Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH BIOLOGI LAUT

EKOLOGI IKAN IKAN KARANG

KELOMPOK : 10

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Oleh :
FINA SAINDRI (115080101111032 MSP’11)

M. NURUL HADI RIDLO (115080101111041 MSP’11)

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Makalah untuk Mata Kuliah
Biologi Laut (BIOLA).
Dalam penyusunan makalah “Ekologi Ikan-ikan Karang” Dasar penulis telah
berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikan makalah tersebut. Namun
sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan baik dari
segi tekhnik penulisan maupun tata bahasa. Tetapi walaupun demikian penulis
berusaha sebisa mungkin menyelesaikan makalah meskipun tersusun sangat
sederhana. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dukungan kerabat
sehingga kami dapat menyelesaikan mkalah ini tepat pada waktunya

Demikian semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya. Kami mengharapkan saran serta kritik dari berbagai pihak
yang bersifat membangun.

Malang, 23 April 2012

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………………. i

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………. ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan Penulisan 2

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunitas Ikan Karang 4

2.2 Penyebaran ikan Karang 5

2.3 Keanekaragaman Jenis Ikan Karang 6

BAB III : METODE ILMIAH

3.1 Cara Pengukuran 8

BAB IV : PEMBAHASAN

4.1 Penyebaran Ikan Karang

4.1.1 Penyebaran Ikan Karang di Wilayah Aceh 10

4.1.2 Penyebaran Ikan di Kabupaten Banggai Wilayah Sulawesi Tengah 13

4.1.3 Penyebaran Ikan Karang di Wilayah Barrang Lompo 13


4.1.4 Penyebaran Ikan Karang di Pulau Kapota kabupaten Wakatobi 14
4.2 Akibat Persakan Terumbu Karang 16
BAB V: KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan 18
5.2 Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
3.2 Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki banyak potensi alam yang sangat besar seperti wilayah
Selat Madura, terutama Kawasan madura Kepulauan mempunyai potensi
sumberdaya alam laut sangat besar, khususnya terumbu karang yang masih banyak
memiliki keanekaragaman jenis. Kualitas air yang merupakan salah satu komponen
dari habitat turut menentukan kelangsungan kehidupan dalam suatu ekosistem
perairan, sedangkan habitat itu sendiri mempunyai peranan penting dalam
menentukan kecepatan dan sifat pertumbuhan organisme (Guntur, 2000)
Ikan karang merupakan salah satu kelompok hewan yang berasosiasi dengan
terumbukarang, keberadaannya mencolok dan ditemukan pada berbagai mikro-
habitat di terumbu karang. Ikan karang, hidup menetap serta mencari makan di
areal terumbu karang (sedentary), sehingga apabila terumbu karang rusak atau
hancur maka ikan karang juga akan kehilangan habitatnya. Sebagai ikan yang
hidupnya terkait dengan terumbu karang maka kerusakan terumbu karang dengan
sendirinya berpengaruh terhadap keragaman dan kelimpahan ikan karang (Chair
2011).
Ini disebabkan gelombang laut yang keras, yang dapat merupakan penyebab
terlepasnya karang bagian atas dan melemparkannya tertahan oleh kedua pulau
tersebut. Terhadap perairan barat laut P. Paliat yang juga mempunyai terumbu
karang yang cukup baik dengan jenis terumbu karang yang keanekaragaman
jenisnya juga banyak, perlu dijadikan kawasan konservasi pula menyatu dengan
Pulau Paliat yang milik Perum Perhutani. Gugusan terumbu karang yang tersebar di
wilayah-wilayah yang dijadikan sasaran pengamatan potensi sumber daya alam laut,
ternyata telah rusak dan mati atau tak dapat lagi dipertahankan (Guntur,2000).
Perencanaan pengembangan kegiatan pemanfaatan w ilayah laut yang belum
baik menjadi sebab rendahnya sumbangan sumber daya kelautan sebagai salah satu
sektor utama ekonomi nasional maupun daerah. Secara umum, sumbangan sumber
daya kelautan masih sangat terbatas pada kontribusi sektor perikanan beserta
pertambangan minyak dan gas bumi. Padahal, secara nyata telah dibuktikan bahwa
potensi pengembangan kelautan tidak hanya berupa pengembangan kegiatan
perikanan, pertambangan minyak dan gas bumi. Terdapat beberapa kegiatan
penting lainnya yang dapat dan perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan
pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan seperti kegiatan jasa
perhubungan dan pelayaran, pariw isata, industri maritim, dan pengembangan
pemanfaatan energi gelombang. Ketiadaan kerangka kebijakan yang terintegrasi
tentang pengelolaan wilayah laut juga telah menjadi sebab munculnya praktek-
praktek eksploitasi sumber daya laut yang secara ekologis jauh dari prinsip
pembangunan berkelanjutan. Selain tidak memunculkan sinergi dalam
pembangunan, perencanaan dan pengelolaan sumber daya kelautan yang bersifat
parsial berpeluang menimbulkan kondisi yang saling mengganggu, sehingga pada
akhirnya terwujud praktek praktek eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali
(BRR,2007)

