Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH ILMU FILSAFAT

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Ilmu Filsafat


Materi Filsafat Modern

Dosen Pengampu Mata Kuliah Ilmu Filsafat


Muhammad Arfi Setiawan

Disusun Oleh kelompok 4 merah :

1. Risma Nur Qomariyah (2003102057)


2. Septiana Putri Angraeni (2003102070)
3. Trido Asmoro (2003102088)
4. Edwin Dwiki Darmawan (2003102089)
5. Shella Insan Pratiwi (2003102095)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI MADIUN
Jalan Setiabudi No.85 Madiun 63118, Telepon (0351)462986, Fax.(0351)459400
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman


pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan
muncuknya gerakan Renaissance. Renaissance berarti kelahiran kembali, yang
mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italia
(pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan
pandangan hidup Kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran
agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali
gereja yang terpecah-pecah. Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului
oleh suatu periode yang disebut dengan “Renaissance” dan dimatangkan oleh
“gerakan” Aufklaerung di abad ke-18 itu, didalamnya mengandung dua hal yang
sangat penting. Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan Gereja, kedua,
semakin bertambahnya kekuasaan ilmu pengetahuan. Pengaruh dari gerakan
Renaissance dan Aufklaerung itu telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan
zaman modern berkembang dengan pesat dan semakin bebas dari pengaruh
otoritas dogma-dogma Gereja. Terbebasnya manusia barat dari otoritas Gereja
dampak semakin dipercepatnya perkembangan filsafat dan ilmu
pengetahuan.Sejak itu kebenaran filsafat dan ilmu pengetahuan didasarkan atas
kepercayaan dan kepastian intelektual (sikap ilmiah) yang kebenarannya dapat
dibuktikan berdasarkan metode, perkiraan, dan pemikiran yang dapat diuji.
Kebenaran yang dihasilkan tidak bersifat tetap, tetapi dapat berubah dan dikoreksi
sepanjang waktu.

Pada umumnya, para sejarawan sepakat bahwa zaman modern lahir sekitar
tahun 1500-an di Eropa. Peralihan zaman ini ditandai dengan semangat anti Abad
Pertengahan yang cenderung mengekang kebebasan berpikir. Sesuai dengan
istilah “modern” yang memiliki arti baru, sekarang, atau saat ini, filsafat modern
merupakan sebuah pemikiran yang menganalis tentang kekinian, sekarang,
subjektivitas, kritik, hal yang baru, kemajuan, dan apa yang harus dilakukan pada
saat ini. Semangat kekinian ini tumbuh sebagai perlawanan terhadap cara berpikir
tradisional Abad Pertengahan yang dianggap sudah tidak relevan.
Filsafat Abad Modern memiliki corak yang berbeda dengan periode filsafat
Abad Pertengahan. Perbedaan itu terletak terutama pada otoritas kekuasaan politik
dan ilmu pengetahuan. Jika pada Abad Pertengahan otoritas kekuasaan mutlak
dipegang oleh Gereja dengan dogma-dogmanya, maka pada zaman modern
otoritas kekuasaan itu terletak kemampuan akal manusia itu sendiri.Dalam era
filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era filsafat abad ke-20,
munculah berbagai aliran pemikiran : Rasionalisme, Empirisme, Kritisme,
Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme,
Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana sejarah dan perkembangan filsafat Modern ?
b. Apa saja aliran filsafat modern beserta tokohnya ?
c. Apa karakteristik atau ciri dari aliran filsafat modern ?
d. Bagaimana perbandingan filsafat Positivisme, Fenomenologi, Pragmatisme,
dan Realisme?
e. Apa saja prinsip-prinsip dasar filsafat Modern?
f. Bagaimana sebab keruntuhan Filsafat Modern?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Mengetahui sejarah dan perkembangan filsafat modern.
b. Mengetahui macam macam aliran filsafat modern dan tokohnya.
c. Mengetahui karakteristik atau ciri dari aliran filsafat modern.
d. Mengetahui perbandingan filsafat Positivisme, Fenomenologi, Pragmatisme,
dan Realisme?
e. Mengetahui prinsip-prinsip dasar filsafat Modern?
f. Mengetahui sebab keruntuhan Filsafat Modern?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Modern


