Anda di halaman 1dari 12

TERAPI KOMPLEMENTER

PASIEN DENGAN NAPZA

A. PENDAHULUAN

Penyalahgunaan NAPZA di Indonesia semakin hari semakin memprihatinkan.


Berdasarkan data-data yang diperoleh dari Kepolisian menunjukkan peningkatan baik
kualitas dan kuantitasnya yang cukup signifikan setiap tahunnya. Menurut Badan
Narkotika Nasional (BNN) angka resmi penyalahgunaan NAPZA adalah 3,2 juta orang
dari 220 juta penduduk Indonesia. Menghadapi fenomena ini pemerintah Indonesia telah
melakukan berbagai tindakan pencegahan agar dapat menyelamatkan generasi bangsa
dari cengkeraman NAPZA.

NAPZA telah menimbulkan banyak korban terutama kalangan muda yang termasuk
usia produktif. Masalah ini bukan hanya berdampak negatif terhadap diri pengguna,
tetapi lebih luas lagi berdampak negatif terhadap kehidupan keluarga dan masyarakat,
bahkan mengancam dan membahayakan keamanan dan ketertiban.

Besarnya masalah akibat penyalahgunaan NAPZA ini, tentu saja perlu mendapat
penanganan yang serius dari semua pihak. Masalah pemulihan penyalahgunaan NAPZA
bukanlah hal yang mudah, melainkan merupakan suatu proses perjuangan panjang yang
memerlukan strategi dan pelaksanaan secara tepat dan terarah. Berbagai program
rehabilitasi NAPZA menjadi salah satu langkah yang serius dalam penanganan
penyalahgunaan NAPZA. Sesuai pasal 37 ayat 1 UU No. 5/1997 tentang Psikotropika
yang menyebutkan bahwa pengguna psikotropika yang menderita sindrom
ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan atau perawatan, serta pasal 45
UU No. 22/1997 tentang Narkotika yang menyebutkan bahwa pecandu narkotika wajib
menjalani pengobatan dan/ atau perawatan.

Selain rehabilitasi medis perawatan yang bisa diberikan pada pengguna NAPZA
adalah perawatan dengan terapi komplementer. Perkembangan terapi komplementer
akhir-akhir ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif
menjadi bagian penting dalam pelayanan kesehatan di Amerika Serikat dan negara
lainnya (Sayder & Lindquis, 2002). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah

1
pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional
(Smith et al., 2004). Berdasarkan data ini memberikan informasi kepada kita bahwa
terapi komplementer tidak hanya berkembang di Indonesia, tetapi negara maju seperti
Amerika Serikat juga telah menerapkannya.

Klien yang menggunakan terapi komplementer memiliki beberapa alasan. Salah satu
alasannya adalah filosofi holistik pada terapi komplementer, yaitu adanya harmoni dalam
diri dan promosi kesehatan dalam terapi komplementer. Alasan lainnya adalah klien
ingin terlibat untuk pengambilan keputusan dalam pengobatan dan peningkatan kualitas
hidup dibandingkan sebelumnya (Widyatuti, 2008). Sejumlah 82% klien melaporkan
adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima sehingga
menyebabkan klien memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).

Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat. Hal
ini dapat menjadi peluang bagi perawat untuk berperan memberikan terapi
komplementer. Salah satu sasaran dari terapi komplementer yaitu pada klien pengguna
NAPZA, dimana para pengguna NAPZA selain memerlukan rahabilitasi dalam
pemulihan ketergantungan obat mereka juga membutuhkan terapi komplementer sebagai
alternatif kesehatan berdasarkan teori dan keyakinannya sehingga ketika mereka kembali
ke masyarakat dapat dengan mudah berintegrasi dan berperan aktif.

B. TERAPI KOMPLEMENTER

Terapi komplementer adalah suatu pengobatan holistik yang mempengaruhi individu


secara menyeluruh yaitu sebuah keharmonisan individu untuk mengintegrasikan pikiran,
badan, dan jiwa dalam kesatuan fungsi (Smith et al., 2004).