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT


Usaha peningkatan pendaya-gunaan sumberdaya laut berperan ganda. Selain
meningkatkan lapangan kerja dan pendapatan masyarakat nelayan, penyediaan
pangan khsusnya protien hewani, ia juga dapat meningkat pendapatan negara. Total
kegiatan ekonomi di wilayah pesisir dan lautan (minyak dan gas, perikanan laut,
transportasi dll.) diperkirakan mencapai 22 persen dari Produk Domestik Bruto dan
menyerap 13.6 juta tenaga kerja (Anonimous, 1992).

Beranekaragam tipe ekosistem khas dijumpai di wilayah pesisir, se-perti hutan


mangrove, terumbu karang, lamun, rumput laut, estuarin, delta dan rawa pantai non
bakau. Selain me-nyediakan berbagai sumberdaya alam, tatanan lingkungan ini
berfungsi sebagai penyangga kehidupan. Te-rumbu karang merupakan salah satu
ekosistem khas, yang didalamnya terkandung keanekaragaman biota laut yang unik
dan menarik. Produktivitas dan kekayaan jenis terumbu karang boleh dikata
sebanding dengan hutan hujan tropika (Anonimous, 1992).

Terumbu karang berfungsi sebegai pelindung fisik, tempat tinggal, mencari


makan, berpijah dan berkembang biak berbagai biota laut. Diperkirakan sekitar 263
jenis ikan hias hidup di perairan terumbu karang, dan sepertiga seluruh jenis ikan
kehidupannya bergantung pada lestarinya terumbu karang. Disisi lain terumbu
karang dapat dijadikan sebagai bahan bangunan, bahan baku industri pupuk dan
farmasi (Anonimous, 1992).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMUNITAS IKAN KARANG

Hasil Identifikasi komunitas Ikan yang berasosia dengan terumbu karang pada
2 (dua)kedalaman (3m dan 10m) di perairan Pulau Kapota ditemukan 29 famili
yang terdiri dari 71 genera dan 142 spesies. Komunitas ikan tersebut terdiri dari
kelompok ikan target, indicator dan mayor, dimana ikan mayor lebih dominan
dibandingkan dua kelompok lainnya baik dari jumlah spesies maupun kelimpahan
pada setiap kedalaman. Kondisi kekayaan komunitas ikan yang ditemukan di
perairan ini identik dengan kekayaan komunitas ikan yang di temukan di sekitar
Pulau Hoga dan Karang Keledupa yaitu 142 spesies dan 30 famili (Halim et al.,1995).

Ikan indicator adalah ikan kepe kepe dari suku chaetodontidae yang
kehadirannya dapat merefleksikan kondisi kesehatan karang. Ikan major adalah ikan
hias dan non hias yang berasosiasi dengan karang sebagai pelengkap ataupun
pelintas. Ikan target yaitu ikan yang dapat dikonsumsi (Guridno, 2008)

Interaksi antara ikan karang dan terumbu karang sebagai habitatnya dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) interaksi langsung sebagai tempat
berlindung dari predator pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda; (2) interaksi
dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang
hidup pada karang termasuk alga; dan (3) interaksi tidak langsung sebagai akibat
struktur karang dan kondisi hidrologis dan sedimen (Coat dan Bellwood, 1991.,
dalam Bawole, 1998).

75% ikan yang hidup di terumbu karang sebagian besar merupakan ikan yang
bersifat diurnal (beraktivitas pada siang hari). Sebagian ikan ikan yang tinggal di
daerah terumbu karang, memiliki warna yang menarik dan umumnya sangat erat
hubungannya dengan terumbu karang. Contohnya ikan Cina-cina (Labridae), ikan
Betok (Pomancentridae), ikan nona manis (Serranidae), ikan kepe kepe
(Chaentodontidae), ikan enjil (Pomacanthidae). Indonesia memiliki jumlah spesies
ikan karang terbanyak di dunia, Allen & Adrim (2003) melaporkan bahwa di perairan
Indonesia terdapat 2.057 spesies ikan karang dari 113 famili. Allen & Adrim (2003)
memperkirakan setidaknya ada 6 species ikan karang yang endemik di perairan
utara dan barat Aceh.