Sejarah filsafat terdiri dari tiga periode. Periode pertama, adalah periode
klasik, sebagai kelanjutan era kuno yang dimulai dari Athena, Alexsandria, dan
pusat-pusat pemikiran Helenistik dan Roma. Periode kedua, adalah periode
pertengahan dan periode ketiga, adalah periode modern yang kemudian
dilanjutkan dengan post-modernisme. Socrates masuk pada era kalsik bersama
para filosof lainnya, semisal Plato yang menjadi muridnya kemudia Aristoteles
sebagai murid dari Plato menjadi puncak keemasan era filsafat klasik.
Setelah masa Aristoteles, wacana kefilsafatan menjadi redup. Karakteistik
filsafat Barat abad pertengahan adalah pembenaran terhadap otoritas Kitab. Salah
seorang yang terkenal pada masa itu adalah Thoms Aquinas (1225-1274 M), K.
St. Bona Venture (1221-1257 M). Pemikiran mereka berusaha untuk
merrekonsiliasi antara akal dan wahyu.
Akal pada waktu itu bagaikan hamba perempuan untuk memuaskan nafsu
“kelaki-lakian” teologi keristen. Seorang tokoh lain yang muncul pada waktu itu
adalah St. Agustinus (1354-1430 M) bahkan tidak percaya dengan kekuatan akal
dalam mancari kebenaran apapun. Singkatnya pada masa itu, persoalan
epistemology mengalami kepiluan dan penderitaan di bawah tafsir tunggal para
agamawan yang sekaligus menjadi penguasa palitik pada zaman tersebut.
Masa modern jadi identitas di dalam Filsafat Modern. Pada masa ini
rasionalisme semakin dipikirkan. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari
kapan abad pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa abad
pertengahan itu berakhir pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa renaissance.
Masa setelah abad pertengahan adalah masa modern. Sekalipun, tidak jelas kapan
berakhirnya abad pertengahan itu. Akan tetapi ada hala yang jelas menandakan
masa modern ini, yaitu berkembang pesat berbagai kehidupan manusia Barat.
Khususnya dalam bidang kebudayaa, ilmu pengetahuan, dan ekonomi.
Satu hal yang menjadi perhatian pada masa renaissance ini adalah ketika kita
melihat perkembangan pemikirannya. Perkembangan masa ini menimbulkan
sebuah masa yang amat berperan di dalam dunia filsafat. Ini yang menjadi awal
dari masa modern. Timbulnya ilmu oengetahuan yang modern, berdasarkan
metode eksperimental dan matematis. Segala sesuatunya, khususnya di dalam
bidang ilmu pengetahuan mengutamakan logika dan empirisme.
Pada masa modern terjadi perkembangan yang sangat pesat  pada bidang
ekonomi. Hal ini terlihat dari kota-kota yang berkembang menjadi pusat
perdagangan pertukaran barang,kegiatan ekonomi moneter, dan perbankkan.
Dari sudut pandang sejarah filsafat Barat melihat bahwa masa modern
merupakan periode dimana mulai bermunculan dan beradu dalan kencah
pemikiran filosofis barat.

2.2. Macam-macam Aliran Filsafat Modern dan Tokohnya

A.    Positivisme
1.        Pengertian Positivisme
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya
dengan faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme,
pengetahuan kita tidak pernah boleh melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, maka
ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh istimewa dalam bidang pengetahuan.
Oleh karena itu, filsafat pun harus meneladani contoh tersebut. Maka dari itu,
positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat” benda-
benda, atau “penyebab yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya
menyelidiki fakta-fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta (Praja,
2005).
Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua
harus didasarkan pada data empiris. Positivisme dianggap bisa memberikan
sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan ia dikatakan merupakan satu-satunya
formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan dan dan akurasinya
dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.
Comte sering disebut “Bapak Positivisme“ karena aliran filsafat yang
didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak
metafisika dan teologik. Jadi menurutnya ilmu pengetahuan harus nyata dan
bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan. Positivisme merupakan
suatu paham yang berkembang dengan sangat cepat, ia tidak hanya menjadi
sekedar aliran filsafat tapi juga telah menjadi agama humanis modern. Positivisme
telah menjadi agama dogmatis karena ia telah melembagakan pandangan dunianya
menjadi doktrin bagi ilmu pengetahuan. Pandangan dunia yang dianut oleh
positivisme adalah pandangan dunia objektivistik. Pandangan dunia objektivistik
adalah pandangan dunia yang menyatakan bahwa objek-objek fisik hadir
independen dari mental dan menghadirkan properti- properti mereka secara
langsung melalui data indrawi. Realitas dengan data indrawi adalah satu. Apa
yang dilihat adalah realitas sebagaimana adanya. Seeing is believing (Syaebani,
2008).

Menurut positivisme, tugas filsafat bukanlah menafsirkan segala sesuatu


yang ada di alam. Tugas filsafat adalah memberi penjelasan logis terhadap
pemikiran. Oleh karena itu filsafat bukanlah teori. Filsafat adalah aktifitas. Filsafat
tidak menghasil proposisi-proposisi filosofis, tapi yang dihasilkan oleh filsafat
adalah penjelasan terhadap proposisi-proposisi. Alasan yang digunakan oleh
positivisme dalam membatasi tugas filsafat di atas adalah karena filsafat bukanlah
ilmu. Oleh karena itulah dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah ilmu.properti
mereka secara langsung melalui data indrawi. Realitas dengan data indrawi adalah
satu. Apa yang dilihat adalah realitas sebagaimana adanya. Seeing is
believing (Syaebani, 2008).

