafena Menggunakan Reduktor Amonia (NH3)”.

1.2 Permasalahan

1. Bagaimana cara mensintesis grafena dari grafit melalui metode Hummer’s.


2. Apakah reduktor amonia dapar merduksi oksida grafena menjadi grafena.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mensintesi grafena dari grafit melalui metode Hummer’s.


2. Untuk mengetahui apakah reduktor amonia dapat merduksi oksida grafena
menjadi grafena.

1.4 Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut:


1. Sintesis oksida grafena menggunakan bahan baku berupa grafit, NaNO 3 (s),

H2SO4 (p), KMnO4 (s), H2O2 (p) dan Larutan Piranha (5% v/v H2SO4 dan 30% v/v
H2O2) dan Sintesis grafena menggunakan hasil sintesis oksida grafena dengan
menambahkan reduktor Amonia (NH3(l)).
2. Pengujian karakterisasi Grafit, Oksida garfit, Oksida grafena dan Grafena
dilakukan dengan spektroskopi FT-IR ( Fourier Transform Infrared ) dan X-Ray
Difraction (XRD).

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam
sintesis grafena dari grafit melalui metode Hummer’s dan reduksi oksida grafena
menggunakan reduktor amonia (NH3(l)).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karbon

Karbon merupakan unsur kimia yang mempunyai simbol C dengan nomor


atom 6 dan termasuk unsur golongan IV A pada tabel periodik. Karbon merupakan
unsur non-logam dan bervalensi 4 (tetravalen), yang berarti bahwa terdapat empat
elektron yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen. (Ratna, 2008).
Salah satu sifat atom karbon yang menarik dan istimewa adalah katenasi yaitu
kemampuan secara alamiah untuk melakukan ikatan dengan atom sesamanya
membentuk rantai atau cincin karbon baik dengan ikatan tunggal maupun dengan
ikatan rangkap (Canham, 2000). Alotropi karbon ditemukan di alam dalam tiga
bentuk alotropik: amorphous, grafit dan berlian. Semua alotrop karbon berbentuk
padat dalam kondisi normal, tetapi grafit merupakan alotrop yang paling stabil secara
termodinamik di antara alotrop lainnya (Keenan, 1991).

2.2 Grafit

Grafit berbentuk serbuk berwarna hitam dengan struktur lapisan yang terdiri
atas cincin atom karbon yang beranggotakan 6 atom yang mirip benzene yang
terkondensasi tanpa atom hidrogen (Irawan, 2017). Dalam struktur grafit (hibrida
sp2), hanya tiga atau empat elektron valensi dari karbon yang membentuk ikatan
kovalen (ikatan σ) dengan atom karbon yang berdekatan. Elektron keempat yang
menjadi electron beresonansi antara struktur ikatan valensi. (Rahmandari, 2010).
Lapisan-lapisan pada grafit merupakan gabungan cincin aromatik yang tanpa batas
(Riswiyanto, 2009), seperti yang terlihat pada gambar 2.1. Lapisan-lapisan tersebut
diikat oleh ikatan yang relatif lemah yakni gaya Van der waals (Irawan, 2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

atom karbon

Gambar 2.1 Struktur Grafit

2.2.1 Grafit Alam

Grafit alam memiliki struktur yang baik sehingga tidak memerlukan


perlakuan panas pada suhu tinggi (2800ºC) untuk menjadi grafit. Grafit alam tidak
berbahaya dalam hal toksikologi, grafit alam merupakan produk alami murni yang
tidak membahayakan lingkungan tersedia melimpah dan murah. Disisi lain, grafit
alam memiliki kelemahan yaitu kapasitas tingkat rendah (Yoshio, 2009).

2.2.2 Grafit Sintesis

Grafit sintesis pada dasarnya memiliki sifat yang sama seperti grafit alam.
Tetapi, grafit sintesis memiliki kemurnian yang lebih tinggi daripada grafit alam dan
memiliki struktur yang cocok untuk proses sintesis grafena. Namun, grafit sintesis
memiliki sebuah kekurangan yaitu struktur kristalnya berbentuk amorf sehingga
untuk mengubah bentuknya menjadi struktur kristal menggunakan biaya yang tinggi
karena memerlukan perlakuan pada suhu lebih dari 2800 0C pada proses
grafitisasinya (Yoshio, 2009).

2.3 Oksida Grafena

Oksida grafena atau biasa disebut oksida grafit, adalah sebuah senyawa
campuran karbon, hidrogen, dan oksigen yang diperoleh melalui proses oksidasi
yang kuat dari grafit (Novoselov et al, 2004) Oksida grafena (OG) secara atomic
merupakan lembaran tipis dari grafit oksida yang terdiri dari cincin enam alifatis
yang mengandung –OH, epoksida, dan ikatan C=C terkonjugasi dimana pada tepinya
terdapat gugus –OH dan –COOH (Casabianca et al., 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7

Oksida grafena mempunyai struktur berlapis seperti grafit. Beberapa struktur


pemodelan oksida grafena telah diusulkan oleh Klinowski dan Ajayan yang dapat
dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.2 Struktur grafena oksida dengan gugus fungsional. A: Gugus Epoksi, B:
Gugus Hidroksil, C: Gugus Karboksil. (Yang et al,2014).

Diantara mereka pemodelan struktur yang diusulkan oleh Klinowsky adalah


yang paling sering digunakan secara luas. Model ini terdiri dari bagian aromatis yang
tidak teroksidasi, dan cincin enam alifatis yang mengandung –OH, epoksida, dan
ikatan C=C terkonjugasi dimana pada tepinya terdapat gugus –OH dan –COOH
(Cassabianca et al., 2010).

Oksida Grafeana (GO) dimodifikasi dengan cara preparasi graphene secara


kimiawi dengan cara oksidasi dan exfoliasi yang disertai dengan modifikas
oksidatif dari bidang basal. Sintesis oksida grafena dapat dilakukan dengan
membentuk graphite oxide terlebih dahulu. Secara sederhana grafit dioksidasi
menjadi oksida grafit, kemudian lembaran-lembaran oksida grafit tersebut
dikelupas (exfoliated) dalam air hingga terbentuk oksida grafena (Syakir, 2015).
Sama seperti Grafit, Oksida grafena memiliki struktur berlapis. Namun dalam
Oksida grafena, selain memiliki gugus karbonil dan gugus hidroksil ada juga gugus
fungsional lain yang membuat jarak antar lapisan semakin luas dan bersifat
hidrofilik sehingga membuat oksida Grafena mudah berinteraksi dengan air di
bawah perlakuan ultrasonikasi (Geim, 2007). Gambaran modifiksi kimia umum
dalam pengelupasan lembaran oksida grafena sebagai berikut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Gambar 2.3 Modifikasi kimia umum dalam pengelupasan lembaran oksida grafena
(Li et al, 2014)

Lembaran oksida grafena yang dihasilkan kemudian direduksi dengan


penambahan pereduksi. Saat ini terdapat banyak reagen yang digunakan sebagai
reduksi seperti sodium hidride, hidrazin, hidrogen, NaBH4 dan H2SO4(p) (Feng,
2013). Reduksi secara langsung pada Oksida grafena telah biasa digunakan sebagai
metode untuk membuat grafena dalam jumlah besar dengan menghilangkan gugus
oksigen, sementara itu jaringan sp2 terkonjugasi juga diperbaiki (Chua dan Pumera,
2014). Oksida grapfena diyakini dapat menjadi prekursor yang menjanjikan untuk
produksi grafena dalam skala besar (Syakir, 2015).

2.4 Grafena

Nama grafena berasal dari graphite + ene (Truong, 2013). Dimana Grafit sendiri
terdiri dari banyak lembaran Grafena yang ditumpuk secara bersama-sama. Lembaran
grafena satu dengan lainnya diikat dengan ikatan Van der Waals (Geim, 2007).
Material grafena ini pertama kali berhasil disintesis oleh Andre K. Geim dan
Konstantin Novoselov pada tahun 2004 (Randviir, 2014). Grafena merupakan
material yang terbuat dari grafit berbentuk karbon, plat lapis tipis dengan ikatan sp2
dengan struktur dua dimensi (Geim, 2007). Dan dikemas rapat dalam bentuk kisi
kristal seperti sarang lebah (Loryuenyong, 2013).

