Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien


Dengan Ketidakberdayaan Dan Keputusasaan
Dosen Pembimbing : Rizka Yunita, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun Oleh :

KELOMPOK : 9

1. Eka Novita Anggraini (14201.11.19008)


2. Hindatut Toyyibah (14201.11.19015)
3. Patresia Noni B.B (14201.11.19039)
4. Siti Maryam (14201.11.19046)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PADJARAKAN-PROBOLINGGO

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya sehingga makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Jiwa
Pada Klien Dengan Ketidakberdayaan Dan Keputusasaan” ini dapat
diselesaikan tepat waktu. Semoga shalawat serta salam tercurah limpahkan
kepada Nabi kita Muhammad SAW, juga segenap keluarga, dan para
sahabatnya.
Untukitupenulismengucapkanterimakasihkepada:
1. KH. Muhammad Hasan Mutawakkil Alallah, SH, MM. selaku
Pembina Yayasan Hafshawaty Zainul Hasan Genggong.
2. Dr. H. Nur Hamim, S.KM., S.Kep.Ns., M.Kes selaku Ketuan STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo
3. Ibu Shinta Wahyusari, S.Kep.Ns., M.Kep, Sp.Kep.Mat selaku Kepala
Prodi Sarjana Keperawatan STIKes Hafshawaty Pesantren Zainul
Hasan Probolinggo.
4. Ibu Rizka Yunita, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa.
5. Orang tua selaku pemberi dukungan moral dan material.
6. Rekan – rekan STIKes Hafshawaty Zainul Hasan Genggong STIKes
Hafshawaty Pesantren Zainul Hasan Probolinggo semester V.
Karena tanpa dukungan dan bimbingan beliau makalah ini tidak akan
terselesaikan, seiring doa semoga semua kebaikan yang telah diberikan kepada
saya mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT. Harapan
penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat baik untuk diri sendiri dan para
pembaca untuk dijadikan referensi.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
sebab itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Probolinggo, 18 November 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG
Kondisi kehidupan di era modern semakin kompleks. Proses
modernisasi sampai saat ini masih tampak dimonopoli oleh masyarakat
perkotaan (urban community), terutama di kota-kota negara yang sedang
berkembang, seperti halnya di Indonesia. Modernisasi sebagai proses
perubahan sosial tidak dapat dihindari oleh masyarakat manapun,
khususnya masyarakat perkotaan. Modernisasi memiliki dampak positif
dan negatif. Dampak positifnya, masyarakat memiliki teknologi
modern sehingga dapat mensejahterakan kehidupan manusia. Sementara
dampak negatif dari modernisasi antara lain, dikarenakan perubahan
yang cepat, maka tidak setiap orang dapat mengikuti perubahan sosial
tersebut. Akibatnya meningkatkan beban psikologis, sosiologis, maupun
beban ekonomi (Soeroso , 2020).
Stresor kehidupan semakin meningkat. Individu diharuskan
untuk menghadapi stresor tersebut dengan kemampuan koping yang
dimiliki. Ketika terjadi ketidakadekuatan koping yang adaptif, maka
dapat mengarah pada perilaku yang menyimpang (Widianti, 2019).
Koping individu tidak efektif didefinisikan sebagai kerusakan perilaku
adaptif dan kemampuan menyelesaikan masalah seseorang dalam
menghadapi tuntutan peran dalam kehidupan (Townsend, 2021).
Koping yang tidak efektif dapat mengarahkan kepada suatu
kondisi ketidakberdayaan. Ketika individu terus mencoba menggunakan
berbagai sumber koping yang dimiliki dan dapat ia digunakan, Tetapi
tidak menghasilkan suatu hasil yang mengarah kepada tujuan
penggunaan koping. Maka, dapat berakibat pada kelelahan menggunakan
sumber adaptasi, sehingga menempatkan individu dalam kondisi
ketidakberdayaan.
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan dimana
individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan yang
baru dirasakan.(SDKI, 2017). Pada ketidakberdayaan, klien mungkin
mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut
di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut. Jika ketidakberdayaan
berlangsung lama, dapat mengarah ke keputusasaan. (Townsend, 2021).
Menurut (Pharris 1997: Udi Wahyudi.2020) Keputusasaan adalah
keadaan emosional ketika individu merasa bahwa kehidupannya terlalu
berat untuk dijalani ( dengan kata lain mustahil ). Seseorang yang tidak
memiliki harapan tidak melihat adanya kemungkinan untuk memperbaiki
kehidupannya dan tidak menemukan solusi untuk permasalahannya, dan
ia percaya bahwa baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa
membantunya.
Keputusasaan mengggambarkan individu yang tidak melihat
adanyakemungkinan untuk memperbaiki hidupnya dan bersih keras
mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang dapat membantunya.
Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan, orang yang putus asa
tidak melihat adanya solusi untuk permasalahannya atau tidak menemukan
cara untuk mencapai apa yang diinginkannya. Sebalikkya orang yang tidak
berdaya masih dapatmenemukan alternatif atau untuk masalah tersebut,
tetapi tidak mampu melakukansesuatu untuk mewujudkannya karena
kurangnya kontrol dan sumber yang tersedia.Perasaan tidak berdaya yang
tidak kunjung hilang dapat menimbulkankeputusasaan.
Keputusasaan biasanya terkait dengan duka cita, depresi, dan
keinginanuntuk bunuh diri. Untuk individu dengan resiko bunuh diri
perawat juga harusmenngunakan resiko bunuh diri.
Oleh karena itu peningkatan pengetahuan pada konsep
Ketidakberdayaan Dan Keputusasaan harus ditingkatkan untuk
mengaajarkan keterampilan koping pada klien dengan gangguan tersebut.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Konsep Ketidakberdayaan ?
2. Bagaimana Konsep Keputusasaan ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada Ketidakberdayaan dan
Keputusasaan ?
III. TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dari ketidakberdayaan.
2. Untuk mengetahui bagaimana konsep dari keputusasaan.
3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada
ketidakberdayaan dan keputusasaan.
IV. MANFAAT
1. Bagi Institusi Pendidikan
Agar mengetahui sejauh mana kemampuan mahasiswa dalam
memahami tentang asuhan keperawatan jiwa pada ketidakberdayaan
dan keputusasaan. Serta sebagai bahan mata ajar dalam proses belajar
mengajar di Institusi
2. Tenaga Kesehata (Perawat)
Agar mengetahui tentang asuhan keperawatan jiwa pada
ketidakberdayaan dan keputusasaan dan agar bisa mengaplikasikannya
dalam dunia kerja, sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan di masyarakat.
3. Mahasiswa
Menambah wawasan teori kepada mahasiswa tentang asuhan
keperawatan jiwa pada ketidakberdayaan dan keputusasaan
BAB II