Tugas khusus filsafat menurut aliran ini adalah mengoordinasikan ilmu-


ilmu pengetahuan yang beraneka ragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme
berkaitan erat dengan apa yang dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun
mengutamakan pengalaman. Hanya saja berbeda dengan empirisme Inggris yang
menerima pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber pengetahuan,
positivisme tidak menerimanya. Ia hanya, mengandalkan pada fakta-fakta.
2.        Tokoh Aliran Positivisme
a)    Auguste Comte
August Comte, adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari
disiplin sosiologi dan doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier.
Auguste Comte merupakan tokoh pertama yang memunculkan aliran
positivisme. Sebuah karya pentingnya yaitu “Cours de Philisophia Positivie “. Ia
berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoieh pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan experiment.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat experiment-
experiment yang memerlukan ukuran yang jelas.
b)    John Stuart Mill
John Stuart Mill memberikan landasan psikoogis terhadap filsafat
positivisme. Karena psikollogi merupakan pengetahuan dasar bagi filsafat. Seperti
halnya dengan kaum positif, mill mengakui bahwa satu-satunya yang menjadi
sumber pengetahuan ialah pengalaman. Karena itu induksi merupakan metode
yang paling dipercaya dalam ilmu pengetahuan.
c)     Hippolyte Taine Adolphe
  Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh
teoritis kepala naturalisme Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan
salah satu praktisi pertama kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis.
Meninggal: 5 Maret 1893, Paris, Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure.
Ia mendasarkan diri pada positivisme dan ilmu jiwa, sejarah, politik, dan
kesastraan.
d)    Émile Durkheim
Sosiolog David Émile Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis,
psikolog sosial dan filsuf. Ia secara resmi mendirikan disiplin akademis dan,
dengan Karl Marx dan Max Weber, yang sering dikutip sebagai kepala sekolah.
Lahir: 15 April 1858, Épinal, Prancis Ia menganggap positivisme sebagai asas
sosiologi.
e)    Charles D. Hardie
Ia mendasarkan teori positivisme pada dunia pendidikan. Dalam
bukunya “Truth and fallacy in education theory” ( kebenaran dan kesalahan
dalam teori pendidikan ) menyatakan bahwa tidak ada yang bermakna tentang
pendidikan jika pernyataannya secara empiris tidak bisa diverifikasi secara benar.
Para ahli  aliran positivisme berpendapat bahwa pernyataan etika hanyalah
merupakan ungkapan perasaan seseorang.
f)    D.J.O” Connor
Menurut teori D.J.O’Connor aliran positivisme adalah merupakan aliran
yang sadar, bisa dijelaskan dalam sebuah formulasi verifikasi teori makna yang
bermutu yang merupakan serangan lanjutan terhadap metafisika, sebuah
penolakan terhadap teori kognitivisme.

B.     Fenomenologi

1. Pengertian fenomenologi.
Kata fenomena berasal dari kata Yunani “fenomenon”, yaitu sesuatu yang
tampak, yang terlihat karena bercakupan. Dalam bahasa Indonesia biasa dipakai
istilah gejala. Jadi fenomena adalah suatu aliran yang
membicarakan fenomenon atau segala sesuatu yang menampakkan diri. Secara
harfiah, fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa fenomenalisme adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Fenomenalisme juga adalah suatu metode pemikiran. Fenomenologi merupakan
sebuah aliran. Yang berpendapat bahwa, hasrat yang kuat untuk mengerti yang
sebenarnya dapat dicapai melalui pengamatan terhadap fenomena atau pertemuan
kita dengan realita. Karenanya, sesuatu yang terdapat dalam diri kita akan
merangsang alat inderawi yang kemudian diterima oleh akal (otak) dalam bentuk
pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Penalaran
inilah yang dapat membuat manusia mampu berpikir secara kritis.
Fenomenologi merupakan kajian tentang bagaimana manusia sebagai
subyek memaknai obyek-obyek di sekitarnya. Ketika berbicara tentang makna dan
pemaknaan yang dilakukan, maka hermeneutik terlibat di dalamnya. Pada intinya,
bahwa aliran fenomenologi mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita
ketahui sekarang ini merupakan pengetahuan yang kita ketahui sebelumnya
melalui hal-hal yang pernah kita lihat, rasa, dengar oleh alat indera kita.
Fenomenologi merupakan suatu pengetahuan tentang kesadaran murni yang
dialami manusia.
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat difahami bahwa
fenomenologi berarti ilmu tentang fenomenon-fenomenon apa saja yang nampak.
Sebuah pendekatan filsafat yang berpusat pada analisi terhadap gejala yang
menampakkan diri pada kesadaran kita. Dalam kerja penelitiannya, fenomenologi
dapat mengacu pada tiga hal, yaitu: filsafat, sejarah, dan pada pengertian yang
lebih luas. Dengan demikian “fenomenologi agama” dalam acuan
yang pertama menghubungkan dirinya sebagai salah satu disiplin ilmu. Adapun
acuan yang kedua memasukkan pendapat tentang sejarah agama. 
Dengan sendirinya mereka mempergunakan religi sederhana sebagai data,
dan meletakkan ekspresi keagamaan dalam bentuk simbol seperti bentuk-bentuk
upacara keagamaan sebagai fokus perhatiannya. Acuan ketiga adalah penerapan
metode fenomenologi secara lebih luas. Metode ini biasa diterapkan dalam
menelaah atau meneliti ajaran-ajaran, kegiatan-kegiatan, lembaga-lembaga,
tradisi-tradisi, dan simbol-simbol keagamaan.