Grafena memiliki transparansi optikal sebesar ~97,7% (Nair, 2004). Meskipun


sangat tipis, daya tahan grafena terhadap tekanan jika dibandingkan dengan kekuatan
baja adalah 100 kali lebih kuat grafena, yaitu sebesar 42 N/m (Morozov, 2008).
Ikatan kovalen antar karbon yang kuat menyebabkan grafena sulit diregangkan, (Lee,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

2008). Secara teori grafena (2630 m2g-1) memiliki luas permukaan yang luar biasa
dibandingkan grafit ( 10 m2g-1) (Hou, 2011).

2.4.1 Sintesis Grafena

Saat ini, produksi grafena banyak dilakukan dengan cara mengoksidasi grafit
menjadi oksida grafena (Suci, 2018). Dengan menggunakan metode Hummer dapat
dihasilkan Oksida Grafena (GO) akan tetapi keberadaan oksigen pada Oksida
Grafena mengurangi kinerja GO. Oleh karena itu perlu dilakukan proses reduksi
untuk menghilangkan oksigen pada GO sehingga habis meninggalkan lapisan
grafena (Lasmana, 2016). Skema pembuatan grafena dari grafit ditunjukkan pada
gambar sebagai berikut (Shao et al., 2012).

Gambar 2.4 Skema pembuatan grafena dari grafit (Shao et al., 2012)
Adapun beberapa metode untuk mensintesis grafena diantaranya sebagai berikut.

2.4.1.1 Mechanical Exfoliation (ME) dari grafit

Mechanical exfoliation merupakan metode yang mudah digunakan, akan


tetapi hanya dapat menghasilkan graphene dalam jumlah yang sedikit, karena
metodenya menggunakan pengelupasan secara mekanik pada grafit. Grafit yang
berupa padatan, ditempeli dengan menggunakan selotip, kemudian selotip tersebut
dilepas. Setelah dilepas selotip tersebut direkatkan kembali sampai pada akhirnya
diperoleh graphene (Lita, 2014).

2.4.1.2 Epitaxial Growth diatas Sic

Grafena telah berhasil ditumbuhkan dari silikon karbida (SiC). Dalam metode
ini, substrat SiC dipoles sampai sangat rata lalu dipanaskan dalam vakum tingkat
ultra (Ultra High Vacuum, 10-10 torr) sehingga atom-atom Si menyublim. Cara lain
adalah dengan membiarkan sedikit gas (O2, H2O, CO2) tersisa dalam vakum tingkat
sedang (10-5 torr). Ternyata sedikit gas ini bereaksi dengan SiC menyisakan atom

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

karbon yang membentuk grafena. Hasil-hasil penumbuhan tersebut biasanya


menghasilkan beberapa lapisan grafena. Keunggulan dari metode ini adalah bahwa
substrat SiC dapat langsung digunakan sebagai substrat untuk membuat rangkaian
elektronik dengan grafena (Suci, 2018).

2.4.1.3 Chemical Vapor Deposition (CVD) diatas Logam Transisi

Penumbuhan dengan CVD telah dilakukan pada substrat logam seperti Ni dan
Cu. Logam-logam ini dipilih karena dapat dikikis sehingga grafena yang dihasilkan
tidak terikat pada substrat logam. Gas yang bisa digunakan adalah metana dan
hidrogen. Grafena dapat ditumbuhkan pada nikel yang mencapai lebar beberapa
sentimeter yang seluruhnya bersambungan. Jika menggunakan substrat Cu,
dihasilkan grafena yang jumlah lapisannya lebih sedikit dan sebagian besar
merupakan lapisan tungga grafena berlapis lebih dari satu (Suci, 2018).

2.4.1.4 Reduksi GO

Metode reduksi graphene oxide (rGO) yaitu metode sintesis graphene secara
kimiawi, dimana abu graphite dioksidasi menggunakan bahan kimia seperti asam
sulfat, asam nitrat, kalium klorat, dan lain sebagainya oxide (Efelina, 2015). Metode
ini melewati dua tahap pengoksidasian yaitu dari grafit menjadi grafit oksida dan
grafit oksida menjadi grafena oksida (GO). GO dilarutkan ke dalam air, kemudian
lembaran-lembaran GO akan langsung terpisah dari kristal asalnya karena sifatnya
yang hidrofobik. Kemudian untuk mendapatkan grafena, GO diendapkan dan
direduksi dengan reduktor ( Pratiwi, 2016).

2.5 Agen Pereduksi Amonia

Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna dengan titik didih -33ºC.
Gas amonia lebih ringan dibandingkan udara, dengan densitas kira-kira 0,6 kali
densitas udara pada suhu yang sama. Bau yang tajam dari amonia dapat dideteksi
pada konsentrasi yang rendah 1-5 ppm (Stringer, 2000). Amonia (NH3) merupakan
salah satu zat pereduksi (Dessy, 2017). Di alam Amonia terjadi hampir secara
langsung dalam bentuk garam amonium. Bentuk amonia di alam pada umumnya
terdekomposisi dari material organik yang mengandung nitrogen atau dari aktivitas
gunung berapi (Appl, 1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

Amonia memiliki struktur seperti ditunjukkan pada gambar 2.7:

N
H
H
H

Gambar 2.5 Struktur ammonia


Tabel 2.1 Sifat-sifat fisis Amonia ditunjukkan pada Tabel 2.5
Sifat Fisis Amonia Besaran
Rumus molekul NH3
Berat molekul 17,0305 g/gmol
Kenampakan Bening tak berwarna
Titik didih -33,43°C
Titik lebur -77,74°C
Densitas 0,7708 g/Ml
Kemurnian 29,4% berat
Impuritas 70,6% H2O
Kelarutan Larut dalam air
Keasaman (Pka) 9.25
Kebasaan (Pkb) 4.75
Momen dipol 1.42 D
(Dianita, D. 2009)
Sebagian besar produksi amonia dipergunakan oleh industri pupuk. Amonia
diubah menjadi pupuk padat (urea, amonium nitrat, amonium pospat dan ammonium
sulfat), hanya sebagian kecil yang dipergunakan dalam industri kimia yang lain.
Setiap atom nitrogen yang diproduksi dalam industri senyawa kimia secara langsung
maupun tidak langsung berasal dari amonia. Salah satu kegunaan penting dari
nitrogen yang ada dalam amonia setelah dikonversi menjadi asam nitrat adalah untuk
memproduksi plastik dan serat, contohnya poliamida, resin-resin berbahan dasar
melamin, dan poliuretan (Appl, 1999).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

Amonia (NH3) adalah persenyawaan nitrogen yang mempunyai pasangan


elektron bebas (PEB) yang dapat didonorkan terhadap atom pusat, sehingga
persenyawaan nitrogen ini dapat membentuk kompleks, yaitu sebagai ligan. Pada
umumnya, amonia bertindak sebagai reduktor dimana nitrogen mengalami oksidasi
dengan peningkatan bilangan oksidasi. Nitrogen dapat membentuk senyawa kovalen
dengan banyak unsur non logam. Senyawa terpenting dengan hidrogen dan oksigen
dapat dijumpai pada nitrogen mulai dari bilangan oksidasi -3 sampai +5 seperti
amonia memiliki bilangan oksidasi -3 (Cotton, 1989).

2.6 Karakterisasi
Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

2.6.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR

Dalam menafsirkan keberadaan suatu gugus yang terdapat dalam senyawa


tertentu dengan menggunakan peta korelasi, maka dibutuhkan suatu alat yaitu
spektroskopi infra merah (IR). Spektroskopi infra merah adalah salah satu teknik
analisis spektroskopi absorpsi dengan memanfaatkan sinar infra merah dari spekrum
elektromagnetik, sehingga akan menghasilkan spektrum mewakili senyawanya.
Seperti teknik spektroskopi lainnya, teknik ini dapat digunakan untuk menentukan
kandungan dalam sebuah sampel (Ardiansyah, 2011).

Spektroskopi IR akan mengidentifikasi gugus fungsi dan pemakaiannya


banyak digunakan untuk identifikasi senyawa-senyawa organik. Prinsip dari
spektroskopi IR didasarkan pada interaksi antara tingkat energi getaran (vibrasi).
Vibrasi atom yang berikatan dalam molekul dengan mengadsorpsi radiasi gelombang
elektromagnetik IR (Bresnick, 2003). Adapun komponen-komponen dari FT-IR
adalah sumber energi, monokromator, wadah sampel, detector, dan rekorder.