PEMBAHASAN

A. KETIDAKBERDAYAAN
1. Definisi
Ketidakberdayaan merupakan persepsi individu bahwa segala
tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan. Ketidakberdayaan adalah persepsi
atau tanggapan klien bahwa perilaku atau tindakan yang sudah
dilakukannya tidak akan membawa hasil yang diharapkan atau
tidak akan membawa perubahan hasil seperti yang diharapkan,
sehingga klien sulit mengendalikan situasi yang terjadi atau
mengendalikan situasi yang akan terjadi (NANDA, 2011).
(Menurut Wilkinson, 2007: Jek Amidos, 2020), ketidakberdayaan
merupakan persepsi seseorang bahwa tindakannya tidak akan
mempengaruhi hasil secara bermakna, kurang penggendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi.
Sedangkan Menurut Carpenito-Moyet (2013): Jek Amidos (2020),
ketidakberdayaan merupakan keadaan ketika seseorang individu
atau kelompok merasa kurang kontrol terhadap kejadian atau
situasi tertentu.
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau
kegiatan yang baru dirasakan.(SDKI, 2017).
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna; suatu keadaan ketika
individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan (Herdman & Kamitsuru, 2014: Tarnimatul
Ummah, 2018).
Stephenson (1979) dalam Carpenito (2019) menggambarkan dua jenis
ketidakberdayaan, yaitu :.
a. Ketidakberdayaan situasional : muncul pada sebuah peristiwa
spesifik danmungkin berlangsung singkat.
b. Ketidakberdayaan dasar (trait powerlessness) : ketidakberdayaan
yang bersifat menyebar, mempengaruhi pandangan, tujuan,
gaya hidup, danhubungan.
2. Etiologi
Ketidakberdayaan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan,
ketidak adekuatan koping sebelumnya (seperti: depresi), serta
kurangnya kesempatan untuk membuat keputusan. Faktor terkait
ketidakberdayaan yaitu:

a. Kesehatan lingkungan: hilangnya privasi, milik pribadi dan


kontrol terhadap terapi.
b. Hubungan interpersonal: penyalahgunaan kekuasaan, hubungan
yang kasar.
c. Penyakit yang berhubungan dengan rejimen: penyakit kronis
atau yang melemahkan kondisi.
d. Gaya hidup ketidakberdayaan: mengulangi kegagalan dan
ketergantungan (Pardede, 2020).
3. Tanda dan gejala
a. Data Subjektif
1) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak mempunyai
kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi situasi
2) Mengungkapkan tidak dapat menghasilkan sesuatu
3) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustasi terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas
sebelumnya.
4) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan peran
5) Mengatakan ketidakmampuan perawatan diri
b. Data Objektif
1) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang
perawatan
2) Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan saat
diberikan kesempatan.
3) Enggan mengungkapkan perasaan sebenarnya.
4) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat
mengakibatkan iritabilitas, ketidaksukaan, marah, dan rasa
bersalah
5) Gagal mempertahankan ide/pendapat yang berkaitan dengan
orang lain ketika mendapat perlawanan
6) Apatis dan pasif
7) Ekspresi muka murung
8) Bicara dan gerakan lambat
9) Tidur berlebihan
10) Nafsu makan tidak ada atau berlebihan
11) Menghindari orang lain

