Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SEJARAH TULISAN BAHASA JAWA


Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Pembelajaran Bahasa Daerah Untuk AUD”
Dosen pengampu :
Nur Farida., M.Pd.I

Di susun oleh :
1. ANISA SAPUTRI (2020240006)
2. YULIA FATIMAH (2020240007)

PRODI PIAUD FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


UNIVERSITAS SAINS AL – QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Alhamdulillah segala puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala Rahmat, dan kasih sayangnya, sehingga kami bisa menyusun makalah yang berjudul
SEJARAH TULISAN BAHASA JAWA.

Sholawat serta salam tak lupa kita panjatkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW
beserta keluarga dan para sahabatnya yang telah memperjuangkan Agama Islam hingga
sampai kepada kita. Adapun sesudah itu, kami menyadari bahwa mulai dari perencanaan
hingga penyusunan makalah ini, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
dengan segala hormat kami sampaikan terima kasih sedalam dalamnya kepada :

1. Dosen pengampu Pembelajaran Bahasa Daerah Untuk AUD Universitas Sains AL -


QUR’AN yakni Ibu Nur Farida., M.Pd.I

2. Orang tua, teman - teman, dan seluruh pihak yang ikut beratisipasi dalam penyelesaian
makalah ini.

Atas bimbingan, petunjuk, dan dorongan tersebut kami hanya dapat berdoa dan
memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal sholih di
mata Allah SWT.

Dan dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dan
kekeliruan maka kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi pembaca dalam
administrasi pendidikan Aamin.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Wonosobo, 12 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4

A. Latar Belakang .................................................................................................... 4

B. Rumus Masalah ...................................................................................................5

C. Batasan Masalah ................................................................................................. 5

D. Tujuan ................................................................................................................. 5

BAB II ........................................................................................................................... 6

PEMBAHASAAN ........................................................................................................ 6

A.Sejarah dan Perkembangan Aksara Jawa................................................................ 6

B. Kaedah Penulisan Aksara Jawa ............................................................................. 9

BAB III ....................................................................................................................... 15

PENUTUP .................................................................................................................. 15

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 15

B. Saran ................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

BAB I

PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakang

Aksara Jawa atau Hanacaraka/Carakan merupakan salah satu Aksara tradisional yang
ada di Indonesia. Aksara Jawa digunakan oleh masyarakat Jawa, terutama di lingkungan
kraton kerajaan seperti Yogyakarta dan Surakarta, untuk mengembangkan tradisi tulis dalam
bahasa Jawa. Hanacaraka umumnya digunakan untuk menulis naskah seperti cerita (serat),
catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Aksara Jawa
masih berkerabat dengan Aksara Bali yang sama-sama merupakan perkembangan dari Aksara
Kawi.

Aksara Jawa memiliki ciri khas tersendiri dibandingan Aksara lain, meskipun
memiliki beberapa kemiripan dengan Aksara lain yang berasal dari turunan yang sama. Sejak
huruf Latin diperkenalkan oleh Belanda pada abad ke-19, Aksara Jawa perlahan digantikan
dengan huruf Latin. Saat ini penulisan dalam Aksara Jawa sudah banyak ditinggalkan, namun
bukan berarti Aksara Jawa hilang sama sekali. Aksara Jawa tetap dilestarkan dan masih dapat
ditemui di beberapa daerah di pulau Jawa. Salah satu cara yang dilakukan untuk melestarikan
salah warisan budaya ini yaitu dengan memasukkan pelajaran Aksara Jawa kedalam
kurikulum muatan lokal di sekolah. Aksara Jawa juga dapat ditemukan pada nama-nama
jalan di beberapa kota di Indonesia, seperti di Yogyakarta. Pada tahun 2009 Aksara Jawa
resmi ditambahkan kedalam Unicode versi 5.2. Saat ini pun telah ada 2 beberapa aplikasi
yang membantu untuk pengalihan Aksara dari huruf Latin ke Aksara Jawa seperti aplikasi
android “Nulis Aksara Jawa” dan penerjemah huruf Jawa pada website www.sastra.org.

Beberapa penelitian mengenai pengenalan pola Aksara Jawa telah dilakukan, dan
hingga saat ini terus berkembang. Penelitian dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode untuk menemukan sistem pengenalan pola yang cocok untuk karakteristik yang
dimiliki Aksara Jawa. Penelitian pengembangan teknologi di bidang pengenalan pola citra
digital saat ini semakin banyak diminati sehingga berkembang semakin pesat. Salah satu
bidang penelitian yang terkenal yaitu pengenalan karakter optikal atau Optical Character
Recognition (OCR). OCR adalah mekanisme pengenalan pola yang mengidentifikasi
karakter, baik dari tulisan tangan ataupun naskah ketikan menjadi teks yang dapat disunting
dengan suatu aplikasi komputer.

Salah satu langkah yang sangat penting dalam pengenalan pola citra digital yaitu
ekstraksi fitur dan klasifikasi. Teknik ekstraksi fitur ataupun metode klasifikasi yang cocok
4
ditentukan berdasarkan karakteristik objek yang akan dikenali. Pemilihan teknik ekstraksi
fitur maupun klasifikasi akan mempengaruhi kinerja sistem dalam mengenali objek.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengembangkan teknik pengenalan pola yang
sesuai untuk Aksara Jawa agar dapat dialihkan (transliterasi) kedalam huruf Latin dengan
mengkombinasikan teknik ekstraksi fitur Pseudo Zernike Moment dan metode klasifikasi
Support Vector Machine.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
masalah yaitu bagaimana mengembangkan teknik pengenalan pola karakter optikal (OCR)
yang cocok untuk mengenali Aksara Jawa sesuai dengan karakteristik yang dimilikinya dan
mengalihkannya (transliterasi) kedalam huruf Latin.

C. Batasan Masalah

Pada penelitian ini, batasan masalah untuk transliterasi tulisan Jawa kedalam huruf Latin
adalah.

1. Aksara yang dikenali adalah Aksara Jawa modern (hanacaraka) Nglegena, pasangan
dan sandhangan atau diakritik yang tidak menyambung dengan
1. Aksara dasar.
2. Tulisan Jawa yang dikenali merupakan tulisan tangan maupun cetak.
3. Tulisan dikenali per-suku kata
4. Pengenalan tulisan dilakukan secara off-line.
D. Tujuan

menghasilkan tingkat akurasi pengenalan yang cukup tinggi. Membantu


mempermudah dalam mempelajari Aksara Jawa untuk melestarikan salah satu budaya Aksara
asli Indonesia.

BAB II

5
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Dan Perkembangan Aksara Jawa.

Salah satu dari berbagai cara manusia membudayakan dirinya ialah dengan bahasa,
yang merupakan alat komunikasi antar sesama. Bahasa itu kemudian diungkapkan juga
dengan simbol atau lambang sebagai bahasa tulis disamping bahasa lisan.

Komunikasi adalah poros dari perkembangan kebudayaan manusia di dunia dan


komunikasi yang efisien adalah gambar. Manusia mengalami sesuatu dengan melihat,
kemudian mendengar. Melalui daya ingat dan penglihatan, maka timbulah bahasa gambar.
Bahasa gambar pun berkembang tatkala manusia berbahasa lisan, dari bahasa lisan manusia
mengungkapkan gambar-gambar tadi menjadi simbol atau gambar abstrak yang menjadi
huruf-huruf sebagai alat penyampaian pesan kepada manusia lain secara tidak langsung.
Perkembangan itu pun tak lepas dari saling menyempurnakan dan memberi karakter dan daya
dari typografi yang berkembang pada masa itu. Sampai sekarang mungkin sudah beribu-ribu
karakter yang sudah terciptakan untuk typografi ini.

Keanekaragaman aksara-aksara Indonesia tidak terlepas dari akulturasi budaya asli


Indonesia dengan budaya luar baik itu Arab, India, Persia, Cina dan Eropa. Menurut (J.G. de
Casparis, 2002:20) selain memakai huruf Arab untuk teks keagamaan setelah abad ke-11 dan
huruf Latin untuk periode yang lebih muda, semua aksara di Indonesia dapat dirunut asal
usulnya pada aksara purwarupa India. Purwarupa hampir semua aksara Indonesia adalah
aksara yang dipakai khusus oleh raja-raja Pallawa di India Selatan abad ke-14 sampai abad
ke-9 M. Pengetahuan kita tentang perkembangan sebelumnya didasarkan pada tulisan-tulisan
di atas batu atau logam dari bagian barat Indonesia dan Malaysia.

Aksara jawa yang kita kenal dan digunakan kebanyakan suku jawa terutama daerah
Yogyakarta. Pada awalnya aksara jawa merupakan aksara sejenis abuginda keturunan aksara
brahmi yang dulu kala digunakan dalam penulisan naskah bahasa jawa, bahasa makasar,
bahasa sasak, serta bahasa sunda. Aksara jawa sekarang adalah aksara jawa modern sejak
kesultanan mataram abad 17 tetapi bentuk cetak baru muncul pada abad 19. Aksara modern
ini merupakan modifikasi antara aksara jawa kawi (abuginda) yang digunakan abad
sebelumnya sekitar abad 8 sampai ke 16. ada dua macam aksara jawa kawi (kuno) dengan
aksara jawa modern.

Awalnya aksara kawi digunakan abad pra-islam (sebelum datangnya agama islam di
jawa) yang disebut aksara jawa hindu, periode ini aksara jawa mengikuti sistem sanskerta
6
panini, dengan urutan ka-ga-nga seperti yang digunakan unicode aksara jawa sekarang.
namun pada periode ini belum mengenal pemisahan aksara murda seperti sekarang.

Selanjutnya periode aksara jawa islam. dalam periode ini merupakan perkembangan
aksara jawa atau modern, dengan wujud adanya teks serta suluk wijil dan serat ajisaka,
dengan kreatif menyusun karakter jawa sehingga mudah dihafalkan dan menarik selain itu
juga mengandung mitos tentang Ajisaka, yang konon dulunya terjadi pertengkaran antara
kedua abdinya ajisaka bernama Dora dan Sembada. keduanya saling bertengkar
memperebutkan kebenaran berawal dari sebuah utusan Ajisaka. sedangkan Ajisaka
meninggalkan pulau Majethi pergi ke Medhangkamulan. diceritakan Sembada menjaga
amanat ajisaka berupa perhiasan serta pusaka yang ada di Majethi, Ajisaka dan Dora pergi ke
Medhangkamulan. Dora diutus mengambil pusaka serta perhiasandi Majethi, namun oleh
Sembada tidak boleh kalau bukan Ajisaka sendiri yang mengambil. Akhirnya terjadi
pertengkaran keduanya hingga meninggal bersama karena sama kuatnya. berikut
cuplikannya:

Ha Na Ca Ra Ka: ada utusan

Da Ta Sa Wa La : adanya pertikaian atau pertengkaran.

Pa Dha Ja Ya Nya : sama kuatnya

Ma Ga Ba Tha Nga : jadi bangkai atau sama-sama mati.

Sekarang aksara jawa yang ada adalah aksara jawa modern seperti yang digambarkan
diatas. namun perlu diketahui bahwa penulisan aksara jawa mengandung filosofi serta aturan.
menulis aksara jawa dianjurkan diawali dari bawah kemudian keatas sesuai karakter huruf
jawa tersebut, sedangkan filosofinya adalah melambangkan penghormatan anak terhadap
orang tua sesuai dengan perkembangan umur.

Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap
huruf pada aksara Jawa melambangkan suatu suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/, yang dapat
ditentukan dari posisi huruf. Aksara ditulis tanpa spasi (scriptio continua), dan karena itu
pembaca harus paham dengan teks bacaan untuk dapat membedakan tiap kata.

Huruf dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan fungsinya. Huruf dasar terdiri dari
20 konsonan yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa modern, sementara jenis lain

7
meliputi huruf kapital, huruf arkaik, dan huruf yang dimodifikasi. Semua jenis huruf ini
memiliki bentuk subskrip yang digunakan untuk menulis tumpukan konsonan.

Kebanyakan huruf selain huruf dasar merupakan konsonan teraspirasi atau retroflex
yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno karena pengaruh bahasa Sansekerta. Selama
perkembangan bahasa dan aksara Jawa, huruf-huruf ini kehilangan representasi suara aslinya
dan berubah fungsi.

Sejumlah tanda baca mengubah vokal (layaknya harakat pada abjad Arab),
menambahkan konsonan akhir, dan menandakan ejaan asing. Beberapa tanda baca dapat
digunakan bersama-sama, namun tidak semua kombinasi diperbolehkan. Terdapat tanda-
tanda yang setara dengan koma, titik, titik dua, serta kutip, dan terdapat pula tanda membuka
puisi/tembang, mengawali surat, dll

Aksara Jawa memiliki digitnya senditi yang terdiri dari angka 0-9. Tujuh diantaranya
memiliki bentuk yang mirip dengan aksara. Sejumlah tanda baca dapat digunakan untuk
membedakan angka yang muncul dalam teks.

Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan
aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut
terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sansekerta yang biasa ditulis
dalam naskah daun lontar. Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-
angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad 17, tulisan tersebut
telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan atau hanacaraka
berdasarkan lima huruf pertamanya.

Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan-kerajaan


seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, diantaranya cerita-
cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon).
Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang. Naskah umum dihias dan jarang ada
yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau
pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.

Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di Sriwedari, Surakarta menghasilkan Wewaton


Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standarisasi ortografi aksara
Jawa. Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku
8
aksara Jawa yang dipublikasikan, diantaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946, dan sejumlah panduan yang dibuat oleh
Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006. KBJ juga berperan dalam
implementasi aksara Jawa di Unicode.

Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis
huruf latin ditemukan pada 1926, dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk
menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara
Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah
dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.

B.       Kaedah Penulisan Aksara Jawa.

Sebuah huruf dasar tanpa tanda baca disebut sebagai sebuah aksara, yang
merepresentasikan suku kata dengan vokal /a/ atau /ɔ/ tergantung dari posisinya. Namun
vokal juga tergantung dari dialek pembicara; dimana dialek Jawa Barat cenderung
menggunakan /a/ sementara dialek Jawa Timur lebih cenderung menggunakan /ɔ/. Aturan
baku penentuan vokal aksara dideskripsikan dalam Wewaton Sriwedari sebagai berikut:

1)      Sebuah aksara dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila aksara sebelumnya mengandung
sandhangan swara.

2)      Sebuah aksara dibaca dengan vokal /a/ apabila aksara setelahnya mengandung sandhangan
swara.

3)      Aksara pertama sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, kecuali dua huruf
setelahnya merupakan aksara dasar. Jika begitu, aksara tersebut dibaca dengan vokal /a/.

A. Huruf Nglegéna

Terdapat 20 huruf dasar bernama aksara nglegéna untuk menulis bahasa Jawa modern, yaitu:

9
Ada beberapa catatan dalam penggunaan
aksara Nglegena ini menurut Darusuprapta (2002:10)
:

1)    Aksara pasangan ha, sa, dan pa ditulis dibelakang


huruf konsonan akhir suku kata di depannya. Aksara
pasangan selain yang disebutkan itu ditulis di bawah
aksara konsonan akhir suku kata di depannya.

2)    Aksara ha, ca, ra, wa, dha, ya, tha, dan nga tidak


dapat diberi aksara pasangan atau tidak dapat menjadi aksara sigegan (aksara penutup suku
kata). Di dalam hal ini aksara sigegan ha diganti dengan wignyan, aksara sigegan
ra diganti layar, aksara sigegan nga diganti cecak, dan hampir tidak ada suku kata yang
berakhir sigegan ca, wa, dha, ya, tha.

Contoh pemakaian aksara Nglegena dan pasangan


aja                        = aj
maca                     = mc
kartana                 = krTn

B. Huruf Murda
Aksara murda atau aksara gedé digunakan seperti halnya huruf kapital dalam tulisan latin,
kecuali untuk menandakan awal suatu kalimat. Murda digunakan pada huruf pertama suatu
nama, umumnya nama tempat atau orang yang dihormati. Tidak semua aksara mempunyai
bentuk murda, dan apabila huruf pertama suatu nama tidak memiliki bentuk murda, huruf
kedua yang menggunakan murda. Apabila huruf kedua juga tidak memiliki bentuk murda,
maka huruf ketiga yang menggunakan murda, begitu seterusnya. Nama yang sangat
dihormati dapat ditulis seluruhnya dengan murda apabila memungkinkan. Perlu diperhatikan
bahwa huruf ca murda tidak lazim digunakan. Bentuk pastinya tidak diketahui karena
umumnya hanya bentuk pasangannya yang dipakai.

10
 Fungsi Aksara Murda
Seperti yang dijelaskan di awal, kegunaan aksara murda untuk menulis nama-nama khusus.
Contoh untuk menulis :

 Nama seseorang
 Jabatan
 Gelar
 Tempat
 Lembaga
 Organisasi
 Geografi (nama kota, desa, sungai, gunung, dst)
Sebagai penyempurna bahasa dan tata bahasa, maka muncul aksara Jawa murda dengan
fungsi tersebut.Oleh karena itu, aksara murda tidak bisa digunakan sembarangan. “Gunane
aksara murda mung kanggo ing tata prunggu tegerse kanggo pakurmatan.”

Jenis aksara Jawa tersebut tetap memiki fungsi sebagai pertanda huruf kapital (huruf besar).
Jika diterapkan pada kata-kata yang tidak perlu huruf kapital, maka kurang tepat. Sebab
penulisan aksara tersebut berkaitab dengan teknis penulisan.

 Penggunaan Aksara Murda


Ada beberapa aturan penulisan aksara murda, diantaranya:

1. Aksara murda tidak dapat dijadikan huruf mati.


2. Aksara murda dapat diberi pasangan.
3. Aksara murda dapat diberi sandhangan.
4. Awal kalimat tidak perlu menggunakan aksara murda, kecuali jika awal kalimat nama orang,
gelar, tempat, organisasi dan lembaga.
5. Jika kata tersebut tidak ada aksara murda-nya, maka menggunakan aksara hanacaraka biasa.
Meskipun berupa nama orang, tempat, gelar, lembaga dan organisasi.
6. Cara penggunaan aksara murda adalah dengan urutan awal kata hingga akhir kata. Contoh :
ketika huruf awal tidak ada murda-nya, maka huruf kedua, ketiga dst.
7. Setiap satu kata, cukup mengandung satu aksara murda.

11
C. Huruf Swara

Vokal murni umumnya ditulis dengan huruf ha (yang dapat merepresentasikan konsonan
kosong) dengan tanda baca yang sesuai. Selain cara tersebut, terdapat juga huruf yang
merepresentasikan vokal murni bernama aksara swara  yang digunakan untuk menandakan
sebuah nama, seperti halnya huruf murda. Sebagai contoh, kata sifat "ayu" ditulis dengan
huruf ha. Namun untuk menulis seseorang yang bernama Ayu, aksara swara digunakan.
Swara juga digunakan untuk mengeja kata bahasa asing. Unsur Argon semisal, ditulis dengan
swara.
Mahaprana, secara harfiah berarti "dibaca dengan nafas berat", adalah huruf yang
awalnya merepresentasikan bunyi teraspirasi yang digunakan dalam bahasa Jawa Kuno
dan terjemahan Sansekerta, namun sekarang tidak lagi dipakai. Mahaprana jarang
muncul dan karenanya seringkali tidak dibahas dengan baikatau sepenuhnya dilewatkan
dalam buku aksara Jawa.

Pa cerek dan nga lelet awalnya adalah konsonan-vokalik /r̥ / dan /l̥ / yang muncul pada
perkembangan awal aksara Jawa karena pengaruh bahasa Sansekerta. Ortografi
kontemporer menggunakan keduanya sebagai huruf konsonanyang bernama aksara
ganten atau "aksara pengganti", yaitu huruf dengan vokal /ə/ yang menggantikan setiap
kombinasi ra+pepet dan la+pepet. Karena sudah memiliki vokal tetap, kedua huruf
tersebut tidak dapat dipasangkan dengan tanda baca vokal. Keduanya juga memiliki
bentuk pasangan. Secara historis, ra agung digunakan oleh sejumlah penulis untuk nama
orang yang dihormati, terutama anggota kerajaan. Ka sasak merupakan transliterasi
tradisional bunyi /qa/ yang digunakan dalam bahasa Sasak.

12
5.        Pasangan
Untuk menulis suatu konsonan murni, tanda baca pangkon digunakan untuk menekan
vokal huruf dasar. Namun pangkon hanya boleh dipakai di akhir kalimat, dan apabila
konsonan terjadi di tengah kalimat, huruf pasangan  digunakan. Pasangan adalah huruf
subskrip yang menghilangkan vokal inheren aksara tempat ia terpasang. Misal, apabila huruf
na dipasangkan dengan pasangan da, maka akan dibaca nda.

13
Pasangan dapat diberi tanda baca, seperti halnya aksara dasar, dengan beberapa
pengecualian pada penempatan. Tanda baca yang berada di atas dipasang pada aksara,
sementara tanda baca yang berada di bawah dipasang pada pasangan. Tanda baca yang
berada sebelum dan sesudah huruf dipasang segaris dengan aksara. Sebuah aksara hanya
boleh dipasang dengan satu pasangan, dan pasangan dapat dipasang dengan sejumlah tanda
baca. Dalam teks lama, pasangan wa dapat ditempelkan dengan pasangan lain sebagai
pengecualian karena dianggap sebagai tanda baca.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Aksara Jawa merupakan salah satu peninggalan budaya yang tak ternilai harganya.
Bentuk aksara dan seni pembuatannya pun menjadi suatu peninggalan yang patut untuk
dilestarikan. Di dalam masyarakat Jawa, huruf Jawa merupakan warisan budaya yang
digunakan untuk menuliskan karya sastra yang ditulis dalam kitab-kitab, naskah-naskah
Jawa kuno, tembang-tembang Jawa, prasasti-prasasti, atau dalam surat menyurat di
kalangan istana dan urusan urusan kerajaan.Pembelajaran aksara jawa selama ini
terintegrasi pada mata pelajaran bahasa jawa di sekolah dasar (SD) yang hanya
dialokasikan 1-2 jam per minggu. Alokasi ini sangat kurang, mengingat
banyaknykompetensi membaca dan menulis Jawa yang harus di kuasai oleh para siswa.
Selama ini media pembelajaran aksara jawa masih menggunakan media konvensional
yaitu buku ataupun gambar dinding sehingga cenderung monoton dan kurang menarik.
Untuk memotivasi anak, perlu di terapkan pengembangan mediapembelajaran yang dapat
menarik minat dan menumbuhkan semangat para anak-anak dalam mengenal aksara jawa.

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat. Kami sangat menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini belum mendekati sempurna bahkan jauh dari kesempurnaan.
Maka dari itu kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga makalah ini bisa menjadi lebih
baik dan bermanfaat bagi kita semua Aamiin.

DAFTAR PUSTAKA
15
http://gibukmakalah.blogspot.com/2014/02/sejarah-perkembangan-dan-kaedah-aksara.html?
m=1
https://lenteramata.com/aksara-murda/
https://kubuskecil.blogspot.com/2017/04/kajian-tentang-aksara-jawa-aksara.html

16

Anda mungkin juga menyukai