FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LEMBAR KERJA
“SISTEM ENDOKRIN”
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2021
LEMBAR KERJA PERCOBAAN I
METABOLISME DAN HORMON TIROID
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan, pertumbuhan dan
metabolisme tubuh manusia, khususnya otak.1 Apabila tubuh kekurangan iodium dan
terjadi dalam kurun waktu yang lama, maka akan timbul gejala yang disebut
gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI). Kekurangan iodium menyebabkan
kelenjar tiroid tidak dapat memenuhi kecukupan hormon tiroid dalam tubuh. Dampak
yang paling terlihat adalah adanya kretinisme, selain itu juga menyangkut masalah
kesehatan masyarakat yang lebih luas yaitu kerusakan otak, retardasi mental dan
berkurangnya kapasitas kognitif pada anak yang bersifat ireversibel 2 Spektrum
GAKI pada orang dewasa yaitu dapat mengakibatkan hipotiroid, gondok, gangguan
fungsi mental.3 Hipotiroid dapat menyebabkan turunnya metabolisme tubuh sehingga
terjadi perubahan karakteristik pada fungsi sistem organ antara fungsi pada hampir
keseluruhan sistem organ4 , atau bisa dikatakan terjadi penurunan produktivitas tubuh
(R. Agus Wibowo. 2015)
Tiroid adalah kelenjar yang berbentuk kupu-kupu di bagian bawah leher, atau
juga dikenal sebagai kelenjar gondok. Kelenjar ini berfungsi sangat penting dalam
proses metabolisme berbeda yang terjadi dalam tubuh. Kelenjar tiroid bekerja
dengan cara melepaskan dua hormon utama, yaitu triiodothyronine (T3) dan
thyroxine (T4). Hormon-hormon ini melaksanakan fungsinya untuk membantu
mengendalikan metabolisme dalam tubuh manusia Kemas (D.,Wianto,E., Tjandra,
M., & Visual, D. K. (2018).
Hipertiroid merupakan kebalikan dari Hipotiroid dimana apabila hipotiroid
disebabkan kurangnya hasil sekresi hormon pada kelenjar tiroid, maka hipertiroid
adalah terlalu banyaknya hormon tiroid yang dihasilkan. Pada kebanyakan kasus
yang terjadi hipertiroid. Penyebab utamanya adalah penyakit graves. Penyakit
graves sendiri merupakan penyakit auto-imun dimana tubuh memproduksi TSI
(thyroid stimulating immunoglobulin) juga dikenal sebagai LATS (long-acting
thyroid stimulator), yang merupakanantibodi yang menuju reseptor TSH
(thyroid stimulating hormon) pada sel tiroid (Sherwood, 2011).
II.2 Tujuan
1. Mahasiswa mampu Memahami laju metabolism basal (BMR), TSH,
Tiroksin, goiter hipotiroidisme hipertiroidisme thyroidectomized dan
hypophysectomized
2. Mahasiswa mampu Mengobservasi umpan balik negative regulasi pelepasan
Hormone
3. Mahasiswa mampu Memahami jalur tiroksin dalam mencapai laju metabolic
basal
4. Mahasiswa mampu Memahami efek dari TSH pada laju metabolik basal
5. Mahasiswa mampu Memahami jalur hipotalamus
dalam regulasi sekresi tiroksin dan TSH
II. METODE KERJA
II.1 Alat:
1. Timbangan
2. Clamp/penjepit
3. Manometer
4. T-connector
5. Chamber
6. Spuit / jarum suntik
II.2 Bahan:
1. Tikus Normal Propylthiouracil
2. Tikus Tx
3. Tikus Hypox
4. Oksigen (O2)
5. Propylthiouracil
6. TSH
7. Throxine
11. Klik Palpasi tiroid untuk memeriksa ukuran tiroid secara manual dan, dengan
demikian, apakah ada gondok. Setelah meninjau temuan, slisk. Kirim untuk
mencatat hasil Anda dalam laporan laboratorium.
12. Tarik tikus dari ruangan kembali ke kandangnya dan kemudian klik pulihkan
(di bawah Palpatethyroid) untuk mengembalikan peralatan ke keadaan semula
1 jam hitung konsumsi oksigen per jam untuk tikus ini menggunakan
persamaan berikut: Masukkan konsumsi oksigen per jam di bidang di bawah
dan kemudian klik Kirim untuk mencatat hasil dalam laporan laboratorium ml
O2/jam.