4. Proses Terjadinya Masalah


Kebanyakan individu secara subyektif mengalami perasaan
ketidakberdayaan dalam berbagai tingkat dalam bermacam-macam
situasi. Individu sering menunjukkan respon apatis, marah atau
depresi terhadap kehilangan kontrol. Pada ketidakberdayaan, klien
mungkin mengetahui solusi terhadap masalahnya, tetapi percaya
bahwa hal tersebut di luar kendalinya untuk mencapai solusi tersebut.
Jika ketidakberdayaan berlangsung lama, dapat mengarah ke
keputusasaan.
Perawat harus hati-hati untuk mendiagnosis ketidakberdayaan yang
berasal dari perspektif pasien bukan dari asumsi. Perbedaan budaya
dan individu terlihat pada kebutuhan pribadi, untuk merasa
mempunyai kendali terhadap situasi (misalnya untuk diberitahukan
bahwa orang tersebut mempunyai penyakit yang fatal (Pardede, 2020).
1) Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor predisposisi menurut Pardede (2020) antara
lain :
a. Biologis
1) Tidak ada riwayat keturunan (salah satu atau kedua orang
tua menderita gangguan jiwa)
2) Gaya hidup (tida merokok, alkohol, obat dan zat adiktif)
dan Pengalaman penggunaan zat terlarang
3) Menderita penyakit kronis (riwayat melakukan general
chek up, tanggal terakhir periksa)
4) Ada riwayat menderita penjakit jantung, paru-paru, yang
mengganggu pelaksana aktivitas harian pasien
5) Adanya riwayat sakit panas lama saat perkembangan
balita sampai kejang-kejang atau pernah mengalami
riwayat trauma kepala yang menimbulkan lesi pada lobus
frontal, temporal dan limbic.
6) Riwayat menderita penyakit yang secara progresif
menimbulkan ketidakmampuan, misalnya: sklerosis
multipel, kanker terminal atau stroke.
b. Psikologis
1) Pengalaman perubahan gaya hidup akibat lingkungan
tempat tinggal
2) Ketidaknmampuan mengambil keputusan dan mempunyai
kemampuan komunikasi verbal yang kurang atau kurang
dapat mengekspresikan perasaan terkait dengan
penyakitnya atau kondisi dirinya
3) Ketidakmampuan menjalankan peran akibat penyakit yang
secara progresif menimbulkan ketidakmampuan,
misalnya: sklerosis multipel, kanker terminal atau AIDS
4) Kurang puas dengan kehidupannya (tujuan hidup yang
sudah dicapai)
5) Merasa frustasi dengan kondisi kesehatannya dan
kehidupannya yang sekarang
6) Pola asuh orang tua pada saat klien anak hingga remaja
yang terlalu otoriter atau terlalu melindungi/menyayangi
7) Motivasi: penerimaan umpan balik negatif yang konsisten
selama tahap perkembangan balita hingga remaja, kurang
minat dalam mengembangkan hobi dan aktivitas sehari-
hari
8) Pengalaman aniaya fisik, baik sebagai pelaku, korban
maupun sebagai saksi
9) Self kontrol: tidak mampu mengontrol perasaan dan
emosi, mudah cemas, rasa takut akan tidak diakui, gaya
hidup tidak berdaya
10) Kepribadian: mudah marah, pasif dan cenderung tertutup.
c. Sosial budaya
1) Usia 30 – meninggal berpotensi mengalami
ketidaberdayaan
2) Jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan mempunyai
kecenderungan yang sama untuk mengalami
ketidakberdayaan tergantung dari peran yang dijalankan
dalam kehidupannya
3) Pendidikan rendah
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit
motorik, status finansial atau orang terdekat yang
berlangsung lebih dari 6 bulan)
5) Adanya norma individu atau masyarakat yang menghargai
kontrol (misalnya kontrol lokus internal).
6) Dalam kehidupan sosial, cenderung ketergantungan
dengan orang lain, tidak mampu berpartisipasi dalam
sosial kemasyarakatan secara aktif, enggan bergaul dan
kadang menghindar dari orang lain
7) Pengalaman sosial, kurang aktif dalam kegiatan di
masyarakat
8) Kurang terlibat dalam kegiatan politik baik secara aktif
maupun secara pasif.
2) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dapat menstimulasi klien jatuh pada
kondisi ketidakberdayaan dipengaruhi oleh kondisi internal dan
eksternal. Kondisi internal dimana pasien kurang dapat menerima
perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kondisi eksternal
biasanya keluarga dan masyarakat kurang mendukung atau
mengakui keberadaannya yang sekarang terkait dengan perubahan
fisik dan perannya. Sedangkan durasi stressor terjadi kurang lebih
6 bulan terakhir, dan waktu terjadinya dapat bersamaan, silih
berganti atau hampir bersamaan, dengan jumlah stressor lebih dari
satu dan mempunyai kualitas yang berat. Hal tersebut dapat
menstimulasi ketidakberdayaan bahkan memperberat kondisi
ketidakberdayaan yang dialami oleh klien (Pardede, 2020).
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan faktor
presiptasi timbulnya ketidakberdayaan menurut Pardede (2020)
adalah sebagai berikut:
a. Biologis
1) Menderita suatu penyakit dan harus dilakukan terapi
tertentu, program pengobatan yang terkait dengan
penyakitnya (misalnya jangka panjang, sulit dan
kompleks) (proses intoksifikasi dan rehabilitasi).
2) Kambuh dari penyakit kronis dalam 6 bulan terakhir
3) Dalam enam bulan terakhir mengalami infeksi otak yang
menimbulkan kejang atau trauma kepala yang
menimbulkan lesi pada lobus frontal, temporal dan limbic
4) Terdapat gangguan sistem endokrin
5) Penggunaan alkhohol, obat-obatan, kafein, dan tembakau
6) Mengalami gangguan tidur atau istirahat
7) Kurang mampu menyesuaikan diri terhadap budaya, ras,
etnik dan gendr
8) Adanya perubahan gaya berjalan, koordinasi dan
keseimbangan
b. Psikologis
1) Perubahan gaya hidup akibat menderita penyakit kronis
2) Tidak dapat menjalankan pekerjaan, hobi, kesenangan dan
aktivitas sosial yang berdampak pada keputusasaan.
3) Perasaan malu dan rendah diri karena ketidakmampuan
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari akibat tremor,
nyeri, kehilangan pekerjaan.
4) Konsep diri: gangguan pelaksanaan peran karena
ketidakmampuan melakukan tanggungjawab peran.
5) Kehilangan kemandirian atau perasaan ketergantungan
dengan orang lain
c. Sosial budaya
1) Kehilangan pekerjaan dan penghasilan akibat kondisi
kesehatan atau kehidupannya yang sekarang
2) Tinggal di pelayanan kesehatan dan pisah dengan keluarga
(berada dalam lingkungan perawatan kesehatan).
3) Hambatan interaksi interpersonal akibat penyakitnya
maupun penyebab yang lain
4) Kehilangan kemampuan melakukan aktivitas akibat proses
penuaan (misalnya: pensiun, defisit memori, defisit
motorik, status finansial atau orang terdekat yang
berlangsung dalam 6 bulan terakhir)
5) Adanya perubahan dari status kuratif menjadi status
paliatif. 6) Kurang dapat menjalankan kegiatan agama dan
keyakinannya dan ketidakmampuan berpartisipasi dalam
kegiatan sosial di masyarakat.
3) Faktor penilaian terhadap stressor.
a. Kognitif
1) Mengungkapkan ketidakpastian tentang fluktuasi tingkat
energi.
2) Mengungkapkan ketidakpuasan dan frustrasi terhadap
kemampuan untuk melakukan tugas atau aktivitas
sebelumnya.
3) Mengungkapkan keragu-raguan terhadap penampilan
peran.
4) Mengungkapkan dengan kata-kata bahwa tidak
mempunyai kendali atau pengaruh terhadap situasi,
perawatan diri atau hasil.
5) Mengungkapkan ketidakpuasan karena ketergantungan
dengan orang lain.
6) Kurang dapat berkonsentrasi.
b. Afektif
1) Merasa tertekan atau depresi terhadap penurunan fisik
yang terjadi dengan mengabaikan kepatuhan klien
terhadap program pengobatan
2) Marah
3) Iritabilitas, ketidaksukaan
4) Perasaan bersalah
5) Takut terhadap persaingan oleh pemberian perawatan
6) Perasaan cemas atau ansietas
c. Fisiologis
1) Perubahan tekanan darah
2) Perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan
3) Muka tegang
4) Dada berdebar-debar dan keluar keringat dingin
5) Gangguan tidur, terutama disertai ansietas
d. Perilaku
1) Ketergantungan terhadap orang lain yang dapat
mengakibatkaan iritabilitas
2) Tidak ada pertahanan pada praktik perawatan diri ketika
ditantang
3) Tidak memantau kemajuan pengobatan
4) Tidak berpartisipasi dalam perawatan atau mengambil
keputusan pada saat diberikan kesempatan.
5) Kepasifan hingga apatis
6) Perilaku menyerang
7) Menarik diri
8) Perilaku mencari perhatian
9) Gelisah atau tidak bisa tenang
e. Sosial
1) Enggan untuk mengungkapkan persaannya yang
sebenarnya
2) Ketidakmampuan untuk mencari informasi tentang
perawatan
3) Tidak mampu bersosialisasi dengan orang lain
4) Faktor sumber koping
a. Personal ablility
1) Keterampilan pemecahan masalah: kemampuan mencari
sumber informasi, kemampuan mengidentifikasi masalah
yang berhubungan ketidakberdayaan, kekuatan dan faktor
pendukung serta keberhasilan yang pernah dicapai.
Kemampuan mempertimbangkan alternative aktivitas yang
realistik. Kemampuan melaksanakan rencana kegiatan dan
memantau kemajuan dari kondisi pengobatannya
2) Kesehatan secara umum: mempunyai keterbatasan mobilitas
yang dapat dikendalikan oleh pasien.
3) Keterampilan sosial: kemampuan dalam berkomunikasi
secara efektif terutama dalam pencarian sumber informasi
untuk mengatasi ketidakberdayaannya
4) Pengetahuan : Kemampuan memahami perubahan fisik dan
peran atau kondisi kesehatan dan kehidupannya
5) Integritas ego: pasien mempunyai pedoman hidup yang
realistis, mengerti arah dan tujuan hidup yang diinginkan
secara matang.
b. Sosial support
1) Kualitas hubungan antara pasien dengan keluarga dan
anggota masyarakat di sekitarnya
2) Kualitas dukungan sosial yang diberikan keluarga, anggota
masyarakt tentang keberadaan pasien saat ini
3) Komitmen masyarakat dan keluarga dalam menjalankan
kegiatan atau perkumpulan di masyarakat
4) Tinggal di lingkungan keluarga dan masyarakat yang
mempunyai norma tidak bertentangan dengan nilai budaya
yang ada
c. Material aset
1) Pasien atau keluarga mempunyai penghasilan yang cukup
dan stabil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
2) Pasien mempunyai fasilitas ansuransi kesehatan,
jamkesmas, SKTM atau askes
3) Mempunyai asset keluarga: tabungan, tanah, rumah untuk
mengantisipasi kebutuhan hidup
4) Terdapat pelayanan kesehatan, dan mampu mengakses
pelayanan kesehatan yang ada.
d. Positive belief
1) Keyakinan dan nilai : pasien mempunyai keyakinan bahwa
penyakitnya akan dapat disembuhkan dan menyadari
adanya perubahan fisik akibat penyakitnya akan berdampak
pada kehidupannya
2) Motivasi: dengan perubahan gaya hidup yang terjadi klien
dapat menjalani hidup dengan semangat
3) Orientasi terhadap pencegahan: pasien berfikir bahwa lebih
baik mencegah daripada mengobati.
B. KEPUTUSASAAN
1. Definisi
Keputusasaan merupakan keadaan subjektif seorang individu yang
melihat keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilhan pribadi yang
tersedia dan tidak dapat memobilisasi energi yang dimilkinya. (SDKI,
2017). Keputusasaan adalah kondisi subjektif yang ditandai dengan
individu memandang hanya ada sedikit bahkan tidak ada alternatif
atau pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi
kepentingan sendiri (NANDA, 2012). Keputusasaan menggambarkan
bahwa seseorang percaya tidak ada penyelesaian untuk masalahnya
(“tidak ada jalan keluar”). Bagi beberapa pasien, keputusasaan dapat
menjadi faktor resiko bunuh diri (Wilkinson, 2019).
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang
berkepanjangan ketika individu tidak menemukan alternatif atau
pilihan pribadi guna memecahkan masalah yang dihadapi atau
mencapai hal yang diinginkan dan tidak dapat mengerahkan energi
demi kepentingannya sendiri guna menetapkan sejumlah tujuan.
Keputuasaan berbeda dari ketidakberdayaan, yakni ketika seseorang
yang putus asa tidak menemukan solusi atas permasalahannya atau
cara untuk mencapai hal yang diinginkan, sekalipun ia memegang
kendali atas kehidupannya. Seseorang yang tidak berdaya mampu
melihat alternatif atau jawaban atas permasalahannya, namun tidak
mampu melakukan upaya apapun karena kurangnya kendali atau
sumber daya yang dimiliki (Carpenito- Moyet, 2013: Jek Amidos
(2020).
Keputusasaan adalah keadaan emosional ketika individu merasa
bahwa kehidupannya terlalu berat untuk dijalani ( dengan kata lain
mustahil ). Seseorang yang tidak memiliki harapan tidak melihat
adanya kemungkinan untuk memperbaiki kehidupannya dan tidak
menemukan solusi untuk permasalahannya, dan ia percaya bahwa
baik dirinya atau siapapun tidak akan bisa membantunya.
Menurut (Pharris 1997: Udi Wahyudi.2020) Mengemukakan
bahwa keputusasaan merupakan kondisi yang dapat menguras energi.
Keputusasaan merupakan status emosional yang berkepanjangan dan
bersifat subyektif yang muncul saat individu tidak melihat adanya
alternatif lain atau pilihan pribadi untuk mengatasi masalah yang
muncul atau untuk mencapai apa yang diiginkan serta tidak
dapat mengerahkan energinya untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
2. Etiologi
Beberapa faktor penyebab orang mengalami keputusasaan yaitu :
a. Faktor kehilangan
b. Kegagalan yang terus menerus
c. Faktor Lingkungan
d. Orang terdekat ( keluarga )
e. Status kesehatan ( penyakit yang diderita dan dapat mengancam
jiwa) f. Adanya tekanan hidup
f. Kurangnya iman