2. Tokoh Aliran Fenomenologi


a)      Edmund Husserl (1859-1938)
Menurut Husserl, memahami fenomenologi sebagai suatu metode dan ajaran
filsafat. Sebagai metode, Husserl membentangkan langkah-langkah yang harus
diambil agar sampai pada fenomeno yang murni. Untuk melakukan itu, harus
dimulai dengan subjek (manusia) serta kesadarannya dan berusaha untuk kembali
pada kesadaran murni. Sedangkan sebagai filsafat, fenomenologi memberikan
pengetahuan yang perlu dan essensial tentang apa yang ada. Dengan kata lain,
fenomenologi harus dikembalikan kembali objek tersebut.
Metode fenomenologi menurut Husserl, menekankan satu hal penting yaitu,
penundaan keputusan. Penundaan keputusan harus ditunda (epoche) atau dikurung
(bracketing) untuk memahami fenomena. Pengetahuan yang kita miliki tentang
fenomena itu harus kita tinggalkan atau lepaskan dulu, agar fenomena itu dapat
menampakkan dirinya sendiri.
b)        Max Scheller (1874-1928)
Scheller berpendapat bahwa metode fenomenologi sama dengan cara
tertentu untuk memandang realitas. Dalam hubungan ini kita mengadakan
hubungan langsung dengan realitas berdasarkan intuisi (pengalaman
fenomenologi). Menurutnya ada 3 fakta yang memegang peranan penting dalam
pengalaman filsafat. Diantaranya:
1. Fakta natural, yaitu berdasarkan pengalaman inderawi yang menyangkut
benda-benda yang nampak dalam pengalaman biasa.
2. Fakta ilmiah, yaiatu mulai melepas diri dari penerapan inderawi yang
langsung semakin abstrak
3. Fakta fenomenologis, merupakan isi intuitif yang merupakan hakikat dari
pengalaman langsung.
c)      Martin Heidegger (1889-1976)
Menurut Heidegger, manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya.
Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal yang ada di luar
dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman,
perkataan atau pembicaraan.
Bagi heidegger untuk mencapai manusia utuh maka manusia harus
merealisasikan segala potensinya meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak
mampu merealisasikannya. Ia tetap sekuat tenaga tidak pantang menyerah dan
selalu bertanggungjawab atas potensi yang  belum teraktualisasikan.
d)     Maurice Merlean Ponty (1908-1961)
Sebagaimana halnya Husserl, ia yakin seorang filosof benar-benar harus
memulai kegiatannya dengan meneliti pengalaman. Pengalamannya sendiri
tentang realitas, dengan begitu ia menjauhkan diri dari dua ekstrim
yaitu: Pertama hanya meneliti atau mengulangi penelitian tentang apa yang telah
dikatakan orang tentang realita, dan Kedua hanya memperhatikan segi-segi luar
dari pengalaman tanpa menyebut-nyebut realitas sama sekali.
C.    Paragmatisme
1. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme merupakan gerakan filsfat Amerika yang menjadi terkenal
selama satu abad terakhir. Ia adalah filsafat yang mencerminkan dengan kuat
sifat-sifat kehidupan Amerika. Pragmatisme banyak hubungannya dengan nama
seperti Charles S. Peirce (1839-1934), Willam James (1842-1910), John Dewey
(1859-1952) dan George Herberrt Mead (1863-1931).
Pragmatisme berusaha untuk menengahi antra tradisi empiris dan tradisi
idealis, dan menghubungkan hal yang sangat berarti dalam keduanya. Menurut
Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme adalah aliran filsafat yang menekankan
pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran
yang mempunyai akibat – akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi
Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.

Sedangkan menurut istilah adalah berasal dari bahasa Yunani “ Pragma”


yang berarti perbuatan ( action) atau tindakan (practice). Isme sendiri berarti
ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang
menekankan bahwa pemikran itu menuruti tindakan.

Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria


kebenaran ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh  sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu
konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat
tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu
dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.

