Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TOKSIKOLOGI KLINIK

TANAMAN NARKOTIKA
“CANNABIS SATIVA (GANJA)

DISUSUN OLEH:
DEVI INDRI RIDHAYANTI
AK.19007

PROGRAM STUDI D-III ANALIS KESEHATAN


POLITEKNIK BINA HUSADA
KENDARI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tak lupa saya mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak-pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik waktu, tenaga, maupun pikiran.
Atas dukungan moral dan materil dalam penyusunan makalah ini, maka
saya penulis turut mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing mata
kuliah “TOKSIKOLOGI KLINIK”. Tak lupa saya mengucapkan terimakasih
yang sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang telah memberikan bimbingan,
dukungan, serta arahan selama penulisan makalah ini.
Saya berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Saya yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini,
pepatah mengatakan “Tak ada gading yang tak retak”, oleh karenanya saya
memohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Kepada seluruh pembaca yang bersedia memberikan kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam rangka penyempurnaan makalah ini selanjutnya, saya
membuka tangan selebar-lebarnya untuk apresiasi tersebut dengan hati yang
terbuka dan ucapan terima kasih.

Kendari 16 juli 2021

Devi Indri Ridhayanti


DAFTAR ISI
Kata Pengantar....................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................ii
Bab I (Pendahuluan)...........................................................................................1

A.Latar Belakang.........................................................................................3

B.Rumusan Masalah...................................................................................3

C.Tujuan ………........................................................................................3

D.Manfaat……………………………………………………………….3

Bab II (Pembahasan).........................................................................................4

A.Narkotika..................................................................................................4

1) Profil Ganja (Cannabis Sativa L)...................................................5


2) Kandungan Kimia Ganja................................................................7
3) Epidemiologi Ganja.......................................................................9
4) Dampak Penggunaan Ganja..........................................................11
5) Neurofarmakologi Ganja ............................................................15
6) Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Ganja.............................18

B.Tujuan Pemeriksaan Narkotika Di Laboratorium.................................19

Bab III (Penutup).............................................................................................20

A.Kesimpulan..........................................................................................20

B.Saran....................................................................................................21

