Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN SMALL GROUP DISCUSSION LBM 4

BLOK ENDOKRIN & METABOLISME


“Badanku Semakin Membesar”

Disusun oleh :

NAMA : Isnatiya Noviana


NIM : 020.06.0037
KELOMPOK SGD :3
KELAS :A
TUTOR : dr. Ronanarasafa, S. Ked.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2021

1
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjat kan kehadirat tuhan yang mahaesa karena atas
rahmat-nya penulis dapat melaksanakan dan menyusun makalah yang berjudul “Small Group
Discussion Lbm 4”.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan sebagai syarat nilai SGD. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan
dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan
laporan dengan baik.
2. dr. Ronanarasafa, S. Ked selaku Fasilitator SGD kelompok 3 yang senantiasa
memberikan saran serta bimbingan dalam pelaksanaan SGD.
3. Bapak/ ibu dosen universitas islam al-azhar yang telah memberikan masukan terkait
makalah yang penulis buat.
4. Keluarga dan teman yang saya cintai yang senantiasa memberikan dorongan dan
motivasi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman
lebih lanjut. Oleh karna itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya
konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Mataram, 28 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I
- Skenario LBM 4 4
- Deskripsi masalah 4
BAB II
- Pembahasan LBM 4 6
BAB III
- Kesimpulan 21
DAFTAR PUSTAKA 22

3
BAB I
PENDAHULUAN
SKENARIO LBM IV
BADANKU SEMAKIN MEMBESAR
Ny. R berusia 50 tahun seorang ibu rumah tangga datang ke puskesmas dengan keluhan
tengkuk terasa kaku dan pegal, serta berat badan semakin meningkat, pusing serta cepat lelah
sejak sebulan yang lalu. Ny. R sering mengalami hal seperti ini sebelumnya, tetapilebih ringan
sehingga cukup dengan istirahat. Ny. R suka mengkonsumsi fast food dan makanan berlemak.
Enam bulan yang lalu Ny. R pernah berobat ke dokter praktek di desanya dan disarankan untuk
menurunkan berat badan dan menjaga pola makannya.
Dokter puskesmas kemudian melakukan pemeriksaan fisik pada pasien, didapatkan TD:
130/90 mmHg, N: 88x/menit, Tax: 36,7 C, RR: 20x/menit. Pemeriksaan antropometri BB: 95 kg,
TB: 155 cm, lingkar pinggang 110 cm. Dokter di puskesmas kemudian memberikan terapi
farmakologi dan non farmakologi pada pasien. Menurut anda apa yang dialami oleh pasien
tersebut dan pemeriksaan penunjang apa saja yang dibutuhkan?
Kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil: kolesterol total: 360
mg/dL, trigliceride 285 mg/dL, LDL: 190 mg/dL, HDL: 25 mg/dL, GDS: 189 mg/dL.
Tatalaksana apa yang perlu diberikan pada pasien?

DESKRIPSI MASALAH
Dari skenario dijelaskan bahwa Ny. R datang ke puskesmas dengan keluhan tengkuk
terasa kaku dan pegal, serta berat badan semakin meningkat, pusing serta cepat lelah sejak
sebulan yang lalu. Ny. R sering mengalami hal seperti ini sebelumnya, tetapilebih ringan
sehingga cukup dengan istirahat. Ny. R suka mengkonsumsi fast food dan makanan berlemak.
Enam bulan yang lalu Ny. R pernah berobat ke dokter praktek di desanya dan disarankan untuk
menurunkan berat badan dan menjaga pola makannya. Berdasarkan identifikasi masalah yang
telah ditentukan oleh kelompok kami yaitu apa yang menyebabkan tengkuk Ny. R sakit. Pada
skenario disebutkan bahwa kadar kolesterol Ny. R 360 mg/dl, yang mana itu termasuk kolesterol
tinggi. Kolesterol tinggi adalah kolesterol dengan kadar di atas batas normal yaitu lebih dari 200
mg/dl. Kondisi ini juga disebut sebagai hiperkolesterolemia. Terlalu banyak mengonsumsi
makanan berlemak tinggi dapat meningkatkan kadar kolesterol jahat dalam darah. Kadar

4
kolesterol jahat yang tinggi dapat membuat timbunan lemak menumpuk di pembuluh darah. Hal
tersebut dapat mempersulit aliran darah yang cukup ke arteri, sehingga menyebabkan masalah
pada tubuh. Adanya penumpukan plak di pembuluh darah pada area leher akibat kolesterol tinggi
tersebut dapat menghalangi aliran darah yang ada di leher dan menuju ke otak sehingga
menimbulkan tengkuk sakit seperti yang dialami Ny. R.