2.6 Skema alat spektrofotometer FT-IR ( Dachriyanus, 2004)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada sampel
suatu senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekuensi oleh senyawa
tersebut. Detektor yang ditempatkan pada sisi lain dari senyawa akan mendeteksi
frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya
frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen
transmitan. Persen transmitan 100 berarti tidak ada frekuensi IR yang diserap oleh
senyawa. Pada kenyataannya, hal ini tidak pernah terjadi. Selalu ada sedikit dari
frekuensi ini yang diserap dan memberikan suatu transmitan sebanyak 95%.
Transmitan 5% berarti bahwa hampir seluruh frekuensi yang dilewatkan diserap oleh
senyawa. Serapan yang sangat tinggi akan memberikan informasi penting tentang
ikatan dalam suatu senyawa (Dachriyanus, 2004).
Bilangan Gelombang dalam cm-1

2.2 Tabel Daerah serapan infra merah (Nurdin, 1986)


Gambar diatas memperlihatkan bahwa peta korelasi hasil pembacaan jelas
tergambarkan pada recorder. Peta korelasi dapat memberikan informasi gugus fungsi
seperti OH dan NH, dimana pita ulurannya terdapat antara 3000-3700/cm. Jika
spektrum infrah merah suatu senyawa tertentu menunjukan serapan pada daerah ini,
dapat diduga bahwa senyawa tersebut terdapat gugus OH atau NH. Daerah antara
1400-4000/cm, yaitu terletak pada bagian kiri spektra infra merah merupakan daerah
khusus yang berguna bagi identifikasi gugus-gugus fungsional (Ardiansyah, 2011).

2.6.2 Analisis Struktur Kristal dengan XRD

Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk


mengidentifikasi adanya kristalin di dalam material-material benda dan serbuk, dan
untuk menganalisis sifat-sifat struktur (seperti ukuran butir, fasa komposisi orientasi
kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah sinar-X
yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang, berturut-turut
dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

Dengan berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan


karakteristik dari sampel (Zakaria, 2003). XRD dapat memberikan data kualitatif
dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel sehingga XRD digunakan untuk
mengukur jarak rata-rata antara lapisan atau baris atom, menentukan kristal tunggal,
menentukan struktur kristal dari material yang tidak diketahui serta mengukur
bentuk, ukuran, dan tegangan dari kristal kecil (Smallman, 1991).

Prinsip dasar dari XRD adalah hamburan elektron yang mengenai permukaan
kristal. Bila sinar dilewatkan ke permukaan kristal, sebagian sinar tersebut akan
terhamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke lapisan berikutnya. Sinar yang
dihamburkan akan berinterferensi secara konstruktif (menguatkan) dan destruktif
(melemahkan). Hamburan sinar yang berinterferensi inilah yang digunakan untuk
analisis.

2d sin θ = nλ, dimana :

d = jarak antar bidang dalam kristal

θ = sudut deviasi

n = orde (0,1,2,3,…..) , dan λ = panjang gelombang

Berdasarkan persamaan Bragg diatas, jika seberkas sinar-X di jatuhkan pada


sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki
panjang gelombang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang
dibiaskan akan ditangkap oleh detektor kemudian diterjemahkan sebagai sebuah
puncak difraksi. Makin banyak bidang kristal yang terdapat dalam sampel, makin
kuat intensitas pembiasan yang dihasilkannya. Tiap puncak yang muncul pada pola
XRD mewakili satu bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga
dimensi. Puncak-puncak yang didapatkan dari data pengukuran ini kemudian
dicocokkan dengan standar difraksi sinar-X untuk hampir semua jenis material.
(Grant dan Suryanayana, 1998).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik FMIPA-USU di Medan.


Sentrifugasi dilakukan di Laboratorium Kimia Analisa PTKI. Ultrasonifikasi
dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA-USU di Medan. Analisis gugus
fungsi menggunakan spektroskopi FT-IR (Fourier Transform Infrared) di
Laboratorium Kimia Organik FMIPA UGM di Yogyakarta dan Analisis struktur dan
ukuran kristal menggunakan XRD (X-Ray Powder Diffraction) di PT. Sistematika
Indonesia. Penelitian dilaksanakan dari bulan Desember 2017 hingga Juli 2018.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


- Beaker glass 1000 ml Pyrex

- Beaker glass 500 ml Pyrex

- Erlenmeyer 250 ml Pyrex

- Gelas Ukur 10 ml Pyrex

- Corong kaca 75 mm Pyrex

- Hotplate Stirrer Cimarec

- Magnetic bar

- Termometer 1000C Fischer

- Batang pengaduk kaca

- Pipet tetes

- Botol Aquadest

- Aluminium foil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

- Labu takar 1000 ml Pyrex

- Labu takar 5 ml Pyrex

- Tabung sentrifius

- Sentrifugator Fisher Scientific

- Rak tabung reaksi

- Kertas saring no.42 Whatmann

- Neraca analitis Shimadzu

- Kaca arloji

- Indikator universal Sartorius

- Statif dan Klem

- Sample cup

- Karet

- Plastik

- Oven blowwer memmert

- Wadah es

- Ultrasonikasi Kerry Pulsatron

- Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

- X-Ray Difraction (XRD) Rigaku D/max 2500

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

3.2.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

- Grafit(s)

- Aquadest(l)

- H2SO4(p) 96 % p.a. (E. Merck)

- NaNO3(s) p.a. (E. Merck)

- KmnO4(s) p.a. (E. Merck)

- H2O2(p) 30 % p.a. (E. Merck)

- NH3(l) 25 % p.a. (E. Merck)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pembuatan Larutan H2SO4 5 %

Sebanyak 52,08 mL larutan H2SO4 96% (p) diencerkan dengan aquadest dalam labu
takar 1000 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.2 Pembuatan Larutan Piranha


Sebanyak 20 mL larutan H2SO4 5 % ditambahkan 1 mL larutan H2O2 30% (p)

diencerkan dengan aquadest dalam labu takar 1000 mL hingga garis batas dan
dihomogenkan.

3.3.3 Pembuatan Larutan NH3(l)

3.3.3.1 Pembuatan larutan NH3(l) 5 M


Sebanyak 2,50 ml larutan NH3(l) 10 M diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
5 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.3.2 Pembuatan larutan NH3(l) 7,5 M


Sebanyak 3,70 ml larutan NH3(l) 10 M diencerkan dengan aquadest dalam labu takar
5 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

3.3.3.3 Pembuatan larutan NH3(l) 10 M


Sebanyak 4,90 ml ml larutan NH3(l) 10 M diencerkan dengan aquadest dalam labu
takar 5 mL hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.3.4 Sintesis Oksida Grafena


Proses sintesis Oksida Grafena dilakukan dengan cara modifikasi metode
Hummer’s. Sebanyak 1 gram serbuk grafit dimasukan ke dalam beaker glass dan
dilarutkan dalam 75 mL H2SO4 96% (p) distirer selama 2 jam dalam wadah es.
Kemudian ditambahkan 1 gram NaNO3(s) dan distirrer selama 2 jam. Kemudian
ditambahkan 5 gram KMnO4(s) secara perlahan-lahan dan distirer selama 4 jam pada
suhu 0-200C dalam wadah es sampai berubah menjadi larutan hitam kehijauan. Lalu
dipindahkan dari wadah es dan distirer selama 48 jam pada suhu ruang, campuran
berubah warna menjadi coklat tua. Setelah distirer, ditambahkan 5 mL H2O2 30% (p)
dan 100 mL H2SO4 5% dan distirrer selama 2 jam. Selanjutnya campuran
disentrifugasi dengan alat sentrifius kecepatan 6500 rpm selama 20 menit untuk
memisahkan larutan supernatan dan endapan oksida grafit. Pencucian endapan
oksida grafit dengan larutan piranha. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan
6500 rpm hingga larutan supernatan berubah warna menjadi kecoklatan, kemudian
larutan supernatan dibuang. Dan endapan oksida grafit dicuci kembali dengan
aquadest, Selanjutnya disentrifugasi kembali sampai larutan supernatan berubah
warna menjadi bening dan memiliki pH netral.
Proses sintesis oksida grafena diawali dengan dimasukkan kedalam beaker
glass untuk di ultrasonikasi pada frekuensi 5060 Hz selama 5 jam. Maka telah
diperoleh larutan oksida grafena. Larutan oksida grafena yang dihasilkan dibagi
menjadi dua bagian, larutan pertama dikeringkan dalam oven pada suhu 800C selama
6 jam hingga diperoleh serbuk oksida grafena dan dikarakterisasi dengan FT-IR dan
XRD. Dan larutan kedua akan disintesis menjadi grafena.