Daftar Pustaka....................................................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ganja (Cannabis sativa L.) merupakan tumbuhan tahunan, yang
dapat tumbuh dan tersebar di daerah tropis ataupun sub tropis dengan
tinggi pohon satu hingga lima meter (Emcdda. 2015). Seleksi dilakukan
manusia untuk berbagai kegunaan dan seleksi alam yang dipengaruhi
iklim menghasilkan berbagai macam varietas dan komposisi kimia.
Sejumlah kandungan kimia pada berbagai varietas sampel ganja sekitar nol
hingga lima persen bergantung pada iklim dan faktor genetik, banyak
kultivar kaya senyawa cannabinoid yang cocok untuk penggunaan medis.
Biosintesis dari senyawa cannabinoid unik (komplek) untuk ganja dan
kultivar dengan profil kimia tertentu sedang dikembangkan untuk beragam
keperluan industri dan farmasi (Clarke. 2007). Ganja memiliki konstituen
kimia psikoaktif berupa Δ9- Tetrahydrocannabinol (Δ9-THC). Ganja
dianggap memiliki toksisitas rendah dan berpotensi untuk disalahgunakan
sehingga mengganggu kesehatan manusia. Δ9-THC menjadi aktif jika
dalam bentuk asap (Moffat. 2004).
Ganja merupakan salah satu narkotika yang paling sering digunakan
diseluruh dunia. Menurut data United Nations office on Drugs and Crime
(UNODC) 65 persen dari kasus narkotika di dunia adalah kasus
penyalahgunaan ganja (UNODC. 2009). Penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan obat-obatan berbahaya (narkoba) di Indonesia sudah
sangat mengkhawatirkan. Jumlah manusia yang penyalahgunaan narkoba
terus mengalami peningkatan signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2015,
penyalahgunaan narkoba di tanah air diprediksi mencapai 5,6 juta orang
atau 2,8 persen dari jumlah penduduk Indonesia (Abimayu. 2014).
Upaya penekanan penyalahgunaan narkoba dunia melalui lembaga
UNODC bertujuan membuat dunia lebih aman dari kejahatan, obat-obatan,
dan terorisme. Agar efektif dan berkelanjutan, tanggapan terhadap
ancaman ini harus mencakup strategi meliputi berbagai bidang seperti
pencegahan kejahatan, reformasi peradilan pidana dan keadilan bagi anak-
anak (UNODC. 2009). Pemerintah Indonesia melalui Badan Narkotika
Nasional (BNN) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menjadi
Lembaga Non Kementerian yang profesional dan mampu menggerakkan
seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara Indonesia dalam
melaksanakan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, prekursor dan bahan adiktif
lainnya di seluruh wilayah Indonesia (BNN Republik Indonesia. 2015)
Polri mempunyai Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri dan
Laboratorium Forensik Cabang (Labforcab) Polri sebagai unsur pelaksana
teknis di bawah Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, menerapkan
ilmu forensik untuk mendukung tugas-tugas reserse kriminal Polri dalam
mengungkap tindak pidana kejahatan dengan melaksanakan pemeriksaan
teknis kriminalistik di tempat kejadian perkara (TKP) atau pemeriksaan
laboratoris kriminalistik barang bukti secara ilmiah dan komprehensif
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Ilpengtek)
dengan Scientific Crime Investigation (SCI). SCI adalah
penyelidikan/penyidikan kejahatan secara ilmiah yang didukung oleh
berbagai disiplin ilmu baik ilmu murni maupun terapan hingga dikenal
sebagai ilmu forensik (Kapuslabfor Bareskrim Polri. 2015).
Labfor Polri menjadi salah satu laboratorium yang diberi
kewenangan oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang
Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang narkotika dan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.194/Menkes/Sk/VI/2012
tentang penunjukan laboratorium pemeriksaan narkotika dan psikotropika
untuk melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti ganja pada tingkatan
kualitatif dan kuantititatif (Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2014).
B. Rumusan Masalah
1) Apa yang dimaksud dengan Narkotika?
2) Apa yang dimaksud dengan Ganja?
3) Apa saja senyawa kimia yang terkandung dalam Ganja (Cannabis
Sativa L.)?
4) Bagaimana dampak penggunaan Ganja terhadap fisik maupun psikis?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Narkotika
2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Ganja
3) Untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung dalam Cannabinoid
dalam Ganja (Cannabis Sativa L.)
4) Untuk mengetahui dampak penggunaan Ganja terhadap fisik maupun
psikis

D. Manfaat
Manfaat penulisan ini adalah untuk membahas bagaimana terjadinya
gangguan psikotik yang ditimbulkan dari penggunaan ganja (Cannabis)
dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga dapat
menjadi acuan untuk mencegah bahaya penggunaan ganja. Dengan
mengetahui efek yang ditimbulkannya diharapkan dapat menjadi kajian
pustaka untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien di dalam
praktek sehari-hari.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
Undang- Undang ini (UU RI No.35, 2009). Di Indonesia narkotika
dibedakan menjadi 3 golongan yaitu :
1) Golongan I yaitu Narkotika yang dilarang digunakan untuk
kepentingan pelayanan kesehatan, hanya dapat digunakan untuk
tujuan ilmu pengetahuan. Dalam jumlah terbatas, narkotika
golongan I dapat digunakan untuk kepentingan pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk reagensia diagnostik,
serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan persetujuan
Menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
Kemudian pada 20 Maret 2014, Menteri Kesehatan Republik
Indonesia menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika yaitu menambahkan18 senyawa narkotika
baru dalam lampiran undang-undang RI no. 35 tentang narkotika.
Adapun contoh Narkotika Golongan I adalah tanaman Papaver
Somniferum L, Opium, tanaman koka, Kokain, tanaman ganja,
THC, Δ9-THC, metilon dan lain-lain.
2) Golongan II yaitu narkotika untuk pengobatan yang digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Adapun contoh
Narkotika Golongan II adalah Alfasetilmetadol, Alfameprodina,
Alfametadol, Alfaprodina dan lain-lain.
3) Golongan III yaitu narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan
mengakibatkan ketergantungan. Adapun contoh Narkotika
Golongan III adalah Asetildihidrokodeina, Dekstropropoksifena,
Dihidrokodeina, Etilmorfina, Kodeina dan lain-lain.