Prinsip holistik pada keperawatan ini perlu didukung oleh kemampuan perawat dalam
menguasai berbagai bentuk terapi keperawatan termasuk terapi komplementer. Penerapan
terapi komplementer pada keperawatan perlu mengacu kembali pada teori- teori yang
mendasari praktik keperawatan. Misalnya teori Rogers yang memandang manusia
sebagai sistem terbuka, kompleks, mempunyai berbagai dimensi dan energi.

Teori keperawatan yang ada dapat dijadikan dasar bagi perawat dalam
mengembangkan terapi komplementer misalnya teori transkultural yang dalam
praktiknya mengaitkan ilmu fisiologi, anatomi, patofisiologi, dan lain-lain. Hal ini
didukung dalam catatan keperawatan Forence Nightingale yang telah menekankan
pentingnya mengembangkan lingkungan untuk penyembuhan dan pentingnya terapi
seperti musik dalam proses penyembuhan. Selain itu, terapi komplementer meningkatkan
kesempatan perawat dalam menunjukkan caring pada klien (Snyder & Lindquis, 2002).

Terapi komplementer adalah suatu terapi tambahan, pelengkap atau penunjang yang
bertumpu pada potensi diri seseorang dan alam. Dalam terapi ini seseorang diajarkan
beberapa ilmu pengobatan yang berasal dari ilmu kedokteran maupun ilmu tradisional.
Terapi komplementer mulai dilaksanakan di Lapas Narkotika sejak tanggal 8 November
2007 dengan bekerja sama dengan Yayasan Taman Sringanis Jakarta. Pada awalnya
terapi ini diperuntukkan untuk membantu warga binaan yang sudah terinfeksi HIV/AIDS
(ODHA) agar kesehatan mereka bisa terjaga dengan baik. Namun saat ini terapi
komplementer dapat dimanfaatkan oleh warga binaan lain yang memiliki minat pada
terapi ini. Terapi komplementer meliputi olah nafas, meditasi, akupuntur, prana, serta
menjaga kesehatan melalui menu sehat.

Manfaat terapi komplementer adalah:

1. Untuk mencegah timbulnya penyakit baru

2. Menjaga stamina dan kekebalan tubuh

3. Mengatasi keluhan fisik yang ringan

4. Mengurangi dan menghindari stres

Macam Terapi Komplementer (Snyder & Lindquis, 2002)

1. Kategori pertama, mind-body therapy yaitu memberikan intervensi dengan berbagai


teknik untuk memfasilitasi kapasitas berpikir yang mempengaruhi gejala fisik dan
fungsi tubuh misalnya perumpamaan (imagery), yoga, terapi musik, berdoa,
journaling, biofeedback, humor, tai chi, dan terapi seni.

2. Kategori kedua, alternatif sistem pelayanan yaitu sistem pelayanan kesehatan yang
mengembangkan pendekatan pelayanan biomedis berbeda dari Barat misalnya
pengobatan tradisional Cina, Ayurvedia, pengobatan asli Amerika, cundarismo,
homeopathy, naturopathy.
3. Kategori ketiga, adalah terapi biologis yaitu natural dan praktik biologis dan hasil-
hasilnya misalnya herbal dan makanan.

4. Kategori keempat, adalah terapi manipulatif dan sistem tubuh. Terapi ini didasari oleh
manipulasi dan pergerakan tubuh misalnya pengobatan kiropraksi, macam-macam
pijat, rolfing, terapi cahaya dan warna, serta hidroterapi.

5. Kategori kelima, adalah terapi energi yang fokusnya berasal dari energi dalam tubuh
(biofields) atau mendatangkan energi dari luar tubuh misalnya terapeutik sentuhan dan
pengobatan sentuhan. Kategori ini biasanya dijadikan satu kategori berupa kombinasi
antara biofield dan bioelektromagnetik.

