Anda di halaman 1dari 6

BAB I.

DASAR-DASAR FARMAKOKINETIK KLINIK

1. Pendahuluan
Istilah farmakokinetika klinik diperkenalkan pertama kali pada tahun
1920 oleh Torsen Tiorell. Sedangkan perkembangan ilmu farmakokinetika
sudah dimulai sejak 30 tahun sebelumnya. Farmakokinetika adalah ilmu yang
mempelajari “nasib obat” di dalam tubuh, yang meliputi absorpsi, distribusi,
dan eliminasi. Sedangkan farmakokinetika klinik adalah terapan atau
pengaplikasian prinsip-prinsip farmakokinetik pada praktek klinik. Artinya
prinsip dari farmakokinetik (ADME) diaplikasikan pada keadaan/kasus yang
terjadi langsung pada pasien.

Pengaplikasian prinsip farmakokinetika di dalam praktek klinik adalah


untuk peningkatan efek farmakologi yang diharapkan dan penurunan toksisitas
terapi menggunakan obat pada pasien. Adanya hubungan yang kuat antara
kadar obat aktif di dalam darah dengan respon farmakologi suatu obat,
mendorong klinisi untuk menggunakan prinsip-prinsip farmakokinetika di
dalam menentukan pemberian dosis untuk terapi pada situasi pasien secara
individual.

Efek farmakologi obat ditentukan oleh besarnya kadar obat tersebut


yang sampai pada tempat aksi obat (reseptor), karena hanya obat bentuk bebas
yang dapat terikat pada reseptor farmakologi, dan ikatan ini menentukan
efektifitas klinik dari zat aktif. Bentuk yang terikat tidak aktif, tetapi ikatan ini
hanya bersifat sementara. Bila sebagian bentuk bebas dimetabolisme dan atau
ditiadakan maka bentuk terikat akan melepaskan bentuk bebasnya.

Oleh sebab itu pemantauan kadar obat di dalam reseptor sangat


diperlukan untuk memantau respon obat tersebut. Namun, karena pada
umumnya reseptor berada pada lokasi yang sangat sulit diakses dan diobservasi
serta karena terdistribusi pada daerah yang sangat dalam di badan, maka tidak
mudah untuk dilakukan analisis kadar obat pada reseptor.
Meskipun metode yang paling akurat dalam pemantauan terapim obat
adalah penetapan kadar obat aktif di dalam reseptor, namun cuplikan (sampel
yang diambil dari tubuh manusia) dari darah, urin, saliva, atau cairan hayati
lainnya tetap dapat digunakan, dan cara ini memiliki keuntungan lain seperti,
kemudahan pengambilan, kesederhanaan metode pengambilan, dan lebih
ekonomis. Oleh karenanya metode ini digunkan sebagai alat untuk pemantauan
terapi obat.

Jika kita menggunakan cuplikan kadar obat menggunakan plasma


darah, maka kita perlu menjelaskan hubungan antara kadar obat di dalam
plasma dengan kadar obat di dalam reseptor menggunakan Terminologi
Homogenitas klinik. Prinsip ini menjelaskan bahwa kenaikan kadar obat di
dalam plasma diikuti secara proporsional oleh kenaikan kadar obat di dalam
jaringan (gambar 1.1)
Kadar Obat Di Dalam
Plasma

Kadar Obat Dalam Jaringan

Gambar 1.1. Hubungan antara kadar obat di dalam plasma dengan kadar obat
di dalam jaringan.

Perubahan kadar obat di dalam plasma merefleksikan perubahan kadar


obat di dlam jaringan lain atau reseptor, walaupun besarnya tidak sama. Secara
umum, jika kadar obat dalam plasma turun dengan fungsi waktu maka kadar
obat di dalam jaringan juga terlihat turun secara proporsional (gambar 1.2)
Kadar Dalam Plasma

Ginjal
Plasma
Reseptor

Waktu
Gambar 1.2. Kurva perubahan kadar obat terhadap waktu pada beberapa
jaringan.

Pada gambar 1.2 adalah plot sederhana dari kadar aktif suatu obat
hipotetik terhadap waktu setelah pemberian dosis tertentu secara intravena,
yang memberikan ilustrasi terminologi sifat homogenitas kinetik. Sifat
homogenitas genetika tersebut penting untuk mengambil asumsi pada
penerapan farmakokinetika klinik sebagai dasar pengembangan penentuan
kadar efektif dan kadar toksik obat dalam plasma. Hal ini dapat digunakan
sebagai dasar pemantauan obat terapeutik (Therapeutic Drug Monitoring)
dengan menggunakan pemantauan kadar obat didalam plasma.