1. Profil Ganja ( Cannabis )


Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman Cannabis
sativa. Istilah ganja umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan
batang dari tanaman yang dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya
dibentuk menjadi rokok. Nama lain untuk tanaman ganja adalah
marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan produknya hemp,
hashish, charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla (Camellia,2010).
Tanaman semusim ini tingginya dapat mencapai dua meter. Berdaun
menjari dengan bunga jantan dan betina ada di tanaman berbeda. Ganja
hanya tumbuh di pegunungan tropis dengan elevasi di atas 1.000 meter di
atas permukaan air laut (BNN, 2015).
Ada tiga jenis ganja yaitu Cannabis sativa, Cannabis indica, dan
Cannabis ruderalis. Ketiga jenis ganja ini memiliki kandungan
tetrahidrokanabinol (THC) berbeda-beda (BNN, 2015). Kandungan THC
didalam Charas dan hashish sekitar 7-8% dalam rentang sampai 14%.
Ganja dan Sinsemilla berasal dari bahan kering dan ditemukan pada
pucuk tanaman betina, dimana kandungan THC rata-rata sekitar 4-5%
(jarang diatas 7%). Bhang sediaan tingkat rendah diambil dari
tanaman sisa kering, kandungan THC sekitar 1%. Minyak hashish,
suatu cairan pekat dari penyulingan hashish, mengandung THC sekitar
15-70% (Camellia, 2010).
Ganja kering merupakan semua bagian pada tumbuhan ganja,
termasuk benih dan ranting tua. Ganja dapat tumbuh disemua bagian
dunia. Merupakan tumbuhan tahunan dan dapat tumbuh tinggi hingga 1-5
m. Awalnya ganja ditanam untuk menghasilkan serat rami, tangkai yang
padat tanpa daun dan bukan bagian atas tumbuhan dapat digunakan
sebagai serat rami (UNODC. 2009)
Ganja adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih
dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya yaitu THC yang
dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang
berkepanjangan tanpa sebab). Tanaman ganja biasanya dibuat menjadi
rokok marijuana. Berdaun menjari dengan bunga jantan dan betina ada di
tanaman berbeda (berumah dua). Bunganya kecil-kecil berbentuk
kelompok di ujung ranting. Ganja hanya tumbuh di pegunungan tropis
dengan elevasi di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (Moffat, et al.
2004).
Industri ganja (industri rami) terdiri dari sejumlah jenis ganja yang
dimaksudkan untuk tujuan pertanian dan industri. Industri ganja ditandai
dengan konten THC rendah dan CBD tinggi. Di sebagian besar negara
Eropa pada saat ini Batas hukum untuk budidaya adalah 0,2 persen Δ9-
THC (Kanada: 0,3 persen). Rasio CBD ke THC lebih besar dari satu. Foto
tanaman ganja dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 foto tanaman ganja

Klasifikasi Ganja:
Adapun klasifikasi ganja secara ilmiah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Phylum : Tracheophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Urticales
Family : Cannabinaceae
Genus : Cannabis
Spesies : Cannabis Sativa L.
Nama Indonesia : Ganja