Klasifikasi lain menurut Smith et al (2004) meliputi gaya hidup ( pengobatan


holistik, nutrisi), botanikal (homeopati, herbal, aromaterapi); manipulatif (kiropraktik,
akupresur dan akupunktur, refleksi, massage); mind-body (meditasi, guided imagery,
biofeedback, color healing, hipnoterapi). Jenis terapi komplementer yang diberikan
sesuai dengan indikasi yang dibutuhkan. Contohnya pada terapi sentuhan memiliki
beberapa indikasi seperti meningkatkan relaksasi, mengubah persepsi nyeri, menurunkan
kecemasan, mempercepat penyembuhan, dan meningkatkan kenyamanan dalam proses
kematian (Hitchcock et al., 1999).

C. TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN DENGAN

NAPZA Terapi komplementer pada pasien dengan NAPZA antara

lain:

1. Olahraga

Olahraga memiliki dampak luar biasa terhadap ketergantungan NAPZA,


seperti lari, bersepeda, berenang dalam jarak jauh. Kegiatan ini disamping
memberikan efek distraksi dari keinginan mengkonsumsi NAPZA juga
bermanfaat untuk memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan sehingga tubuh
segar dan sehat energi kreatif akan muncul. Para pecandu sebaiknya diarahkan
pada kegiatan yang positif sehingga mereka akan merasa lebih baik. Olahraga ini
dapat memfasilitasi pemulihan tubuh dengan meningkatkan aliran darah ke otak.
Olahraga dapat merangsang pengeluaran bahan kimia di otak seperti endorfin,
dopamine dan seretonin sehingga perasaan lebih tenang dan senang.
2. Terapi Spiritual

Sekarang ini konsep kedokteran dan keperawatan telah mempertimbangkan


aspek biopsikososial dan spiritual, artinya pengobatan tidak hanya berusaha untuk
mengembalikan fungsi fisik seseorang tetapi juga fungsi psikis, sosial dan
spiritual pasien. Pendekatan ini menempatkan kembali pengobatan spiritual
sebagai salah satu cara pengobatan dalam upaya penyembuhan penderita.

Di Indonesia pengobatan spiritual biasanya dikaitkan dengan agama.


Seseorang pengguna NAPZA dapat memilih untuk menjalankan pengobatan
spiritual yang berlaku umum. Bila dia memilih pengobatan spiritual yang sesuai
dengan agamanya maka kegiatan tersebut tidak asing lagi bagi mereka. Contoh
terapi spiritual ini misalnya melakukan berzikir, berdoa, berpuasa, sholat, dan
lainnya yang dibimbing oleh rohaniawan maupun dilakukan sendiri. Dalam terapi
ini Tuhan adalah media sebagai tempat pelarian terbaik pecandu. Melalui doa dan
ibadah hati akan merasa tenang dan lebih ikhlas, sehingga diharapkan para
pecandu akan lebih kuat imannya dan yakin bahwa Tuhan sayang terhadap setiap
umatnya, tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kamampuan umatnya.
Para pecandu dapat meminta ampun dan memohon kepada Tuhan untuk
membantu memberikan kekuatan agar benar-benar lepas dari kecanduan narkoba.

3. Terapi Nutrisi

Seperti kita ketahui pengguna NAPZA memiliki napsu makan yang kurang
akibat efek obat-obatan yang mereka konsumsi. Sebagian besar mereka lebih
banyak mengkonsumsi gula, junk food, makanan cepat saji, kafein dan lemak
jenuh secara berlebihan. Sehingga disarankan untuk menjalankan program diet
tinggi protein dan lemak. Makanan yang diharuskan untuk dikonsumsi adalah
ayam, domba, daging organik dan mentega. Proporsi diet terdiri dari 40 persen
karbohidrat, 30 persen protein dan 30 persen lemak. Buah-buahan yang padat
nutrisi, sayuran, kacang-kacangan, biji-bijian dan polong-polongan juga harus
dikonsumsi. Nutrisi yang sehat dan seimbang diperlukan pasien dengan NAPZA
untuk mempertahankan kekuatan tubuh, meningkatkan fungsi sistem imun,
kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi dan menjaga kesehatan mereka agar
tetap aktif dan produktif.
4. Terapi Suplemen