2.2 PENYEBARAN IKAN KARANG


Di Indonesia banyak sekali potensi alam yang bias diperoleh.apalagi di daerah
Perairan Indonesia. Banyak sekali yang harus di banggakan dari perairan Indonesia.
Berbagai wilayah Indonesia banyak sekali potensi yang dimiliki, terutama pada
kerumbung. Misalnya pada daerah Aceh, Sulawesi Tengah, Pulau Barrang Lompo,
Pulau Kapota kabupaten Wakatobi. Tidak semua yang dapat kami bahas pada
penyebaran ikan karang, karena di perairam Indonesia banyak sekali potensi yang
dimiliki dalam penyebaran Terumbu Karang dan Ikan Karang. Indonesia memiliki
jumlah spesies ikan karang terbanyak di dunia, Allen & Adrim (2003) melaporkan
bahwa di perairan Indonesia terdapat 2.057 spesies ikan karang dari 113 famili.
Randall (1998) mengemukakan beberapa faktor kunci yang menyebabkan tingginya
keragaman ikan karang di wilayah timur Samudera Hindia seperti Pulau Weh, antara
lain kondisi terumbu karangnya dan relung ekologis. Lebih lanjut, Allen & Adrim
(2003) memperkirakan setidaknya ada 6 species ikan karang yang endemik di
perairan utara dan barat Aceh.
Di Pulau Kapota merupakan bagian dari gugus Kepulauan Wakatobi secara
administrative memiliki luas sekitar 7122 ha yang mempunyai tipe pantai sebagian
besar terdiri dari pantai berpasir dengan topografi yang landai dan ditumbuhi oleh
lamun serta disekitar pulau ini terdapat terumbu karang (hamid, 2008).
Ditemukan 32 spesies dengan lima famili ikan karang herbivora di perairan
Aceh bagian utara, Famili Acanthuridae memiliki jumlah spesies paling banyak yaitu
19 spesies. Keragaman dan kelimpahan ikan karang herbivore terlihat tidak
berhubungan dengan persentase tutupan karang keras dan bentuk pengelolaan
yang ada, yaitu antara daerah laut yang dikelola (terdiri dari daerah perlindungan
laut daerah/taman laut, daerah kegiatan wisata, wilayah panglima laot) dengan
daerah laut yang dibiarkan terbuka (open access).
Dari Lokasi transek, total ikan karng yang teridentifikasi di Perairan
Kabupaten Banggai adalah 324 jenis dan 121 marga ikan karang dari 40 sukyu,
dengan variasi antara lokasi berkisar pada 14 sampai dengan 140 jenis ikan karang.
Sebanyak 26% antara lain jenis jenis ikan yang termasuk kelompok ikan konsumsi
ekonomis penting dan 27% tergolong ikan hias laut ekonomis penting. Sebanyak 6
lokasi dari 32 lokasi transek di perairan Kabupaten banggai memiliki indek
keanekaragaman ikan karang yang tinggi. Lokasi tersebut meliputi Perairan Pulau
Dondola, Pulau Poad, Tanjung Jepara, Tanjung lamala dan perairan Desa Bubug.
Perairan lain, yaitru 23 lokasi transek tergolong perairan dengan indeks
keanekaragaman jenis dan 3 lokasi tergolonng memiliki keanekaragaman rendah
(Saputro & Isa, 2007).
2.3 KEANEKARAGAMAN JENIS IKAN IKAN KARANG
Secara ekologis indeks indeks keanekaragaman jenis ikan karang adalah
penting sebagai bentuk adanya perubahan dalam lingkungan hidup. Terumbu
karang merupakan habitat bagi beragam biota, sebagai berikut: (1) beraneka ragam
avertebrata (hewan tak bertulang belakang), terutama karang batu (stony coral),
juga berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan, ekinodermata (bulu babi,
anemon laut, teripang, bintang laut dan leli laut); (2) beraneka ragam ikan: 50% -
70% ikan kornivora oportunik, 15% ikan herbivora, dan sisanya omnivora; (3) reptil,
umumnya ular laut dan penyu laut; dan (4) ganggang dan rumput laut, yaitu: algae
hijau berkapur, algae karolin dan lamun (Bengen 2002).
Perubahan data keanekaragaman sumber daya ikan atau biota laut lain yang
terukur secara periodic merupakan pertanda adanya perubahan perubahan habitat
akibat dampak negative dari pembangunan ekonomi (Gomes & Yap 1988).
Jadi data dan informasi keanekaragaman ikan karang secara periodic berguna
untuk memprediksikan kapasitas dan kesehatan lingkungan pesisir. Sejauh ini, data
keanekaragaman hayati belum maksimal digali untuk memberikan asumsi-asumsi
masalah lingkungan perairan pantai ketika berhadapan dengan ancaman degradasi
lingkungan hidup.
Interaksi antara ikan karang dan terumbu karang sebagai habitatnya dapat
dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu: (1) interaksi langsung sebagai tempat
berlindung dari predator pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda; (2) interaksi
dalam mencari makanan yang meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang
hidup pada karang termasuk alga; dan (3) interaksi tidak langsung sebagai akibat
struktur karang dan kondisi hidrologis dan sedimen (Coat dan Bellwood 1991, dalam
Bawole 1998).
Perairan Indonesia memiliki kurang lebih 132 jenis ikan yang bernilai
ekonomi, 32 jenis diantaranya hidup di terumbu karang. Jenis ikan karang yang
menjadi penyumbang produksi perikanan antara lain dari famili Caesionidae,
Holocentridae, Serranidae, Siganidae, Scaridae, Lethrinidae, Priachantidae, Labridae,
Lutjanidae dan Haemulidae. Diantara famili tersebut, Caesionidae seperti ikan Caesio
cuning merupakan kelompok ikan karang yang dapat dieksploitasi secara komersil
(Yusli, 2011).
Di daerah Aceh terdapat Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat 32
spesies dengan lima famili ikan herbivora yang ada di perairan Aceh bagian utara.
Beberapa spesies seperti Acanthurus tristis, A. leucosternon, A. tristis, Zebrasoma
scopas,Chlorurus sordidus dan Naso elegans (Rudi dan Fadli, 2012)

