Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 3

BLOK ENDOKRIN & METABOLISME


“Badanku Semakin Membesar”

Disusun oleh :

NAMA : Isnatiya Noviana


NIM : 020.06.0037
KELOMPOK SGD :3
KELAS :A
TUTOR : dr. Ronanarasafa, S. Ked.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjat kan kehadirat tuhan yang mahaesa karena atas
rahmat-nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah yang berjudul “Small Group
Discussion Lbm 4”.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai SGD. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Ronanarasafa, S. Ked selaku Fasilitator SGD kelompok 3 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
3. Bapak/ ibu dosen universitas islam al-azhar yang telah memberikan masukan terkait
makalah yang penulis buat.
4. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman
lebih lanjut. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 27 Oktober 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
- Skenario LBM 3 4
- Deskripsi masalah 4
BAB II
- Pembahasan LBM 3 8
BAB III
- Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO LBM IV
BADANKU SEMAKIN MEMBESAR
Ny. R berusia 50 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas dengan keluhan
tengkuk terasa kaku dan pegal, serta berat badan semakin meningkat, pusing serta cepat lelah
sejak sebulan yang lalu. Ny. R sering mengalami hal seperti ini sebelumnya, tetapilebih ringan
sehingga cukup dengan istirahat. Ny. R suka mengkonsumsi fast food dan makanan berlemak.
Enam bulan yang lalu Ny. R pernah berobat ke dokter praktek di desanya dan disarankan untuk
menurunkan berat badan dan menjaga pola makannya.
Dokter puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan TD:
130/90 mmHg, N: 88x/menit, Tax: 36,7 C, RR: 20x/menit. Pemeriksaan antropometri BB: 95 kg,
TB: 155 cm, lingkar pinggang 110 cm. Dokter di puskesmas kemudian memberikan terapi
farmakologi dan non farmakologi pada pasien. Menurut anda apa yang dialami oleh pasien
tersebut dan pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan?
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil: kolesterol total: 360
mg/dL, trigliceride 285 mg/dL, LDL: 190 mg/dL, HDL: 25 mg/dL, GDS: 189 mg/dL.
Tatalaksana apa yang perlu diberikan pada pasien?

DESKRIPSI MASALAH
Dari skenario dijelaskan bahwa Ny. R datang ke puskesmas dengan keluhan tengkuk
terasa kaku dan pegal, serta berat badan semakin meningkat, pusing serta cepat lelah sejak
sebulan yang lalu. Ny. R sering mengalami hal seperti ini sebelumnya, tetapilebih ringan
sehingga cukup dengan istirahat. Ny. R suka mengkonsumsi fast food dan makanan berlemak.
Enam bulan yang lalu Ny. R pernah berobat ke dokter praktek di desanya dan disarankan untuk
menurunkan berat badan dan menjaga pola makannya. Berdasarkan identifikasi masalah yang
telah ditentukan oleh kelompok kami yaitu apa yang menyebabkan tengkuk Ny. R sakit. Pada
skenario disebutkan bahwa kadar kolesterol Ny. R 360 mg/dl, yang mana itu termasuk kolesterol
tinggi. Kolesterol tinggi adalah kolesterol dengan kadar di atas batas normal yaitu lebih dari 200
mg/dl. Kondisi ini juga disebut sebagai hiperkolesterolemia. Terlalu banyak mengonsumsi
makanan berlemak tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam darah. Kadar
kolesterol jahat yang tinggi dapat membuat timbunan lemak menumpuk di pembuluh darah. Hal
tersebut dapat mempersulit aliran darah yang cukup ke arteri, sehingga menyebabkan masalah
pada tubuh. Adanya penumpukan plak di pembuluh darah pada area leher akibat kolesterol tinggi
tersebut dapat menghalangi aliran darah yang ada di leher dan menuju ke otak sehingga
menimbulkan tengkuk sakit seperti yang dialami Ny. R.

Kolesterol adalah salah satu komponen dalam membentuk lemak. Di dalam lemak
terdapat berbagai macam komponen yaitu seperti zat trigliserida, fofolipid, asam lemak bebas,
dan juga kolesterol. Secara umum kolesterol berfungsi untuk membangun dinding dalam sel
(membrane sel) dalam tubuh dan juga berperan penting dalam memproduksi hormone seks,
vitamin D, serta berperan penting dalam menjalankan fungsi saraf dan otak.Kolesterol
merupakan suatu zat lemak yang dibuat dalam hati dan lemak jenuh dalam makanan. Jika terlalu
tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin meningkat factor resiko terjadinya
penyakit arteri koroner. Kolesterol jenisnya ada 2, yaitu LDL dan HDL.

Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan: Kolesterol total: 360 mg/dl, Trigliserida: 285
mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL : 25 mg/dl, TD: 130/90, N: 88x/menit, Tax: 36,7 C, RR:
20x/menit, BB: 95 kg, TB: 155 cm, Lingkar pinggang 110 cm. Dari hasil tersebut didapatkan
diagnosis sementara yaitu sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor
risiko metabolik yang meningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya.
Faktor risikonya adalah obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Dimana
faktor risiko yang terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Untuk
penatalaksanaannya adalah mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga nutrisi makanannya,
aktivitas fisik dan olahraga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan penurunan profil
lipid. Jika tidak ada hasilyang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka dibutuhkan
beberapa obat-obatan untuksetiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan pengobatan sindrom
metabolik ini.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Jelaskan definisi dari obesitas, sindrom metabolic dan displidemia!
a. Definisi obesitas
Obesitas merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial yang ditandai
dengan kelebihan berat badan karena adanya penumpukan lemak yang berlebihan di
dalam tubuh. Obesitas disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah energi yang masuk
dan jumlah energi yang dikeluarkan sehingga berat badan menjadi lebih berat
dibandingkan berat badan ideal karena adanya penumpukan lemak di dalam tubuh.
(Wijaksana, 2016)
b. Definisi Sindrom Metabolic
Sindrom Metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko metabolik
yangmeningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya. Faktor
risikonya adalahObesitas Sentral, Resistensi Insulin, Dislipidemia dan Hipertensi.
Dimana faktor risiko yangterbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi
insulin. Sindrom metabolik merupakan suatu kumpulan faktor risiko
metabolik yang dapatmeningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, serta gangguan
kesehatan lainnya, seperti diabetes,stroke, perlemakan hati, dan beberapa kanker
(Sudoyo, 2014).
WHO pada tahun 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang
memberipersyaratan harus ada komponen seperti berikut.
1) Resistensi Insulin atau Hiperinsulinemia yang ditandai dengankadar glukosa
darah puasa > 110 mg/dl.
2) Ditambah dengan komponen lain, yaitu 2 dari kriteriaberikut ini.
a) Tekanan darah : ≥ 140/90 mmHg.
b) Dislipidemia : trigliserida (TG): ≥ 150 mg/dlatau high-density
lipoprotein kolesterol (HDL-C) ≤ 35 mg/dl.
c) Sentral obesitas : WHR > 0,90, (laki-laki); > 0,85 (wanita).
d) Indeks massa tubuh :> 30 kg/m3.
e) Mikroalbuminuria : >20µg.

Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult


Treatment Panel(NCEP-ATP III) tahun 2001, sindrom metabolik adalahseseorang
dengan memiliki sedikitnya 3 kriteria berikut.

1) Obesitas abdominal (lingkarpinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102
cm).
2) Peningkatan kadar trigliseridadarah (≥ 150 mg/dl).
3) Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dl pada pria dan pada wanita< 50
mg/dl).
4) Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan
darahdiastolik ≥ 85 mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi).
5) Peningkatan glukosa darahpuasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dl atau sedang
memakai obat anti diabetes).

Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), definisi sindrom metabolik yaitu


ObesitasSentral, dinilai dari WHR dan 2 dari kriteria berikut ini.

1) Peningkatan trigliserida: > 150 mg/dlatau perawatan spesifik untuk kelainan lipid
ini.
2) Penurunan HDL kolesterol: < 40 mg/dl padalaki-laki, 50 mg/dl pada wanita, atau
perawatan spesifik untuk kelainan lipid ini.
3) Hipertensi: tekanan darah sistolik > 130 atau diastolik > 85 mmHg, atau
pengobatan hipertensididiagnosis sebelumnya.
4) Peningkatan gula darah puasa: > 100 mg/dl atau sebelumnyadidiagnosis diabetes
tipe 2 (Sudoyo, 2014).

c. Definisi Dislipidemia
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, yang ditandai dengan kelainan fraksi
lipid berupa kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar LDL, kenaikan kadar
trigliserida dan penurunan kadar HDL.