3.3.5 Sintesis Grafena


Proses sintesis grafena diawali dengan penambahan reduktor amonia pada
larutan oksida grafena. Dilakukan variasi reduktor ammonia untuk menghasikan
grafena yang paling baik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

3.3.5.1 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 5 M


Pada tahap sintesis grafena, 10 ml larutan grafena oksida yang telah dihasilkan
ditambahkan 0,1 mL NH3(l) 5 M selanjutnya distirer selama 72 jam dan disaring.
Kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC selama 12 jam hingga didapatkan serbuk
grafena. Serbuk grafena dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD.

3.3.5.2 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 7,5 M


Pada tahap sintesis grafena, 10 ml larutan grafena oksida yang telah dihasilkan
ditambahkan 0,1 mL NH3(l) 7,5 M selanjutnya distirer selama 72 jam dan disaring.
Kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC selama 12 jam hingga didapatkan serbuk
grafena. Serbuk grafena dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD.

3.3.5.3 Grafena Penambahan Reduktor 0,1 ml NH3(l) 10 M


Pada tahap sintesis grafena, 10 ml larutan grafena oksida yang telah dihasilkan
ditambahkan 0,1 mL NH3(l) 10 M selanjutnya distirer selama 72 jam dan disaring.
Kemudian dikeringkan pada suhu 80ºC selama 12 jam hingga didapatkan serbuk
grafena. Serbuk grafena dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD.

3.3.6 Karakterisasi Hasil Reaksi

3.3.6.1 Analisa Gugus Fungsi dengan FT-IR


Analisis FTIR digunakan untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada
grafit, oksida grafit, oksida grafena, dan Grafena tereduksi NH3(l) 5 M, NH3(l) 7,5 M
dan NH3(l) 10 M. Sampel yang berbentuk serbuk dibuat menjadi pellet dengan KBr
dan diukur spektrumnya dengan alat spektroskopi FT-IR. Analisis FTIR
menggunakan alat Shimadzu IR Prestige-21 dilakukan pada rentang bilangan
gelombang 0-4000 cm-1.

3.3.6.2 Analisis Struktur Kristal dengan XRD


Analisis difraksi sinar X (XRD) dilakukan untuk menentukan struktur
kristalin dari grafit, oksida grafit, oksida grafena, dan Grafena tereduksi NH3(l) 5 M,
NH3(l) 7,5 M, dan NH3(l) 10 M dengan menggunakan alat difraktometer sinar-X
Rigaku D/max 2500.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Analisa Karakterisasi Grafit(s)


Grafit(s)

Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

3.4.2 Sintesis Oksida Grafena

1 gram grafit(s)

dimasukkan kedalam beaker glass


ditambahkan 75 mL H2SO4(p) 96% sambil distirer selama 2 jam
dalam wadah es
ditambahkan 1 gr NaNO3(s) dan distirer selama 2 jam
ditambahkan 5 gr KMnO4(s) secara perlahan-lahan dan distirer selama
4 jam pada suhu 20oC dalam wadah es
dipindahkan dari wadah es dan distirer selama 48 jam pada suhu ruang
ditambahkan 5 ml H2O2 30 % dan distirer selama 2 jam
ditambahkan 100 ml H2SO4 5 % dan distirer selama 2 jam
disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm selama 20 menit

Larutan Supernatan Endapan Oksida Grafit

dicuci dengan larutan Piranha


disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm
hingga larutan supernatan berubah
warna menjadi coklat muda

Larutan Supernatan Endapan Oksida Grafit

dicuci dengan aquadest


disentrifugasi dengan kecepatan 6500 rpm
hingga larutan supernatan berubah
warna menjadi bening

Endapan Oksida Grafit

dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml


diultrasonikasi selama 5 jam

Endapan Oksida Grafena Endapan Oksida Grafena

disaring
dikeringkan pada suhu
80oC selama 6 jam
Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

3.4.3 Sintesis Grafena


3.4.3.1 Endapan Oksida Grafena penambahan Larutan Amonia 5 M

Endapan Oksida Grafena

ditambahkan 0,1 ml Larutan Amonia 5 M


distirer selama 72 jam
disaring
dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 12 jam
Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

3.4.3.2 Endapan Oksida Grafena penambahan Larutan Amonia 7,5 M

Endapan Oksida Grafena

ditambahkan 0,1 ml Larutan Amonia 7,5 M


distirer selama 72 jam
disaring
dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 12 jam
Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

3.4.3.3 Endapan Oksida Grafena penambahan Larutan Amonia 10 M

Endapan Oksida Grafena

ditambahkan 0,1 ml Larutan Amonia 10 M


distirer selama 72 jam
disaring
dikeringkan dengan oven pada suhu 80oC selama 12 jam
Dikarakterisasi dengan FT-IR dan XRD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Grafit


Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berupa serbuk Grafit, yang
mana serbuk Grafit ini dipakai sebagai pembanding pada sampel Grafit yang akan
dioksidasi menjadi Oksida grafit, Oksida Grafena dan Grafena. Serbuk grafit
ditunjukkan seperti pada Gambar 4.1. Peralatan instrumen yang dipakai terdiri dari :
FT-IR dan XRD.

Gambar 4.1 Serbuk grafit

4.1.1 Analisis Grafit Menggunakan FT-IR

Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui perubahan


gugus fungsi sebelum dan sesudah proses oksidasi pada grafit, hasil sintesis pada
oksida grafit, oksida grafena dan grafena serta untuk mengetahui interaksi yang
terjadi antara grafena dan reduktor amonia. Analisi FT-IR dilakukan pada rentang
bilangan gelombang 0-4000 cm-1. Semua sampel yang dianalisis dalam bentuk
serbuk halus. Pada gambar 4.2 menunjukkan spektrum FT-IR Grafit yaitu pada
bilangan gelombang 1581cm-1 yang identik dengan ikatan rangkap dalam gugus
aromatic C=C, Hal tersebut juga didukung dengan adanya peak lain pada 1026 cm-1
yang menunjukkan vibrasi ulur ikatan C-C (Choucair et al, 2009). Berdasarkan data
Spektrum tersebut (Gambar 2.4) dapat diketahui bahwa grafit hanya memiliki
struktur C=C (ikatan π ) dan C-C.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


23

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Grafit

4.1.2 Analisis Grafit Menggunakan XRD

Analisis XRD ini bertujuan untuk mengetahui jarak antar lapisan (d-spacing) grafit.
Hasil analisis dengan menggunakan XRD pada Grafit dapat diperoleh seperti gambar
dibawah ini :

Gambar 4.3 Spektra XRD Grafit


Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.3 Pada Serbuk grafit terdapat
puncak (002) pada posisi = 26,3690 dengan nilai d-spacing sebesar 3,37 Å
dengan bentuk puncak yang tajam dan intensitas yang tinggi. Hasil XRD pada serbuk
grafit tersebut menunjukkan bahwa sifat kristalinitas grafit sangat baik, karena
semakin tinggi nilai intensitas XRD maka semakin baik kristalinitasnya (Safitri, D.
2017).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

4.2 Sintesis Oksida Grafit


Pada tahapan sintesis Oksida Grafit, serbuk grafit sebagai bahan dasar
dioksidasi menjadi grafit oksida dengan menggunakan metode Hummer’s. Grafit
direaksikan dengan zat pengoksidasi yaitu KMnO4(s) dan NaNO3(s). Proses oksidasi
ini hanya dapat berlangsung ada kondisi asam, sehingga digunakan H2SO4(l) sebagai
pembuat suasana asam. Proses pencampuran ini dilakukan didalam wadah es dengan
tujuan untuk menjaga temperatur di bawah 20 0C yang selanjutnya dilakukan
pengadukan selama 4 jam. Pada proses penambahan ini maka larutan akan berubah
warna, yang sebelumnya berwarna hitam pekat menjadi hitam kehijauan yang
menunjukan indikasi bahwa reaksi oksidasi grafit telah dimulai. Prosesnya
selanjutnya adalah proses homogenisasi dengan stirring pada temperatur 35 0C
selama 48 jam menghasilkan larutan coklat tua yang menandakan grafit telah
teroksidasi secara sempurna (Rahman, 2015). Proses oksidasi pada grafit dapat
memperbesar jarak antar lembaran grafit dan membuat lapisan atom hidrofilik
dengan masuknya oksigen kedalam struktur grafit baik dalam bentuk gugus
hidroksil, gugus epoksi maupun gugus karbonil sehingga ikatan antar lembar grafit
menjadi lemah dan hal ini memudahkan proses pengelupasan grafit oksida (Pei dan
Cheng, 2011).