Kurangnya asupan bagi orang-orang yang sedang pada masa pemulihan


khususnya pemulihan dari ketergantungan NAPZA bisa diatasi dengan
mengkonsumsi suplemen khusus untuk mengimbangi kebutuhan tubuh terhadap
nutrisi. Suplemen ini antara lain Multivitamin , omega-3 membantu menstabilkan
mood, memperbaiki komunikasi antar saraf serta mendukung tumbuh kembang
sel-sel otak, vitamin B komplek menaikkan mood, menurunkan kecemasan serta
menambah tenaga, vitamin C membantu memelihara keseimbangan tubuh, NAC
(N-acetylcysteine, asam amino N-acetylcycteine merupakan suplemen terpenting
untuk mendukung pemulihan tubuh, mengatur sistem glutamatergic dalam otak
sehingga mampu memerangi kecanduan serta perilaku kompulsif, dan Rhodiola
merupakan obat herbal yang sangat efektif untuk menghilangkan depresi,
kegelisahan dan kelelahan yang biasa dialami oleh para pecandu.

5. Yoga

Yoga melibatkan sejumlah postur yang mengintegrasikan tubuh dan pikiran.


Latihan yoga meningkatkan kekuatan otot dan juga fleksibilitas tubuh. Yoga
menghasilkan perubahan signifikan dalam fisik, hubungan sosial dan domain
lingkungan kualitas hidup. Dengan disiplin melakukannya tubuh akan terasa
lebih fit sehingga sangat cocok diterapkan pada para pencandu dan secara
signifikan dapat mengurangi stres, cemas dan depresi serta memperbaiki pola
tidur.

6. Latihan Kesadaran

Latihan kesadaran adalah sebuah bentuk meditasi yang memfokuskan diri ,


pernafasan dan sensasi tubuh. Selain pelatihan Vipasana yang sering disebut
penganut Budha, juga bisa dilakukan meditasi. Bila aktivitas meditasi dilakukan
secara rutin dan terus-menerus maka lambat laun pikiran dan kesadaran akan
kuat, sehingga pelaku meditasi akan memiliki ketenangan, kedamaian dan cinta
kasih. Namun latihan ini perlu waktu lama bagi para pecandu karena sebagian
besar pecandu memiliki gangguan dalam berkonsentrasi. Mereka cenderung tidak
bisa fokus dan sering merenungkan hal-hal negatif yang mendorong semakin
banyaknya perikalu kompulsif. Dengan latihan meditasi yang rutin, diharapkan
dapat membantu untuk memfokuskan perhatiannya dan mendorong sikap positif
terhadap pengalaman masa lalunya.

7. Terapi Criminon

Criminon diartikan sebagai no crime, artinya terapi ini bertujuan untuk


membentuk seorang narapidana untuk tidak melakukan kembali kejahatan.
Filosofi dasar dari Criminon menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang
melakukan kejahatan adalah karena kurangnya rasa percaya diri. Ketiadaan rasa
percaya diri ini mengakibatkan seseorang tidak mampu untuk menghadapi
tantangan kehidupan serta tidak mampu menyesuaikan diri dengan sistem nilai
berlaku di masyarakat sehingga yang bersangkutan melakukan pelanggaran
hukum. Pelanggaran ini sering dilakukan oleh para pacandu NAPZA, sehingga
perlu dilakukan cara untuk mencegahnya, terapi ini adalah salah satu cara untuk
mengatasi perilaku negatif yang biasa dilakukan oleh para pecandu.

Tujuan pelatihan Criminon:

1. Membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan seseorang dalam


menghadapi rasa bersalah, rendah diri, takut, emosi dan mampu
mengendalikan diri.

2. Membantu para pecandu dalam menghadapi hambatan belajar

3. Memberikan pengetahuan untuk mencapai kebahagiaan lebih baik bagi diri


sendiri maupun orang lain

4. Memberikan dasar-dasar pengetahuan untuk mencapai kestabilan dan


kebahagiaan dalam hidup

Program Criminon yang dikembangkan atas dasar teknik yang ditemukan


oleh L. Ron Hubbard secara garis besar ditawarkan melalui dua model pengajaran
yakni di dalam ruang (kelas) dan melalui kursus korespondensi. Program ini
terdiri dari beberapa seri modul yang intinya bertujuan untuk membantu para
pecandu NAPZA dalam memahami dampak dari berbagai pengaruh terhadap
lingkungannya, konsekuensi dari pilihan-pilihan mereka di masa lalu serta cara
untuk mengambil keputusan atau pilihan yang lebih baik di masa yang akan
datang (Criminon International, 2005).
Kurikulum yang terdapat dalam program Criminon terdiri dari empat modul
utama, yaitu:

1. Pertama, kursus komunikasi dimana didalamnya para pecandu diajarkan


untuk berinteraksi aktif secara positif dalam lingkungan sosialnya,
berkomunikasi secara efektif melalui penggunaan volume, intonasi dan
bahasa tubuh serta kemampuan untuk memberi respon yang secukupnya
dalam sebuah diskusi baik positif maupun negatif dengan pihak lain.

2. Kedua, yaitu kursus keterampilan untuk bertahan hidup yang didalamnya


diajarkan faktor-faktor fundamental yang diperlukan dalam memahami
sesuatu melalui proses indentifikasi terhadap hal-hal yang menjadi
kendala bagi efektifitas proses belajar serta menentukan strategi yang
diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.

3. Ketiga, yaitu kursus meraih dan mencapai kebahagiaan, pada tahap ini
pecandu dituntun menuju pola berpikir baru mengenai dirinya,
hubungannya dengan orang lain serta pola perilaku yang baru dalam
kehidupannya.

4. Keempat, kursus mengenal dan mengatasi kebiasaan-kebiasaan anti sosial,


didalamnya pecandu diajarkan untuk mampu mengidentifikasi dan
bernegosiasi dengan bentuk-bentuk kebiasaan yang anti sosial, baik yang
ada di dalam dirinya maupun juga yang ada pada orang lain.

8. Terapi Kesenian

Kegiatan kesenian dimaksudkan untuk membina dan mengasah bakat-bakat


seni pecandu, sehingga mereka dapat menyalurkan bakat seni yang mereka
miliki. Sebagai sebuah kegiatan terapi, kesenian dapat digunakan untuk
membantu narapidana pengguna NAPZA/ pecandu dalam upaya kepulihannya.

Dalam pelaksanaanya kesenian tidak dapat berdiri sendiri, melainkan


merupakan bagian dari satu sistem rehabilitasi yang komprehensif yang meliputi
rehabilitasi medis dan rehabilitasi non- medis. Kesenian dilakukan sebagai suatu
proses aftercare, atau setelah warga binaan menjalani program terapinya.
Pada tahap aftercare warga binaan diarahkan sesuai dengan minat dan
bakatnya masing-masing. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membekali para
pecandu dengan pengetahuan dan keterampilan yang bermanfaat dan bisa
diaplikasikan di kehidupannya setelah kembali ke masyarakat. Dengan demikian
pecandu bisa mengaktualisasikan diri di tengah masyarakat sebagai manusia yang
produktif dan tidak lagi bergantung pada NAPZA.

Kesenian dapat digunakan sebagai media terapi dan rehabilitasi karena


memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Kegiatan kesenian merupakan kegiatan yang bersifat positif

b. Kegiatan kesenian terjadwal secara rutin, sehingga secara tidak langsung


melatih kedisiplinan warga binaan

c. Kegiatan kesenian memacu warga binaan untuk terus mengembangkan


diri

d. Kegiatan kesenian memotivasi warga binaan untuk menggali potensi yang


ada dalam dirinya

e. Kegiatan kesenian dapat dipergunakan untuk mengurangi waktu luang


warga binaan, sehingga dapat menghindarkan warga binaan memikirkan
kembali pemakaian NAPZA

f. Kegiatan kesenian dapat mambantu warga binaan untuk lebih percaya diri
dengan menampilkan potensi dirinya

g. Kegiatan kesenian dapat melatih warga binaan untuk lebih bertanggung


jawab atas pilihan yang telah diambil bagi dirinya sendiri.