2. Tokoh Aliran Pragmatisme


a)        Charles S. Pierce
Charles S. Pierce, yang terkenal sebagai pendiri pragmatisme, mendapat
pengaruh dari Kant dan Hegel. Pierce mengatakan bahwa problema-problema
termasuk persoalan-persoalan metafisik dapat dipecahkan jika kita memberi
perhatian kepada akibat-akibat praktis dari mengikuti bermacam-macam pikiran.
Orang mengatakan bahwa pragmatisme muncul pada tahun 1878 ketika Pierce
menerbitkan makalanya yang berjudul How To Make Our Ideas Clear. Pierce
merupakan seorang ahli logika yang mementingkan problema teknis dari logika
dan epistemologi serta metoda sains dalam laboratorium. Perhatiannya dalam
logika mencakup penyelidikan sistem deduktif, metodologi dalam sains empiris
dan filsafat yang ada di belakang metoda dan teknik yang bermacam-macam.
Logikanya mencakup teori alamat (signs dan symbols) dan karyanya dalam hal
tersebut merupakan karya perintis. Ia memandang logika sebagai alat komunikasi
atau usaha kooperatif atau umum.
b)        William James
Perkembangan pragmatisme yang cepat adalah disebabkan oleh tanah yang
subur yang ditemukan di Amerika dan oleh penyajian yang sangat menarik dari
William James. Dalam bukunya Pragmatism, James mempertentangkan rasionalis
yang lunak yang biasanya mempunyai pandangan yang idealis dan optimis,
dengan empiris yang keras, yang suka kepada fakta, dan yang biasanya
merupakan seorang materialis dan pesimis. Kepada mereka itu James berkata:
"Aku menyajikan pragmatisme, suatu aliran yang namanya aneh, sebagai suatu
filsafat yang dapat memuaskan dua macam kebutuhan. Pragmatisme dapat tetap
bersifat religius seperti rasionalisme, tetapi pada waktu yang sama, ia sangat
memperhatikan fakta sebagaimana aliran empirisme"
c)        John Dewey
Dewey adalah seorang yang bersifat kritis secara serius dan terus menerus
terhadap jenis-jenis filsafat klasik dan tradisional dengan usaha untuk mencari
realitas yang tertinggi dan menemukan zat yang tetap (immutable). Dewey
mengatakan bahwa filsafat-filsafat semacam itu telah memperkecil atau
menganggap rendah pengalaman manusia. Dewey mengatakan bahwa manusia
telah memakai dua metoda untuk menghindari bahaya dan mencapai keamanan.
Metoda pertama adalah dengan melunakkan atau minta damai kepada
kekuatan-kekuatan di sekitarnya dengan upacara-upacara keagamaan, korban,
berdoa, dan lain-lain. Metoda kedua adalah dengan menciptakan alat untuk
mengontrol kekuatan-kekuatan alam bagi maslahat manusia. Ini adalah jalannya
sains, industri, dan seni, dan cara inilah yang disetujui Dewey.
Tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia
secara lebih baik, untuk di dunia, dan sekarang. Perhatian dialihkan dari problema
metafisik tradisional kepada metoda, sikap, dan teknik untuk kemajuan ilmiah dan
kema-syarakatan. Metoda yang diperlukan adalah penyelidikan eksperimental
yang diarahkan oleh penyelidikan empiris dalam bidang nilai.

D.    Realisme
1. Pengertian Realisme
Realisme adalah filsafat yang timbul pada jaman modern dan sering
disebut “anak” dari naturalisme. Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia
luar itu adalah nyata pada sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan
itu berbeda dengan jiwa yang mengetahui objek atau dunia luar tersebut.
Kenyataan tidak sepenuhnya bergantung dari jiwa yang mengetahui, tapi
merupakan hasil pertemuan dengan objeknya orang dapat memiliki pengetahuan
yang kurang tepat mengenai banda atau sesuatu hal yang sesungguhnya, tetapi
sebaliknya dapat memiliki gambaran yang tepat mengenai apa yang nampak.
Maka dari itu pengamatan, penelitian dan penarikan kesimpulan mengenai hasil-
hasilnya perlu agar dapat diperoleh gambaran yang tepat secara langsung atau
tidak langsung mengenaisesuatu.

Aliran realisme berpandangan bahwa hakikat realitas adalah fisik dan ruh
yang bersifat dualistis yaitu hal fisik dan rohani, dalam pendidikan ada subjek
yang mengetahui tentang manusia dan alam. Kajian yang mendalam mengenai
realisme ini lebih cenderung kepada politik, namun beberapa subjek membahas
mengenai pendidikan.

Filsafat Realisme adalah suatu objek yang tampak pada Indra maksudnya
adalah tampak secara real. Realisme adalah pemikiran aliran klasik yang
disandarkan oleh tokoh yang bernama Aries Toteles yang cara memandang dunia
dengan material. Pada prinsip realisme itu sendiri cara memandangnya dengan
nyata dan lebih real dalam dunia fisik dan rohani. Realisme sangat berpengaruh
dalam dunia pendidikan karena Realisme memiliki tujuan dalam dunia pendidikan
karena Realisme memiliki tujuan dalam dunia pendidikan yaitu mengembangkan
pola berpikir secara intelektual dan lebih real dalam mencari sebuah kebenaran
yang ada dalam dunia fisik dan rohani.