Sementara untuk nama daerah, ganja dikenal dengan nama hemp,


hashish (dikenal karena minyak dari biji ganja), grass, marijuana, mary
jane, devil drug, hay, chronic, blunts, ganja, joint, acapulco gold, dime
bag, rope, "L", jive stick, loco, boom, bhang, stick dan pot (Small and
Cronquist. 1976). Tanaman ini paling cocok untuk terstruktur tanah netral
hingga untuk tanah alkali liat dan lempung, dengan kapasitas menahan air
yang baik, tidak tumbuh baik pada genangan air.
Ganja (Cannabis) digunakan untuk tujuan pengobatan, ritual atau
rekreasional. Senyawa ini juga menghasilkan konsekuensi merugikan
yang tidak diinginkan yaitu Cannabinoids. Konsentrasi tertinggi dari
kanabinoid psikoaktif ditemukan pada puncak bunga dari kedua jenis
tanaman jantan (male) dan betina (female). Kannabinoid pada dasarnya
berasal dari tiga sumber: (a) Fitokannabinoid adalah senyawa kannabinoid
yang diproduksi oleh tanaman Cannabis sativa atau Cannabis indica; (B)
Endocannabinoids adalah neurotransmiter yang diproduksi di otak atau di
jaringan perifer, dan bekerja pada reseptor kannabinoid; (C) Kannabinoid
sintetis, yang disintesis di laboratorium, secara struktural analog dengan
fitokannabinoid atau endokannabinoid dan bekerja dengan mekanisme
biologis yang serupa ( Madras,2015).

2. Kandungan Kimia Ganja


1) Zat aktif yang ditemukan pada ganja sampai saat ini sejumlah 60
cannabinoid, diantaranya Δ9-THC (Delta 9 Tetrahydrocanabinol),
CBD (Canabideol), CBN (Canabinol), CBC (Cannabichromene), CBG
(Cannabigerol) dan lain-lain (Tayyap and Durre, 2014). Beberapa zat
aktif yang ditemukan pada ganja adalah sebagai berikut.
2) Δ9-Tetrahydrocannabinol dan Δ9-Tetrahydrocannabinolic Acid
Konstituen aktif yang utama pada ganja adalah Δ9-THC, yang
mempunyai efek halusinogenik dan depresan. Pada saat ganja dijadikan
rokok, Δ9- tetrahydrocannabinolic acid (Δ9-THCA) hanya sebagian
yang diubah menjadi THC. Suhu konversi bergantung pada
dekarboksilasi THCA dibawah analisis dan kondisi merokok. Besarnya
rata- rata konversi menjadi THC dibawa kondisi analisis sekitar 70%.
Sedangkan pasa saat dijadikan rokok berkisar 30% (Jung, et al. 2009).
3) Cannabidiol, Konstituen utama lain dari materi tanaman ganja adalah
CBD, telah terbukti memiliki anxiolytic dan sifat antipsikotik dan untuk
memperbaiki beberapa efek samping dari THC. THC dan CBD telah
terbukti memiliki efek berlawanan pada daerah aktivasi otak dalam
berbagai tugas kognitif (Nadia, et al. 2014). CBD merupakan tanaman
konstituen non-psikotropika, umumnya ditemukan dalam konsentrasi
yang relatif tinggi di ganja (Raphael, et al. 2007). CBD adalah
komponen dari ganja dan merupakan 40% dari ekstrak tanaman.
Namun, konsentrasi CBD sangat bervariasi dan tergantung pada kondisi
pertumbuhan, fenotip yang berbeda ganja ilegal, dan pada bagian
tanaman dianalisis (Mateus, et al. 2011).
4) Cannabinol, CBN adalah cannabinoid alami pertama yang diisolasi dan
dimurnikan. Pada tahun 1896 Wood, et al sebuah kelompok riset dari
Cambridge melaporkan isolasi senyawa yang disebut sebagai CBN
dengan distilasi (Sabrina. 2014).
5) Cannabichromene Kandungan CBC dalam ganja berkisar 0,7-0,8%,
disamping itu abundance relatif sangat kecil. Hanya sedikit penelitian
CBC secara farmakologi. CBC berfungsi sebagai anti mikroba, efek
anti implamantologi dan bersifat analgesik.
6) Cannabigerol CBG adalah jenis Cannabinoid yang tidak memiliki sifat
psikoaktif. Memiliki aktivitas anti tumor in-vitro, bersifat antibakterial
(Erin, et al. 2011). CBG adalah cannabinoid pertama kali diidentifikas
dan prekursor asam CBG terbukti menjadi cannabinoid biogenik
pertama diproduksi di pabrik. Rantai samping propyl dan turunan
monomethyl ether merupakan cannabinoids lain dari kelompok ini
(Rudolf. 2007).

