Anda di halaman 1dari 16

Nilai:

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENGERINGAN
(Pengeringan Foam Mat Drying)

Oleh:
Nama : Farinissa Deliana Putri
NPM : 240110190014
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 4 November 2021
Waktu : 07.30 -09.30
Asisten : Rizka Fauziyah

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengawetan bahan hasil pertanian merupakan salah satu cara untuk
memperpanjang masa simpan. Salah satu cara yang digunakan untuk
memperpanjang umur simpan adalah dengan cara pengeringan. Pengeringan
merupakan metode untuk mengeluarkan ataumenghilangkan sebagian air dari suatu
bahan dengan menguapkan air dibantu dengan adanya energi panas. Pengeringan
merupakan suatu metode memiliki jenis pengeringan yang beragam. Keuntungan
dari metode pengeringan adalah biaya prosesnya lebih murah, tenaga yang
diperlukannya sedikit, dan peralatan pengolahannya yang terbatas. Selain itu
kebutuhan biaya distribusinya yang lebih murah.
Salah satu jenis pengeringan adalah foam mat drying. Pengeringan dengan
metode ini digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk cairan yang
sebelumnya sudah ditambahkan zat pengembang dan zat pengisi. Penambahan zat
pengembang digunakan untuk menciptakan permukaan bahan yang lebih luas,
sehingga pengeluaran air menjadi lebih cepat sehingga waktu untuk
pengeringannya juga menjadi lebih cepat. Selain itu, foam mat drying
memungkinkan suhu pengeringan yang lebih rendah. Hal ini merupakan salah satu
pertimbangan untuk memilih metode foam mat drying untuk digunakan untuk
pengeringan khususnya bahan yang sudah dicairkan.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum kali ini adalah Mengetahui proses perlakuan
pengolahan wortel yang tepat menjadi bubuk ekstrak wortel dengan metode
pengering busa (foam mat drying) menggunakan oven guna menghasilkan bubuk
ekstrak wortel dengan mutu yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengeringan
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energi panas. Secara umum keuntungan dari pengawetan ini adalah
bahan menjadi awet dengan volume bahan menjadi kecil sehingga memudahkan
dalam pengangkutan. Tujuan dari pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan
sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan
pembusukan akan terhenti, dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat
mempunyai waktu simpan yang lama (Riansyah et all, 2013).

2.2 Foam Mat Drying


Foam mat drying merupakan teknik pengeringan bahan berbentuk cair dan
peka terhadap panas melalui teknik pembusaan dengan menambahkan zat
pengembang dan zat pengisi. Keuntungan dari pengeringan ini adalah dapat
mempercepat proses penguapan air, dilakukan dengan suhu rendah sehinggi tidak
merusak jaringan sel dan nilai gizi dapat dipertahankan. Metode foam mat drying
mampu memperluas area interface, sehingga mengurangi waktu pengeringan dan
mempercepat proses penguapan (Raj Kumar dkk, 2005).
Pembentukan foam tergantung berbagai parameter, seperti komposisi dari
cairan, metode pembusaan yang digunakan, temperatur dan lama pembuihan.
Metode pembuihan mempengaruhi kualitas dan kuantitas dari foam. Foam
stabilizer berfungsi untuk mempertahankan konsistensi busa adonan sehingga
proses pengeringan akan cepat dan bahan tidak rusak karena pemanasan. Adanya
bahan penstabil busa dapat membentuk ikatan kompleks antara protein dan air, air
yang terjebak oleh polisakarida, dapat berikatan dengan protein melalui ikatan
hidrogen. Hal tersebut yang dinilai mampu membuat kandungan nutrisi dapat
dipertahankan pada proses pengeringan spirulina (Asiah, 2012).
2.3 Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang
dinyatakan dalam persen. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat
penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan
kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi
mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak,
sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997). Kadar air
biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam
gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah
(bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami
pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal,
2010).