Penyebab utama tinggi keputusasaan yaitu persepsi. Persepsi


mempengaruhi aspek kognitif dan respon emosional serta pengalaman
penyakit (Dempster et al., 2015). Beberapa penelitian sebelumnya
telah menjelaskan hubungan antara persepsi penyakit dan
keputusasaan pada pasien sakit kronis seperti pasien kanker dan
jantung (Karakurt et al. 2018 & Nehir et al., 2019).

3. Tanda Dan Gejala


1) Mayor ( harus ada)
Mengungkapkan atau mengekspresikan sikap apatis yang
mendalam , berlebihan, dan berkepanjangan dalam merespon
situasi yang dirasakan sebagai hal yang mustahil isyarat verbal
tentang kesedihan.
a. Fisiologis :
1) respon terhadap stimulus melambat
2) tidak ada energi
3) tidur bertambah
b. emosional :
1) individu yang putus asa sering sekali kesulitan
mengungkapkan perasaannya tapi dapat merasakan
2) tidak mampu memperoleh nasib baik, keberuntungan dan
pertolongan tuhan
3) tidak memiliki makna atau tujuan dalam hidup
4) hampa dan letih
5) perasaan kehilangan dan tidak memiliki apa-apa
6) tidak berdaya,tidak mampu dan terperangkap.
c. Individu memperlihatkan :
1) Sikap pasif dan kurangnya keterlibatan dalam perawatan.
2) Penurunan verbalisasi
3) Penurunan afek
4) Kurangnya ambisi,inisiatif,serta minat.
5) Ketidakmampuan mencapai sesuatu
6) Hubungan interpersonal yang terganggu
7) Proses pikir yang lambat
8) Kurangnya tanggung jawab terhadap keputusan dan
kehidupannya sendiri.
d. Kognitif :
1) Penurunan kemampuan untuk memecahkan masalah dan
kemampuan membuat keputusan.
2) Mengurusi masalah yang telah lalu dan yang akan datang
bukan masalah yang dihadapi saat ini
3) Penurunan fleksibilitas dalam proses pikir.
4) Kaku ( memikirkan semuanya atau tidak sama sekali ) .
5) Tidak punya kemampuan berimagenasi atau berharap .
6) Tidak dapat mengidentifikasi atau mencapai target dan
tujuan yang ditetapkan
7) Tidak dapat membuat perencanaan, mengatur serta
membuat keputusan
8) Tidak dapat mengenali sumber harapan
9) Adanya pikiran untuk membunuh diri.