BAB III
METODE ILMIAH

3.1 CARA PENGUKURAN


Survei yangdilakukan pada bulan Juli 2006 di perairan karang Kabupaten
Banggai, Sulawesi Tengah, dimana secara geografis terletak pada lintang 0o30’-
30o20’ dan bujur 122o23’-125o30’. Stasiun penelitian dipilih berdasarkan analisis peta
kerja yang disiapkan dari citra satelit.
Pendekatan dalam pengambilan data dapat dilakukan dengancara rapid reef
assessment, line intercept transect dan sensun visual.

Gambar 3 : Peta Lokasi Peneliatan di Kabuaten Banggai

Rapid reef assessment dilakukan sebagai alternatif dari line intercept transect
dengan mempertimbangkan luas lahan dan teknis pengaturan waktu penyelaman
bebas dekompresi (no decompression limit). Lokasi untuk penempatan transek rapid
reef assessment ditentukan 20 titik dan untuk line intercept transect 12 titik. Rapid
reef assessment juga dilakukan pada penyelaman pendahuluan untuk membuat
daftar spesies baku yang akan digunakan pada sensus visual. Sensus visual ikan
karang mengikuti titik titik transek, dimana pada setiap titik transek tersebut
ditentukan posisi geofrafis. Pengambilan data ikan karang denagn metode rapid reef
assessment dilakukan dengan cara snorkeling pada titik transek rapid reef
assessment yang sudah ditentukan dengan luas sensus 100m2 selama 15 menit.
Rol meter dan SCUBA equipments khusus digunakan untuk pengambilan data
dengan cara line intercept transect. Data ikan karang dukumpullkan dengan jalan
sensus visual yang dikerjakan oleh penyelam sepanjang garin transek 50 m dengan
luas lahan jelajah dan pandang 500m2 (English et al 1994). Jenis dan perikiraan
jumlah ikan dicatat dalam data sheet kedap air. Identifikasi jenis ikan menggunakan
buku petunjuk bergambar (kulter,199;Lieske &Myere, 1994). Ikan karang
dikelompokkan berdasarkan pada status, seperti pada ikan indicator, ikan majordan
ikan target (English et al., 1994). Analisa keanekaragaman hayati ikan karang
menggunakan beberapa indeks yang dianggap penting sebagai baselin data. Indeks
indeks tersebut adalah indeks kekayaan jenis (Richnesa indices), indeks
keanekaragaman (Diversity indices) dan indeks keanekaragaman jenis (Evenness
indices) (Ludwig & raynold.,1988).
Pengambilan data ikan dan karang dilakukan secara berurutan. Setelah
pendataan ikan selesai, selang beberapa menit diikuti pendataan karang
(Manuputty, 2006). Dengan pertimbangan waktu dan persediaan oksigen yang
terbatas, kegiatan pendataan ikan karang dimulai beberapa menit setelah
pemasangan transek. Kelimpahan ikan tiap jenis mulai dihitung dengan batasan
jarak pantau 2,5 meter pada sisi kiri dan kanan transek (English et al., 1997).
Identifikasi jenis ikan karang dilakukan secara langsung di lapangan (untuk jenis
ikan yang dikenali pada saat pengamatan) dengan merujuk pada Allen (2000) dan
Kuiter & Tonozuka (2001).
Keterkaitan antara keragaman dan kelimpahan ikan karang dengan kondisi
habitat yaitu rugositas, variasi habitat dan tutupan dasar terumbu karang dianalisis
dengan analisis multivariate dengan teknik Principal Component Analysis (PCA).
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penyebaran Ikan Karang