3. Epidemiologi Ganja
Dari jenis narkotika, secara global, narkoba jenis ganja yang paling
banyak digunakan. Prevalensi penyalahgunaan ganja berkisar 2,9%-4,3%
per tahun dari populasi penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun. Tren
legalisasi ganja telah diberlakukan Amerika Serikat di New York dan
Colorado, Belanda, Jerman (kepemilikan 6 gram), Argentina, Siprus (15
gram), Ekuador, Meksiko (5 gram), Peru (8 gram), Swiss (4 Batang),
Belgia (3 gram), Brazil, Uruguay, Paraguay (10 gram), Kolombia (20
gram), dan Australia (BNN, 2015).
Menurut World Health Organization (WHO), sekitar 25% (147 juta)
populasi orang dewasa di seluruh dunia menggunakan ganja untuk alasan
rekreasi atau lainnya. Bila digunakan untuk tujuan pengobatan, ganja
dianggap sebagai pengobatan alternatif dan komplementer (CAM) karena
ini bukan terapi konvensional. Sekitar 40% orang dewasa dengan epilepsi
menggunakan CAM membaik karena kurangnya kemanjuran terapi
standar, karena efek sampingnya, atau karena alasan lain. Meskipun
mayoritas CAM adalah nonfarmakologis (misalnya, meditasi, teknik
relaksasi, atau manajemen stres), penggunaan tumbuhan menjadi perhatian
khusus. Salah satu tumbuhan yang digunakan oleh pasien epilepsi adalah
ganja atau preparat lainnya termasuk minyak hashis (Szaflarski & Bebin,
2014).

4. Dampak Penggunaan Ganja (cannabis)


Penggunaan ganja memilki pengaruh yang buruk terhadap
kesehatan fisik maupun psikis (mental). Dari segi fisik ganja dapat
menyebabkan kanker paru karena asap ganja mengandung banyak
karsinogen sama dengan asap tembakau (Halla & Degenhardt, 2014).
Perokok ganja juga terkait dengan radang pada saluran nafas yang besar,
peningkatan hambatan jalan nafas, hiperinflasi paru, perokok ganja lebih
cenderung mengalami gejala bronkitis kronis daripada bukan perokok,
peningkatan tingkat infeksi pernafasan dan pneumonia (Volkow, et al.,
2014).
Penggunaan ganja juga dikaitkan dengan kondisi vaskular yang
meningkatkan risiko infark miokard, stroke, dan serangan iskemik transien
selama intoksikasi ganja. Mekanisme yang mendasari efek ganja pada
sistem kardiovaskular dan serebrovaskular rumit dan tidak sepenuhnya
dipahami. Namun, dampak langsung kannabinoid pada berbagai target
reseptor (yaitu reseptor CB1 di pembuluh darah arteri) dan efek tidak
langsung pada senyawa vasoaktif dapat membantu menjelaskan efek
merugikan ganja pada resistensi vaskular dan mikrosirkulasi koroner
(Volkow, et al., 2014).
Ganja juga mempengaruhi fungsi kognitif, defisit dalam
pembelajaran verbal, penurunan daya ingat (memori) dan perhatian hal ini
dilaporkan pada pengguna ganja berat dan dikaitkan dengan durasi
penggunaan, frekuensi penggunaan, dan dosis kumulatif THC. Perubahan
struktur otak dilaporkan terjadi di hippocampus, prefrontal cortex (PFC),
dan serebellum pada pengguna ganja kronis. Yücel dkk. melaporkan
terjadinya pengurangan volume hippocampal dan amigdala dalam 15
pengguna jangka panjang yang telah mengisap 5 atau lebih sehari selama
10 tahun atau lebih. Pengurangan ini meningkat seiring dengan lamanya
pemakaian. Selain menyebabkan masalah fisik ganja juga mempengaruhi
kesehatan mental, seperti gangguan bipolar, bunuh diri, depresi,
kecemasan dan psikotik (Halla & Degenhardt, 2014).
Dalam dosis intoksikasi yang biasa, ganja menghasilkan rasa
nyaman, relaksasi, rasa keramahan, kehilangan kesadaran sementara,
termasuk sulit membedakan masa lalu dengan saat ini, memperlambat
proses berpikir, penurunan ingatan jangka pendek. Pada dosis tinggi, ganja
dapat menyebabkan panik, delirium toksik, dan psikosis (Stahl, 2013).