13. Ulangi langkah 1-12 untuk tikus Thyroxin (Tx)
14. Ulangi langkah 1-12 untuk tikus yang dihiposektomi (Hypox)
Bagian 2: Menentukan Pengaruh Tiroksin pada Laju metabolik
Di bagian kegiatan ini, Anda akan menyelidiki efek injeksi tiroksin pada tingkat
metabolisme ketiganya tikus.
15. Tarik spuit berisi tiroksin ke bagian belakang tikus normal. Lepaskan tombolnya
untuk menyuntikkan tiroksin ke tikus.
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus Thyroxin (Tx)
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus yang dihiposektomi (Hypox)
16. Seret tikus dari bilik kembali ke kandangnya lalu klik Bersihkan untuk menghapus
semua jejak tiroksin dari tikus dan bersihkan jarum suntik.
Bagian 3: Menentukan Pengaruh TSH pada Laju Metabolik
Di bagian kegiatan ini Anda akan menyelidiki efek suntikan TSH pada tingkat
metabolisme ketiga tikus
1. Tarik spuit berisi TSH ke bagian belakang tikus normal. Lepaskan tombol
mouse untuk menyuntikkan TSH ke tikus.
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus Thyroxin (Tx)
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus yang dihiposektomi (Hypox)
2. Seret tikus dari bilik kembali ke kandangnya lalu Klik Bersihkan untuk menghapus
semua jejak TSH dari tikus dan bersihkan jarum suntik.
Bagian 4 Menentukan Pengaruh Propylthiouracil pada Laju Metabolik
Di bagian kegiatan ini, Anda akan menyelidiki efek injeksi propiltiourasil pada
tingkat metabolisme ketiga tikus.
1. Seret spuit berisi prophyltiouracil (PTU) ke bagian belakang tikus normal.
Lepaskan tombol mouse untuk menyuntikkan PTU ke dalam tikus.
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus Thyroxin (Tx)
Ulangi langkah 1-12 untuk tikus yang dihiposektomi (Hypox)
2. Seret tikus dari bilik kembali ke kandangnya lalu Klik Bersihkan untuk
menghapus semua jejak PTU dari tikus dan bersihkan jarum suntik.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. 1 Hasil Percobaan
Awal
Laju
metabolisme 1704.00 mL 1549.18 mL 1518.36 mL O2/kg/hr
O2/kg/hr O2/kg/hr
+ Thyroxine
Laju
metabolisme 2016.00 mL 1918.03 mL 1885.71 ml O2/kg/hr
O2/kg/hr O2/kg/hr
III.2 Pembahasan
Bagian 1: Menentukan Tingkat Metabolisme Basal
Sistem endokrin merupakan sistem pengatur tubuh, terdiri dari kelenjar–
kelenjar endokrin yang mengeluarkan bahan kimia disebut hormon. Jenis kelenjar,
dan nama-nama hormon yang dikeluarkan, ditunjukkan pada Gambar. 9.1. Kelenjar
endokrin tidak memiliki saluran tertentu untuk membawa hasil sekresinya ke
tempat tertentu. Sehingga hormon disekresikan langsung ke kapiler darah dan
bersirkulasi dalam sistem peredaran darah ke seluruh tubuh. Setiap hormon
memberikan efek yang sangat spesifik pada organ tertentu, yang disebut organ
target atau jaringan target. Secara umum, sistem endokrin dan hormon-hormonnya
membantu mengatur pertumbuhan, penggunaan makanan
untuk menghasilkan energi, ketahanan terhadap stres, pH cairan tubuh dan kese-
imbangan cairan, serta reproduksi.
Pada sistem kelenjar endokrin manusia dibedakan menjadi dua yaitu kelenjar
endokrin Central yang terdapat pada bagian otak dan kelenjar endokrin Perifer
yangPada sistem kelenjar endokrin manusia dibedakan menjadi dua yaitu kelenjar
endokrin Central yang terdapat pada bagian otak dan kelenjar endokrin Perifer
yang terdapat pada bagian selain otak. Bagian- bagian dari kelenjar central yaitu
kelenjar Hipotalamus yang menghasilkan hormon antara lain Tyroid Releasing
Hormon (TRH), Growth Releasing Hormon (GRH), Hormon pelepas
kortikotropin (CRH).
