PEMBAHASAN
Awal kegiatan Inggris di India, yaitu terjadi ketika kongsi dagang atau badan
perdagangan diprakarsai oleh pedagang EIC (English East India Company) pada
tahun 1600 yang dibentuk para pedagang London. Badan perdagangan ini, juga
diberi hak monopoli oleh Kerajaan Inggris untuk dominasi wilayah meliputi dunia
bagian timur (India, Indonesia, dan China), namun di India tersebar menjadi 3
wilayah utama yang ditempati diantaranya yaitu: Madras pada tahun 1639,
Bombay pada tahun 1661 yang didapat dari Portugis dari hadiah pernikahan Raja
Charles II dengan Putri Catharina Braganza, kemudian disewakan pada tahun
1665 kepada EIC, dan daerah Calcutta yang didapat pada tahun 1690 juga
diberikan kepada EIC, mereka juga melebarkan dominasi kolonisasinya bukan
hanya dalam bidang ekonomi, tetapi juga di bidang politik (Baxter, 1987: 6;bdk
Mulia, 1959: 88).
Peletak dasar dominasi kekuasaan Inggris di India adalah Robert Clive, yang
mampu mengalahkan Prancis dalam pertempuran Carnatic tahun 1746-1752, dan
1756-1763, sebelum masa Inggris di India, Inggris juga berhasil mengalahkan,
dan mengusir Portugis, Belanda, dan Srilangka dari India.
Robert Clive juga mampu menginvasi wilayah Benggala melalui dua
pertempuran dengan Nawab Benggala, pada Perang Plassey (Juni 1757) dengan
mengalahkan Nawab Sirajuddaula dalam Perang Boxor ( Oktober 1764) diikuti
dengan kalahnya aliansi Nawab Mir Qasim dan Sultan Shah Alam dari Mughal,
yang hasilnya EIC mendapatkan hak diwani atau hak untuk upeti 3 wilayah yaitu
Benggala, Bihar, dan Orissa (Sethi, 1951;494).
Selanjutnya Clive diganti oleh Warrent Hastings (1772-1785), dia juga
dianggap sebagai tokoh yang sangat berjasa dalam pembentukan British India,
pada masa itu merupakan dibentuknya susunan pemerintahan kolonial Inggris,
dan Warrent Hasting adalah Gubernur Jenderal EIC pertama, dia juga membentuk
a board of control, yang disebut juga sebagai sebuah badan yang wewenang
tugasnya adalah mengawasi jalannya pemerintahan EIC di Indonesia (Sethi, et,
al., 195: 505).
Peta kebijakan politik Inggris mengalami perubahan yang signifikan besar
ketika Lord Wellesley (1798-1805) menjadi Gubernur Jendral dengan menetapkan
kebijakan subsidiarry alliances (Raja-raja yang bersekutu dengan Inggris harus
menyerahkan urusan luar negertinya kepada Inggris, membayar upeti dan
mengusir para perwira koloni selain dari pihak Inggris. Ia juga berhasil
menjadikan EIC sebagai kekuasaan besar yang mendominasi di India, karena dia
juga menguasai wilayah Bengala, Bihar, Orisa, Mysore, Oudh, dan sebagian
daerah Maratha, serta direalisasikan menjadi kekuasaan yang kokoh di India
setelah berhasil melebarkan sayap kekuasaannya ke Punjab setelah mengalahkan
Kerajaan Sikh.K.M.Panikkhar (1948:48). Pada tahun 1848 itu juga disebutkan
juga bahwa seluruh wilayah India berada dibawah Koloni Imperialsime Inggris.
Dampak awal Koloni Imperium Inggris mulai dapat dirasakan masyarakat
India pada masa Lord Bentinck (1828-1835), karena dia berperan besar, dan
mengantarkan pendidikan sistem barat, serta beberapa kebijakannya yang
kontroversial seperti melarang bahkan menghapus adat sati/pembakaran janda,
melarang perkawinan anak-anak, dan memperbolehkan aktivitas misionaris, dan
zending yang dianggap mencampuri urusan masyarakat India dan membahayakan
eksistensi mereka.
Kekuasaan koloni imperium Inggris bisa diklaim kokoh ketika pada abad-19
setelah ditakhlukkannya kerajaan-kerajaan asli India selama kurang lebih satu
abad lamanya (KM. Pannikar, 1948: 260) dengan menerapkan siasat devide et
impera atau devide et rule.
Kebijakan Koloni Imperium Inggris di India difokuskan pada satu prinsip,
yaitu terlestarinya hukum, dan ketertiban demi tegaknya standar peradaban Inggris
pada klaster sosial masyarakat India, sedikitnya satu lapisan sosial dapat diubah
untuk didoktrin mengikuti budaya dan standar nilai kriteria prinsip kebijakan
Inggris. ”Semakin orang India berpikir seperti orang Inggris semakin tinggi
nilainya di mata Pemerintah Koloni Imperium Inggris. (Ahmed, 1993:132)
Wajar saja jika Inggris berupaya menjadikan struktur India menurut kebijakan
mereka sendiri, seperti membedakan ras yang satu dengan yang lain dengan
menganggap ras pukhtun, punjab, sikh, dan gurkha lebih unggul dari ras benggali
yang rendah untuk menciptakan kelas sosial tersebut cara yang dilakukan Inggris
adalah menerapkan pendidikan budaya barat dengan Lord Macaulay sebagai
direktur committee of public intruction yang mengesahkan “memorandum
pendidikan”, yang diberlakukannya Bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib,
dan sebagai bahasa pengantar di sekolah dan lembaga pendidikan yang ada di
India. (Ahmed,1992: 138;juga Sethi, 1951:563).
Sedangkan peletak dasar pendidikan di India dibuat, dan diprakarsai oleh Sir
Charles Wood pada 19 Juli 1854 dengan kriteria: Sekolah Dasar (Primary School),
Sekolah Menengah (Higher School) dan Sekolah Tinggi (College) yang sekarang
terkenal menjadi Universitas atau University (Majumdar; 1956:819).