RozyHarryS 191000115 C HkEtikaProfesi TugasPaper2
RozyHarryS 191000115 C HkEtikaProfesi TugasPaper2
Paper
Disusun untuk memenuhi Tugas mata kuliah Hukum Etika dan Profesi
oleh :
Kelas C
1
rezim Nazi berkuasa utamanya saat perang dunia 2 (Jena, 2009). Namun,
Eichmann menganggap dirinya tak berasalah. Hal terebut didasari dengan fakta
melalui pengakuan Eichmann jika dia orang yang tiba – tiba masuk ke dalam inti
Nazi, dia tidak memiliki inisiatif masuk ke Nazi serta adanya paksaan saat masuk,
tak berfikir panjang atas masuknya dia ke Nazi, tidak mempunyai tujuan ketika
masuk ke Nazi, tidak mengetahui program dari Nazi dan ketika mendengar
rencana Adolf Hitler bahwa Eichmann akan mendapatkan bagian penting dalam
rencana final solution untuk melakukan pelenyapan fisik orang – orang Yahudi ia
tidak mengharapkan untuk melakukan dan mendapat bagian seperti itu, sehingga
hal tersebut memperlihatkan jika ia hanya menjalankan perintah atasan dan saat
melakukan sesuatu dia hanya mengikuti apa yang diperintah (Jena, 2009) serta
pembela Eichmann memberikan pernyataan jika Eichmann tidak akan merasa
menyesal dan bersalah dihadapan hukum atas semua perbuatanya, melainkan
merasa bersalah kepada Tuhan. Atas pernyataan Eichmann dan pembelanya
tersebut para hakim tidak memberikan respons sama sekali. Pada kahirnya
putusan menyatakan Eichmann dijatuhkan hukuman gantung yang menjadi akhir
hayatnya.
Hati nurani merupakan salah satu sumber dalam proses manusia ketika
berpikir mengambil suatu tindakan dan berprilaku. Di mana hati nurani didasari
oleh berbagai pengalaman, pemikiran dan keyakinan – keyakinan atau
pemahaman – pemahaman yang diperoleh semasa hidup baik itu berasal dari
agama, logika, pengetahuan moral dan ilmu pengetahuan lainnya, sehingga hati
merupakan konsep yang plural karena tidak terpusat pada partikular tertentu dan
bisa masuk berbagai partikular. Menurut Immanuel Kant hati nurani harus dilalui
oleh seluruh manusia sebelum dia bertindak, hati nurani merupakan kewajiban
karena harus dilakukan ketika sebelum mengambil tindakan, sehingga hati nurani
menjadi sumber ketika kita bertindak. Dalam peristiwa persidangan Nuremberg
sudut yang ditilik terkait dengan sudut hati nurani yaitu ketika Eichmann
mengungkapkan pernyataan dan fakta di hadapan perisdangan, di mana hal
tersebut bisa dijadikan suatu pertimbangan yang menggerakan hati nurani hakim
untuk memberikan keringanan kepada Eichmann. Namun, dengan tanggung
jawab profesi, tugas dan kewajiban hakim sebagai penegak keadilan dan
mengemban tanggung jawab untuk memberi keadilan kepada setiap pihak yang
berperkara, dia harus mempertimbangkan keadilan bagi orang – orang yang
menjadi korban dan akibat atau dampak atas apa yang sudah Eichmann lakukan,
meskipun hal tersebut ia lakukan dalam kondisi terpaksa, maka dari itu hakim tak
memberikan respons terkait pernyataan dan fakta yang diungkapkan oleh
2
Eichmann, sehingga hakim memperlihatkan jika ia menjalankan pekerjaanya atau
profesinya sebagai hakim dengan sebaik mungkin dengan hasil yang memberikan
keadilan. Sehingga terhadap terhadap suatu peristiwa atau hal menggerakan hati
nurani meskipun hal itu akan memberikan nilai yang baik, tapi dengan tanggung
jawab profesi yang dimiliki diri dan dengan segenap dampak yang akan timbul dari
tindakan yang diambil tanggung jawab tersebut harus menjadi prioritas utama,
karena terhadap tanggung jawab profesi tersebut ada hak pemberi tanggung
jawab yang harus dipenuhi. Hal tersebut bisa dilihat atau sejalan dengan sudut
pandang yang diungkapkan oleh Hannah Aradent yang menyatakan “Dia
sebenarnya tidak bodoh, dia hanya tidak mampu berpikir. Keadaan
ketidakmampuan berpikir tidak identik sama sekali dengan kebodohan yang
menempatkan dia sebagai salah satu penjahat terbesar di zaman itu. Dan jika
(kejahatan) ini adalah ‘banal’ dan mungkin juga lucu, jika dengan kehendak terbaik
dalam dunia seseorang tidak bisa mengurai kekuatan kejahatan yang besar dari
Eichmann, (kejahatan yang dilakukan Eichmann) tetap tidak bisa disebut sebagai
sesuatu yang lumrah atau lazim”.
3
DAFTAR PUSTAKA