Kedua terdapat kelenjar Hipofisis, dimana kelenjar ini terbagi dua yaitu
hormon anterior yang menghasilkan hormon Growth Hormon (GH)/
Somatotropik Hormon (SH), Adrenokortikotropik Hormon (ACTH), Tiroid
Stimulating Hormon (TSH), Folikel Stimulating Hormon (FSH), Luteinizing
Hormon (LH) dan Luteotropik Hormon (LTH) atau Prolaktin (PRL) dan hormon
posterior yang menghasilkan hormon Antidiuretic Hormone (ADH), pada laki-
laki menghasilkan hormon Interstitiil Cell Stimulating Hormone (ICSH) dan pada
perempuan menghasilkan hormon Luteinizing Hormone (LH) dan kelenjar
terakhir yang masuk dalam kelenjar central yaitu Pineal yang menghasilkan
hormon Melatonin.
Kemudian kelenjar endokrin Perifer terbagi atas kelenjar Tiroid yang
menghasilkan hormon Kalsitonin, Triodotironin (T3) dan Tiroksin (T4), kelenjar
Paratiroid yang menghasilkan hormon Parathormon (PTH), kelenjar Adrenal
yang menghasilkan hormon ganda yang pertama pada bagian korteks
menghasilkan hormon Androgen, Glukotiroid dan Mineralolkotiroid dan pada
bagian medula menghasilkan hormon epinefrin dan nonepinefrin. Kemudian
terdapat kelenjar pankreas yang menghasilkan hormon insulin (hipofisis), hormon
glukogen dan hormon pertumbuhan. Berikutnya terdapat kelenjar Ovarium pada
wanita yang menghasilkan hormon relaksin pada bagian estrogen dan hormon
inhidin pada bagian progesteron sedangkan pada pria terdapat kelenjar pada Testis
yang menghsilkan hormon testosteron dan Melanosit Inhibiting Hormon (MIH).
Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan, diperoleh data-data (Record
data) seperti hasil tingkat metabolisme basal pada hewan coba. Percobaan
pertama yaitu menggunakan tikus normal dengan berat 250 gram akan
menggunakan 7.1 ml O2/min agar seimbang dan menghasilkan laju metabolisme
basal sebanyak 1704.00 ml O2/kg/hr tanpa adanya pembengkakan dan tidak
ditambahkan injeksi. Laju metabolisme basal pada percobaan tikus normal
termasuk eutiroidisme karena nilai laju metabolisme basalnya masuk ke dalam
range 1650-1750 ml O2/kg/hr. Sedangkan pada tikus tiroidektomi sudah tidak
memiliki kelenjar tiroid yang bertugas mensekresi hormon T3 dan T4 sehingga
laju metabolisme basalnya lebih rendah sekitar 1.549,18 ml O2kg/hr, keadaan ini
disebut juga dengan hipotiroid karena laju metabolisme basalnya di bawah 1600
ml O2/kg/hr. Tikus hipox juga mengalami penurunan dikarenakan tidak adanya
kelenjar hipofisis yang bertugas mensekresi TSH untuk menstimulasi kelenjar
tiroid sehingga didapatkan laju metabolisme sekitar 1.518,36 ml O 2kg/hr,
sehingga tikus hipox pada kedaan ini disebut hipotiroid karena laju metabolisme
basalnya di bawah 1600 ml O2/kg/hr.
Pada percobaan kedua tikus normal, tikus tiroidektomi dan tikus hipox
diinjeksikan dengan hormon tiroksin kedalam tubuh masing masing tikus dan
dilakukan pengukuran laju metabolisme basal. Pada masing-masing sample tikus,
didapatkan nilai laju metabolisme basal yang tinggi pada tikus normal yaitu
2016.00 ml O2/kg/hr, tikus tiriodektomi yaitu 1918.03 ml O2/kg/hr dan pada tikus
hipox yaitu 1885.71 ml O2/kg/hr, dimana keadaan ini disebut dengan hipertiroid.
Ketiga tikus mengalami kenaikan laju metabolisme dikarenakan adanya injeksi
hormon tiroksin yang menyebabkan peningkatan penggunaan oksigen pada sel
sehingga laju metabolisme juga ikut naik, namun ketiga tikus tidak mengalami
gondok dikarenakan hormon yang disuntikkan adalah hormon tiroksin yang
merupakan produk akhir dari kelenjar tiroid dan tidak berpengaruh terhadap
perbesaran kelenjar tiroid.
Sedangkan pada percobaan ketiga, yaitu ketiga tikus diinjeksikan dengan
hormon TSH (Tiroid Stimulating Hormon) tambahan kedalam tubuh masing
masing tikus kemudian dilakukan pengukuran laju metabolisme basal. Pada tikus
normal terjadi peningkatan laju metabolisme basal hingga 1.927,77 ml O2kg/hr
dan pada tikus hipox terjadi peningkatan laju metabolisme basal hingga 1.902,43
ml O2/kg/hr, dan setelah dilakukan palpasi maka diketahui tikus normal dan tikus
hipox mengalami gondok, hal ini disebabkan karena tikus normal dan tikus hipox
sebelumnya mempunyai kelenjar tiroid yang dimana ketika TSH diinjeksikan
secara berlebihan maka hormon TSH ini akan menstimulasi kelenjar tiroid
sehingga kelenjar tiroid akan terus membesar dan mengakibatkan gondok pada
tikus normal dan tikus hipox. Berbeda pada tikus tiriodektomi tidak mengalami
pembesaran pada kelenjar tiroid ketika diinjeksikan dengan TSH karena tikus ini
tidak mempunyai kelenjar tiroid sehingga hormon TSH yang diinjeksikan
sebanyak apapun tidak mengakibatkan pembengkakan yang dimana tidak terjadi
stimulasi TSH terhadap kelenjar tiroid.
Pada percobaan keempat, ketiga tikus diinjeksikan dengan obat PTU yang
dimana obat ini bekerja dengan menghambat produksi hormon tiroksin pada
kelenjar tiroid. Pada percobaan tikus normal didapatkan hasil palpasi yaitu terjadi
pembengkakan atau pembesaran pada kelenjar tiroid karena adanya umpan balik
negativ yang dimana produksi tiroksin berlebihan yang akan distimulasikan ke
hipotalamus menyebabkan kelenjar hipofisis menghasilkan atau memproduksi
hormon tiroksi yang berlebihan. Sedangkan pada tikus hipox tidak memiliki
kelenjar hipofisis sehingga pada saat injeksi PTU, produksi hormon tiroksin tidak
berlebihan dan akan distimulasikan ke kelenjar hipotalamus yang mengakibatkan
terjadi umpan balik positif sehingga tidak terjadi pembengkakan
IV. KESIMPULAN
V. REFERENSI
Fawcett. D. W. 2002. Buku Ajar Histologi. Ed. 12. EGC. Jakarta. Pp. 338 – 339.
Larsen, R. J. & Eid, M. (2008). Ed Diener and the Science of Subjective Well-
Being. In M. Eid & R. J. Larsen (Eds), The Science of Subjective
Well Being (pp. 1-13). New York: The Guilford Press.
Manurung, N. (2017). Sistem endokrin. Deepublish.
R.Agus Wibowo. 2015. PROFIL GENETIK IODOTIRONIN DEIODENASE
DAN STATUS TIROID PADA WANITA USIA SUBUR PENDERITA
HIPOTIROID DAN HIPOTIROID SUBKLINIK. Balai Litbang GAKI
Magelang
Paraf Asisten
LEMBAR KERJA PERCOBAAN II
GLUKOSA PLASMA, INSULIN, DAN DIABETES MELLITUS
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Tujuan
1. Memahami penggunaan istilah insulin, DM tipe 1, DM tipe 2, dan kurva
standar glukosa
2. Memahami kadar glukosa plasma puasa yang
digunakan untuk mendiagnosa diabetes mellitus
3. Memahami pengujian yang digunakan untuk mengukur glukosa plasma
II.METODE KERJA
II.Alat
1. Unit inkubasi
2. Tabung reaksi
3. Spektrofotometer
4. Test tube washer
5. Monitor optikal density
II.2 Bahan
1. Glucose standard
2. Deionized water
3. Enzyme color reagent
4. 5 sampel darah puasa
1. Seret tabung reaksi ke tempat pertama (1) di unit inkubasi. Empat tabung reaksi
lagi akan secara otomatis ditempatkan di unit inkubasi.
2. Tarik tutup dopper botol standar glukosa ke tabung pertama di unit inkubasi
untuk mengeluarkan satu tetes glukosa larutan standar ke dalam tabung. Dopper
akan secara otomatis bergerak melintasi dan mengeluarkan glukosa standar untuk
tabung yang tersisa. Perhatikan bahwa setiap tabung menerima satu tetes standar
glukosa tambahan (tabung 2 menerima 2 tetes, tabung 3 menerima 3 tetes, tabung
4 menerima 4 tetes, tabung 5 menerima 5 tetes).