2. Jelaskan etiologi dari sindrom metabolic dan displidemia!


a. Etiologi Obesitas
Keseimbangan energi dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi kalori yang terlalu
berlebihan jika dibandingkan dengan kebutuhan energi atau pemakaian energi.
Tingkat energi dalam tubuh diperoleh dari asupan zat gizi penghasil energi yaitu
karbohidrat, lemak dan protein. Kebutuhan energi ditentukan dari energi basal,
aktifitas fisik, dan thermic, effect of food (TEF) (Soegih & Wiramihardja, 2009).
Obesitas dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh. Akumulasi lemak dalam
sel lemak menyebabkan pembesaran dan peningkatan volume sel lemak/adiposity,
perubahan jaringan preadiposit menjadi adiposity dan bertambahnya jumlah sel
jaringan lemak sehingga menyebabkan obesitas (Lestari & Helmiyati, 2018).
Etiologi dari obesitas menurut Proverawati (2010) yaitu:
1) Faktor Genetik Faktor gen atau keturunan berpengaruh terhadap bakat seseorang
untuk menjadi gemuk. Adanya mutasi pada gen menyebabkan kelainan reseptor otak
terhadap asupan makanan yang ditandai dengan kemampuan dalam meningkatkan
atau menghambat asupan makanan. Faktor transkripsi gen dapat mempengaruhi
pembentukan sel lemak terhadap status gizi seseorang sehingga individu yang berasal
dari keluarga obesitas memiliki kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar
dibandingkan dengan keluarga yang tidak obesitas (Soegih & Wiramihardja, 2009).
2) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan
konsep berpikir bahwa berat badan adalah indikator tingkat kesejahteraan hidup dan
berat badan yang berlebihan atau gemuk tidak akan menjadi masalah.
3) Faktor Psikis Faktor psikis berkaitan dengan memberikan reaksi terhadap
gangguan emosi dengan pola makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah
persepsi diri yang negatif. Otak menerima sinyal (input) dari lingkungan dalam
bentuk sinyal neural dan hormonal, kemudian otak 8 Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta akan memberikan respon untuk mencari atau menjauhi makanan,
pemilihan jenis makanan, porsi makanan, lama makan dan digesti, absorbsi serta
metabolisme zat gizi di dalam tubuh.
4) Faktor Kesehatan Beberapa penyakit dan kondisi dapat menyebabkan obesitas.
Penggunaan obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya obesitas seperti golongan
steroid dan beberapa anti depresant yang dapat meningkatkan berat badan.
5) Faktor Perkembangan Faktor perkembangan berpengaruh terhadap obesitas sejak
perkembangan janin. Riwayat lahir BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dapat menjadi
pemicu obesitas yaitu peningkatan lemak tubuh yang lebih cepat dari masa otot
walaupun asupan makanan tidak berlebihan. Maka seseorang dengan riwayat BBLR
memiliki kemungkinan obesitas dibandingkan dengan yang normal (Soegih &
Wiramihardja, 2009).
6) Aktivitas Fisik Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi
daripada energi yang dikeluarkan. Seseorang yang kurang aktif memerlukan kalori
dalam jumlah sedikit dibandingkan orang dengan aktivitas tinggi. Sedentary life atau
tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang
tinggi lemak, akan cenderung mengalami obesitas (Minarto, 2012).
b. Etiologi Sindrom Metabolik
Etiologi sindrom metabolik belum dipahami seluruhnya, akan tetapi resistensi insulin
dan hiperinsulinemia diduga menjadi penyebab berkembangnya sindrom metabolik
dan berperan dalam patogenesis masing-masing komponennya. Walaupun resistensi
insulin tampak mempunyai peranan penting dalam mekanisme yang mendasari
sindrom metabolik, tidak seluruh individu dengan resistensi insulin berkembang
menjadi sindrom metabolik. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain mungkin
berkontribusi dalam patogenesis sindrom metabolik. Obesitas, khususnya obesitas
abdominal atau viseral, mediator inflamasi, adipositokin, kortisol, stres oksidatif,
predisposisi genetik, dan karakteristik gaya hidup seperti aktivitas fisik dan diet
diduga terlibat dalam patofisiologi sindrom metabolic.
c. Etiologi Dislipidemia
Etiologi dislipidemia secara umum dibagi menjadi dua kelompok penyebab yaitu
genetik dan akibat penyakit lain maupun gaya hidup.
1) Dislipidemia primer, dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia
sedang disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia
kombinasi familial. Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia
familial, dislipidemia remnan, dan hipertrigliseridemia primer.
2) Dislipidemia sekunder, dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain
misalnya hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma
metabolic.