Pada penambahan H2SO4 5% dan H2O2 30% guna untuk menghilangkan sisa
KMnO4. Larutan disentrifugasi pada 3000 rpm selama 20 menit bertujuan untuk
memisahkan fase padat grafit oksida dan cairan beserta zat pengotornya.
Penambahan dengan H2O pada endapan grafit oksida bertujuan untuk menghilangkan
zat pengoksidasi serta mengendapkan partikel grafit oksida (Titelman, et al., 2005).
Hasil pencucian dengan larutan piranha dan aquadest pada campuran oksida grafit
akan menghasilkan oksida grafena dengan memiliki sifat kelarutan yang stabil di
dalam air dan menyebabkan perubahan warna menjadi hitam kecoklatan (Bourlinos,
et al., 2003).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Reaksi Grafit (Alkena) dengan Oksidator- Oksidator Kuat


 Oksidasi dengan KMnO4

Pada proses oksidasi grafit, grafit dioksidasi menggunakan oksidator KMnO4.


Oksidasi menggunakan kalium permanganat adalah oksidasi paling dikenal, karena
kalium permanganat digunakan hampir pada semua rekasi oksidasi senyawa organik
maupun anorganik dan mampu mengoksidasi berbagai macam gugus fungsi. Selain
itu, oksidator ini dapat bereaksi pada media homogen maupun heterogen dengan
menghasilkan produk yang cukup stabil.
Oksidasi pada alkena dapat merubah alkena menjadi diol jika menggunakan
kalium permanganat (KMnO4). Reaksi pembentukan diol ini terjadi karena adanya
pemutusan ikatan rangkap oleh pereaksi mangan ataupun osmium pada alkena.
Apabila mangan ataupun osmium tersebut dalam bentuk senyawa dipolar, maka
kedua oksigen yang berada diujungnya akan berikatan dengan alkena menyerang
elektron π pada ikatan ganda duanya dan menghasilkan senyawa diol (Qaizul, 2016).
Reaksi yang terjadi selama proses oksidasi dapat dinyatakan dengan
persamaan 4.1 dan 4.2. Proses oksidasi ini dapat berlangsung pada kondisi asam
sehingga digunakan H2SO4 sebagai pembuat suasana asam. Pada waktu reaksi
terjadi, warna ungu dari ion permanganat berubah menjadi endapan coklat mangan
dioksida. Reaksi ini ditandai dengan perunahan warnanya (Hart, 1983). Gambar 4.4
menunjukkan mekanisme oksidasi alkena dengan KMnO4.

KMnO4 K+ + MnO4- (4.1)


O O- H3C O O OH
C
C C
KMnO4
+ Mn Mn +
H2O MnO2
C
C C
O O
O O Mangan
Aromatik Ion H3C OH dioksida
(Alkena) Permanganat 1,2-diol (Coklat kehitaman) (4.1a)

KMnO4 + 3H2SO4 K+ + MnO3+ + H3O+ + 3HSO4- (4.2)


MnO3+ + MnO4- Mn2O7 (4.2a)

Gambar 4.4 Mekanisme Oksidasi Alkena dengan KMnO4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

 Oksidasi dengan H2O2


Salah satu reaksi yang dapat membentuk senyawa epoksi adalah dengan
menggunakan oksidator hidrogen peroksida. Salah satu contoh reaksi ini adalah
reaksi yang berlangsung berdasarkan reaksi berikatan antara alkena dan elektrofilik
oksigen dari peroksida. Pemutusan secara heterolitik dari peroksida menstransfer
oksigen ke alkena dan pelepasan oksigen menghasilkan hasil samping yaitu air (H2O)
dari hidrogen peroksida. Gugus –OH dari peroksida merupakan sumber elektrofilik
oksigen dan bereaksi dengan nukleofilik ikatan π dari alkena. Gambar 4.5
menunjukkan mekanisme oksidasi alkena dengan H2O2.

H
O H
+ O O + H2O
O OH
H
Aromatik Hidrogen Epoksida Air
(Alkena) Peroksida

Gambar 4.5 Mekanisme Oksidasi Alkena dengan H2O2

Ikatan rangkap dua pada alkena merupakan sumber elektron karena


mengandung awan elektron π. Elektron π mempunyai ikatan yang sangat lemah
sehingga mudah putus dan mendonorkan elektronnya (basa Lewis). Akibatnya
reagen yang elektrofilik dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dua pada alkena.
Reaksi jenis ini disebut reaksi adisi elektrofilik. Jika suatu molekul mengandung dua
alkena, maka alkena yang lebih banyak tersubtitusi akan lebih cepat terepoksidasi.
Alkena yang lebih banyak tersubtitusi merupakan alkena yang kaya elektron dan
bereaksi lebih cepat daripada alkena yang kurang tersubtitusi. Hal ini disebabkan
oleh bertambahnya gugus pendorong elektron pada alkena tersubtitusi, sehingga
gugus elektrofilik dari peroksida akan lebih mudah mendapatkan elektron daripada
dengan alkena yang kurang tersubtitusi (Irfani, 2006).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

4.2.1 Analisis Okisda Grafit Menggunakan FT-IR

Pada spektrum FT-IR Oksida Grafit telah terbentuk ikatan OH terjadi pada
bilangan gelombang 3410 cm-1 yang menyatakan bahwa oksida grafit memiliki
kandungan air didalamnya. Spektrum serapan yang lemah terjadi pada bilangan
gelombang 1705,07 cm-1 menunjukkan ikatan antara C=O dari gugus asam
karboksilat (COOH), spektrum pada bilangan gelombang terbentuk ikatan gugus
aromatic C=C pada bilangan gelombang 1620 cm-1 dan juga terdapat spektrum
yang tajam pada bilangan gelombang 1381 cm-1 menunjukkan ikatan antara C-OH
merupakan vibrasi pada gugus fungsi fenol dan pada bilangan gelombang 1118 cm -1
dan 1056 cm-1 menunjukan adanya gugus fungsi C-O (epoksi).

Gambar 4.6 Spektrum FT-IR Oksida Grafit

4.2.2 Analisis Oksida Grafit Menggunakan XRD

Hasil analisis dengan menggunakan XRD pada Oksida Grafit dapat diperoleh seperti
gambar dibawah ini :

Gambar 4.7 Spektra XRD Oksida Grafit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.7 Pada hasil XRD oksida grafit
terdapat puncak disekitar ( ) 26,67 dengan d-spacing 3,34 Å yang sama persis
dengan puncak dari grafit yang berarti masih terdapat grafit yang kurang bereaksi
secara sempurna. Terlihat juga puncak grafit oksida ( ) 11,7326 dengan d-spacing
7,5365 Å bergeser kearah kiri lebih rendah menunjukan terjadinya perubahan
material sifat kristalinitas oksida grafit menjadi berkurang.

Hal ini menunjukkan bahwa setelah proses oksidasi, grafit telah berubah
menjadi oksida grafit. Selain pola XRD yang berbeda antara grafit dan okisda grafit,
terjadi juga pelebaran jarak antar lapisan (d-spacing) yang awalnya 3,34 Å menjadi
7,5365 Å. Terjadinya peningkatan d-spacing pada oksida grafit disebabkan
terbentuknya gugus fenol, gugus epoksi, gugus keton, gugus karboksil, dan gugus
gugus karbonil. Gugus fungsi ini menyebabkan material bersifat sangat hidrofilik dan
mudah terkelupas menjadi oksida grafena. Penambahan molekul H2O dan gugus
oksigen juga menyebabkan oksida grafena memiliki d-spacing yang lebih lebar
(Shao, 2012).