2. Konsep Dasar Farmakodinamik


Farmakodinamik mengacu pada hubungan antara kadar obat di dalam
tempat aksi obat (reseptor) dengan efek yang dihasilkan termasuk intensitas
respons farmakologi dan toksikologi dengan berubahnya waktu.

Secara sederhana, hubungan antara kadar obat dan efek farmakologi


adalah linier, artinya kenaikan kadar obat di dalam plasma akan diikuti secara
proporsional oleh kenaikan kadar obat di dalam reseptor. Jika kadar obat dalam
plasma naik,maka akan diikuti kenaikan efek farmakologi, sampai pada suatu
keadaan dimana efek obat maksimum (Emaks). Kadar obat tertentu di dalam
plasma dapat memberikan efek 50% dari efek maksimum (gambar 1.3). Kadar
tersebut disebut sebagai kadar efektif 50% (50% Efective Concentration =
EC50)

10 Obat 10 Obat
0 A 0 B
Efek (%)

Efek (%)
5 5
EC50 EC50
0 0

1 10 10 100
0 Dalam0
Kadar Obat 0 Dalam 0
Kadar Obat
Plasma (Mg/L) Plasma (Mg/L)

Gambar 1.3. Hubungan antara efek farmakologi dengan kadar obat di dalam
plasma. Obat A memiliki potensi yang lebih besar dibanding
dengan obat B, karena EC50 obat A lebih kecil dibandingkan
EC50 obat B.

Untuk beberapa obat, efektivitas farmakologi dapat turun karena


penggunaan yang terus menerus. Hal ini disebut toleransi. Toleransi obat dapat
disebabkan karena sifat farmakokinetika, misalnya karena peningkatan
metabolisme, sehingga menurunkan kadar obat dalam plasma akibat
percepatan eliminasi obat dari dalam tubuh. Toleransi juga dapat diakibatkan
karena faktor farmakodinamik, yakni apabila pada kadar yang sama, obat
memberikan respon farmakologi yang berbeda karena terjadi perubahan
kepekaan reseptor. Toleran obat dapat dideskripsikan pada kurva dosis dan
respon sebagaimana digambarkan pada gambar 1.4.
Dosis
Dosis berikutny
1 pertam

Efek (%)
0

5
0

10 100
Kadar Obat Dalam Plasma
(Mg/L)

Gambar 1.4. Gambaran terjadinya efek toleran setelah penggunaan dosis


berulang.

3. Rentang Terapetik
Rentang terapetik dapat didefinisikan sebagai kadar obat di dalam
plasma yang berada diantara di antara kadar yang kemungkinan menimbulkan
efek farmakologinya paling besar dan efek toksik paling kecil (gambar 1.5).

Pada gambar 1.5.A. jika kadar obat di dalam plasma naik dari 10mg/L
menjadi 20mg/L, maka disamping kenaikan efek farmakologi, juga diikuti oleh
munculnya efek toksik yang tidak diinginkan. Pada gambar 1.6 terlihat bahwa
obat hipotetik A, kadar obat dalam plasma mencapai 80 mg/L belum
menampakan efek toksik yang tidak diharapkan. Sebaliknya pada obat B, pada
kadar 60 mg/L sudah nampak efek toksik yang tidak diharapkan. Di dalam
terminologi rentang terapetik, obat A termasuk dalam kategori obat dengan
Rentang Terapeutik Luas (Broad Therapeutic Range). Sedangkan obat B
tergolong obat yang mempunyai Rentang Terapeutik Sempit (Narrow
Therapeutic Range).
A Respon Respon
1 B
Probabilitas (%)

10

Probabilitas (%)
0 0

5 5 Toksisitas
Toksisitas
0 0

20 40 60 80 100 20 40 60 80 100
Kadar Obat Dalam Kadar Obat Dalam
Plasma (Mg/L) Plasma (Mg/L)
Gambar 1.5. Hubungan antara kadar dan efek obat dari suatu obat hipotetik.

A. Obat hipotetik yang tidak menimbulkan efek toksik pada


keadaan dengan probabilitas respon maksimum (Broad
Therapeutic Range).

B. Obat yang menimbulkan efek toksik yang meningkat pada


keadaan dengan probabilitas respon maksimum (Narrow
Therapeutic Range).

**** Akhir Bab I. ***

Anda mungkin juga menyukai