3. Jelaskan epidemiologi dari sindrom metabolic dan displidemia!


a. Epidemiologi displidemia
Data dari American Heart Association tahun 2014memperlihatkan prevalensi dari
berat badan berlebih danobesitas pada populasi di Amerika adalah 154.7 juta
orangyang berarti 68.2 % dari populasi di Amerika Serikat yangberusia lebih dari 20
tahun. Populasi dengan kadarkolesterol ≥ 240 mg/dl diperkirakan 31.9 juta orang
(13.8 %)dari populasi. Data di Indonesia yang diambil dari risetkesehatan dasar
nasional (RISKESDAS) tahun 2013menunjukkan ada 35.9 % dari penduduk
Indonesia yangberusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal(berdasarkan
NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200mg/dl) dimana perempuan lebih banyak
dari laki-laki danperkotaan lebih banyak dari di pedesaan (Sudoyo, 2014).
Data RISKEDASjuga menunjukkan 15.9 % populasi yang berusia ≥ 15
tahunmempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190 mg/dl),22.9 % mempunyai
kadar HDL yang kurang dari 40 mg/dl,dan 11.9% dengan kadar trigliserid yang
sangat tinggi (≥ 500mg/dl). Dislipidemia merupakana faktor risiko primeruntuk PJK
dan mungkin berperan sebelum faktor risikoutama lainnya muncul. Data
epidemiologi menunjukkanbahwa hiperkolesterolemia merupakan faktor risiko
untukstroke iskemia. Grundy dkk menunjukkan bahwa untuksetiap penurunan LDL
sebesar 30 mg/dL maka akan terjadipenurunan risiko relatif untuk penyakit jantung
koronersebesar 30 %.

b. Epidemiologi Sindrom Metabolik


Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan
prevalensi sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia> 20
tahun sebesar 25% dan pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom
metabolik juga berkembang seiring dengan peningkatan prevalesndi obesitas yang
terjadi pad populasi asia, termasu Indonesia.
Studi yang dilakukan di
depok (2001)
menunjukkan kriteria
National Cholesterol
Education Program
Adult Treatment Panel III
(NCEP-ATP) dengan
modifikasi Asia Pasifik,
terdapat 25,7% pria dan
25% wanita. Penelitian
Soegondo (2004) melaporkan prevalensi sindrom metabolik sebesar 13,13% dan
menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT) obsesitas > 25 kg/ m2 lebih
cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian DKI Jakarta pada tahun
2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda dengan depo
yaitu 16,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%)/
laporan prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia terdapat dalam
table diatas.

4. Jelaskan manifestasi klinis dari sindrom metabolic dan displidemia!


a. Sindrom Metabolic
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindrom metabolik adalah
NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati,
antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia
(kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan <
50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah
puasa > 110 mg/dL dan Seseorang dikatakan menderita sindrom metabolik bila ada
obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut > 80 cm
untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150 mg/dL
(1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C:
< 40 mg/dL (1,03 repository.unimus.ac.id mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,29
mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL-
C; (3) Tekanan darah: sistolik > 130 mmHg atau diastolik > 85 mmHg atau sedang
dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah puasa (GDP) > 100 mg/dL (5,6
mmol/L), atau diabetes tipe 2.
b. Dislipidemia
Keadaan dislipidemia kadang kadang tidak menimbulkan gejala, dan hanya diketahui
pada saat pemeriksaan kesehataan rutin. Tidak jarang, dyslipidemia didiagnosisi
pertam kali setelah pasien mengalami infark miokard atau stroke. Benjolan –benjolan
yang tidak nyeri yang disebut xanthoma dapat ditemukan pada daerah tendo, siku,
dan bokong. Kelainan ini terjadi akibat endapan kolesterol intraseluler dan
ekstraseluer.