Kolesterol adalah salah satu komponen dalam membentuk lemak. Di dalam lemak
terdapat berbagai macam komponen yaitu seperti zat trigliserida, fofolipid, asam lemak bebas,
dan juga kolesterol. Secara umum kolesterol berfungsi untuk membangun dinding dalam sel
(membrane sel) dalam tubuh dan juga berperan penting dalam memproduksi hormone seks,
vitamin D, serta berperan penting dalam menjalankan fungsi saraf dan otak.Kolesterol
merupakan suatu zat lemak yang dibuat dalam hati dan lemak jenuh dalam makanan. Jika terlalu
tinggi kadar kolesterol dalam darah maka akan semakin meningkat factor resiko terjadinya
penyakit arteri koroner. Kolesterol jenisnya ada 2, yaitu LDL dan HDL.

Dari hasil pemeriksaan yang didapatkan: Kolesterol total: 360 mg/dl, Trigliserida: 285
mg/dl, LDL: 190 mg/dl, HDL : 25 mg/dl, TD: 130/90, N: 88x/menit, Tax: 36,7 C, RR:
20x/menit, BB: 95 kg, TB: 155 cm, Lingkar pinggang 110 cm. Dari hasil tersebut didapatkan
diagnosis sementara yaitu sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan sekumpulan faktor
risiko metabolik yang meningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya.
Faktor risikonya adalah obesitas sentral, resistensi insulin, dislipidemia dan hipertensi. Dimana
faktor risiko yang terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Untuk
penatalaksanaannya adalah mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga nutrisi makanannya,
aktivitas fisik dan olahraga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan penurunan profil
lipid. Jika tidak ada hasilyang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka dibutuhkan
beberapa obat-obatan untuksetiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan pengobatan sindrom
metabolik ini.

5
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI DARI OBESITAS, SINDROM METABOLIC DAN DISPLIDEMIA.
Obesitas

Obesitas merupakan penyakit yang kompleks dan multifaktorial yang ditandai dengan
kelebihan berat badan karena adanya penumpukan lemak yang berlebihan di dalam tubuh.
Obesitas disebabkan oleh tidak seimbangnya jumlah energi yang masuk dan jumlah energi yang
dikeluarkan sehingga berat badan menjadi lebih berat dibandingkan berat badan ideal karena
adanya penumpukan lemak di dalam tubuh. (Wijaksana, 2016)

Sindrom Metabolic

Sindrom Metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko metabolik yang meningkatkan


penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah Obesitas
Sentral, Resistensi Insulin, Dislipidemia dan Hipertensi. Dimana faktor risiko yang
terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Sindrom metabolik merupakan
suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular, serta gangguan kesehatan lainnya, seperti diabetes, stroke, perlemakan hati, dan
beberapa kanker. (Sudoyo, 2014)

WHO pada tahun 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang member
persyaratan harus ada komponen seperti berikut.

1) Resistensi Insulin atau Hiperinsulinemia yang ditandai dengan kadar glukosa darah puasa >
110 mg/dl.
2) Ditambah dengan komponen lain, yaitu 2 dari kriteriaberikut ini.
a) Tekanan darah : ≥ 140/90 mmHg.
b) Dislipidemia : trigliserida (TG): ≥ 150 mg/dlatau high-density lipoprotein
kolesterol (HDL-C) ≤ 35 mg/dl.
c) Sentral obesitas : WHR > 0,90, (laki-laki); > 0,85 (wanita).
d) Indeks massa tubuh :> 30 kg/m3.
e) Mikroalbuminuria : >20µg.

6
Berdasarkan the National Cholesterol Education Program Third Adult Treatment Panel
(NCEP-ATP III) tahun 2001, sindrom metabolik adalah seseorang dengan memiliki sedikitnya 3
kriteria berikut.

1) Obesitas abdominal (lingkarpinggang > 88 cm untuk wanita dan untuk pria > 102 cm).
2) Peningkatan kadar trigliseridadarah (≥ 150 mg/dl).
3) Penurunan kadar kolesterol HDL (< 40 mg/dl pada pria dan pada wanita< 50 mg/dl).
4) Peningkatan tekanan darah (tekanan darah sistolik ≥ 130 mmHg, tekanan darahdiastolik ≥ 85
mmHg atau sedang memakai obat anti hipertensi).
5) Peningkatan glukosa darahpuasa (kadar glukosa puasa ≥ 110 mg/dl atau sedang memakai
obat anti diabetes).

Menurut Federasi Diabetes Internasional (IDF), definisi sindrom metabolik yaitu


ObesitasSentral, dinilai dari WHR dan 2 dari kriteria berikut ini.

1) Peningkatan trigliserida: > 150 mg/dlatau perawatan spesifik untuk kelainan lipid ini.
2) Penurunan HDL kolesterol: < 40 mg/dl padalaki-laki, 50 mg/dl pada wanita, atau perawatan
spesifik untuk kelainan lipid ini.
3) Hipertensi: tekanan darah sistolik > 130 atau diastolik > 85 mmHg, atau pengobatan
hipertensididiagnosis sebelumnya.
4) Peningkatan gula darah puasa: > 100 mg/dl atau sebelumnyadidiagnosis diabetes tipe 2
(Sudoyo, 2014).