2.4 Zat Pengembang


Proses yang mengakibatkan adanya perubahan bahan dari cairan menjadi
foam (busa) dengan menambahkan zat pembuih/zat pengembang (foaming agent)
dinamakan proses pengeringan busa atau foam mat drying. Terdapat beberapa
macam zat pembuih diantaranya adalah maltodekstrin, tween 80, putih telur,
gliserin, soda kue dan ovalet (digliserida). Penambahan foaming agent untuk setiap
jenisnnya berbeda beda. Salah satu tujuan dari Pengeringan busa atau foam-mat
drying adalah untuk memperbanyak konsentrasi busa sehingga dapat meningkatkan
luas permukaan. Adanya penambahan konsentrasi busa yang semakin banyak dapat
meningkatkan luas permukaan serta memberikan struktur berpori pada bahan yang
mengakibatkan kecepatan pengeringan semakin meningkat (Mulyoharjo, 1988).
Pada kondisi yang sama, lapisan pada pengeringan busa lebih cepat kering daripada
lapisan tanpa busa (Van Arsdel at al., 1973). Soekarto (2013) menyatakan bahwa
telur terutama bagian putih telur mempunyai daya menghasilkan pengembangan
pada berbagai produk pangan basah, semi basah dan kering. Pengembangan produk
dapat pula dilakukan dengan mengatur kadar air sebelum produk kering mengalami
pemanasan, selain itu pengembangan juga terjadi saat pengocokan (busa). Protein
putih telur yang berfungsi pengembangan volume pada saat proses pengocokan
adalah bagian putih telur (albumin), terutama protein globulin, ovomusin, dan
ovakbumin. Ovomusin mempunyai daya mengikat air paling tinggi dibandingkan
banyak jenis protein isi telur.
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan bahan


3.1.1 Alat
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Ayakan tyler mesh 50, mensortir dan menyamakan dimensi bahan;
2. Beaker glass 100ml, mewadahi dan menghitung volume air;
3. Black box, menguji bahan;
4. Cawan, wadah wortel yang sudah dihaluskan;
5. Desikator, menjaga kadar air bahan tidak tercampur dengan lingkungan;
6. Grinder, menghaluskan bahan;
7. Juicer, memproses wortel menjadi jus;
8. Loyang alumunium, sebagai wadah bahan;
9. Mixer, menyatukan bahan sampai tercampur rata.
10. Oven konveksi, mengeringkan bahan; dan
11. Timbangan analitik, menimbang massa bahan.
3.1.2 Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Alumunium foil;
2. Maltodekstrin 300 gram;
3. Telur 2 kg; dan
4. Wortel 4 kg.

3.2 Prosedur Praktikum


3.2 Prosedur Percobaan
Prosedur yang dilakukan untuk praktikum kali ini adalah:
1. Menyiapkan alat dan bahan praktikum;
2. Menimbang berat wortel segar menggunakan timbangan analitik. (Ma);
3. Melakukan sortasi dan trimming pada wortel;
4. Menimbang berat wortel yang telah di sortasi dan trimming;
5. Mencuci seluruh permukaan wortel menggunakan air mengalir hingga
bersih;
6. Melakukan proses juicing pada wortel. Wortel diambil jusnya lalu
dipisahkan dari ampasnya;
7. Menimbang volume jus yang dihasilkan dan beratnya (Mb);
8. Mencampurkan jus dengan maltodekstrin sebanyak 15% b/v (Mc)
kemudian menambahkan busa putih telur sebanyak 2% dan 5% b/v (Md)
dari jus wortel;
9. Mengocok larutan yang telah dicampur menggunakan mixer selama 15
menit;
10. Menuangkan larutan ke dalam loyang alumunium dengan ketebalan larutan
2 mm diatas loyang alumunium yang telah diberi alas alumunium foil;
11. Memasukkan loyang yang telah berisi larutan ke dalam oven konveksi
dengan suhu pengeringan 700C selama 8 jam;
12. Menimbang massa lembaran wortel hasil pengeringan (Me), setelah kering;
13. Menggiling larutan yang sudah kering menggunakan grinder selama 2 menit
sehingga diperoleh bentuk bubuk wortel;
14. Menimbang bubuk wortel hasil penggilingan (Mf);
15. Mengayak bubuk wortel hasil penggilingan dengan ayakan Tyler berukuran
mesh 50;
16. Menghitung rendemen total bubuk wortel menggunakan rumus;
M
Rendemen total (%) = M f × 100% (1)
a