GEJALA OBESITAS, SINDROM METABOLIK, DISLIPIDEMIA!

a. Obesitas
Secara umum obesitas dapat ditandai dengan gangguan pernafasan yang
disebabkan oleh adanya penimbunan lemak di bawah diafragma dan di dalam dinding
dada yang dapat menekan paru-paru. Gangguan pernafasan dapat terjadi walaupun
melakukan aktivitas ringan dan terjadi pada saat tidur yang menyebabkan terhentinya
pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu) sehingga pada siang hari sering
mengantuk. Menurut Irwan (2016) obesitas dapat dikenali dengan tanda dan gejala
sebagai berikut :
1) Dagu rangkap
2) Leher relatif pendek
3) Dada yang mengembung dengan payudara yang membesar mengandung lemak
4) Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat
5) Kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling
menempel sehingga menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau
tidak sedap.
b. Sindrom metabolic

c. Dislipidemia
Gejala dislipidemia bermacam-macam, tetapi yang penting untuk diketahui
diantaranya nyeri perut, pusing, stroke, nyeri dada, sakit kepala, sesak napas, penyakit
jantung, penurunan berat badan, nafsu makan berkurang, nyeri betis saat berjalan. Oleh
karena penyebab utama gejala penyakit dislipidemia ini adalah kandungan lemak maka
pengobatan yang dilakukan biasanya berupa diet keras dalam mengurangi kadar lemak
dalam makanan. Selain itu, konsultasi pada dokter sangat diperlukan dalam hal ini.
Biasanya akan dilakukan pengecekan melalui tes darah, untuk mengetahui perkembangan
dislipidimea yang berkembang dalam tubuh. Tentu saja bertujuan untuk mendapatkan
pengobatan yang tepat dan aman (Anies, 2018).
Hiperlipidemia biasanya tidak terdeteksi dini sehingga baru ditemukan ketika
evaluasi atau pemeriksaan penyakit aterosklerosis atau penyakit kardiovaskuler. Tanda
dan gejalanya yaitu xantoma, xanthelasma, nyeri dada, nyeri perut, hepatosplenomegali,
kadar kolesterol atau trigliserida tinggi, serangan jantung, obesitas, intoleransi glukosa,
lesi menyerupai jerawat pada sekujur tubuh, plak ateromatosus pada pembuluh darah
arteri, arkus senilis, dan xantomata (Putri, 2017).

5. Jelaskan diagnosis banding kasus di skenario!


Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan dengan mengacu pada kriteria diagnosis
sindrom metabolik yang diterbitkan oleh National Heart, Lung, and Blood
Institute (NHLBI) dan American Heart Association (AHA), terdiri dari :
a. Gula darah puasa >100 mg/dL
b. Tekanan darah >130/85 mmHg
c. Trigliserida >150 mg/dL
d. Kolesterol high-density lipoprotein (HDL) < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL
pada wanita
e. Lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada wanita.

Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila terdapat minimal 3 dari 5 kriteria di


atas.

Pedoman International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006 menyebutkan


kriteria diagnosis sindrom metabolik terdiri dari adanya obesitas sentral (indeks massa
tubuh >30 kg/m2), ditambah dengan adanya 2 atau lebih kriteria di bawah ini :

a. Peningkatan trigliserida >150 mg/dL


b. Penurunan kolesterol HDL < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada wanita;
atau mengonsumsi obat untuk meningkatkan HDL
c. Peningkatan tekanan darah > 130/85 mmHg; atau mengonsumsi obat antihipertensi
atau pernah terdiagnosis hipertensi.
d. Peningkatan gula darah puasa > 100 mg/dL; atau pernah terdiagnosis diabetes melitus
tipe 2.