Dislipidemia

Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, yang ditandai dengan kelainan fraksi
lipid berupa kenaikan kadar kolesterol total, kenaikan kadar LDL, kenaikan kadar trigliserida dan
penurunan kadar HDL.

7
ETIOLOGI.

Obesitas

Keseimbangan energi dalam tubuh dipengaruhi oleh konsumsi kalori yang terlalu
berlebihan jika dibandingkan dengan kebutuhan energi atau pemakaian energi. Tingkat energi
dalam tubuh diperoleh dari asupan zat gizi penghasil energi yaitu karbohidrat, lemak dan protein.
Kebutuhan energi ditentukan dari energi basal, aktifitas fisik, dan thermic, effect of food (TEF)
(Soegih & Wiramihardja, 2009). Obesitas dikaitkan dengan banyaknya lemak dalam tubuh.
Akumulasi lemak dalam sel lemak menyebabkan pembesaran dan peningkatan volume sel
lemak/adiposity, perubahan jaringan preadiposit menjadi adiposity dan bertambahnya jumlah sel
jaringan lemak sehingga menyebabkan obesitas (Lestari & Helmiyati, 2018). Etiologi dari
obesitas menurut Proverawati (2010) yaitu:

1) Faktor Genetik Faktor gen atau keturunan berpengaruh terhadap bakat seseorang untuk
menjadi gemuk. Adanya mutasi pada gen menyebabkan kelainan reseptor otak terhadap
asupan makanan yang ditandai dengan kemampuan dalam meningkatkan atau menghambat
asupan makanan. Faktor transkripsi gen dapat mempengaruhi pembentukan sel lemak
terhadap status gizi seseorang sehingga individu yang berasal dari keluarga obesitas memiliki
kemungkinan obesitas 2-8 kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga yang tidak obesitas
(Soegih & Wiramihardja, 2009).
2) Faktor Lingkungan Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan konsep
berpikir bahwa berat badan adalah indikator tingkat kesejahteraan hidup dan berat badan
yang berlebihan atau gemuk tidak akan menjadi masalah.
3) Faktor Psikis Faktor psikis berkaitan dengan memberikan reaksi terhadap gangguan emosi
dengan pola makan. Salah satu bentuk gangguan emosi adalah persepsi diri yang negatif.
Otak menerima sinyal (input) dari lingkungan dalam bentuk sinyal neural dan hormonal,
kemudian otak 8 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta akan memberikan respon untuk mencari
atau menjauhi makanan, pemilihan jenis makanan, porsi makanan, lama makan dan digesti,
absorbsi serta metabolisme zat gizi di dalam tubuh.
4) Faktor Kesehatan Beberapa penyakit dan kondisi dapat menyebabkan obesitas. Penggunaan
obat-obatan dapat menyebabkan terjadinya obesitas seperti golongan steroid dan beberapa
anti depresant yang dapat meningkatkan berat badan.

8
5) Faktor Perkembangan Faktor perkembangan berpengaruh terhadap obesitas sejak
perkembangan janin. Riwayat lahir BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) dapat menjadi
pemicu obesitas yaitu peningkatan lemak tubuh yang lebih cepat dari masa otot walaupun
asupan makanan tidak berlebihan. Maka seseorang dengan riwayat BBLR memiliki
kemungkinan obesitas dibandingkan dengan yang normal (Soegih & Wiramihardja, 2009).
6) Aktivitas Fisik Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi daripada
energi yang dikeluarkan. Seseorang yang kurang aktif memerlukan kalori dalam jumlah
sedikit dibandingkan orang dengan aktivitas tinggi. Sedentary life atau tidak melakukan
aktivitas fisik yang seimbang dan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak, akan
cenderung mengalami obesitas (Minarto, 2012).
Sindrom Metabolik

Etiologi sindrom metabolik belum dipahami seluruhnya, akan tetapi resistensi insulin dan
hiperinsulinemia diduga menjadi penyebab berkembangnya sindrom metabolik dan berperan
dalam patogenesis masing-masing komponennya. Walaupun resistensi insulin tampak
mempunyai peranan penting dalam mekanisme yang mendasari sindrom metabolik, tidak seluruh
individu dengan resistensi insulin berkembang menjadi sindrom metabolik. Hal ini menunjukkan
bahwa faktor lain mungkin berkontribusi dalam patogenesis sindrom metabolik. Obesitas,
khususnya obesitas abdominal atau viseral, mediator inflamasi, adipositokin, kortisol, stres
oksidatif, predisposisi genetik, dan karakteristik gaya hidup seperti aktivitas fisik dan diet diduga
terlibat dalam patofisiologi sindrom metabolic.

Dislipidemia

Etiologi dislipidemia secara umum dibagi menjadi dua kelompok penyebab yaitu genetik
dan akibat penyakit lain maupun gaya hidup.

1) Dislipidemia primer, dislipidemia akibat kelainan genetik. Pasien dislipidemia sedang


disebabkan oleh hiperkolesterolemia poligenik dan dislipidemia kombinasi familial.
Dislipidemia berat umumnya karena hiperkolesterolemia familial, dislipidemia remnan, dan
hipertrigliseridemia primer.
2) Dislipidemia sekunder, dislipidemia yang terjadi akibat suatu penyakit lain misalnya
hipotiroidisme, sindroma nefrotik, diabetes melitus, dan sindroma metabolic.