2. Tokoh Aliran Realisme


a)  Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah seorang murid Plato yang telah mengembangkan
gagasan bahwa sementara gagasan-gagasan mungkin penting bagi diri mereka
sendiri, pembelajaran yang utama tentang materi mengantarkan kita pada
gagasan-gagasan yang jelas yang lebih baik. Menurut Aristoteles, gagasan-
gagasan (atau bentuk-bentuk), seperti ide tentang Tuhan atau ide-ide tentang
sebuah pohon bisa ada walaupun tanpa materi, tapi tidak ada materi yang ada
tanpa bentuk.
b) Bacon
Bacon memberi pendapatnya terkait pemikiran realismenya dengan
berkata" sesuai dari dasar filosofi realisme bahwa kebenaran ada pada objek yang
bisa diukur dan juga di uji. Maka semua kebenaran harus diketahui secara pasti
dan disimpulkan, dibandingkan, dipakai sebagai satu-satunya dasar atas suatu
kesimpulan atau pengetahuan.
c) Jhon Amos Comenius (1592-1670)

memiliki pemikiran realisme yang berarah pada pendidikan dan juga


digolongkan filsuf realisme yang memegangi paham realism religious dengan
pendapat tentang manusia yaitu, : “Manusia harus berusaha untuk mencapai dua
tujuan antara keselamatan dan kebahagiaaan dan juga keadaan kehidupan yang
sejahtera.

d) Jhon Locke (1632-1704 M)

Locke berpendapat terkait realisme sebagai berikut. "Bahwa tidak ada


kebenaran yang bersifat metafisik dan universal. Locke lebih berkeyakinan
sesuatu itu dikatakan benar jika disandarkan pada pengalaman-pengalaman
inderawi yang sifatnya induksi. 
2.2. Karakteristik atau Ciri Aliran Filsafat Modern

A. Positivisme

1. Menolak keras gagasan atau pemikiran yang berkenaan dengan ilmu


pengetahuan yang sebelumnya tidak dilakukan eksperimen atau penelitian
sama sekali.
2. Tidak mempercayai berbagai hal yang erat kaitannya dengan tahayul dan
mitos mitos yang sudah lama berkembang.
3. Menggunakan berbagai metode ilmiah yang diperuntukkan untuk
mengumpulkan dan membuktikan suatu data yang diperlukan.
4. Menempatkan metode ilmiah sebagai syarat mutlak untuk menentukan
kebenaran suatu hal
5. Dalam prosesnya lebih menitik beratkan pada penggunaan logika dan
pemikiran dasar lainnya.
6. Indera merupakan salah satu sarana yang dapat dipergunakan untuk
mengumpulkan data dalam hal ini. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ada, sains dan budaya dibedakan menjadi
dua hal yang tidak berhubungan satu sama lain.

B. Fenomenologi

1. Fenomenolog berkecenderungan untuk menentang atau meragyukan hal-


hal yang diterima tanpa melalui penelaahan atau pengamatan terlebih
dahulu, serta menentang sistem besar yang dibangun dari pemikiran yang
spekulatif.
2. Fenomenolog berkecenderungan untuk menentang naturalisme (juga
disebut sebagai objektivisme atau positivisme), yang tumbuh meluas
dalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern dan telah menyebar di
daratan Eropa bagian utara semenjak zaman Renaissance.
3. Secara positif, fenomenolog berkecenderungan untuk membenarkan
pandangan atau persepsi (dalam beberapa hal, juga evaluasi dan tindakan)
yang mengacu pada apa yang dikatakan Husserl sebagai evidenz, yakni
terdapatnya kesadaran tentang kebenaran itu sendiri sebagaimana yang
telah terbuka secara sangat jelas, tergas perbedaannya dan menandai
sesuatu yang disebut sebagai `apa adanya seperti itu`.
4. Fenomenolog cenderung mempercayai perihal adanya, bukan hanya dalam
arti dunia kultural dan natural tetapi juga adanya oibjek yang ideal seperti
jumlah dan bahkan juga berkenaan dengan kehidupan tentang kesadaran
itu sendiri yang dijadikan sebagai bukti dan oleh karenanya harus
diketahui.
5. Fenomenolog memegang teguh prinsip bahwa periset haurs memfokuskan
diri pada sesuatu yang disebut `menemukan permasalahan` sebagaimana
yang diarahkan kepada objek dan pembetulannya terhadap objek
sebegaimana ditemukan permasalahannya. Terminologi ini memang tidak
secara luas digunakan dan utamanya digunakan utnuk menekankan
permasalahan ganda dan pendekatan reflektif yang diperlukan.
6. Fenomenoog berkecenderungan untuk mengetahui peranan deskripsi
secara universal, pengertian a-priori atau `eiditic` untuk menjelaskan
tentang sebab-akibat, maksud atau latar belakang.
7. Fenomenolog berkecenderungan untuk memperseoalkan tentang
kebenaran atau ketidakbenaran mengenai apa yang dikatakan oleh Husserl
sebagai transcendental phenomenological epoche, dan penyederhanaan
pengertiannya menjadi sangat berguna dan bahkan sangat mungkin untuk
dilakukan. (Agus Salim, 2006 : 167-168)

C. Pragmatisme

1. Memusatkan perhatian pada hal-hal dalam jangkauan pengalaman indera


manusia,
2. Apa yang dipandang benar adalah apa yang berguna atau berfungsi,
3. Manusia bertanggung jawab atas nilai-nilai dalam masyarakat (George R.
Knight, 1982).