5. Neurofarmakologi Ganja (Cannabis)


Komponen utama ganja adalah Delta-9-tetrahydrocannabinol (Δ9-
THC). Tanaman ganja mengandung lebih dari 400 bahan kimia, dimana
sekitar 60 secara kimia berhubungan dengan Δ9-THC. Pada manusia, Δ9-
THC diubah dengan cepat menjadi 11-hidroksi-Δ9-THC, metabolit yang
aktif di sistem saraf pusat (SSP).
Reseptor kannabinoid, kelompok reseptor G-protein-linked, terkait
dengan protein G (Gi) inhibitor, yang terkait dengan Adenilat Siklase
dengan cara penghambatan. Reseptor kannabinoid ditemukan konsentrasi
tertinggi pada ganglia basalis, hippocampus, dan serebelum, dengan
konsentrasi yang lebih rendah di korteks serebral. Reseptor ini tidak
ditemukan di batang otak, fakta yang konsisten dengan efek minimal
ganja pada fungsi pernapasan dan jantung (Sadock, et al., 2015).
Setidaknya ada dua reseptor kannabinoid yang diidentifikasi, CB1
(di otak, digabungkan melalui protein G dan dimodulasi Adenylate
Siklase dan saluran ion) dan CB2 (terutama dalam sistem kekebalan
tubuh), keduanya merupakan protein metabotropik yang digabungkan
dengan G protein. CB1 dan CB2 terlokalisasi terutama masing-masing di
otak dan di perifer. CB1 adalah reseptor protein G-G berpasangan yang
didistribusikan di SSP, di mana mereka terutama terletak secara
presinaptik. Aktivasi mereka menghambat pelepasan neurotransmitter lain
seperti gamma- aminobutyric acid (GABA) dan glutamat. Kedua reseptor
tersebut diyakini mengatur waktu dan pelepasan GABA. Relevan dengan
psikosis, di korteks serebral dan hipokampus, di mana jumlahnya
melimpah, CB1 memodulasi pelepasan GABA di dalam jaringan
cholesistokinin yang mengandung interneuron GABAergic.
THC menghasilkan efek psikoaktifnya melalui kerja di CB1,
dimana ia berfungsi sebagai agonis parsial dengan afinitas sederhana
[inhibisi konstan (Ki) = 35-80 nmol] dan aktivitas intrinsik rendah. CBD
penyumbang utama ganja yang tidak menghasilkan euforia, mungkin
memiliki efek ansiolitik dan antipsikotik pada studi praklinis dan manusia.
Kandungan CBD dari ganja bervariasi dan tingkat CBD yang lebih rendah
pada ganja telah dikaitkan dengan tingkat psikosis yang lebih tinggi.
Misalnya, varian ganja Afrika Selatan yang hampir tanpa CBD dikaitkan
dengan tingkat psikosis yang lebih tinggi. Dari catatan, CBD telah terbukti
dapat menghambat efek psikotimimetik THC. Terakhir, ini menjamin
bahwa jumlah kannabinoid sintetis yang merupakan agonis CB1
umumnya lebih tinggi saat digunakan oleh sejumlah besar individu
(Wilkinson, et al., 2014).
Bila ganja diisap, efek euforia muncul dalam hitungan menit,
puncaknya sekitar 30 menit, dan 2 sampai 4 jam terakhir. Beberapa efek
kognitif dan motorik berlangsung 5 sampai 12 jam. Ganja juga bisa
dikonsumsi secara oral saat disiapkan dalam makanan, seperti brownies
dan kue. Sekitar dua sampai tiga kali lebih banyak ganja harus dikonsumsi
secara oral untuk menjadi sekuat ganja yang dikonsumsi dengan
menghirup asapnya. Banyak variabel mempengaruhi sifat psikoaktif
ganja, termasuk potensi ganja yang digunakan, rute pemberian, teknik
merokok, efek pirolisa terhadap kandungan kannabinoid, dosis,
pengaturan, dan pengalaman masa lalu, harapan, dan harapan pengguna
serta kerentanan biologis yang unik terhadap efek kannabinoid (Sadock,
et al., 2015).
Kerja ganja dan bahan aktifnya Δ9-tetrahydrocannabinol
(THC) pada rangkaian reward ada pada reseptor kannabinoid, yang
ditunjukkan pada gambar 2, yang merupakan tempat di mana kannabinoid
endogen dimanfaatkan secara alami sebagai neurotransmiter retrograde.
Ganja dihisap untuk mengantarkan kannabinoid yang berinteraksi dengan
reseptor kannabinoid otak sendiri untuk memicu pelepasan dopamin dari
sistem reward mesolimbik (Gambar 2). Reseptor CB1 bisa menjadi
perantara tidak hanya sifat penguat ganja, tapi juga alkohol dan sampai
batas tertentu sifatnya zat psikoaktif yang lain (termasuk mungkin
beberapa makanan). Anandamide adalah salah satu endokannabinoid dan
kelompok kimia neurotransmiter yang bukan monoamina, bukan asam
amino, dan bukan peptida. Anandamide adalah lipid, khususnya kelompok
asam lemak etanolamida. Anandamida memiliki sebagian besar tapi tidak
semua sifat farmakologis THC, karena kerjanya reseptor kannabinoid
pada otak tidak hanya oleh THC namun sebagian antagonis oleh
kannabinoid otak selektif antagonis reseptor CB1 (Stahl, 2013).