9
EPIDEMIOLOGI.

Epidemiologi Displidemia

Data dari American Heart Association tahun 2014 memperlihatkan prevalensi dari berat
badan berlebih dan obesitas pada populasi di Amerika adalah 154.7 juta orang yang berarti 68.2
% dari populasi di Amerika Serikat yang berusia lebih dari 20 tahun. Populasi dengan kadar
kolesterol ≥ 240 mg/dl diperkirakan 31.9 juta orang (13.8 %) dari populasi. Data di Indonesia
yang diambil dari riset kesehatan dasar nasional (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan ada
35.9 % dari penduduk Indonesia yang berusia ≥ 15 tahun dengan kadar kolesterol abnormal
(berdasarkan NCEP ATP III, dengan kadar kolesterol ≥ 200mg/dl) dimana perempuan lebih
banyak dari laki-laki dan perkotaan lebih banyak dari di pedesaan (Sudoyo, 2014).

Data RISKEDAS juga menunjukkan 15.9 % populasi yang berusia ≥ 15 tahun


mempunyai proporsi LDL yang sangat tinggi (≥ 190 mg/dl),22.9 % mempunyai kadar HDL yang
kurang dari 40 mg/dl,dan 11.9% dengan kadar trigliserid yang sangat tinggi (≥ 500mg/dl).
Dislipidemia merupakana faktor risiko primeruntuk PJK dan mungkin berperan sebelum faktor
risikoutama lainnya muncul. Data epidemiologi menunjukkan bahwa hiperkolesterolemia
merupakan faktor risiko untukstroke iskemia. Grundy dkk menunjukkan bahwa untuk setiap
penurunan LDL sebesar 30 mg/dL maka akan terjadi penurunan risiko relatif untuk penyakit
jantung koroner sebesar 30 %.

Epidemiologi Sindrom Metabolik

Di Amerika Serikat, peningkatan kejadian obesitas mengiringi peningkatan prevalensi


sindrom metabolik. Prevalensi sindrom metabolik pada populasi usia> 20 tahun sebesar 25% dan
pada usia > 50 tahun sebesar 45%. Pandemic sindrom metabolik juga berkembang seiring
dengan peningkatan prevalesndi obesitas yang terjadi pad populasi asia, termasu Indonesia.

Studi yang dilakukan di depok (2001) menunjukkan kriteria National Cholesterol


Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP) dengan modifikasi Asia Pasifik,

10
terdapat 25,7% pria dan 25% wanita. Penelitian Soegondo (2004) melaporkan prevalensi
sindrom metabolik sebesar 13,13% dan menunjukkan bahwa kriteria Indeks Massa Tubuh (IMT)
obsesitas > 25 kg/ m2 lebih cocok untuk diterapkan pada orang Indonesia. Penelitian DKI
Jakarta pada tahun 2006 melaporkan prevalensi sindrom metabolik yang tidak jauh berbeda
dengan depo yaitu 16,3% dengan obesitas sentral merupakan komponen terbanyak (59,4%)/
laporan prevalensi sindrom metabolik di beberapa daerah di Indonesia terdapat dalam table
diatas.

MANIFESTASI KLINIS.

Sindrom Metabolic

Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindrom metabolik adalah NCEP-
ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar
perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm; hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150
mg/dL), kadar HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah >
130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL dan Seseorang dikatakan menderita
sindrom metabolik bila ada obesitas sentral (lingkar perut > 90 cm untuk pria Asia dan lingkar
perut > 80 cm untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida > 150 mg/dL
(1,7 mmol/L) atau sedang dalam pengobatan untuk hipertrigliseridemia; (2) HDL-C: < 40 mg/dL
(1,03 repository.unimus.ac.id mmol/L) pada pria dan < 50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita
atau sedang dalam pengobatan untuk peningkatan kadar HDL-C; (3) Tekanan darah: sistolik >
130 mmHg atau diastolik > 85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4) Gula darah
puasa (GDP) > 100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.

Dislipidemia

Keadaan dislipidemia kadang kadang tidak menimbulkan gejala, dan hanya diketahui
pada saat pemeriksaan kesehataan rutin. Tidak jarang, dyslipidemia didiagnosisi pertam kali
setelah pasien mengalami infark miokard atau stroke. Benjolan –benjolan yang tidak nyeri yang
disebut xanthoma dapat ditemukan pada daerah tendo, siku, dan bokong. Kelainan ini terjadi
akibat endapan kolesterol intraseluler dan ekstraseluer.
Obesitas