4.1.1 Penyebaran Ikan Karang di Wilayah Aceh
Di daerah Aceh, Terumbu karang di wilayah perairan Aceh bagian utara
terkenal memiliki terumbu karang yang baik dan menjadi objek wisata serta sumber
perikanan bagi nelayan setempat (Baird et al., 2005). Habitat terumbu karang dan
fauna dan flora yang berasosiasi dengannya memberikan fungsi dan pelayanan yang
penting bagi penduduk di sekitarnya. Bencana tsunami tahun 2004 lalu tidak
memberikan dampak kerusakan yang berarti terhadap kondisi terumbu karang di
kawasan ini (Brown, 2005). Secara umum kondisi terumbu karang di perairan Aceh
bagian utara berkisar dari tingkatan buruk hingga baik (Baird et al., 2005; Campbell
et al., 2005; Rudi, 2005; Ardiwijaya et al., 2007).
Dari penelitian ini ditemukan 32 spesies dari tujuhfamili ikan karang herbivora di
perairan Aceh bagian utara. Famili Acanthuridae adalah yang paling banyak
ditemukan dalam hal jumlah spesies. Kepadatan ikan karang yang ditemukan
berkisar antara 27 hingga 104 individu/transek, sedangkan jumlah spesies berkisar
antara 6 hingga 14 spesies/stasiun. Randall (1998) mengemukakan beberapa faktor
kunci yang menyebabkan tingginya keragaman ikan karang di wilayah timur
Samudera Hindia seperti Pulau Weh, antara lain kondisi terumbu karangnya dan
relung ekologis. Lebih lanjut, Allen & Adrim (2003) memperkirakan setidaknya ada 6
species ikan karang yang endemik di perairan utara dan barat Aceh.
Ikan herbivora merupakan komponen penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem terumbu karang. Menurut Smith et al. (2001) dan McCook (2001),
turunnya kelimpahan herbivora dan meningkatnya konsentrasi nutrien merupakan
faktor yang menyebabkan terjadinya pergantian dari fase yang dominan karang
menjadi dominan alga di sejumlah terumbu karang wilayah tropis. Perairan Aceh
bagian utara memiliki beberapa bentuk pengelolaan, antara lain adanya daerah yang
dikelola oleh autoritas tertentu, daerah wisata, daerah panglima laot dan daerah
perairan terbuka (open access). Dalam hal ini bentuk pengelolaan dikelompokkan
menjadi dua yaitu Di daerah yang ada pengelolaan dan yang tidak pengelolaan.
Hasil penelitian ini memperlihatkan terdapat 32 spesies dengan lima
famili ikan herbivora yang ada di perairan Aceh bagian utara sebagai berikut :
Stasiun
No Taksa (famili/species)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
I. Acanthuridae
1 Acanthurus aurantivacus √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Acanthurus nobilis √ √ √ √ √ √ √ √
3 Acanthurus grammoptilus √ √
4 Acanthurus leucocheilus √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Acanthurus leucosternon √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6 Acanthurus lineatus √ √ √ √ √ √ √
7 Acanthurus maculiceps √
8 Acanthurus mata √ √
9 Acanthurus nigroris √ √ √ √ √ √ √ √ √
10 Acanthurus triostegus √ √ √
11 Acanthurus tristis √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
12 Ctenochaetus striatus √ √ √ √ √ √
13 C. cyanocheilus √ √ √ √
14 Naso vlamingii √ √ √
15 Naso sp. √ √
16 Naso annulatus √
17 Naso caesius √
18 Zebrasoma rostratum √ √ √ √
19 Zebrasoma scopas √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
II. Ephippidae
20 atax teira √
III. Kyphosidae
21 Kyphosus bigibbus √
22 Kyphosus vaigiensis √ √
III. Scaridae
23 Chlorurus bleekeri √ √ √ √ √ √
24 Chlorurus sordidus √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
25 Chlorurus troschelli √
26 Scarus frenatus √ √ √
27 Scarus ghobban √ √
28 Scarus niger √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
29 Scarus schlegeli √ √
30 Scarus altifinnis √ √ √
31 Scarus tricolor √ √
V. Siganidae
32 Siganus sp. √
Table 1 : Penyebaran Ikan Karang di Wilayah Aceh bagian Utara
4.1.2 Penyebaran Ikan di Kabupaten Banggai Wilayah Sulawesi Tengah
Jenis jenis ikan karang yang dapat diidentifikasi di kabupaten Banggai di
wilayah Sulawesi Tengah terdapat 324 jenis 121 marga ikan karang dari 40 suku,
dengan variasi antara lokasi berkisar antara 14 sampai 140jenis ikan karang
(Guridno, 2008).
Pada perairan Maros dan sekitarnya memiliki 142 jenis anatara variasi dan
lokasi 48 samapai dengan 122 jenis (Djamali,2002). Perairan pulau Lembata
memiliki 195 jenis, 95 marga dan 36 suku (Edrus et al 2004). Di perairan Kangean
memiliki 204 jenis, 89 marga dan 34 suku (Siswantoro,2003). Di perairan Pulau
Halmahera terdapat 397 jenis dan 45 suku (Anonimous,2006).