Gambar 2. Pengaturan neurotransmitter sistem reward mesolimbik (Stahl,


2013).

Jalur system reward akhir umum di otak dihipotesiskan melalui jalur


dopamine mesolimbik. Jalur ini dimodulasi oleh banyak zat alami di otak
untuk memberi penguatan normal pada perilaku adaptif (seperti makan,
minum, seks) dan dengan demikian menghasilkan "natural highs” seperti
perasaan gembira atau prestasi. Neurotransmiter ini masuk ke sistem
reward meliputi morfin / heroin otak sendiri (yaitu endorfin seperti
enkephalin), ganja/ganja otak (yaitu anandamide), nikotin otak sendiri
(yaitu asetilkolin), dan kokain otak sendiri/amfetamin (yaitu, dopamin itu
sendiri). Banyak penyalahgunaan obat psikotropika yang terjadi di jalur
bypass neurotransmiter otak sendiri dan secara langsung merangsang
reseptor otak dalam sistem reward, yang menyebabkan pelepasan dopamin
dan konsekuen "artificial high". Jadi alkohol, opioid, stimulan, ganja,
benzodiazepin, hipnotik sedatif, halusinogen, dan nikotin semuanya
mempengaruhi sistem dopaminergik mesolimbik ini (Stahl, 2013).

Gambar 3. Dopamin sebagai pusat sistem reward (Stahl, 2013).