11
Seseorang yang menderita obesitas biasanya mudah dikenali, terutama pada anak-anak.
Ciri yang khas pada obesitas diantaranya adalah wajah membulat, pipitembem, dagu rangkap,
leher pendek, payudara membesar karena adanya deposit lemak, kedua tungkai membentuk X
serta pangkal paha bergesekan dan menempel yang akan menimbulkan ulserasi, dan perut yang
membuncit. Pada anak laki-laki penis terlihat kecil karena tertutup oleh jaringan lemak.
Distribusi lemak pada obesitas juga mempengaruhi bentuk fisik seseorang yang
menderitanya.Pada obesitas terdapat 3 bentuk distribusi lemak yaitu apple shape body (android),
pear shape body (gynoid), dan intermediate.Pada apple shape body, distribusi lemak cenderung
bertumpuk pada bagian atas tubuh (dada dan pinggang), bentuk tubuh seperti ini juga beresiko
tinggi mengalami penyakit kardiovaskular, hipertensi dan diabetes. Pear shape body distribusi
lemak cenderung lebih banyak pada bagian bawah (pinggul dan paha).Sedangkan bentuk tubuh
intermediate lemak terdistribusi ke seluruh bagian tubuh secara hampir merata. (Vergo Hari,
2015)

GEJALA OBESITAS, SINDROM METABOLIK, DISLIPIDEMIA.

Obesitas

Secara umum obesitas dapat ditandai dengan gangguan pernafasan yang disebabkan oleh
adanya penimbunan lemak di bawah diafragma dan di dalam dinding dada yang dapat menekan
paru-paru. Gangguan pernafasan dapat terjadi walaupun melakukan aktivitas ringan dan terjadi
pada saat tidur yang menyebabkan terhentinya pernafasan untuk sementara waktu (tidur apneu)
sehingga pada siang hari sering mengantuk. Menurut Irwan (2016) obesitas dapat dikenali
dengan tanda dan gejala sebagai berikut :

1. Dagu rangkap
2. Leher relatif pendek
3. Dada yang mengembung dengan payudara yang membesar mengandung lemak
4. Perut membuncit dan dinding perut berlipat-lipat
5. Kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling
menempel sehingga menyebabkan laserasi dan ulserasi yang dapat menimbulkan bau tidak
sedap.

12
Sindrom metabolic

Sindrom Metabolik merupakan sekumpulan faktor risiko metabolik yang meningkatkan


penyakit kardiovaskular dan penyakit metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah Obesitas
Sentral, Resistensi Insulin, Dislipidemia dan Hipertensi. Dimana faktor risiko yang
terbesar adalah obesitas sentral dan juga resistensi insulin. Sindrom metabolik merupakan
suatu kumpulan faktor risiko metabolik yang dapat meningkatkan risiko penyakit
kardiovaskular, serta gangguan kesehatan lainnya, seperti diabetes, stroke, perlemakan hati, dan
beberapa kanker. (Sudoyo, 2014)

WHO pada tahun 1999 melakukan tata cara diagnostik sindrom metabolik yang
memberipersyaratan harus ada komponen seperti berikut.

3) Resistensi Insulin atau Hiperinsulinemia yang ditandai dengankadar glukosa darah puasa >
110 mg/dl.
4) Ditambah dengan komponen lain, yaitu 2 dari kriteriaberikut ini.
f) Tekanan darah : ≥ 140/90 mmHg.
g) Dislipidemia : trigliserida (TG): ≥ 150 mg/dlatau high-density lipoprotein
kolesterol (HDL-C) ≤ 35 mg/dl.
h) Sentral obesitas : WHR > 0,90, (laki-laki); > 0,85 (wanita).
i) Indeks massa tubuh :> 30 kg/m3.
j) Mikroalbuminuria : >20µg.

Dislipidemia

Gejala dislipidemia bermacam-macam, tetapi yang penting untuk diketahui diantaranya


nyeri perut, pusing, stroke, nyeri dada, sakit kepala, sesak napas, penyakit jantung, penurunan
berat badan, nafsu makan berkurang, nyeri betis saat berjalan. Oleh karena penyebab utama
gejala penyakit dislipidemia ini adalah kandungan lemak maka pengobatan yang dilakukan
biasanya berupa diet keras dalam mengurangi kadar lemak dalam makanan. Selain itu, konsultasi
pada dokter sangat diperlukan dalam hal ini. Biasanya akan dilakukan pengecekan melalui tes
darah, untuk mengetahui perkembangan dislipidimea yang berkembang dalam tubuh. Tentu saja
bertujuan untuk mendapatkan pengobatan yang tepat dan aman. (Anies, 2018)

13
Hiperlipidemia biasanya tidak terdeteksi dini sehingga baru ditemukan ketika evaluasi
atau pemeriksaan penyakit aterosklerosis atau penyakit kardiovaskuler. Tanda dan gejalanya
yaitu xantoma, xanthelasma, nyeri dada, nyeri perut, hepatosplenomegali, kadar kolesterol atau
trigliserida tinggi, serangan jantung, obesitas, intoleransi glukosa, lesi menyerupai jerawat pada
sekujur tubuh, plak ateromatosus pada pembuluh darah arteri, arkus senilis, dan xantomata.
(Putri, 2017)

DIAGNOSIS BANDING KASUS DI SKENARIO.

Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan dengan mengacu pada kriteria diagnosis


sindrom metabolik yang diterbitkan oleh National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI)
dan American Heart Association (AHA), terdiri dari :

a. Gula darah puasa >100 mg/dL


b. Tekanan darah >130/85 mmHg
c. Trigliserida >150 mg/dL
d. Kolesterol high-density lipoprotein (HDL) < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada
wanita
e. Lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada wanita.

Diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila terdapat minimal 3 dari 5 kriteria di


atas. Pedoman International Diabetes Federation (IDF) tahun 2006 menyebutkan kriteria
diagnosis sindrom metabolik terdiri dari adanya obesitas sentral (indeks massa tubuh >30
kg/m2), ditambah dengan adanya 2 atau lebih kriteria di bawah ini :

a. Peningkatan trigliserida >150 mg/dL


b. Penurunan kolesterol HDL < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada wanita; atau
mengonsumsi obat untuk meningkatkan HDL
c. Peningkatan tekanan darah > 130/85 mmHg; atau mengonsumsi obat antihipertensi atau
pernah terdiagnosis hipertensi.
d. Peningkatan gula darah puasa > 100 mg/dL; atau pernah terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.

14
Anamnesis dilakukan untuk mencari adanya riwayat hipertensi, dislipidemia, atau gula
darah tinggi. Riwayat keluarga untuk kondisi-kondisi tersebut juga perlu ditanyakan. Selain itu,
riwayat sosial pasien yang meningkatkan risiko, seperti merokok, juga perlu ditanyakan. Karena
gaya hidup berperan penting dalam timbulnya sindrom metabolik, maka pola makan, aktivitas
fisik, peningkatan berat badan, riwayat kehamilan, dan riwayat perkembangan juga perlu digali.
Pada beberapa pasien, sindrom metabolik bisa asimptomatik. Namun, bisa juga timbul gejala
kardiovaskular seperti nyeri dada dan sesak nafas.

Pemeriksaan fisik sangatlah penting dalam diagnosis sindrom metabolik. Pemeriksaan


fisik yang dilakukan antara lain pemeriksaan tanda vital untuk menilai tekanan darah, dan
pengukuran lingkar pinggang untuk menilai adanya obesitas sentral. Selain itu, pemeriksaan juga
dapat diperluas untuk mengidentifikasi adanya gejala dari penyakit kardiovaskular atau diabetes
mellitus, seperti neuropati, retinopati, akantosis nigrikans, dan xantoma atau xanthelasma.

Diagnosis banding sindrom metabolik didasarkan pada kriteria diagnosisnya, yakni gula
darah yang tinggi, tekanan darah tinggi, kadar trigliserida tinggi, kadar HDL rendah, dan
pembesaran lingkar pinggang. Diagnosis banding sindrom metabolik berupa semua kondisi yang
dapat menyebabkan berbagai kriteria tersebut. Sebagai contoh, ada kemungkinan terdapat
kondisi lain selain diabetes yang dapat menyebabkan peningkatan gula darah seperti kelainan
tiroid, glukagonoma, bahkan feokromositoma yang jarang terjadi. Selain itu, pada peningkatan
tekanan darah, mungkin terdapat penyebab sekunder (hipertensi sekunder) yang perlu digali,
seperti penyakit ginjal kronis.

Pemeriksaan penunjang pada sindrom metabolik diawali dengan pemeriksaan


laboratorium, dan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan radiologi jika diperlukan. Pada pasien
obesitas juga dapat dilakukan pemeriksaan khusus untuk mendeteksi kondisi seperti obstructive
sleep apnea. Pemeriksaan laboratorium untuk pasien sindrom metabolik sebaiknya mencakup
pemeriksaan :

a. Gula darah dan HbA1C


b. Fungsi ginjal : ureum, kreatinin, asam urat
c. Kadar trigliserida
d. Kadar kolesterol HDL

15
e. Fungsi tiroid : thyroid stimulating hormone (TSH)

Pemeriksaan di atas berfungsi untuk menilai apakah kadar parameter yang diukur
memenuhi kriteria diagnosis sindrom metabolik. Fungsi tiroid juga perlu dinilai apabila gejala
klinis mengindikasikan diagnosis banding ke arah gangguan tiroid.

Pemeriksaan radiologi tidak memiliki nilai diagnostik untuk sindrom metabolik.


Pemeriksaan ini umumnya dilakukan untuk mendeteksi adanya kemungkinan komplikasi,
terutama kompilasi kardiovaskular, misalnya penyakit jantung koroner dan kardiomegali.
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan sesuai indikasi antara lain stres elektrokardiografi,
ekokardiografi, dan cardiac positron emission tomography. Pemeriksaan lain yang bersifat
khusus yakni pemeriksaan polysomnography untuk mendiagnosis obstructive sleep apnea, suatu
kondisi yang banyak dialami pasien dengan obesitas. 

PENATALAKSANAAN.