2) Minor ( mungkin ada )


a. Fisiologis
1) Anoreksia
2) BB menurun
b. Emosional
1) Individu marasa putus asa terhadap diri sendiri dan orang
lain
2) Merasa berada diujung tanduk
3) Tegang
4) Muak ( merasa ia tidak bisa)
5) Kehilangan kepuasan terhadap peran dan hubungan yang
ia jalani
6) Rapuh
c. Individu memperlihatkan
1) Kontak mata yang kurang mengalihkan pandangan dari
pembicara
2) Penurunan motivasi
3) Keluh kesah
4) Kemunduran
5) Sikap pasrah
6) Depresi
d. Kognitif
1) Penurunan kemampuan untuk menyatukan informasi
yang diterima
2) Hilangnya persepsi waktu tentang mas lalu , masa
sekarang , masa datang
3) Bingung
4) Ketidakmampuan berkomunikasi secara efektif
5) Distorsi proses pikir dan asosiasi
6) Penilaian yang tidak logis.

4. Proses Terjadinya Masalah


1) Faktor Predisposisi
a. Biologis
1) Latar belakang genetik : ada riwayat keluarga tentang
depresi
2) Status Nutrisi : Snoreksia, tidak ada perbaikan nutrisi,
BB kurang (kurus/terlalu kurus), BB lebih
(gemuk/terlalu gemuk) atau BB tidak ideal.
3) Status Kesehatan secara umum: riwayat penyakit
kanker riwayat penyakit neurologis (epilepsi, trauma
kepala), riwayat gangguan pada jantung (PJB, PJK,
Hipertensi, aterosklerosis), riwayat gangguan paru-paru
(TBC, PPOM, udem paru, asma, embolisme paru, dll),
riwayat penyakit endokrin, riwayat penggunaan zat.
4) Sensitifitas biologi : ketidakseimbangan elektrolit,
gangguan pada sistem limbik, thalamus, kortek frontal,
GABA, norepinefrin, serotonin.
5) Paparan terhadap racun, sindrom alcohol saat janin.