4.3 Sintesis Oksida Grafena

Pada tahapan sintesis Oksida Grafena, Oksida grafena diperoleh dari


pengelupasan oksida grafit didalam air dengan menggunakan proses ultrasonikasi.
Proses ultrasonikasi bertujuan untuk proses pengelupasan oksida grafit menjadi
lembaran-lembaran oksida grafena dengan memutuskan ikatan Van der Walls pada
oksida grafit. Larutan oksida grafena yang diperoleh kemudian disaring dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC. Serbuk oksida grafena dikaraterisasi
menggunakan FT-IR dan XRD. Serbuk oksida grafena yang dihasilkan dari
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.8.

Gambar 4.8 Serbuk Grafena oksida (GO)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

4.3.1 Analisis Oksida Grafena Menggunakan FT-IR

Pada spektrum FT-IR Oksida Grafena telah terbentuk ikatan OH terjadi


pada bilangan gelombang 3425 cm-1 dengan puncak melebar yang menyatakan
bahwa oksida grafena memiliki kandungan air didalamnya. Spektrum serapan yang
lemah terjadi pada bilangan gelombang 1620 cm-1 menunjukkan terbentuknya
ikatan gugus aromatic C=C dan juga terdapat spektrum yang tajam pada bilangan
gelombang 1396 cm-1 menunjukkan ikatan antara C-OH merupakan vibrasi pada
gugus fungsi fenol dan pada bilangan gelombang 1033 cm -1 menunjukan adanya
gugus fungsi C-O (epoksi).

Gambar 4.9 Spektrum FT-IR Oksida Grafena

4.3.2 Analisis Oksida Grafena Menggunakan XRD

Hasil analisis dengan menggunakan XRD pada Oksida Grafena dapat diperoleh
seperti gambar dibawah ini :

Gambar 4.10 Spektra XRD Oksida Grafena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.10 Pada hasil XRD oksida grafena
terdapat puncak yang tajam dam melebar bergeser ke arah kiri lebih rendah disekitar
( ) 8,66 dengan d-spacing 10,20 Å. Ini menunjukkan terjadinya perubahan sifat
material kristalinitas oksida grafena berkurang. Proses ultrasonikasi yang terjadi pada
oksida grafit bertujuan untuk mengelupas grafit Oksida menjadi lembaran-lembaran
grafena oksida dengan memutuskan ikatan Van der Walls pada interlayer. Perbedaan
lama pancaran gelombang ultrasonik sebelum proses reduksi mengakibatkan
terjadinya perbedaan tinggi puncak difraksi. Puncak difraksi meningkat dengan
lamanya proses ultrasonikasi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak jumlah
grafena oksida yang terbentuk, sehingga derajat reduksi meningkat (Susanti, 2014).

Hal ini menunjukkan bahwa setelah proses ultasonikasi, oksida grafit telah
berubah menjadi oksida grafena. Selain pola XRD yang berbeda antara oksida grafit
dan okisda grafena, terjadi juga pelebaran jarak antar lapisan (d-spacing) yang
awalnya 7,53 Å menjadi 10,20 Å. Terjadinya peningkatan nilai d-spacing pada
oksida grafena hal ini dikarenakan peran ultrasonikasi yang memudahkan
pengelupasan oksida grafit ketika berada didalam air, sehingga jarak antar lapisan
penyusun oksida grafit semakin renggang dan mudah untuk mengelupas (Hanif,
2016). Hasil pola-pola XRD oksida grafena memiliki peak yang mendekati oksida
grafit, hal ini dikarenakan oksida grafena yang dihasikan juga memiliki gugus fungsi
yang serupa pada oksida grafit.

4.4 Sintesis Grafena


Pada tahap sintesis grafena, larutan grafena oksida direduksi dengan
penambahan variasi amonia NH3(l) 5 M, 7,5 M dan 10 M dilakukan pengadukan
selama 72 jam guna proses reduksi berlangsung dengan baik dalam mengurangi
gugus fungsional secara merata sehingga menyebabkan terjadinya perubahan warna
larutan dari hitam kecoklatan menjadi hitam pekat. Perubahan warna larutan
menandakan bahwa oksida grafena telah tereduksi menjadi grafena.. Selanjutnya
campuran disaring dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80 0C dengan tujuan untuk
menghilangkan kadar air (Ratna, 2018). Grafena yang diperoleh dikarakterisasi
dengan analisis struktur dengan FT-IR dan XRD. Serbuk oksida grafena yang
dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

Gambar 4.11 Serbuk Grafena dengan penambahan variasi amonia (NH3(l)) 5 M, 7,5
M, dan 10 M

Reaksi Sintesis Oksida Grafean Penambahan Reduktor Amonia

Proses reduksi oksida grafena menggunakan amonia (NH3) sebagai reduktor.


larutan tersebut akan bereaksi dengan H2O seperti ditunjukkan pada persamaan 4.3
dan 4.4 membentuk ion H+ yang menginisiasi proses reduksi. Mekanisme reaksi yang
terjadi selama proses reduksi dapat dilihat pada reaksi berikut:
NH3 + 2H2O NH4OH + 2H+ + 2e- (4.3)
+ -
Oksida Grafena (OG) + 2H + 2e reduksi Oksida Grafena (rGO) (4.4)

Oksida grafena (OG) secara atomic merupakan lembaran dari grafit oksida yang
terdiri dari cincin enam alifatis yang mengandung –C=O, epoksida, dan ikatan C=C
terkonjugasi dimana pada tepinya terdapat gugus –OH dan –COOH (Cassabianca et
al., 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

Gugus Fungsi pada Senyawa Oksida Grafena adalah ;


1. Reaksi Gugus Epoksi pada Gugus Amonia menghasilkan gugus C=C Aromatik
Tahap 1.

- - + H
O N O H
+
H H
C C H C-
H C H
+ + +
Gugus Epoksi Amonia
H N
-
H H
N
H H
O (-NH2OH)
Hidroksilamin
H

C C

Aromatik (Alkena)

Tahap 1.2
H
H H + -
N H H H
o -o N

-NH2OH
Gugus Aromatik

Tahap 2

H H
H H + - +
o N -o
H H
N H
H
o+ N H N
H
-

-H2O

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

4.4.1 Analisis Grafena Menggunakan FT-IR

Hasil analisis dengan menggunakan FT-IR pada Grafena dengan penambahan NH3(l)
5 M, 7,5 M, dan 10 M dapat diperoleh seperti gambar dibawah ini :

4.4.1.1 Grafena Reduktor NH3(l) 5 M, 7,5 M, dan 10 M

Pada spektrum FT-IR Grafena dengan penambahan NH3(l) 5 M menunjukkan


munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1033cm -1 yang menunjukkan
ikatan antara C‒N dengan peak yang lemah. Namun, vibrasi ulur dari O‒H pada
3410 cm-1 dan bilangan gelombang 1581cm1 menunjukkan ikatan antara gugus
aromatic C=C dan vibrasi ulur C‒O pada 1404 cm-1 masih teramati yang
disebabkan oleh masih adanya gugus hidroksil dan gugus karboksilat bahkan
setelah direduksi dengan ammonia. Gambar 4.12 menunjukkan Spektrum FT-IR
Grafena Amonia 5 M.

Pada spektrum FT-IR Grafena dengan penambahan NH3(l) 7,5 M


menunjukkan munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1033cm -1 yang
menunjukkan ikatan antara C‒N dengan peak yang lemah. Namun, vibrasi ulur dari
O‒H pada3425 cm-1 dan bilangan gelombang 1581cm1 menunjukkan ikatan antara
gugus aromatic C=C dan vibrasi ulur C‒O pada 1404 cm-1 masih teramati yang
disebabkan oleh masih adanya gugus hidroksil dan gugus karboksilat bahkan
setelah direduksi dengan ammonia. Gambar 4.13 Spektrum FT-IR Grafena
Amonia 7,5 M.