Anamnesis dilakukan untuk mencari adanya riwayat hipertensi, dislipidemia, atau


gula darah tinggi. Riwayat keluarga untuk kondisi-kondisi tersebut juga perlu ditanyakan.
Selain itu, riwayat sosial pasien yang meningkatkan risiko, seperti merokok, juga perlu
ditanyakan. Karena gaya hidup berperan penting dalam timbulnya sindrom metabolik,
maka pola makan, aktivitas fisik, peningkatan berat badan, riwayat kehamilan, dan
riwayat perkembangan juga perlu digali. Pada beberapa pasien, sindrom metabolik bisa
asimptomatik. Namun, bisa juga timbul gejala kardiovaskular seperti nyeri dada dan
sesak nafas.
Pemeriksaan fisik sangatlah penting dalam diagnosis sindrom metabolik.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tanda vital untuk menilai
tekanan darah, dan pengukuran lingkar pinggang untuk menilai adanya obesitas sentral.
Selain itu, pemeriksaan juga dapat diperluas untuk mengidentifikasi adanya gejala dari
penyakit kardiovaskular atau diabetes mellitus, seperti neuropati, retinopati, akantosis
nigrikans, dan xantoma atau xanthelasma.
Diagnosis banding sindrom metabolik didasarkan pada kriteria diagnosisnya, yakni
gula darah yang tinggi, tekanan darah tinggi, kadar trigliserida tinggi, kadar HDL rendah,
dan pembesaran lingkar pinggang. Diagnosis banding sindrom metabolik berupa semua
kondisi yang dapat menyebabkan berbagai kriteria tersebut. Sebagai contoh, ada
kemungkinan terdapat kondisi lain selain diabetes yang dapat menyebabkan peningkatan
gula darah seperti kelainan tiroid, glukagonoma, bahkan feokromositoma yang jarang
terjadi. Selain itu, pada peningkatan tekanan darah, mungkin terdapat penyebab sekunder
(hipertensi sekunder) yang perlu digali, seperti penyakit ginjal kronis.
Pemeriksaan penunjang pada sindrom metabolik diawali dengan pemeriksaan
laboratorium, dan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi jika diperlukan. Pada
pasien obesitas juga dapat dilakukan pemeriksaan khusus untuk mendeteksi kondisi
seperti obstructive sleep apnea. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien sindrom
metabolik sebaiknya mencakup pemeriksaan :
a. Gula darah dan HbA1C
b. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, asam urat
c. Kadar trigliserida
d. Kadar kolesterol HDL
e. Fungsi tiroid : thyroid stimulating hormone (TSH)

Pemeriksaan di atas berfungsi untuk menilai apakah kadar parameter yang diukur
memenuhi kriteria diagnosis sindrom metabolik. Fungsi tiroid juga perlu dinilai apabila
gejala klinis mengindikasikan diagnosis banding ke arah gangguan tiroid.

Pemeriksaan radiologi tidak memiliki nilai diagnostik untuk sindrom metabolik.


Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan komplikasi,
terutama kompilasi kardiovaskular, misalnya penyakit jantung koroner dan kardiomegali.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan sesuai indikasi antara lain stres
elektrokardiografi, ekokardiografi, dan cardiac positron emission
tomography. Pemeriksaan lain yang bersifat khusus yakni pemeriksaan polysomnography
untuk mendiagnosis obstructive sleep apnea, suatu kondisi yang banyak dialami pasien
dengan obesitas. 

penatalaksanaan dari sindrom metabolic!

Untuk penatalaksanaannya adalah mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga
nutrisi makanannya, aktivitas fisik dan olahraga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan
penurunan profil lipid. Jika tidak ada hasilyang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka
dibutuhkan beberapa obat-obatan untuksetiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan
pengobatan sindrom metabolik.

Target dan tujuan terapi Rekomendasi terapi


Faktor resiko gaya hidup Pencegahan jangka panjang penyakit KVR dan pencegahan
(terapi) diabetes melitus tipe 2

Secara konsisten agar berat badan terjaga melalui program


Obesitas Abdomen.
keseimbangan aktivitas fisik,asupan kalori dan modifikasi
Mengurangi berat badan
perilaku normal, menjaga lingkar pinggang < 40 inci (pria)
sebanyak 7%-10% selama 1
dan < 35 inci (wanita). Mula-mula targetkan pengurangan
tahun pertama terapi. Sesudah
secara perlahan sebanyak 7% hingga 10% berat badan
itu, teruskan penurunan berat
awal. Penurunan berat badan yang kecil sekalipun
badan (IMT< 25kg/m2).
berkaitan dengan manfaat kesehatan yang signifikan.

Pada pasien penderita penyakit KVR, nilailah resiko


dengan riwayat aktivitas fisik yang rinci dan/atau uji

Inaktivitas Fisik. latihan fisik,.

Aktivitas fisik intensitas  Aktivitas fisik aerobik intensitas sedang selama 30

sedang, setidaknya 30 menit menit sampai 60 menit.

secara kontinu maupun  Berjalan cepat sebaiknya setiap hari.


intermiten (lebih baik bila ≥ 60  Peningkatan aktivitas dalam gaya hidup sehari-hari
menit), 5 hari/minggu, tetapi (berjalan saat istirahat kerja, berkebun, mengerjakan
lebih baik bila setiap hari. pekerjaan rumah tangga).

Rekomendasi lemak jenuh < 7% kalori total; kurangi


lemak trans; kolesterol dalam diet < 200 mg/dl; lemak total
25% hingga 35% kalori total. Sebagian besar diet lemak
Diet Aterogenik. sebaiknya berupa lemak tidak jenuh; gula sederhana harus
Mengurangi asupan lemak dibatasi
jenuh, lemak trans dan
kolestrerol

Pencegahan jangka pendek terhadap penyakit KVR atau


terapi diabetes meilitus tipe 2.

LDC-C meningkat

Non- HDL- C meningkat


Faktor Resiko Metabolik

Dislipidemia Aterogenik

Target primer: LDC-C


Target LDL-C.
meningkat
 Pilihan pertama mencapai target non-HDL-C: perkuat
Target sekunder: Non- HDL- C
terapi penurunan LDL.
meningkat
 Pilihan kedua mencapai target non-HDL-C: tambahkan
fibrat [lebih disukai fenofirat] atau asam nikotinat bila
Pasien Resiko Tinggi. kadar non-HDL-C tetap relatif tinggi setelah terapi
dengan obat penurunan LDL diberikan.
< 130 mg/dl (3,4 mmol/L)
{pilihan: < (100 mg/dl) [2,6
mmol/L] untuk pasien yang Saran: tambahkan fibrat atau asam nikotinat pada pasien
beresiko sangat tinggi +}. beresiko tinggi.

Saran: hindari penambahan fibrat atau asam nikotinat pada


pasien beresiko sedang atau pasien beresiko sedang.

Pasien beresiko tinggi-sedang


++: < 160 mg/dl (4,1 mmol/dl). Bila TG ≥ 500 mg/dl, mulai dengan fibrat atau asam
nikotinat (sebelum terapi penurun LDL; terapi non-HDL-C
untuk mencapai tujuan setelah memberikan terapi
Pilihan terapi: < 130 mg/dl
menurunkan TG).
(3,4 mmol/L)

HDL-C berkurang. Maksimalkan terapi gaya hidup:


penurunan berat badan dan peningkatan aktivitas fisik.

Pilihan beresiko sedang: <  TD ≥ 120/80 mmHg (modifikasi gaya hidup pada

160 mg/dl (4,1 mmol/L) semua pasien dengan sindrome metabolik:


pengendalian berat badan, meningkatkan aktivitas fisik,
diet).
 TD ≥ 140/90 mmHg (atau ≥ 130/80 mmHg untuk
individu ginjal kronik diabetes). Bila dapat ditoleransi,
tambahkan pengobatan tekanan darah.
Pasien beresiko rendah: < 190
mg/dl (4,9 mmol/L).

Target Tersier:HDL-C
berkurang.  Untuk GDPT, turunkan berat badan dan meningkatkan
aktivitas fisik.
TD Meningkat
 Diabetes melitus tipe 2, bila perlu, tetapi gaya hidup
Turunkan TD serendah
dan farmakoterapi perlu dipakai agar HbA1C
mungkin hingga setidaknya
mendekati normal (<7%).
mencapai TD < 140/ 90 mmHg
 Modifikasi faktor-faktor risiko lainnya dan modifikasi
(atau < 130/80 mmHg bila
perilaku (yakni obesitas abdominal), inaktivasi fisik,
terdapat diabetes).
TD meningkat, abnormalitas lipid)

 Pasien-pasien berisiko tinggi; mulai dan teruskan


terapai aspirin dosis rendah; pada pasien dengan
Kadar Glukosa Meningkat
KVRAS, pertimbangkan klopidogrel bila aspirin
Untuk GDPT, tunda merupakan kontraindikasi.
perkembangan ke arah diabetes  Pasien beresiko tinggi sedang; pertimbangkan
meilitus tipe 2. Untuk diabetes, profilaksis aspirin dosis rendah.
hemoglobin Atc < 7,0 %
Rekomendasi; tidak ada terapi spesifik yang melebihi
terapi gaya hidup.