Untuk penatalaksanaannya adalah mengubah gaya hidup, dari pola makan dan juga
nutrisi makanannya, aktivitas fisik dan olahraga yang bertujuan untuk penurunan berat badan dan
penurunan profil lipid. Jika tidak ada hasilyang didapatkan dengan mengubah gaya hidup, maka
dibutuhkan beberapa obat-obatan untuk setiap faktor risikonya untuk tercapainya tujuan
pengobatan sindrom metabolik.

Berdasarkan studi klinis, penatalaksanaan agresif terhadap komponen-komponen sindrom


metabolik dapat mencegah atau memperlambat onset diabetes, hipertensi dan penyakit
kardiovaskular. Semua pasien yang didiagnosis dengan sindrom metabolik hendaklah dimotivasi
untuk merubah kebiasaan makan dan latihan fisiknya sebagai pendekatan terapi utama.
Penurunan berat badan dapat memperbaiki semua aspek sindrom metabolik, mengurangi semua
penyebab dan mortalitas penyakit kardiovaskular. Namun kebanyakan pasien mengalami
kesulitan dalam mencapai penurunan berat badan. Latihan fisik dan perubahan pola makan dapat
menurunkan tekanan darah dan memperbaiki kadar lipid, sehingga dapat memperbaiki resistensi
insulin. Adapun penatalaksanaan sindrom metabolik adalah sebagai berikut:
1. Latihan Fisik
Otot rangka merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh,
dan merupakan target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat

16
menurunkan kadar lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik
terhadap sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi
aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki resistensi
insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan derajat aktifitas
fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani latihan fisik sedang
secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik dan latihan fisik
menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan dumbbell ringan dan
elastic exercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan dengan menggunakan beban.
Jalan kaki dan jogging selama satu jam perhari juga terbukti dapat menurunkan lemak viseral
secara bermakna pada laki-laki tanpa mengurangi jumlah kalori yang dibutuhkan.
2. Diet
Sasaran utama dari diet terhadap sindrom metabolik adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database mendukung
peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Bukti-bukti dari
suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat membantu mempertahankan
penurunkan tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet rendah lemak selama lebih dari 2
tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian komplikasi kardiovaskular dan
menurunkan angka kematian total. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7)
merekomendasikan tekanan darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89
mmHg sebagai stadium pre hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai
ditekankan pada stadium ini untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari
the Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet
rendah lemak jenuh dan tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah
yang berarti walaupun tanpa disertai penurunan berat badan.
Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau
mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary
Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk-produk
rendah lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang
bermakna. Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan
menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia.

17
repository.unimus.ac.id Untuk menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar
HDL kolesterol pada pasien dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah
dikurangi dan diganti dengan makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated
fatty acid = MUFA) atau asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet
ini merupakan pola diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit
kardiovaskular. Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan
asupan biji-bijian dan kentang. Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-
bijian, buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek
jangka panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam
jangka pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-
cholesterol dan menurunkan berat badan. Pilihan tepat untuk menurunkan asupan karbohidrat
adalah dengan mengganti makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan makanan
indeks glikemik rendah yang banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik
rendah dapat menurunkan kadar glukosa post prandial dan insulin.
3. Edukasi
Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan
sindrom metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien
serta hambatan-hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup
tersebut. Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang
hubungan gaya hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan-pesan tentang
peranan diet dan latihan fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari sindrom
metabolik. Dokter keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran
jangka pendek dan jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan serta membantu
mengidentifikasi adanya hambatan dalam menerapkan perubahan gaya hidup
4. Farmakoterapi
Terhadap pasien-pasien yang mempunyai faktor risiko dan tidak dapat ditatalaksana
hanya dengan perubahan gaya hidup, intervensi farmakologik diperlukan untuk mengontrol
tekanan darah dan dislipidemia. Penggunaan aspirin dan statin dapat menurunkan kadar
Creactive protein dan memperbaiki profil lipid sehingga diharapkan dapat menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular. Intervensi farmakologik yang agresif terhadap factor-faktor risiko
telah terbukti dapat mencegah penyulit kardiovaskular pada penderita DM tipe 2. Jika

18
ternyata olahraga dan diet tidak cukup optimal untuk mengobati sindrom metabolik, maka
mau tidak mau pada bagian inilah obat-obatan diperlukan. Jika ternyata seseorang memiliki
gejala-gejala sindrom metabolik maka, diskusi terperinci diperlukan antara pasien dengan
dokter, dikarenakan pengobatan untuk tiap pasien sifatnya unik, dan yang terpenting adalah
kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi, karena terapi ini sifatnya berkelanjutan,
komunikasi antara dokter dan pasien mutlak diperlukan, misalkan saja mengenai pemilihan
obat, menyangkut harga dan efek samping yang mungkin terjadi.

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS.