Pada spektrum FT-IR Grafena dengan penambahan NH3(l) 10 M


menunjukkan munculnya puncak serapan pada bilangan gelombang 1033cm -1 yang
menunjukkan ikatan antara C‒N. Namun, vibrasi ulur dari O‒H pada 3410 cm-1
dan vibrasi ulur C‒O pada 1404 cm-1 masih teramati yang disebabkan oleh masih
adanya gugus hidroksil dan gugus karboksilat bahkan setelah direduksi dengan
ammonia. Bilangan gelombang 1581cm-1 yang identik dengan ikatan rangkap dalam
gugus aromatic C=C yang menyatakan bahwa telah terbentuk grafena.Gambar 4.14
Spektrum FT-IR Grafena Amonia 10 M.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

Gambar 4.12 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 5 M

Gambar 4.13 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 7,5 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

Gambar 4.14 Spektrum FT-IR Grafena Amonia 10 M

4.4.2 Analisis Grafena Menggunakan XRD

Hasil analisis dengan menggunakan XRD pada Grafena dengan penambahan NH3(l) 5
M, 7,5 M, dan 10 M dapat diperoleh seperti gambar dibawah ini :

4.4.2.1 Grafena Reduktor NH3(l) 5 M, 7,5 M, dan 10 M

Gambar 4.15 Perbandingan hasil pengujian XRD pada variasi NH3(l) 5 M, 7,5 M, dan
10 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.15 Pada hasil XRD Sintesis Grafena
dari grafit dengan penambahan variasi reduktor amonia. Pada grafena dengan
penambahan NH3(l) 5 M membentuk peak 2 26,729 dengan d-spacing 3,318 Å.
Grafena dengan penambahan NH3(l) 7,5 M membentuk peak 2 26,83 dengan d-
spacing 3,320 Å. Grafena dengan penambahan NH3(l) 10 M membentuk peak 2
26,846 dengan d-spacing 3325 Å. Berdasarkan pola XRD bahwa pada penambahan
NH3(l) 10 M jarak antar layernya paling mendekati jarak antar layer yang dimiliki
oleh grafit 2 peak 26,3690 dengan nilai d-spacing sebesar 3,37 Å (Achmad dan
Susanti, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa graphene 10 M yang dihasilkan lebih
baik dibandingkan pada penambahan NH3(l) 5 M dan NH3(l) 7,5 M. Seperti yang
ditunjukan pada tabel 4.1 terdapat perbedaan jarak layer antar masing-masing
sampel.

Tabel 4.1 Perbedaan jarak antar layer masing-masing sampel

Bahan Jarak antar layer (Å)


Grafit 3,37
Oksida Grafit 7,5365
Oksida Grafena 10,20
Grafena Penambahan NH3(l) 5 M 3,318
Grafena Penambahan NH3(l) 5 M 3,320
Grafena Penambahan NH3(l) 5 M 3,325

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1) Grafena dapat disintesis dari grafit menggunakan metode Hummer dengan amonia
sebagai reduktornya. Grafit dioksidasi oleh asam dan oksidator kuat ( H2SO4,
NaNO3, H2O2, dan KMnO4 ) menghasilkan oksida grafena kemudian direduksi oleh
amonia menghasilkan grafena berlapis nano

2) Amonia yang dipakai sebagai reduktor belum dapat mereduksi oksida grafena
menjadi grafena secara keseluruhan dimana berdasarkan analisis yang dilakukan
masih terdapat gugus-gugus fungsional berupa gugus hidroksil, karbonil, dan epoksi
dengan jumlah yang sedikit berkurang.

5.2 Saran

Adapun beberapa saran untuk penelitian selanjutnya adalah :

1) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan reduktor selain


Amonia dan penambahan analisis menggunakan TEM untuk mengetahui luas
permukaan dari grafena yang lebih spesifik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

DAFTAR PUSTAKA
Achmad A, Susanti,D , 2013. Pengaruh Variasi Waktu Tahan Hidrotermal terhadap
Sifat Kapasitif Superkapasitor Material Graphene. Surabaya. Jurusan Teknik
Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember (ITS)
Appl M, 1999. Ammonia. Principles and Industrial Practice. Wiley VCH.
Weinheim: New York
Ardiansyah, R. 2011. Pemanfaatan Pati Umbi Garut Untuk Pembuatan Plastik
Biodegradable. Depok. Skripsi, Fakultas Teknik Kimia Universitas
Indonesia
Bourlinos B, Gournis D, Petridis D, Szabo T, Szeri, 2003. Graphite oxide: Chemical
Reduction with primary aliphatic amines and amino acid. 19: 6052-6058
Bresnick, S.2003. The Essence of Organic Cemistry. terj. Hadian Kotong. Inti Sari
Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates.
Canham, GR. (2000), Descriptive Inorganic Chemistry, W.H. Freeman and
Company, New York, 249 – 256, 277.
Casabianca, M.A. Shaibat, W.W. Cai, S. Park, R. Piner, R.S. Ruoff, Y. Ishii, J. Am.
2010. Chem. Soc. 132. 5672.
Casero, E., et al. 2012. Differentiation Between Graphene Oxide and Reduced
Graphene by Electrochemical Impedance Spectroscopy (EIS) 20: p. 63-66
Choi, S. M. Seo, M. H. Kim, H. J. dan Kim, W. B. 2011. Synthesis of graphene and
their applications to methanol electro oxidation. Carbon.
Choucair, M.; Thordarson, P.; Stride, J. A. 2009. Gram-scale production of graphene
based on solvothermal synthesis and sonication. Nat. Nanotechnol.
Chua, C. K,; Pumera, M. Chem. Soc. Rev. 2014, 291 Copper Foils.Science.324:
5932.
Cotton F A. dan Wilkinson. G. 1989. Kimia anorganik . UI.Jakarta.
Dachriyanus, 2004. Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi.
Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Padang.
Universitas Andalas.
Dessy, R. 2017. Studi Terhadap Kinerja Grafit Dan Grafena Sebagai Elektroda Pada
Sel Baterai Primer. Program Studi Magister Ilmu Kimia. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Dianita, D. 2009. Prarancangan Pabrik Kaprolaktam Dari Sikloheksanon Dan
Hidroksilamin Sulfat. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Efelina V, 2015. Kajian Pengaruh Konsentrasi Urea Dalam Sifat Optik Nanofiber
Graphene Oxide/PVA (Polyvinyl Alcohol) yang Difabrikasi Mennggunakan
Teknik Electrospinning. Yogyakarta: UGM.
Feng, H. dkk.2013. A Low-Temperature Method to Produce Highly Reduced
Grafena oksida. China : Jurnal Nature Communications DOI : 10.1038/
ncomms 2555
Fuente, de la, dkk. 2014. High Perfomence Of Symmetrical Supercapasitor Based On
Multilayer Films Graphene Oxide/Polypyrole Electrodes. Appl. Surf. Sci.
195-203.
Geim, A.K. and K.S. Novoselov. 2007. The Rise of Graphene.Nat Mater, 6(3): p.
183-91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


39

Gema, S. 2015. Graphene Oxide-Bahan Baru Membran. Yogyakarta. Institut


Pertanian Bogor
Grant, N. M. dan Suryanayana, C. 1998. X-Ray Diffraction A Partical
Approach. Plennum Press. New York.
Hanif, L. 2016. Perbedaan Karakter Sampel Hasil Preparasi Dan Sintesis
Nanomaterial Karbon Berbahan Dasar Tri Graphite Pensil 2b Faber Castell
Menggunakan Metode Liquid Mechanical Exfoliation Dibantu Oleh Linear
Alkylbenzene Sulfonate Dengan Variasi Frekuensi Putaran Pencampuran
Bahan Menggunakan Blender. Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Fisika.
Jurusan Pendidikan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Negeri Yogyakarta
Hart, H. 1983. Kimia Organik. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta
Hou JB, Ellis MV, Moore RB, 2011. Graphene-based electrochemical energy
conversion and storage. Phys. Chem. 13: 15384-15402.
Irawan RW, 2017. Preparasi Dan Sintesis Graphene Oxide Dengan Metode Liquid
Sonication Exfoliation Dan Random Collision Marbles Shaking Dengan
Bahan Dasar Graphite Limbah Baterai Zinc-Carbon Berdasarkan Uji
Spektrofotometer Uv-Vi. Yogyakarta. Program Studi Fisika Jurusan
Pendidikan Fisika Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta.
Irfani M, 2006. Reaksi α-Pinena Dengan Hidrogen Peroksida (H2o2)-Asetonitril
Dalam Suasana Asam. Semarang. Jurusan Kimia. Fakultas Matematika Dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sebelas Maret.
Junaidi M, Susanti D. 2014. Pengaruh Variasi Waktu Ultrasonikasi dan Waktu
Tahan Hydrothermal terhadap Struktur dan Konduktivitas Listrik Material
Graphene. Surabaya. .Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS).
Keenan Kleinfelter,W. 1991. Kimia Untuk Universitas. Penerbit Erlangga.
Lasmana, D. 2016. Karakteristik Transparansi Film Tipis Oksida Grafena Tereduksi
(R-Go) Untuk Elektroda Transparan. Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Padjadjaran
Lee, X. Wei, J. W. Kysar, J. Hone. 2008. Measurement of The Elastic Properties and
Intrinsic Strength of Monolayer Graphene. Science, vol. 321, no.5887, pp. 385
– 388.
Li, J, et al. 2014 . The Preparation of Graphene Oxide and Its Derivatives and Their
Application in Bio-Tribological Systems. Lubricants, vol.2, 137-161.
Lita NA, Susanti D. 2014. Pengaruh Variasi Kadar Zn Dan Temperatur Hydrotermal
Terhadap Struktur Dan Nilai Konduktivitas Elektrik Material Graphene.
Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Loryuenyong V, 2013. Preparation and Characterization of Reduced Graphene
Oxide Sheets Via Water-Based Exfoliation and Reduction Methods, Advances
in Materials Science and Engineering.
Morozov SV, 2008. Giant Intrinsic Carrier Mobilities in Graphene and Its Bilayer.
Institute for Microelectronics Technology. Russia
Nair, 2008. Universal Dynamic Conductivity and Quantized Visible Opacity of
Suspended Graphene. Science, vol.320, pp. 1308