17. Menghitung rendemen parsial pembuatan bubuk wortel menggunakan


rumus; dan
M
Rendemen pembuatan jus (%) = Mb × 100% (2)
a

M
Rendemen penggilingan (%) = M f × 100% (3)
e

Me
Rendemen pengeringan (%) = M × 100% (3)
b + Mc + Md

18. Menentukan warna bubuk wortel menggunakan black box.


BAB IV
HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel
Tabel 1. Data Praktikum Awal
Massa Massa Massa Massa Massa Bubuk
Jus Maltodekstrin Busa Lembaran Wortel Hasil
Perlakuan Wortel (gr) (Mc) Telur Wortel Hasil Penggilingan
(gr) (Mb) 5% (gr) Pengeringan (gr) ((Mf)
(Md) (gr) (Me)
A
( 15% maltodeksterin 172,38 24,9 8,3 34,22 32,47
+ 5% busa putih telur)
B
( 20% maltodekstrin + 168,73 32,4 8,1 45,34 35,85
5% busa putih telur)
C
( 20% maltodekstrin + 204,26 40 0 51,55 47,54
0% busa putih telur)

Tabel 2. Data Hasil Perhitungan Rendemen Bubuk Ekstrak Wortel


Massa Rendemen Rendemen Rendemen Rendemen
Wortel Juicing Pengeringan Penggilingan Total (%)
Perlakuan
Segar (%) (%) (%)
(gr) (Ma)
A
( 15% maltodeksterin 386,47 44,5% 16,6% 94,8% 8,4%
+ 5% busa putih telur)
B
( 20% maltodekstrin + 401,86 41,98% 21,2% 79% 8,92%
5% busa putih telur)
C
( 20% maltodekstrin + 412,95 49,46% 21,1% 92,2% 11,5%
0% busa putih telur)

4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Rendemen Juicing
𝑀
Rendemen A = 𝑀𝑏 𝑥 100%
𝑎

172,38
= 386,47 𝑥 100%

= 44,5%
𝑀
Rendemen B = 𝑀𝑏 𝑥 100%
𝑎

168,73
= 401,86 𝑥 100%

= 41,98%
𝑀
Rendemen C = 𝑀𝑏 𝑥 100%
𝑎

204,26
= 412,95 𝑥 100%

= 49,46%
4.2.2 Perhitungan Rendemen Pengeringan
𝑀𝑒
Rendemen A = 𝑥 100%
𝑀𝑏 + 𝑀𝑐 + 𝑀𝑑
34,22
= 172,38+ 24,9+ 8,3 𝑥 100%

= 16,6%
𝑀𝑒
Rendemen B =𝑀 𝑥 100%
𝑏 + 𝑀𝑐 + 𝑀𝑑

45,34
= 168,73+32,4+ 8,1 𝑥 100%

= 21,2%
𝑀𝑒
Rendemen C =𝑀 𝑥 100%
𝑏 + 𝑀𝑐 + 𝑀𝑑

51,55
= 204,26+ 40+ 0 𝑥 100%

= 21,1%
4.2.3 Perhitungan Rendemen Penggilingan
𝑀𝑓
Rendemen A = 𝑀 𝑥 100%
𝑒

32,47
= 34,22 𝑥 100%

= 94,8%
𝑀𝑓
Rendemen B = 𝑀 𝑥 100%
𝑒

35,85
= 45,34 𝑥 100%

= 79%
𝑀𝑓
Rendemen C = 𝑀 𝑥 100%
𝑒

47,54
= 51,55 𝑥 100%

= 92,2%
4.2.4 Perhitungan Rendemen Total
𝑀𝑓
Rendemen A = 𝑀 𝑥 100%
𝑎

32,47
= 386,47 𝑥 100%

= 8,4%
𝑀𝑓
Rendemen B = 𝑀 𝑥 100%
𝑎

35,85
= 401,86 𝑥 100%

= 8,92%
𝑀𝑓
Rendemen C = 𝑥 100%
𝑀𝑎
47,54
= 412,95 𝑥 100%

= 11,5%
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum pengeringan kali ini membahas tentang pengeringan dengan