4.1.3 Penyebaran Ikan Karang di Wilayah Barrang Lompo


Pulau Barrang lompo merupakan salah satu gugusan pulau-pulau yang
berada di Kota Makassar. Tipe terumbu karangnya merupakan tipe karang tepi
(fringing reef). Berdasarkan hasil penelitian Asma (2004), keanekaragaman dan
kesreragaman ikan karang tergolong stabil. Selama penelitian dilakukan di Pulau
Barranglompo, ditemukan 52 jenis ikan karang yang berasal dari 15 famili.
Berdasarkan penggolongan ikan karang, golongan ikan mayor mendominasi dalam
hal komposisi baik dalam jumlah jenis maupun kelimpahan individunya.
Menurut Manuputty & Winardi (2007), bahwa jumlah individu ikan mayor
merupakan kelompok ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi.
Selanjutnya dikatakan, tingginya kelimpahan ikan mayor tersebut merupakan
sesuatu yang umum karena pada daerah terumbu karang, kelompok ini memang
sangat dominan dijumpai baik dalam hal jumlah jenis maupun kelimpahannya.

Gambar 1. Komposisi ikan karang berdasarkan jumlah jenis (a) dan kelimpahan individu (b)
Kelimpahan ikan karang yang tertinggi di stasiun Stasiun II (340 ekor/50m2)
dan berbeda nyata dengan Stasiun IV (27 ekor/50m2) (Gambar 2). Sedangkan
dengan Stasiun I dan III tidak memiliki perbedaan yang nyata (p>0,05). Total
kelimpahan individu yang terpantau selama penelitian sebanyak 1468 ekor.

Gambar 2. Rata-rata kelimpahan (ekor/50 m2) ikan karang dan tutupan karang hidup di Pulau
Barranglompo. Huruf yang berbeda di atas grafik menunjukkan perbedaan yang nyata pada α 5%
berdasarkan analisis ragam.