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

Naufal, dkk. 2013. Sejarah Penemuan, Sifat Dan Karakteristik, Teknik Karakterisasi,
Metode Sintesis, Serta Aplikasi Graphene. Jatinangor: Universitas
Padjadjaran.
Novoselov, K. S., Geim, A. K., Morozov, S. V., Jiang, D., Zhang, Y., Dubonos, S.
V., Grigorieva, I.V., Firsov, A.A. 2004. Electric Field Effect in Atomically
Thin Carbon Films. Science. 306: 666-669.
Nurdin, D. 1986. Eludasi Struktur Senyawa Organik. Bandung : Angkasa
Pei, S dan Hui-Ming Cheng. November 2011. “The reduction of graphene
oxide”. Carbon 50: 3210-3228
Peng, T., 2013. Direct Transformation of Amorphous Silicon Carbide into Graphene
under Low Temperature and Ambient Pressure. Sci. Rep., 3
Pradesar Y, Susanti D, 2014. Pengaruh Waktu Ultrasonikasi dan Waktu Tahan
Proses Hidrothermal Terhadap Struktur Dan Sifat Listrik Material Grafena,
Surabaya: Tugas Akhir ITS
Pratiwi, P. D. (2016). Preparasi Nanomaterial Karbon Meggunakan Metode Liquid
Mechanical Exfoliation Dibantu Oleh Linear Alkylbenzene Sulfonate dengan
Variasi Waktu Pencampuran.
Qaizul, M. 2016. Modifikasi Struktur Metil Ester Hasil Transesterifikasi Minyak
Kopra Menggunakan Reaksi Oksidasi Dengan Variasi Konsentrasi KMnO 4.
Makassar. Fakultas Sains Dan Teknologi. Uin Alauddin Makassar
Rafitasari , Y., dkk. 2016. Sintesis Graphene Oxide Dan Reduced Graphene Oxide.
Journal.. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Rahman FS, Diah S, 2015. Analisis Pengaruh Massa Reduktor Zink Terhadap Sifat
Kapasitif Superkapasitor Material Graphene. Jurnal Teknik ITS Vol. 4, No. 1,
(2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271).
Rahmandari A, Ansori K. 2010. Pengolahan Grafit Tahap Pemanggangan.
Yogyakarta: STTN-BATAN.
Raj M.A., S.A. John. 2013. Simultaneous determination of uric acid, xanthine,
hypoxanthine and caffeine in human blood serum and urine samples using
electrochemically reduced graphene oxide modified electrode, Anal. Chim.
Acta: p. 771
Randviir EP. (2014). A Decade of Grapgene Research: Production, Applications and
Outlook. Materials Today, vol.17.
Ratna K, 2008. Prinsip-Prinsip Kimia Modern / ED.4/JL.2. Erlangga: Jakarta
Science. 319. 1229–1232.
Riswiyanto, 2009. Kimia Organik. Edisi Kedua. Jakarta. Penerbit Erlangga
Safitri, D. 2017. Analisa Pengaruh Doping Nitrogen Terhadap Sifat Kapasitif
Superkapasitor Berbahan Graphene. Surabaya. Teknik Material Dan
Metalurgi. Fakultas Teknologi Industri. Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Shao, G., 2012. Graphene Oxide: The Mechanisms of Oxidation and Exfoliation.
Journal of Materials Science, 47(10). pp. 4400 – 4409
Smallman, R. E., 1991. Metalurgi Fisik Modern, Edisi 4. Jakarta: Gramedia.
Stankovich S, Dmitriy A, Dommett H G Kohlhaas M K Zimney J E, Stach A E,
Piner D R, Nguyen T S Rouff S R, 2007. Graphen Based Composit Material.
Nature Publishing Group: 282-283
Stringer R, Brigden K. 2000, Ammoniak and urea production: Incident of ammonia
release from the profertil urea and ammonia facility, Argentina. Exter
Greenpeace reaserch laboratories

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Suci, A.P. 2018. Sintesis Grafena Dari Oksidasi Grafit Dan Reduksi Oksida Grafit
Menggunakan Reduktor Asam Sitrat. Skripsi. Program Studi Kimia. Fakultas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara
Syakir, Norman, dkk. 2015. Kajian Oksida Grafit untuk Produksi Grafena dalam
Jumlah Besar. Sumedang: Departemen Fisika Universitas Padjadjaran
Taufantri, et al. 2016. Sintesi dan Karakterisasi Grafena dengan Metode Reduksi
Garfit Oksida Menggunakan Pereduksi Zn. Bali. Universitas Udayana.
Teng, Z. Qingzhong Xue,. May 2012.” Theoretical approaches to graphene and
graphene-based materials”. Nano Today (7): 180-200
Terrones. A. 2010. Graphene and graphite nanoribbons: Morphology, properties,
synthesis, defects and applications”. Nano Today 5: 351-372
Titelman, G. I., Gelman, V., Bros, S., Khalin, R.L., Cohen, Y.. 2005. Characteristic
and Microstructure of Aqueous Colloidal Dispersions of Graphite Oxide.
Elsevier.
Truong & Lee. (2013). Graphene From Fundamental to Future Application. South
Korea: Chonbuk National University.
Wahyudi, C . 2017. Preparasi Dan Sintesis Graphene Oxide (Go) Yang Berasal Dari
Limbah Kertas Berdasarkan Liquid Mechanical Exfoliation (Clme) Lucutan
Listrik Dengan Variasi Tegangan. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Xu J, Wang L, Zhu Y, 2012. Decontamination of bisphenol a from aqueous solution
by graphene adsorbption. Langmuir. 28(22): 8418-8425.
Yang S, Weng Z, Wang D, Feng L, Jinhong D, Cheng H, 2014. Graphene-Cellulose
Paper Flexible Supercapasitor. Adv.Energy Mater, 8: 917-922.
Yoshio, M. 2009. Lithium-Ion Batteries. Springer Science Bussines Media : Japan.
Zakaria. 2003. Analisis Kandungan Mineral Magnetik pada Batuan Beku dari Daerah
Istimewe Yogyakarta dengan Metode X-Ray Diffraction (skripsi).
Universitas Haluoleo: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 67 hlm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

LAMPIRAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

Lampiran 1 FT-IR Grafit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

Lampiran 2 FT-IR Oksida Grafit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Lampiran 3 FT-IR Oksida Grafena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Lampiran 4 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 5 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Lampiran 5 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 7,5 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Lampiran 6 FT-IR Grafena Penambahan Amonia 10 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Lampiran 7 XRD Grafit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Lampiran 8 XRD Oksida Grafit

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Lampiran 9 XRD Oksida Grafena

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Lampiran 10 XRD Grafena Penambahan Amonia 5 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Lampiran 11 XRD Grafena Penambahan Amonia 7,5 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Lampiran 12 XRD Grafena Penambahan Amonia 10 M

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai