Anda di halaman 1dari 2

B.

Zuhud

2. Zuhud berdasarkan Epistemologi.

Epistimologi berarti ilmu yang mengkaji asal mula suatu pengetahuan. Jadi zuhud disini berarti Hal
yang dapat membangkitkan maqâm zuhud adalah dengan merenung (ta’ammul). Jika seorang sâlik
benar-benar merenungkan dunia ini, maka dia akan mendapati dunia hanya sebagai tempat bagi yang
selain Allah SWT, dia akan mendapatinya hanya berisikan kesedihan dan kekeruhan. Jikalau sudah
demikian, maka sâlik akan zuhd terhadap dunia. Dia tidak akan terbuai dengan segala bentuk keindahan
dunia yang menipu. Maqâm zuhd tidak dapat tercapai jika dalam hati sâlik masih terdapat rasa cinta
kepada dunia, dan rasa hasud kepada manusia yang diberi kenikmatan duniawi.

Referensi : Zulkifli dan Jamaludin. 2008. Akhlak Tasawuf. Riau: KALIMEDIA

3. Zuhud berdasarkan Aksiologi

Aksiologi berarti teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Jadi
berdasarkan aksiologi ini membahas tentang manfaat dari zuhud ini sendiri yaitu menurut pandangan
sufi, pada dasarnya manfaatnya adalah mengajarkan agar tidak tamak atau tidak ingin dan tidak
mengutamakan kesenangan duniawi. Sedangkan dalam kehidupan dapat dipahami sebagai hidup
sederhana, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan. Kesederhanaan merupakan prinsip hidup
Islami. Sebab, segala sesuatu jika berlebihan menjadi tidak normal dan tidak baik.

Referensi: Dian Ardiyani, MAQAM-MAQOM DALAM TASAWUF, RELEVANSINYA DENGAN KEILMUAN DAN
ETOS KERJA, Jurnal SUHUF, Vol. 30, No. 2, November 2018 : 168-177.

C. Wara

2. Wara berdasarkan Epistemologi

Epistimologi berarti ilmu yang mengkaji asal mula suatu pengetahuan. Jadi Wara’ merupakan salah satu
sifat pengendalian diri untuk menjaga kesucian jiwa raga karena dengan sifat ini seseorang menjauhi
perkara syubhat apalagi sampai perkara yang bersifat haram. Sehingga ketika seorang salih memang
benar-benar berusaha menempuh dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhi larangan Allah
dari segala hal yang masih meragukan dengan benteng sifat wara’ niscaya sifat yang mulia ini akan
menjadi karakter dan kepribadian yang luhur yangmendarah daging. Sampai anggota tubuhnya pun
akan bisa menjadi benteng yangtangguh bagi dirinya untuk menjaga jernih, segala ucapan, tingkah laku,
ide dankreativitasnya mengandung hikmah dan manfaat untuk dirinya sendiri dan untukorang lain.

Referensi : Purna Siswa, Jejak Sufi, (Kediri: LIrboyo Press, 2011), hlm. 68

3. Wara berdasarkan Aksiologi


Aksiologi berarti teori nilai yang berhubungan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Jadi
berdasarkan aksiologi ini membahas tentang manfaat dari wara yaitu Dalam konteks kekinian, wara’
dapat menjadikan seseorang sangat berhati-hati dalam kehidupannya, berusaha mencari rizki yang halal
serta tidak menggunakan metode spekulasi dalam berbisnis sehingga semuanya harus jelas, terukur dan
tidak lepas dari norma-norma kemanusiaan dan ketuhanan. Melatih untuk senantiasa bersih dalam
kehidupan baik lahir maupun batin.

Referensi : Dian Ardiyani, MAQAM-MAQOM DALAM TASAWUF, RELEVANSINYA DENGAN KEILMUAN


DAN ETOS KERJA, Jurnal SUHUF, Vol. 30, No. 2, November 2018 : 168-177.

Anda mungkin juga menyukai