9. Terapi Akupuntur

Terapi akupuntur merupakan metode penyembuhan yang berasal dari Cina


dan sangat efektif sebagai pengobatan alternatif untuk mengatasi kecanduan
NAPZA. Akupuntur adalah suatu ilmu dan seni pengobatan tradisional Timur
dengan penusukan jarum halus pada daerah khusus di permukaan tubuh yang
bertujuan menjaga keseimbangan Yin-Yang atau bioenergi tubuh. Jarum-jarum
diletakkan ke bagian titik tekan tubuh dan mampu mengatasi ketidaknyamanan
selama tidak memakai narkoba secara sempurna. Tujuan dan rasionalisasi untuk
terapi kecanduan NAPZA terhadap akupuntur adalah mencegah gejala putus obat
zat, menurunkan keinginan untuk menggunakan NAPZA lagi, menormalkan
fungsi fisiologis yang terganggu akibat penggunaan narkoba, meminimalkan
komplikasi medis dan sosial dari penggunaan narkoba dan mempertahankan
kondisi bebas penggunaan NAPZA. Efek penusukan terjadi melalui hantaran
saraf dan melalui humoral/ endokrin. Secara umum efek penusukan jarum terbagi
atas efek lokal, efek segmental dan efek sentral.

Efek lokal:

Penusukan jarum akan menimbulkan perlukaan mikro pada jaringan. Hal ini
menyebabkan pelepasan hormon jaringan (mediator) dan menimbulkan reaksi
rantai biokimiawi. Efek yang terjadi secara lokal meliputi dilatasi kapiler,
peningkatan permeabilitas kapiler, perubahan lingkungan interstisial, stimulasi
nosiseptor, aktivasi respon imun nonspesifik, dan penarikan leukosit dan sel
Langerhans. Reaksi lokal ini dapat dilihat sebagai kemerahan pada daerah
penusukan.

Efek segmental/ regional:

Tindakan akupuntur akan merangsang serabut saraf dan rangsangan itu akan
diteruskan ke segmen medula spinalis bersangkutan dan ke sel saraf lainnya,
dengan demikian mempengaruhi segmen medula spinalis yang berdekatan.

Efek sentral:

Rangsangan yang sampai pada medula spinalis diteruskan ke susunan saraf pusat
melalui jalur batang otak, substansia grisea, hipotalamus, talamus dan cerebrum.
Dengan demikian maka penusukan akupuntur yang merupakan tindakan invasif
mikro akan dapat menghilangkan gejala nyeri yang ada, mengaktivasi mekanisme
pertahanan tubuh sehingga memulihkan homeostasis.
D. PERAN PERAWAT DALAM TERAPI KOMPLEMENTER PADA PASIEN DENGAN
NAPZA

Peran perawat yang dapat dilakukan dari pengetahuan tentang terapi komplementer
diantaranya sebagai konselor, pendidik kesehatan, peneliti, pemberi pelayanan langsung,
koordinator dan sebagai advokat.

1. Perawat sebagai konselor

Sebagai konselor perawat dapat menjadi tempat bertanya, konsultasi, dan diskusi
apabila klien membutuhkan informasi tentang kondisi kesehatannya sekarang.

2. Perawat sebagai pendidik kesehatan

Sebagai pendidik perawat dapat memberikan informasi tentang cara pemulihan klien
dari ketergantungan NAPZA khususnya tentang terapi komplementer.

3. Perawat sebagai peneliti

Sebagai peneliti perawat dapat melakukan berbagai penelitian yang dikembangkan


dari hasil evidence-based practice khususnya dalam hal terapi komplementer untuk
klien dengan NAPZA.

4. Perawat sebagai pemberi pelayanan langsung

Sebagai pemberi pelayanan langsung misalnya dalam praktik pelayanan kesehatan


yang melakukan integrasi terapi komplementer, salah satunya yaitu rehabilitasi medis
pengguna NAPZA.

5. Perawat sebagai koordinator

Sebagai koordinator perawat dapat mendiskusikan terapi komplementer pada klien


dengan NAPZA dengan dokter yang merawat dan unit manajer terkait.
6. Perawat sebagai advokat

Sebagai advokat perawat berperan untuk memenuhi permintaan kebutuhan perawatan


komplementer yang mungkin diberikan termasuk perawatan alternatif pada kilen
dengan NAPZA.

Anda mungkin juga menyukai