4.1.4 Penyebaran Ikan Karang di Pulau Kapota kabupaten Wakatobi


Hasil identifikasi penyebaran ikan di Periaran Pulau Kapota ditemukan 229
famili yang terdiri dari 71 genera dan 142 spesies. Komunitas ikan tersebut terdiri
dari kelompok ikan target, ikan mayor dan ikan indicator, di sekitar Pulau Hoga dan
Karang Keledupa memiliki 142 spesies dan 30 famili (Halim et al., 1995).
Komunitas pada kedalaman 3 mete, berdasarkan spesies pada setiap family di
dominasi oleh 4 (empat) family, yaitu Pomacentridae, Fistularidae, Bleniidae dan
Acanthuridae. Sedangkan pada kedalaman 10 meter didominasi 5 (lima) famili, yaitu
Pomacentridae, Labridae, Chaetontidae, Acanthuridae dan Serranidae.
Secara umum kelompok ikan target terdiri dari 10 famili dan 47 spesies,
dimana dilihat dari kekayaan spesiesnya kelompok ikan ini di dominasi oleh family
Acanthuridae 12 spesies, dan Serranidae 9 spesies, kemudian diikuti oleh family
Mullidae 5 spesies, Nemipteridae 5 spesies dan Lutjanidae 4 spesies.Jumlah spesies
kelompok Ikan target ditemukan pada setiap stasiun berkisar 6-9 spesies dengan
kelimpahan 73-174 ekor/250 m2untuk kedalaman 3 meter 8-14 spesies dengan
kelimpahan 95-485 ekor/250m2.
Kelompok Ikan Indikator diwakili oleh Chatodontidae , yaitu terdiri dari 5
genus dan 19 spesies, dimana C.klenii dan Hemitaurichtyes polylepsis mempunyai
kelimpahan tertinggi dari kelompok ikan ini. Namun Hemitaurichtyes polylepsis
kelimpahan lebih besar dari pada C.klenii. Jumlah spesies kelompok indicator
yangditemukan pada setiap stasiun berkisar 2-6 spesies dengan kelimpahan 33-158
ekor/250 m2 pada kedalaman 3 meter serta pada kedalaman 10 meter berkisar 5-9
spesies dengan kelimpahan 43-125 ekor/250 m2.
Kelompok Ikan Mayor yang ditemukan di Periaran Kapota, yaitu terdiri dari
18 famili dan 76 spesies. Ikan yang mempunyai kekayaan spesies tinggi dari
kelompok ikan mayor terdiri dari family Pomacentridae (28 spesies) kemudian
Labridae (17 spesies), Balistidae (6 spesies), Pomacantidae dan Scaridae masing
masing 5 spesies. Jumlah ikan jenis mayor yang ditemukan di setiap stasiun berkisar
14-26 spesies dengan kelimpahan 202-1220 ekor/250 m2 untuk kedalaman 3 meter
sedangkan pada kedalaman 10 meter berkisar 19-27 spesies dengan kelimpahan
237-1044 ekor/250m2.

4.2 AKIBAT PERUSAKAN TERUMBU KARANG


Kondisi atau tingkat kerusakan terumbu karang dinilai berdasarkan total
penutupan kategori karang hidup berdasarkan kategori/kriteria menurut Brown
(1996). Hasil analisis PCA, terlihat bahwa persentase tutupan karang hidup dan
rugositas terumbu karang di Pulau Barranglompo mempunyai kaitan erat dengan
kelimpahan ikan karang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Ilham (2007) yang juga
mendapatkan nilai kelimpahan ikan yang tinggi seiring dengan peningkatan nilai
rugositas, dan sebaliknya nilai kelimpahan ikan yang rendah ditemukan pada daerah
dengan nilai rugositas yang lebih rendah.
Menurut Luckhurst & Luckhurst (1978) dan Mc Manus et al. (1981),
perbedaan keragaman ikan karang berkaitan erat dengan kerumitan substrat, dan
kemelimpahan ikan berhubungan dengan kerumitan topografi terumbu karang. Hasil
PCA juga dapat dilihat bahwa jumlah mikro-habitat di terumbu karang berkaitan
dengan jumlah jenis ikan karang. Fenomena ini, sesuai dengan dengan pernyataan
Sale (1991), bahwa salah satu penyebab tingginya keragaman spesies di terumbu
karang adalah karena variasi habitat yang tinggi di terumbu karang.
Terumbu karang yang sehat dapat menampung sejumlah ikan karang dengan
fungsi masing-masing dalam hubungan yang spesifik antara organism dengan
habitat serta antara biota dengan biota. Sebaliknya kondisi terumbu karang
mengalami degradasi kualitas dan kuantitas, baik pada habitat maupun hubungan
intra dan antar populasi ikan akan turut mengalami degradasi dan musnah. Pasca
degradasi, sesuatu yang tersisa adalah sebagian kecil terumbu dan habitat-habitat
lainnya seperti pasir, lummpur, atau pecahan kecil karang mati dan juga
kakekeruhan yang akan terjadi kekeruhan yang tinggi. Penghuni yang mampu
bertahan hanya beberapa jenis ikan dengan perkembangan populasi yang
meningkat. Pertujmbuhan populasi dalam kondisi seperti ini disebabkan oleh adanya
kemampuan beradaptasi pada massa air dengan kualitas tertentu, pada mekanisme
hubungan antar dan intra populasi. Pada jarring makanan yang tersedia dan
spesialisasi ikan itu sendiri dalam konsep relung ekologi (Odum,1975).
Pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi atau di bawah pengaruh
populasi, jumlah individu dalam 1 populasi dari jenis tertentu meningkat dan jumlah
jenis dalam komunitas menurunkarena ada pembatasan tertentumeningkat dan
jumlah jenis dalam komunitas menurun karena ada pembatasan tertentu. Itu yang
membedakan tingkat keanekaragaman ikan karang dari satu lahan terumbu karang
dengan lahan terumbu karang yang lain.
Kerusakan terumbu karang pada lokasi tersebut ditunjukkan dengan tingginya
persentase patahan karang dan cukup tingginya persentase karang mati baru di
kedua lokasi tersebut. Sehingga diduga aktifitas penangkapan dikedua lokasi
tersebut masih berlangsung, hal ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap
perairan di zona inti (Pulau Belanda dan Pulau Kayu Angin Bira) masih belum
berjalan dengan baik. Kerusakan akibat kegiatan pemboman yang telah lama
ditinggalkan oleh masyarakat dapat di tunjukkan dengan persentase karang mati
beralga yang tertinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya. Menurut Aktani (2003),
dampak dari penangkapan ikan dengan menggunakan bom sejak tahun 1970 – 1995
mempengaruhi rendahnya tutupan karang keras dilokasi Pulau Belanda.
Kondisi terumbu karang di Selatan Pulau Panggang yang dekat dengan
aktifitas penduduk menduduki ranking tertinggi berada pada kondisi baik (54,35%).
Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh adanya area perlindungan laut yang
dikembangkan oleh masyarakat, adanya kegiatan transplantasi karang serta adanya
peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya terumbu karang. Dugaan
lain adalah disebabkan karena adanya penghuni yang mendiami pulau tersebut,
secara tidak langsung aktifitas yang merusak terumbu karang di perairan sekitar
pulau tersebut dapat langsung diawasi oleh masyarakat setempat (Zamani,
Wardianto & Nggajo, 2011)

BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Pada penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peniliti yang telah diambil
dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa :
1. Indonesia memiliki banyak sekali terumbu karang yang harus dilestarikan,
memiliki banyak spesies ikan karang.
2. Komunitas ikan karang yang ada di berbagai daerah memiliki jenis ikan yang
berbeda beda tergantung pada kondisi daerah terumbu karangnya sendiri.
3. Daerah termbu karang harus dijaga demi kelestarian ikan karang yang ada di
Wilayah Indonesia.
4. ± 500 spesies ikan karang yang terdapat di wilayah perairan Indonesia yang
menyebar di seluruh perairan Indonesia
5. Menjaga kelestarian terumbu karang dapat mempengaruhi banyak jumlah
ikan yang ada di perairan Indonesia.

5.2 Saran
Di perairan wilayah Indonesia memiliki banyak sekali potensi terumbu karang
yang sangat berpengaruh oleh kelestarian ikan karang. Jadi jaga terumbu karang di
wilayah perairan Indonesia, jangan menggunakan alat alat yang berbahaya untuk
menangkap ikan. Tetapi gunakan alat tangkap ikan dengan menggunakan alat
tangkap yang ramah lingkungan guna untuk melestarikan terumbu karang dan Biota
Laut di perairan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Chair Rani; A. Iqbal Burhanuddin; dan Andi Arham Atjo, 2011. Sebaran dan
keragaman Ikan Karang di Pulau Barranglompo : Kaitannya dengan Kondisi dan
Kompleksitas Habitat. Sumber : repository.unhas.ac.id
Diakses pada tanggal 14 April 2012 pada pukul 19.00 WIB

Guridno Bintar, S; Nisa Nagib Edrus, 2007. Sumber Daya Ikan Karang Perairan
Kabupaten Banggai, Sulawesi tengah. Sumber:
isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1410873114_0853-5884.pdf
Diakses pada tanggal 14 April 2012 pada pukul 14.35 WIB

Hamid., halili., sara.lala, Jurnal Mita Bahari : Kondisi Padang Lamun, Terumbu
Karang dan Komunitas Ikan di Pulau kapota Kabupaten Wakatobi (Jakarta : DKP -
Pusat Riset Perikanan Tangkap , LIPI

Neviaty P. Zamani, Yusli Wardiatno, Raimundus Nggajo, 2012. Strategi


Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) pada
Ekosistem Terumbu Karang di Kepulauan Seribu.
Sumber : ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek/article/download/2079/1830
Diakses pada tanggal 14 April 2012 pada pukul 17.23 WIB.

Rudi, Edi ; Fadli Nur, 2012.Komunitas ikan karang herbivora di perairan


Aceh bagian utara. Sumber : depikjurnal.unsyiah.ac.id
Diakses pada tanggal 14 April 2012 pada pukul 14.23 WIB

Anda mungkin juga menyukai