b. Psikologis
1) Intelegensi : RM ringan – RM sedang : IQ
2) Kemampuan verbal: Gagap, tidak mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkannya.
3) Moral
4) Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan :
perpisahan traumatik dengan orang yang berarti,
penolakan dari keluarga, perceraian, kekerasan dalam
rumah tangga, diturunkan dari jabatannya, konflik
dengan rekan kerja, penganiayaan seksual, seringkali
mengalami kegagalan, episode depresi sebelumnya.
5) Konsep diri : konsep diri negatif, ideal diri yang tidak
realistis, kurang penghargaan
6) Motivasi : kurang dukungan sosial, kurang dukungan
dari diri sendiri
7) Pertahanan psikologis: self control yang kurang
c. Sosiokultural
1) Usia : < 40 tahun
2) Gender : Wanita > laki-laki
3) Pendidikan : tidak sekolah, pendididkan rendah (hanya
tamat SD, SMP), putus sekolah, tidak mampu
menyelesaikan tugas-tugas, tinggal kelas
4) Pendapatan: kurang/rendah : dibawah umr, tidak
mandiri dalam ekonomi.
5) Pekerjaan: pengangguran, PHK, pekerjaan tidak tetap
6) Status & peran sosial kegagalan berperan sosial.
7) Latar belakang agama dan keyakinan kurang /tidak
menjalankan ajaran agama dan keyakinan, kehilangan
rutinitas ibadah.
8) Keikutsertaan dalam politik : pengurus partai politik,
post power syndrome
9) Pengalaman sosial: sering mengalami penolakan
kelompok sebaya
2. Faktor Presipitasi
a. Nature
1) Faktor Biologis :
a) Status nutrisi : tidak ada perbaikan nutrisi, BB
tidak ideal.
b) Status Kesehatan secara umum: menderita penyakit
kronik atau terminal, kehilangan salah satu anggota
badan.
c) Sensitifitas biologi : ketidakseimbangan elektrolit,
gangguan pada sistem limbik, thalamus, kortek
frontal, GABA, norepinefrin, serotonin.
2) Faktor Psikologis Intelegensi :
a) RM ringan (IQ 50 – 70), RM sedang (IQ 35 – 50).
b) Kemampuan verbal : buta, tuli, gagap, pelo, adanya
pembatasan kontak sosial, lokasi tempat tinggal
yang terisolasi.
c) Moral : melanggar norma dan nilai di masyarakat
d) Kepribadian : menghindar, ambang.
3) Pengalaman yang tidak menyenangkan : korban
perkosaan, perceraian, perpisahan dengan orang yang
berarti, KDRT, diturunkan dari jabatannya, konflik
dengan rekan kerja.
4) Faktor Sosial Budaya: putus sekolah, PHK, turun
jabatan, penolakan dari orang yang berarti,
pendapatan yang rendah.
b. Origin
Internal : persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya,
orang lain dan lingkungannya.
Eksternal : kurangnya dukungan keluarga, kurang dukungan
masyarakat, kurang dukungan kelompok/teman sebaya
c. Number Stres terjadi dalam waktu dekat dan stress terjadi
secara berulang-ulang/ terus menerus
d. Timing: sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan
sebagai masalah yang sangat berat .
C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Pada identitas klien, akan didapatkan data-data terkait
dengan identitas klien maupun keluarga yang menjadi
penanggung jawab klien tersebut. Pada identitas didapatkan
nantinya nama klien, alamat, jenis kelamin, tempat tanggal lahir,
umur, suku/ras, agama, nomor telepon dan lain-lain. Sedangkan
untuk penanggung jawab, juga akan didapatkan data-data yang
sama, baik berupa nama, alamat, umur, nomor telepon dan
diagnosa klien.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama Klien mengeluhkan rasa nyeri pada tiap-tiap
sendi seperti tangan dan kaki.
2) Riwayat penyakit sekarang Adanya keluhan sakit dan
kekakuan pada tangan atau kaki, perasaan tidak nyaman
dalam beberapa waktu sebelum mengetahui dan merasakan
adanya perubahan pada sendi.
3) Riwayat penyakit dahulu Adanya memiliki kecelakaan atau
terbenturnya salah satu organ tubuh waktu dulu, adanya
mengalami penyakit yang sama waktu dahulu.
4) Riwayat penyakit keluarga Ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus dan penyakit
yang lain-lain.
c. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a. Tanda tanda vital.
b. Tekanan darah.
c. Menghitung nadi.
d. Mengukur suhu.
e. Menghitung pernafasan
2. Pemeriksaan Kesadaran
Pengkajian kesadaran untuk menilai apakah
kesadarannya termasuk composmentis atau apatis, atau
somnonel, atau stupor dll.
3. Head to toe
a. Kepala
1) Inspeksi : simetris, ada lesi atau tidak, bersih
atau tidak, ada kelainan tulang kepala atau tidak
(hidrocefalus/akromegali/mikrosefali/makrosef
ali/anesefali).
2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan, benjolan, dan
pembengkakan.
b. Rambut
1) Inspeksi : kering atau tidak, bersih atau kotor.
2) Palpasi : ketebalan rambut, rontok atau tidak.
c. Wajah
1) Inspeksi : Apakah terlihat tegang atau tidak,
pucat atau tidak, apakah ada lesi,
pembengkakan.
d. Mata
1) Inspeksi : keadaan bola mata ada kelainan atau
tidak.
2) Palpasi: dengan cara memejamkan mata; catat
adanya nyeri tekan dan benjolan.
e. Telinga
1) Inspeksi : warna, simetris, adanya nyeri tekan
atau tidak.
2) Palpasi : adanya serumen atau tidak.
f. Hidung
1) Inspeksi : warna, simetris, adanya nyeri tekan
atau tidak.
2) Palpasi : adanya serumen atau tidak.
g. Mulut
1) Inspeksi : warna, simetris, adanya nyeri tekan
atau tidak.
2) Palpasi : adanya serumen atau tidak.
h. Leher
1) Inspeksi : bentuk dan kesimetrisan.
2) Palpasi : adanya benjolan atau tidak, dan nyeri
tekan.
3) Auskultasi : catat adanya bissing.
i. Thorak dan paru-paru
1) Inspeksi : normalnya dada yakni simetris,
bentuk dada normal chest, pigeon chest, barrel
chest. Warna kulit apakah sianosis atau pucat,
apakah pelebaran vena dada normalnya atau
tidak.
2) Palpasi : tentukan adanya nyeri tekan atau
benjolan, menilai traktil fremitus.
3) Perkusi : perkusi daerah ujung apeks paru
kanan dan kiri, perkusi merata di daerah paru,
menentukan ekskursi diafragma.
4) Auskultasi : tidak ada suara tambahan.
j. Jantung
1) Inspeksi : warna simetris atau tidak.
2) Palpasi : adanya benjolan atau tidak.
3) Perkusi : terdengar bunyi batas jantung pekak.
4) Auskultasi : adanya bunyi tambahan atau tidak.
k. Payudara dan ketiak
1) Inspeksi : warna simetris atau tidak.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan atau tidak, serta
apakah ada benjolan.
l. Abdomen
1) Inspeksi : warna, bentuk.
2) Auskultasi : terdengar bissing usus 5-35
permenit.
3) Palpasi : adanya nyeri tekan, adanya benjolan.
4) Perkusi : normalnya terdengar suara tympani.
m. Genetalia
1) Inspeksi : warna, bentuk.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, adanya benjolan.
n. Ekstermitas
1) Inspeksi : bentuk.
2) Palpasi : adanya nyeri tekan, adanya benjolan.
o. Neurologi
1) Apakah terjadi kaku duduk, kejang, muntah,
panas, dsb.
4. Pola - pola kesehatan yang berhubungan dengan gangguan
aktivitas & latihan : Pola manajemen kesehatan dan
persepsi kesehatan Tingat pengetahuan dan persepsi
kesehatan Perilaku umtuk mengatasi masalah kesehatan
Faktor-faktor resiko sehubungan dengan kesehatan.
a. Pola nutrisi
1) Beberapa kali makanan sehari.
2) Makanan kesukaan.
3) Berat badan sebelum dan sesudah sakit.
4) Frekuensi dan kuantitas minum sehari.
b. Pola eliminasi
1) Frekuensi dan kuantitas BAK dan BAB sehari.
2) Nyeri.
3) Kuantitas.
c. Pola aktivitas diri
Mendeskripsikan pola fungsi ekskresi (misal, buang
air besar, buang air kecil, dan keringat).
d. Pola Istirahat Tidur
1) Jam berapa biasanya mulai tidur dan bangun
tidur.
2) Kualitas dan kuantitas tidur
e. Pola Persepsi-Kognitif
1) Gambaran diri.
2) Indentitas diri.
3) Peran diri.
4) Ideal diri.
5) Harga diri.
f. Pola konsep diri
Nyeri mempengaruhi kedaan sosial seseorang
(pekerjaan, siutasi, keluarga, kelompok sosial),
penilaian terhadap nyeri yang dialaminya.
g. Pola seksual dan reproduksi
Adakah kelainan pada alat kelamin.
h. Pola hubungan dan peran
1) Hubungan dengan anggota keluarga.
2) Dukungan keluarga.
3) Hubungan dengan tetangga dan masyarakat.
i. Pola koping dan stress
Cara pemecahan dan penyelesaian masalah.
j. Keyakinan dan nilai
1) Persepsi keyakinan .
2) Tindakan berdasarkan keyakinan

2. Diagnosa keperawatan
a. Keputusasaan
b. Ketidakberdayaan
3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
a. Keputusasaan
Luaran Utama : Harapan
Kriteria hasil :

Keterlibatan dalam aktivitas perawatan Meningkat (5)

Minat komunikasi verbal Meningkat (5)

Verbalisasi keputusasaan Menurun (5)

Perilaku pasif Menurun (5)

Pola tidur Membaik (5)

Intervensi utama : Dukungan Emosional

Observasi Terapeutik

a. Identifikasi fungsi marah, a. Fasilltasi mengungkapkan


frustrasi, dan amuk bagi pasien perasaan cemas,
b. Identifikasi hal yang telah marah,atau sedih
memicu emosi
b. Buat pemyataan suportif
atau empati selama fase
berduka

c. Lakukan sentuhan untuk


memberikan dukungan
(mis.merangkul,menepuk-
nepuk)

d. Tetap bersama pasien dan


pastikan keamanan selama
ansietas, jika perlu

e. Kurangi tuntutan berpikir


saat sakit atau lelah

Edukasi Kolaborasi

a. Jelaskan konsekuensi tidak a. Rujuk untuk


menghadapi rasa bersalah dan konseling,jika perlu
malu
b. Anjurkan mengungkapkan
perasaan yang dialami (mis.
Ansietas, marah,sedih)
c. Anjurkan mengungkapkan
pengalaman emosional
sebelumnya dan pola respons
yang biasa digunakan
d. Ajarkan penggunaan mekanisme
pertahanan yang tepat