D. Realisme

1. Mengangkat peristiwa keseharian yang dialami oleh orang kebanyakan


2. Menggambarkan masyarakat dan situasi kontemporer yang nyata dan khas
dengan lingkungan keadaan sehari-harinya
3. Karya realis menggambarkan manusia dari semua kelas dalam situasi dan
kondisi aslinya.
4. Realisme tidak setuju terhadap subjek seni yang dibesar-besarkan
(dramatis) ala Romantisisme.
5. Memiliki detail gambar yang menyerupai aslinya (natural) melalui teknik
tinggi yang dikuasai oleh pelukisnya.
6. Tidak menutupi kehidupan rakyat sederhana yang tidak memiliki rumah
mewah atau pakaian mahal seperti kaum bangsawan.
7. Objektif terhadap kaum atas, dalam artian tidak hanya kebaikannya saja
yang diperlihatkan, Misalnya: mengangkat peristiwa tragisnya perang
yang hasilkan oleh permainan politik kelas atas, melalui penggambaran
pion-pion kecil dibawahnya.

2.4. Perbandingan Aliran Filsafat Modern


1. Positivisme
Kelebihan :
a. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar
dari faham ini jauh lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.
b. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik
dan teknologi.
c. Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada
epistemology ataupun keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai
dasar pemikirannya.

Kelemahan :
a. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga
manusia tidak dapat merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada.
Karena dalam positivistic semua hal itu dinafikan.
b. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris
sehingga tidak dapat menemukan pengetahuan yang valid.
2. Fenomenologi
Kelebihan:
a. Fenomenologi sebagai suatu metode keilmuan, dapat mendiskripsikan
penomena dengan apa adanya dengan tidak memanipulasi data, aneka
macam teori dan pandangan.
b. Fenomenologi mengungkapkan ilmu pengetahuan atau kebenaran
dengan benar-benar yang objektif.
c. Fenomenologi memandang objek kajian sebagai bulatan yang utuh
tidak terpisah dari objek lainnya.
Kelemahan :
a. Tujuan fenomenologi untuk mendapatkan pengetahuan yang murni
objektif tanpa ada pengaruh berbagai pandangan sebelumnya, baik
dari adat, agama ataupun ilmu pengetahuan, merupakan suatu yang
absurd.
b. Pengetahuan yang di dapat tidak bebas nilai (value-free), tapi
bermuatan nilai (value-bound ).
3. Pragmatisme
Kelebihan :
a. Membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan
maupun teknologi.
b. Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat
yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis,
abstrak, intelektualis.
Kelemahan :
a. Filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan
langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme
menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis.
b. Pagmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam mencapai
kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus
kepada ateisme.
4. Realisme
Kelebihan :
Tidak bergantung pada segala pengetahuan.
Kelemahan :
Menganggap bahwa realitas itu tidak sekedar apa yang dapat
dilihat secara real, tetapi realitas itu adalah pemikiran atau ide-ide.