metode foam mat drying. Pengeringan merupakan salah satu cara paling efektif
untuk memperpanjang umur simpan bahan. Metode dalam pengeringan bermacam
– macam salah satunya adalah foam mat drying. Pengeringan ini merupakan teknik
pengeringan yang biasa digunakan untuk bahan berbentuk cair dengan dilakukan
proses pembusaan terlebih dahulu dengan tujuan mempertebal lapisan jus untuk
melindungi komponen dalam buih dan memperluas permukaan bahan yang
dikeringkan. Foam mat drying digunakan pada bahan yang peka terhadap panas,
sehingga suhu pada proses pemanasan dapat diatur tidak terlalu tinggi. Hal ini
membuat waktu pengeringan lebih singkat dan suhu pengeringan tidak terlalu tinggi
sehingga warna, rasa, dan aroma bahan dapat terjaga.
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah juice wortel yang
sudah dipisahkan dari ampasnya dan ditambahkan zat pengembang berupa putih
telur yang sudah mengembang dan zat pengisi berupa maltodekstrin. Setelah itu
dikocok bersamaan menggunakan mixer. Pada praktikum kali ini dilakukan 3 buah
perlakuan dengan massa awal bahan, komposisi maltodextrin, dan putih telur yang
berbeda. Masing – masing perlakuan diberi nama A, B, dan C. Perlakuan A
memiliki massa jus wortel 172,38 gr, massa maltodextrin 24,9 gr, dan massa busa
telur 8,3 gr. Sedangkan, perlakuan B memiliki massa juice wortel sebanyak 168,73
gr, massa maltodekstrin 32,4 gr, dan massa busa telur 8,1 gr. Perlakuan C dengan
massa juice wortel 204,26 gr, massa maltodekstrin 40 gr, dan massa busa putih telur
0 gr. Perbedaan massa dari masing – masing perlakuan memberikan hasil
pengeringan dan rendemen yang berbeda beda karena persentase maltodekstrin
yang diberikan berbeda – beda.
Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa perbedaan perlakuan memberikan
hasil yang berbeda. Perlakuan A ditambahkan 15% maltodeksterin dan 5% busa
putih telur menghasilkan massa lembaran wortel setelah pengeringan 34,22 gr.
Perlakuan B ditambahkan 20% maltodekstrin dan 5% busa putih telur
menghasilkan massa lembaran pengeringan jus wortel 45,34 gr. Sedangkan,
perlakuan C ditambahkan 20% maltodekstrin dan 0% busa putih telur menghasilkan
massa lembaran pengeringan jus wortel 51,55 gr. Hasil tersebut menunjukan
adanya penurunan berat sampel setelah dilakukan pengeringan. Berdasarkan
pengamatan, penambahan konsentrasi maltodekstrin menyebabkan nilai kadar air
produk cenderung meningkat, kelarutan juga meningkat dan berat sampel menurun.
Kadar air akan meningkat seiring adanya penambahan maltodekstrin.
Maltodekstrin memiliki kemampuan untuk menyerap air dengan baik atau biasa
disebut dengan sifat higroskopis. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan C dimana
nilai maltodekstrin yang diberikan inggi yaitu 20% tanpa adanya penambahan busa
putih telur dimana busa ini berfungsi memberikan tambahan pori agar proses
pengeringan lebih cepat. Semakin banyak konsentrasi busa putih telur yang
ditambahkan, semakin banyak pori yang tercipta sehingga semakin cepat pula
pengeringan yang dilakukan. Pada perlakuan C tidak terdapat pemabahan pori
sehingga proses pengeringan yang dilakukan kurang maksimal daripada perlakuan
A dan B. Kandungan maltodekstrin meningkatkan kadar air sehingga hasil
pengeringan pada lembaran wortel perlakuan C sebesar 51,55 gr, nilai paling besar
diantara perlakuan A dan B dengan massa lembaran 34,22 gr dan 45,34. Hal dapat
terlihat pada perlakuan B dimana nilai maltodekstrinnya lebih besar daripada
perlakuan A tetapi memiliki nilai busa putih telur yang sama, perlakuan B memiliki
massa lebih besar daripada perlakuan A.