Intervensi utama : Promosi Harapan

Observasi Terapeutik

a. Identifikasi kegiatan jangka a. Diskusikan perubahan


pendek dan panjang sesuai tujuan peran yang dialami

b. Identifikasi kemampuan yang b. Gunakan pendekatan yang


dimiliki tenang dan meyakinkan

c. Identifikasi sumber daya yang c. Diskusikan alasan


tersedia untuk memenuhi tujuan mengkritik diri sendiri-
Diskusian untuk
d. Identifikasi pemahaman proses mengklarifikasi
penyakit kesalahpahaman dan
e. Identifikasi dampak situasi mengevaluasi perilaku
terhadap peran dan hubungan sendiri

f. Identifikasi metode penyelesaian d. Diskusikan konsekuensi


masalah tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu

Edukasi Kolaborasi

a. Anjurkan menjalin hubungan


yang memiliki kepentingan dan
tujuan sama

b. Anjurkan penggunaan sumber


spiritual, jika perlu

c. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

b. Ketidakberdayaan
Luaran Utama : Keberdayaan
Kriteria hasil :

Pernyataan mampu melaksanakan aktivitas Meningkat (5)

Pernyataan frustasi Menurun (5)

Perasaan diasingkan Menurun (5)

Perasaan tertekan (depresi) Menurun (5)

ketergantungan pada orang lain Menurun (5)

Intervensi utama : Promosi Koping

Observasi Terapeutik

1. Identifikasi kegiatan jangka 1. Diskusikan perubahan


pendek dan panjang sesuai tujuan peran yang dialami

2. Identifikasi kemampuan yang 2. Gunakan pendekatan yang


dimiliki tenang dan meyakinkan

3. Identifikasi sumber daya yang 3. Diskusikan alasan


tersedia untuk memenuhi tujuan mengkritik diri sendiri-
Diskusian untuk
4. Identifikasi pemahaman proses mengklarifikasi
penyakit kesalahpahaman dan
5. Identifikasi dampak situasi mengevaluasi perilaku
terhadap peran dan hubungan sendiri

6. Identifikasi metode penyelesaian 4. Diskusikan konsekuensi


masalah tidak menggunakan rasa
bersalah dan rasa malu

Edukasi Kolaborasi

1. Anjurkan menjalin hubungan


yang memiliki kepentingan dan
tujuan sama

2. Anjurkan penggunaan sumber


spiritual, jika perlu

3. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi

a. Intervensi Ketidakberdayaan
Tujuan dari intervensi keperawatan pada ketidakberdayaan
yakni Pasien mampu mengambil keputusan yang efektif untuk
mengendalikan situasi kehidupannya
1) Tujuan Khusus
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien dapat mengenali dan mengekspresikan emosinya
c) Klien dapat memodifikai pola kognitif yang negative
d) Klien dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan yang berkenaan dengan perawatannya
sendiri
e) Termotivasi untuk aktif mencapai tujuan yang realistis

Intervensi Keperawatan untuk Ketidakberdayaan

1. SP 1 : Pasien mampu berpartisipasi dalam memutuskan


perawatan dirinya

a) mendiskusikan penyebab ketidakberdayaan

b) mendiskusikan cara mengatasi ketidak berdayaan

c) Beri kesempatan pasien untuk bertanggung jawab


terhadap perawatan dirinya

d) Beri kesempatan menetapkan tujuan perawatan dirinya


(mis: pasien memili apakah mau mandi, sikat gigi atau
gunting kuku

e) Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan


diri untk mencapai tujuan (jika pasien memilih mandi,
bantu pasien untuk menetapkan aktifitas untuk mandi
( Bawa sabun mandi, handuk, pakaian bersih dll)

f) Ajarkan cara melakukan aktifitas yang telah ditetapkan

g) Jadwalkan kegiatan cara berkenalan dengan satu orang

2. SP 2 : Pasien mampu melakukan kegiatan dalam


menyelesaikan masalahnya

a) evaluasi jadwal
b) mempraktekkan cara melakukan aktifitas perawatan
diri yang telah ditentukan

c) Bantu pasien untuk melakukan aktifitas yang telah


ditetapkan

d) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan


kegiatannya

e) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan


kegiatannya

f) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tsb secara teratur

3. SP Keluarga : Keluarga mampu mengidentifikasi


kemampuan yang dimiliki pasien dan membantu pasien
mengoptimalkan kemampuannya

a) Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah


dimiliki pasien

b) Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa


dilakukan pasien saat ini

c) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap


kemampuan yang masih dimiliki pasien

d) Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan


kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki

e) Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien


melakukan kegiatan sesuai dengan jadual kegiatan yang
sudah dibuat

f) Jelaskan pada keluarga tentang obat-obatan anti


depresan, antipsikotik dan anti anxietas dengan :

1) Ajarkan prinsip enam benar minum obat ( Benar


obatnya, pasien, cara, dosis, waktu dan
dokumentasinya)

2) Jelaskan pentingnyapenggunaan obat pada


lansia dengan ketidakberdayaan (depresi)

3) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai


program
4) Jelaskan efek samping obat dan hal-hal untuk
menghindari efek samping obat

5) Jelaskan cara mendapatkan obat atau berobat

b. Imtervensi Keputusasaan
Tujuan Khusus : Klien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengenal masalah keputusasaannya
c. Berpartisipasi dalam aktivitas
d. Menggunakan keluarga sebagai system pendukung
Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri : sebutkan nama dan panggilan
yang disukai
c. Jelaskan tujuan pertemuan
d. Dengarkan klien dengan penuh perhatian
e. Bantu klien penuhi kebutuhan dasarnya.

2. Klien mengenal masalah keputusasaannya

a. Beri kesempatan bagi klien mengungkapkan


perasaan sedih/kesendirian/keputusasaannya.

b. Tetapkan adanya perbedaan antara cara


pandang klien terhadap kondisinya dengan cara
pandang perawat terhadap kondisi klien.

c. Bantu klien mengidentifikasi tingkah laku yang


mendukung putus asa : pembicaraan
abnormal/negative, menghindari interaksi dengan
kurangnya partisipasi dalam aktivitas.

d. Diskusikan dengan klien cara yang biasa dilakukan


untuk mengatasi masalah, tanyakan manfaat dari
cara yang digunakan.

e. Dukung klien untuk menggunakan koping efektif


yang selama ini digunakan oleh klien.
f. Beri alternative penyelesaian masalah atau solusi.\

g. Bantu klien mengidentifikasi keuntungan dan


kerugian dari tiap alternative.

h. Identifikasi kemungkinan klien untuk bunuh diri


(putus asa adalah factor risiko terbesar dalam ide
untuk bunuh diri) : tanyakan tentang rencana,
metode dan cara bunuh diri.

3. Klien berpartisipasi dalam aktivitas

a. Identifikasi aspek positif dari dunia klien (“keluarga


anda menelepon RS setiap hari untuk menanyakan
keadaanmu ?”

b. Dorong klien untuk berpikir yang menyenangkan


dan melawan rasa putus asa.

c. Dukung klien untuk mengungkapkan pengalaman


yang mendukung pikiran dan perasaan yang positif.

d. Berikan penghargaan yang sungguh-sungguh


terhadap usaha klien dalam mencapai tujuan,
memulai perawatan diri, dan berpartisipasi dalam
aktivitas.