Kondisi Protrombotik.

Kurangi faktor-faktor risiko


trombotik dan fibrinolitik

Kondisi Proinflamasi.

prognosis dari sindrom metabolic!

Sindrom metabolik adalah kelompok abnormalitas metabolik pada seorang individu yang
dihubungkan dengan risiko yang meningkat dari penyakit kardiovaskular. Komponen utama
meliputi disregulasi metabolisme glukosa, obesitas sentral, disregulasi lipid plasma, dan
peningkatan tekanan darah. Obesitas akan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa,
pengaturan tekanan darah, pengaturan proses trombosis dan fibrinolisis, serta reaksi inflamasi.
Komponen-komponen kelainan metabolisme ini dapat menimbulkan komplikasi berupa penyakit
arteri koroner (Coronary Artery Disease/CAD). Coronary Artery Disease (CAD) merupakan
kondisi dimana terjadi penumpukan plak pada arteri koroner yang menyebabkan arteri koroner
menyempit.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh terkumpulnya kolestrol sehingga membentuk plak
pada dinding arteri dalam jangka waktu yang cukup lama yang disebut aterosklerosis. CAD
dapat menyebabkan otot jantung melemah, dan menimbulkan komplikasi seperti gagal jantung
dan gangguan irama jantung. Akhir dari penyakit arteri koroner ini bisa berupa kematian dan
bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Komponen sindrom metabolik dapat
mengalami perbaikan dengan tata laksana yang memprioritaskan program tata laksana berat
badan yang intensif disamping modifikasi gaya hidup dan tata laksana faktor risiko klinis lain
terkait dengan penyakit kardiovaskular.
KIE
Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan sindrom
metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta
hambatan-hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut.
Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya
hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan-pesan tentang peranan diet dan
latihan fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari sindrom metabolik. Dokter
keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan
jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan serta membantu mengidentifikasi
adanya hambatan dalam menerapkan perubahan gaya hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa, sindrom metabolic merupakan
sekumpulan faktor risiko metabolik yangmeningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit
metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah Obesitas Sentral, Resistensi Insulin, Dislipidemia dan
Hipertensi. Menurut NHLBI dan AHA diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila terdapat
minimal 3 dari 5 kriteria yaitu gula darah puasa >100 mg/dL , tekanan darah >130/85 mmHg,
trigliserida >150 mg/dl, HDL < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada wanita, serta
lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada wanita. Untuk penatalaksanaan dari
sindrom metabolik itu ada tatalaksana penyebab (obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana
resiko lipid dan non lipid.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi revisi berwarna ke-13. Elsevier :
Singapore.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
VI. Jakarta: Interna Publishing.
Sherwood, Lauralee. 2018. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed-9 ; alih bahasa, Lydia I.
Mandera, H.H. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Miranti Iskandar. Jakarta: EGC.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy &amp; Physiology 13th Edition. United
States of America: John Wiley &amp; Sons, Inc.
Abbas, A.K. 2015. Basic Pathology Robbins. 9th Ed. Canada: Elsevier.
PERKENI. 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia 2015. Jakarta: Pusat Penerbit
PB PERKENI.
Saunderajen. 2010. Pengaruh Sindroma Metabolik Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif:
Universitas Diponegoro.
Aulia Dewi Listiyana. 2013. Obesitas Sentral Dan Kadar Kolesterol Darah Total. Jurnal
Kesehatan Masyarakat.
Dean. (2015). Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB). Bali: Sanur Paradise.

Soleha, T. U., & Bimandama, M. A. (2016). Hubungan Sindrom Metabolik Dengan Penyakit
Kardiovaskular. Majority, 49.

Sylvia A. Prince. Lorraine M. Wilson. 2019. “Buku Ajar Patofisiologi”. Edisi Keenam. Volume
1. Elsevier. Singapore.
Vinay, Kumar. 2013. “Buku Ajar Patofisiologi Robbins”. Edisi 9. Elsevier.
Huether, Sue E & Kathryn L. McCance. 2019. “Buku Ajar Patofisiologi”. Edisi Keenam.Volume
1. Elsevier. Singapore.

Anda mungkin juga menyukai