2.5. Prinsip- Prinsip Dasar Filsafat Modern


Prinsip-Prinsip Dasar Filsafat Modern Istilah modern berasal dari
kata latin “moderna”yang artinya “sekarang”, “baru” atau “saat kini”. Dari
pengertian dasar tersebut kita dapat mengasumsikan bahwa didalam
kehidupan modern muncul kesadaran waktu akan kekinian. Asumsi ini
tidaklah berarti sebelumnya orang tidak hidup di masa kini, akan tetapi
lebih tepat mengatakan bahwa sebelumnya orang kurang menyadari bahwa
manusia bisa mengadakan perubahan - perubahan secara kualitatif.
Oleh sebab itu “modernitas” tidaklah hanya berarti sebagai zaman
periode saja. Akan tetapi dapat juga diartikan sebagai bentuk kesadaran
intelektual yang terkait dengan masa kini. Dan arti ini lebih mendasar
dibandingkan pemahaman- pemahaman yang bersifat sosiologis atau
ekonomis, meskipun pemahaman akhir- akhir ini tentang masyarakat
modern lebih merujuk tumbuhnya sainstek dan ekonomi kapitalisme.
Karena pemahaman ini lebih bersifat epistemologi; perubahan bentuk-
bentuk kesadaran berfikirlah yang kita inginkan bukan perubahan secara
institusional sebuah masyarakat. Pada masa sebelum modern,
perkembangan alam pikiran barat sangat terkekang oleh keharusan untuk
disesuaikan dengan ajaran agama. Perkembangan penalaran tidak dilarang
tetapi harus disesuaikan dan diabadikan pada keyakinan agama.
Filsafat pada masa itu mencurahkan perhatian terhadap masalah
metafisik. Saat itu sulit membedakan mana filsafat dan mana teologi
gereja. Hal ini sangat berbeda dengan pemikiran modern yang sudah
dijelaskan dalam pembahasan pertama. Masa filsafat modern diawali
dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16 M, kata
“renaissance” berarti kelahiran kembali. Yang dimaksud dengannya adalah
usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani Romawi).
Pokok permasalahan pada masa ini, sebagaimana periode skolastik adalah
sintesa agama dan filsafat dengan arah yang berbeda. Era renaissance
ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang kemanusiaan
baik sebagai individu maupun sosial. Filosof pada masa renaissance antara
lain Fancis Bacon. Dia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari
teologi meskipun ia meyakini bahwa penalaran dapat menunjukkan Tuhan.
Tetapi ia menganggap bahwa segala sesuatu yang bercirikan lain dalam
teologi hanya dapat diketahui dengan wahyu sedangkan wahyu
sepenuhnya bergantuing pada penalaran.
Hal ini menunjukkan bahwa bacon termasuk orang- orang yang
membenarkan konsep ganda, yaitu kebenaran wahyu dan akal. Sejarah
filsafat modern lalu bisa dilukiskan sebagai pemberontakan intelektual
terus menerus terhadap metafisika tradisional. Karena pemikiran yang
berdasrkan pada iman (teologi) lebih dikalahkan oleh pemikiran yang
berdasarkan pada akal (rasio). Disisi lain filsafat modern juga menjadi
sebuah emansipasi, sebuah kemajuan berfikir yang sebelumnya didominasi
oleh pemikiran metafisika tradisional yang didukung oleh kekuasaan
gereja. Pada posisi ini mendukung radikalisasi lebih lanjut yaitu
pemisahan ilmu pengetahuan dari filsafat. Kalau filsafat tradisional lebih
mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat teosentris yaitu
persoalan kenyataan Adi Kodrati, entah yang disebut Allah, ruh dsb.
Filsafat modern lebih mempermasalahkan kepada hal- hal yang bersifat
antroposentris yaitu bagaimana menemukan dasar pengetahuan yang
shohih tentang semua itu hal ini menjadi sebuah usaha untuk melepaskan
diri dari tradisi. Oleh karena itu, diluncurkan tema- tema sebagai refleksi
baru seperti: rasio, persepsi, afeksi sehingga pada masa filsafat modern ini
pengetahuan baru sudah banyak muncul seperti yang sekarang ini kita
kenal dengan “ilmu pengetahuan modern” yakni ilmu-ilmu alam.
2.6. Sebab Keruntuhan Filsafat Modern
Proyek filsafat modern yang ingin menguasai dunia lewat satu
pemikiran rasional dan utuh, setelah dievaluasi oleh beberapa filsuf,
ternyata diketahui mengandung kelemahan. Tak heran jika kemudian
bermunculan filsuf-filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern tersebut.
Fenomena ini, oleh beberapa kalangan diangggap sebagai suatu periode
baru dalam sejarah filsafat, yaitu periode yang disebut postmodern. Lalu,
para filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern dikatakan sebagai
tokoh-tokoh filsafat postmodern.
BAB III

PENUTUP

a. Kesimpulan
Filsafat zaman modern yang kelahirannya didahului oleh suatu
periode yang disebut dengan “Renaissance” dan dimatangkan oleh
“gerakan” Aufklaerung di abad ke-18 itu. Sehingga mucullah beberpapa
aliran diantaranya rasionalisme, empirisme, kritisisme, idealisme,
positivisme, evolusionisme, materialisme, Neokantianisme, pragmatisme,
filsafat hidup, fenomenologi, dan Eksistensialisme.
Dan penyebab Keruntuhan Filsafat Modern ialah  Proyek filsafat
modern yang ingin menguasai dunia lewat satu pemikiran rasional dan
utuh, setelah dievaluasi oleh beberapa filsuf, ternyata diketahui
mengandung kelemahan. Tak heran jika kemudian bermunculan filsuf-
filsuf yang mengkritisi proyek filsafat modern tersebut. Fenomena ini,
oleh beberapa kalangan diangggap sebagai suatu periode baru dalam
sejarah filsafat, yaitu periode yang disebut postmodern. Lalu, para filsuf
yang mengkritisi proyek filsafat modern dikatakan sebagai tokoh-tokoh
filsafat postmodern.

b. Saran
Materi dalam makalah ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Dalam penulisan makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan
didalamnya baik dalam hal sistematika penulisan maupun isi. Maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak.
c. Daftar Pustaka

http://farihinoceans.blogspot.com/2012/04/positivisme-tokoh-tokoh-
positivisme.html

https://www.atomenulis.com/2020/12/filsafat-realisme-dan-tokoh-
pemikirannya.html

https://apayangdimaksud.com/positivisme/

https://haloedukasi.com/positivisme

https://www.wawasanpendidikan.com/2013/10/Pengertian-Fenomenologi-
serta-Ciri-Ciri-Metode-Fenomenologi.html

https://www.kompasiana.com/imroatulazizah/5e8d25e1d541df32ea1647b2/pe
ngertian-filsafat-realisme-dan-tokoh-tokoh-aliran-realisme

http://coretansaya06.blogspot.com/2017/08/a.html

http://rizalsuhardieksakta.blogspot.com/2012/12/filsafat-modern.html

http://myrealblo.blogspot.com/2015/11/filsafat-filsafat-modern.html

https://www.kompasiana.com/nurrahmik/5e71fe312b6a467f847e69c2/metode
-positivisme-fenomenologi-dan-kritis

https://www.kompasiana.com/mauidhotulkhasanah/54f7c28da33311c27b8b4
c97/kelebihan-dan-kekurangan-aliranaliran-filsafat

Anda mungkin juga menyukai