4. Klien menggunakan keluarga sebagai system


pendukung

1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

1) Ucapkan salam.

2) Perkenalkan diri : sebutkan nama dan


panggilan yang disukai.

3) Tanyakan nama keluarga, panggilan yang


disukai, hubungan dengan klien.

4) Jelaskan tujuan pertemuan.

5) Buat kontrak pertemuan.

2) Identifikasi masalah yang dialami keluarga terkait


kondisi putus asa klien
3) Diskusikan upaya yang telah dilakukan keluarga
untuk membantu klien mengatasi masalah dan
bagaimana hasilnya.

4) Tanyakan harapan keluarga untuk membantu


klien mengatasi masalahnya.

5) Diskusikan dengan keluarga tentang keputusasaan :

a. Arti, penyebab, tanda-tanda, akibat lanjut


bila tidak diatasi.

b. Psikofarmaka yang diperoleh klien:


manfaat, dosis, efek samping, akibat bila
tidak patuh minum obat.

c. Cara keluarga merawat klien

d. Akses bantuan bila keluarga tidak dapat


mengatasi kondisi klien(Puskesmas, RS).
4. Implementasi
Melakukan tindakan intervensi yang sudah direncanakan
sebelumnya sesuai dengan Standart Operasional Prosedure yang
tepat.
5. Evaluasi
Perawat menggunakan kriteria hasil berikut ini untuk
menentukan efektivitas intervensi keperawatan yang dilakukan.
a. Klien dan keluarganya menunjukkan perbaikan keterampilan
koping
b. Klien mengendalikan perilaku impulsifnya.
c. Klien menunjukkan stabilitas mood yang normal.
d. Klien berpartisipasi dalam program penyuluhan sesuai
kemampuan
e. Klien dan keluarganya berpartisipasi dalam program
pengobatan dan menerima rujukan komunitas.
f. Klien berinteraksi sėcara sosial dengan kelompok teman
sebaya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketidakberdayaan merupakan persepsi seseorang bahwa


tindakannya tidak akan mempengaruhi hasil secara bermakna,
kurang penggendalian yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang
baru saja terjadi. Sedangkan keputusasaan berbeda dengan
ketidakberdayaan, orang yang putus asa tidak melihat adanya solusi untuk
permasalahannya atau tidak menemukan cara untuk mencapai apa yang
diinginkannya. Sebalikkya orang yang tidak berdaya masih
dapatmenemukan alternatif atau untuk masalah tersebut, tetapi tidak
mampu melakukansesuatu untuk mewujudkannya karena kurangnya
kontrol dan sumber yang tersedia.Perasaan tidak berdaya yang tidak
kunjung hilang dapat menimbulkankeputusasaan.

Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang


berkepanjangan ketika individu tidak menemukan alternatif atau pilihan
pribadi guna memecahkan masalah yang dihadapi atau mencapai hal
yang diinginkan dan tidak dapat mengerahkan energi demi kepentingannya
sendiri guna menetapkan sejumlah tujuan.

B. Saran

Hasil pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan


informasi dan tambahan pengetahuan dalam ilmu keperawatan khususnya
dalam pemahaman tentang Asuhan keperawatan jiwa tentang
ketiakberdayaan dan keputusasaan. Sehingga penulis menyarankan kepada
para pembaca agar bisa mengaplikasikan hal tersebut dalam kehidupan
sehari-hari dan lingkungan kerja, sehingga nantinya makalah ini mampu
meningkatkan keperawatan sebagai suatu disiplin ilmu yang lebih baik.
Daftar pustaka

Fitriani Rahmah.Modul Keperawatan Jiwa I. Program Studi S1 Keperawatan


Fakultas Kesehatan Dan Farmasi Universitas Muhammadiyah Kalimantan
Timur.
Jek Amidos Pardede.2020. Konsep Ketidakberdayaan.Program Studi Ners
Universitas Sari Mutiara Indonesia.4 juli 2020.
Pardede, J. A. (2020). Konsep Ketidakberdayaan.
Pardede, J. A. (2020). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Masalah
Kecemasan.
Pardede, J. A., Ariyo, A., & Purba, J. M. (2020). Self Efficacy Related to
Family Stress in Schizophrenia Patients. Jurnal Keperawatan, (4), 831-
838.
Pardede, JA, Hulu, DESP, & Sirait, A. (2021). Tingkat Kecemasan Menurun
Setelah Diberikan Terapi Hipnotis Lima Jari pada Pasien Preoperatif.
Jurnal Keperawatan , (1), 265-272.
Pardede, JA, Hasibuan, EK, & Hondro, HS (2020). Perilaku Caring Perawat
Dengan Koping Dan Kecemasan Keluarga. Jurnal Ilmu dan Praktik
Keperawatan Indonesia , 3 (1), 14-22.
Pardede, J. A., & Purba, J. M. (2020). Family Support Related to Quality of
Life on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah
STIKES Kendal, 10(4), 645-654. https://doi.org/10.32583/pskm.v10i4.942
Sianturi, R., & Wardhani, I. Y. (2019). PERUBAHAN TANDA, GEJALA
DAN KEMAMPUAN MENGATASI KETIDAKBERDAYAAN KLIEN
DIABETES MELITUS SETELAH PENERAPAN ACCEPTANCE
COMITMENT THERAPHY DAN LOGO THERAPHY: STUDI
KASUS. Jurnal Mitra Masyarakat, 1(1), 30-38.
Tarnimatul Ummah.2018. Asuhan Keperawatan Psikososial:
Ketidakberdayaan Pada Klien Dengan Gagal Jantung. Jurnal
Keperawatan Volume 10 No 2, Hal 138 - 142, Hal 138 - 142, September
2018.
Udi Wahyudi.2020. Konsep Diri Dan Ketidakberdayaan Berhubungan
Dengan Risiko Bunuh Diri Pada Remaja Yang Mengalami Bullying. Jurnal
Keperawatan Jiwa Volume 8 No 1, Hal 1 - 8, Februari 2020 FIKKes
Universitas Muhammadiyah Semarang bekerjasama dengan PPNI Jawa
Tengah. .p-ISSN2338-2090, e-ISSN 2655-8106.
Wijayanti, A. R., & Irman, O. (2021). Persepsi Penyakit dan Keputusasaan
pada Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis (Illness
Perception and Hopelessness in Chronic Renal Failure Patients
Undergoing Hemodialysis). Journal of Nursing Care and
Biomoleculer, 6(1), 12-20.

Anda mungkin juga menyukai