Massa setelah proses penggilangan pada perlakuan A, B, dan C adalah 34,47
gr, 35,85 gr, dan 47,54 gr. Massa yang dihasilkan lebih rendah daripada massa
pengeringannya. Hal ini terjadi karena adanya susut bobot akibat proses
penggilingan menggunakan grinder dan tergantung pada tingkat kekeringan dari
bahan yang dikeringkan. Semakin kering bahan, semakin sedikit kemungkinan
bahan yang menempel pada grinder dan sebaliknya. Selain itu, dilakukan
perhitungan rendemen juicing, rendemen pengeringan, rendemen penggilingan, dan
rendemen total yang hasilnya terdapat pada tabel.2 penambahan konsentrasi
maltodekstrin menunjukan peningkatan rendemen karena sifat dari maltodekstrin
yang mengikat air.
Pengeringan menggunakan metode foam mat drying cocok untuk dilakukan
pada bahan yang dapat dihaluskan dan akan menghasilkan bahan yang memiliki
warna, aroma, rasa, dan nutrisi lebih terjaga karena proses pengeringan dilakukan
dengan suhu yang relative rendah. Selain itu adanya foam yang ditambahkan akan
memperhalus tekstur dari bahan yang dihaluskan. Hal ini menjadi nilai plus untuk
produk pengolahan pertanian. Selain dapat memperpanjang umur simpan,
pengeringan dengan metode ini dapat mempertahankan kualitas bahan sehingga
bahan memiliki manfaat dan nilai jual yang lebih tinggi.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Pengeringan foam mat drying dilakukan dengan menambahkan zat
pengembang dan zat pengisi;
2. Pengeringan ini merupakan teknik pengeringan pada bahan cair dengan
dilakukan proses pembusaan;
3. Proses pembusaan dapat mempertebal lapisan jus dan melindungi komponen
dalam buih;
4. Proses pembusaan memperluas permukaan bahan yang dikeringkan sehingga
waktu pengeringan dapat berlangsung lebih singkat;
5. Maltodekstrin bersifat bersifat mudah mengikat air sehingga penambahan
konsentrasi maltodekstrin menyebabkan nilai kadar air produk cenderung
meningkat;
6. Penambahan konsentrasi maltodekstrin menunjukan peningkatan rendemen
karena sifat dari maltodekstrin yang mengikat air; dan
7. Putih telur mempunyai daya menghasilkan pengembang.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah menambahkan variable waktu sebagai
yang diujikan untuk membuktikan semakin banyaknya busa yang ditambahkan
semakin cepat durasi pengeringan yang diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Asiah, N., Sembodo, R., & Prasetyaningum, A. (2012). Aplikasi metode foam-mat
drying pada proses pengeringan spirulina. Jurnal Teknologi kimia dan
industri, 1(1), 461-467.
Muljohardjo, M., (1988), Teknologi Pengawetan Pangan. UI Pree. Jakarta.
Rajkumar, P., R. Kailappan, R. Viswanathan, G.S.V. Raghavan and C. Ratti., 2005.
Studies on Foam-mat Drying of Alphonso Mango Pulp. In Proceedings 3rd
Inter-American Drying Conference, CD ROM, paper XIII-1. Montreal, QC:
Department of Bioresource Engineering, McGill University.
Riansyah, A., Supriadi, A., & Nopianti, R. (2013). Pengaruh perbedaan suhu dan
waktu pengeringan terhadap karakteristik ikan asin sepat siam (Trichogaster
pectoralis) dengan menggunakan oven. Jurnal Fishtech, 2(1), 53-68.
Soekarno, Soewamo. T., (2013), Teknologi penanganan dan Pengolahan Telur.
Bogor.
Van, W.B.M., Copley., dan A.I. Morgan., (1973), Food Dehydration. The AVI
Publishing CO., Inc., Wespost. Conecticut.
LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Gambar 1. Bahan yang digunakan Praktikum


(Sumber : Dokumentasi Praktikum 2 Tahun Lalu, 2018)

Gambar 2. Lembaran Hasil Pengeringan


(Sumber : Dokumentasi Praktikum 2 Tahun Lalu, 2018)

Gambar 3. Hasil dari foam Mat Drying


(Sumber : Dokumentasi Praktikum 2 Tahun Lalu, 2018)

Anda mungkin juga menyukai