3. Tarik tutup dopper air deonisasi ke tabung pertama di unit inkubasi untuk
mengeluarkan satu tetes glukosa larutan standar ke dalam tabung. Dopper akan
secara otomatis bergerak melintasi dan mengeluarkan air deonisasi ke tabung yang
tersisa. Perhatikan bahwa setiap tabung menerima satu tetes air deonisasi
tambahan (tabung 2 menerima 3 tetes, tabung 3menerima 2 tetes, tabung 4
menerima 1 tetes, tabung 5 tidak menerima setetes pun)
4. Klik Mix untuk mencampur isi tabung
5. Klik Centrifuge untuk mensentrifugasi isi tabung.
6. Klik remove pellet untuk menghilangkan pellet yang terbentuk selama proses
sentrifugasi. Pelet dapat berisi reagen endapan dan puing-puing dari lingkungan
laboratorium.
7. Tarik tutup dopper botol reagen warna enzim ke tabung pertama di unit
inkubasi untuk mengeluarkan lima tetes pereaksi warna enzim ke dalam masing-
masing tabung.
8. Klik inkubasi untuk menginkubasi isi tabung. Unit inkubasi akan dengan lembut
mengaduk rak tabung reaksi, mencampurkan isi semua tabung reaksi secara merata
selama inkubasi.
9. Klik set up pada spektrofotometer untuk memanaskan instrumen dan menyiapkannya
untuk pembacaan sampel Anda.
10. Tarik tabung 1 ke spektrofotometer.
11. Klik analisis untuk menganalisis sampel. Titik data akan muncul di monitor untuk
menunjukkan kerapatan optic dan konsentrasi glukosa sampel. Nilai-nilai ini juga
akan muncul dalam kerapatan optik dan glukosa menampilkan.
12. Klik rekam data untuk menampilkan hasil Anda di kisi (dan catat hasilnya di bagan
2.1). tabung akan secara otomatis dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
13. Sekarang Anda akan menganalisis sampel di tabung yang tersisa
14. Seret tabung berikutnya ke dalam spektrofotometer
15. Klik analisis untuk menganalisis sampel. Titik data akan muncul di monitor untuk
menunjukkan kerapatan optik dan konsentrasi glukosa sampel. Nilai-nilai ini juga
akan muncul dalam kepadatan optik dan tampilan glukosa.
16. Klik rekam data untuk menampilkan hasil Anda di kisi (dan catat hasilnya diba-
gan 2.1). tabung akan secara otomatis ditempatkan di mesin cuci tabung reaksi.
17. Ulangi langkah ini sampai Anda menganalisis kelima tabung
18. Klik Grafik standar glukosa untuk menghasilkan kurva standar
glukosa pada monitor.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
III.1 Hasil Percobaan
Tube Optical Density Glucose
(mg/deciliter)
Part 1 1 0.30 30
2 0.50 60
3 0.60 90
4 0.80 120
5 1.00 150
Part 2 1 0.73 105
2 0.79 115
3 0.89 131
4 0.83 122
5 0.96 144
III.2 Pembahasan
Kadar normal glukosa plasma puasa lebih dari atau sama dengan 126 mg/dl yang
dimana kondisi ini tidak ada asupan kalori semala minimal 8 jam. Pada part 1
percobaan pertama yang menghasilkan glukosa sebanyak 30 mg/dl menandakan
berada di bawah normal kadar gula darah puasa bahkan sangat rendah. Pada
percobaan kedua menghasilkan glukosa sebanyak 60 mg/dl yang menandakan di
bawah normal. Pada percobaan ketiga menghasilkan 90 mg/dl. Pada percobaan
keemat menghasilkan 120yang menandakan bahwa glukosa plasma dibawah
normal. Pada percobaaan kelima menghasilkan glukosa sebanyak 150 mg/dl yang
menandakan normal. Pada part 2 percobaan pertama meghasilkan glukosa sebanyak
10.5 mg/dl yang menandakan di bawah normal kadar gula darah puasa. percobaan
kedua menghasilkan glukosa sebanyak 115 mg/dl yang masih menanadakan dibawah
normal.
Pada percobaan ketiga menghasilkan sebanyak 131 yang berarti kadar gula darah
puasa. Pada percobaan keempat menghasilkan glukosa sebanyak 122 yang
menandakan di bawah normal. Pada percobaan kelima menghasilkan glukosa
sebanyak 144 mg/dl yang menandakan kadar glukosa darha puasa nya normal.
Tingkat kadar glukosa ini juga disebabkan oleh kerapatan optiknya. Semakin besar
kerapatan optic maka akan semakin meningkat juga glukosa yang dihasilkannya.
IV. KESIMPULAN