Sindrom metabolik adalah kelompok abnormalitas metabolik pada seorang individu yang
dihubungkan dengan risiko yang meningkat dari penyakit kardiovaskular. Komponen utama
meliputi disregulasi metabolisme glukosa, obesitas sentral, disregulasi lipid plasma, dan
peningkatan tekanan darah. Obesitas akan mempengaruhi metabolisme lipid dan glukosa,
pengaturan tekanan darah, pengaturan proses trombosis dan fibrinolisis, serta reaksi inflamasi.
Komponen-komponen kelainan metabolisme ini dapat menimbulkan komplikasi berupa penyakit
arteri koroner (Coronary Artery Disease/CAD). Coronary Artery Disease (CAD) merupakan
kondisi dimana terjadi penumpukan plak pada arteri koroner yang menyebabkan arteri koroner
menyempit.
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh terkumpulnya kolestrol sehingga membentuk plak
pada dinding arteri dalam jangka waktu yang cukup lama yang disebut aterosklerosis. CAD
dapat menyebabkan otot jantung melemah, dan menimbulkan komplikasi seperti gagal jantung
dan gangguan irama jantung. Akhir dari penyakit arteri koroner ini bisa berupa kematian dan
bisa terjadi baik pada laki-laki maupun perempuan. Komponen sindrom metabolik dapat
mengalami perbaikan dengan tata laksana yang memprioritaskan program tata laksana berat
badan yang intensif disamping modifikasi gaya hidup dan tata laksana faktor risiko klinis lain
terkait dengan penyakit kardiovaskular.
KIE
Dokter keluarga mempunyai peran besar dalam penatalaksanaan pasien dengan sindrom
metabolik, karena mereka dapat mengetahui dengan pasti tentang gaya hidup pasien serta
hambatan-hambatan yang dialami mereka dalam usaha memodifikasi gaya hidup tersebut.

19
Dokter keluarga juga diharapkan dapat mengetahui pengetahuan pasien tentang hubungan gaya
hidup dengan kesehatan, yang kemudian memberikan pesan-pesan tentang peranan diet dan
latihan fisik yang teratur dalam menurunkan risiko penyulit dari sindrom metabolik. Dokter
keluarga hendaklah mencoba membantu pasien mengidentifikasi sasaran jangka pendek dan
jangka panjang dari diet dan latihan fisik yang diterapkan serta membantu mengidentifikasi
adanya hambatan dalam menerapkan perubahan gaya hidup.

20
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil diskusi dapat disimpulkan bahwa, sindrom metabolic merupakan
sekumpulan faktor risiko metabolik yangmeningkatkan penyakit kardiovaskular dan penyakit
metabolik lainnya. Faktor risikonya adalah Obesitas Sentral, Resistensi Insulin, Dislipidemia dan
Hipertensi. Menurut NHLBI dan AHA diagnosis sindrom metabolik ditegakkan apabila terdapat
minimal 3 dari 5 kriteria yaitu gula darah puasa >100 mg/dL , tekanan darah >130/85 mmHg,
trigliserida >150 mg/dl, HDL < 40 mg/dL pada laki-laki dan < 50 mg/dL pada wanita, serta
lingkar pinggang >90 cm pada laki-laki dan >80 cm pada wanita. Untuk penatalaksanaan dari
sindrom metabolik itu ada tatalaksana penyebab (obesitas dan inaktifitas fisik) serta tatalaksana
resiko lipid dan non lipid.

21
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi revisi berwarna ke-13. Elsevier :
Singapore.
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
VI. Jakarta: Interna Publishing.
Sherwood, Lauralee. 2018. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Ed-9 ; alih bahasa, Lydia I.
Mandera, H.H. Pendit ; editor edisi bahasa Indonesia, Miranti Iskandar. Jakarta: EGC.
Tortora, GJ, Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy &amp; Physiology 13th Edition. United
States of America: John Wiley &amp; Sons, Inc.
Abbas, A.K. 2015. Basic Pathology Robbins. 9th Ed. Canada: Elsevier.
PERKENI. 2015. Panduan Pengelolaan Dislipidemia di Indonesia 2015. Jakarta: Pusat Penerbit
PB PERKENI.
Saunderajen. 2010. Pengaruh Sindroma Metabolik Terhadap Gangguan Fungsi Kognitif:
Universitas Diponegoro.
Aulia Dewi Listiyana. 2013. Obesitas Sentral Dan Kadar Kolesterol Darah Total. Jurnal
Kesehatan Masyarakat.
Dean. (2015). Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (PKB). Bali: Sanur Paradise.

Soleha, T. U., & Bimandama, M. A. (2016). Hubungan Sindrom Metabolik Dengan Penyakit
Kardiovaskular. Majority, 49.

Sylvia A. Prince. Lorraine M. Wilson. 2019. “Buku Ajar Patofisiologi”. Edisi Keenam. Volume
1. Elsevier. Singapore.
Vinay, Kumar. 2013. “Buku Ajar Patofisiologi Robbins”. Edisi 9. Elsevier.
Huether, Sue E & Kathryn L. McCance. 2019. “Buku Ajar Patofisiologi”. Edisi Keenam.Volume
1. Elsevier. Singapore.

22

Anda mungkin juga menyukai