Dopamin (DA) telah lama dikenal sebagai pemain utama dalam


pengaturan penguatan dan penghargaan (reward). Secara khusus, jalur
mesolimbik dari daerah tegmental ventral (VTA) ke nukleus accumbens
nampaknya sangat penting untuk sistem reward. Aktivitas yang
menguntungkan secara alami, seperti mencapai prestasi besar atau menikmati
makanan enak, dapat menyebabkan peningkatan cepat dan kuat di DA di jalur
mesolimbik. Penyalahgunaan obat juga menyebabkan pelepasan DA di jalur
mesolimbik. Sebenarnya, obat-obatan dari penyalahgunaan seringkali dapat
meningkatkan dopamin dengan cara yang lebih eksplosif dan menyenangkan
daripada yang terjadi secara alami. Sayangnya, tidak seperti peningkatan
alami, aktivasi yang disebabkan oleh penyalahgunaan obat pada akhirnya
dapat menyebabkan perubahan pada sirkuit reward yang terkait dengan
lingkaran setan preokupasi, kecanduan, ketergantungan, dan withdrawl.
Konsep ini memiliki kesamaan dengan banyak gangguan kompulsif impulsif
seperti judi patologis. Artinya, individu dengan gangguan ini mengalami
ketegangan dan gairah dalam mengantisipasi perilaku dan mood disforik (tapi
tidak ada penarikan fisiologis) bila dicegah melakukan perilaku tersebut.
Selain itu, kesenangan dan kepuasan yang pada awalnya dialami saat
melakukan perilaku tampaknya berkurang seiring berjalannya waktu,
mungkin memerlukan peningkatan "dosis" (misalnya, perjudian dengan
jumlah dolar lebih tinggi) untuk mencapai efek yang sama (mirip dengan
toleransi) (Stahl, 2013).
Pasien dengan psikosis akibat ganja memiliki metabolit dopamin
perifer yang lebih tinggi, dan sebuah laporan kasus menemukan terdapat
pelepasan dopamin striatal dan gejala eksaserbasi pada pasien skizofrenia
setelah penggunaan ganja. Dengan demikian, ganja telah diusulkan untuk
meningkatkan risiko psikosis dengan menyebabkan hiperdopaminergia striatal
(Murray, et al., 2014). Pengguna ganja reguler yang peka terhadap efek ganja
akan menunjukkan peningkatan kapasitas sintesis dopamin yang meningkat,
dan ini akan terkait langsung dengan tingkat keparahan gejala psikotik seperti
ganja (Bloomfield, et al., 2014).

6. Gangguan Psikotik Akibat Penggunaan Ganja (cannabis)


Etiologi kelainan psikotik, seperti skizofrenia, tetap sulit dipahami.
Meskipun tidak mungkin ada satu penyebab skizofrenia, sejumlah faktor
genetik dan lingkungan telah diidentifikasi dapat menyebabkan risiko
psikosis. Salah satu faktor lingkungan yang mendapat perhatian karena
berkontribusi terhadap risiko gangguan psikotik adalah terpapar ganja.
Perlu dicatat bahwa sebagian besar individu yang terpapar ganja tidak
berkembang menjadi psikosis dan kebanyakan individu dengan gangguan
psikotik mungkin tidak pernah terpapar ganja. Dengan demikian, ganja
tidak perlu dan tidak cukup untuk menyebabkan skizofrenia.
Kemungkinan besar, ganja dapat berkontribusi menyebabkan psikosis
pada individu yang rentan (Wilkinson, et al.,2014).
Gangguan psikotik akibat cannabis didiagnosis dengan adanya
psikosis akibat cannabis. Gangguan psikotik cannabis jarang terjadi; ide
paranoid transien lebih sering terjadi. Florid psychosis agak umum terjadi
di negara-negara di mana beberapa orang memiliki akses jangka panjang
ke ganja dengan potensi tinggi. Episode psikotik kadang-kadang disebut
sebagai “hemp insanity" penggunaan ganja jarang menyebabkan
pengalaman "bad-trip", yang sering dikaitkan dengan intoksikasi
halusinogen. Bila gangguan psikotik ganja tidak terjadi, hal itu mungkin
berkorelasi dengan gangguan kepribadian yang sudah ada sebelumnya
pada orang yang terkena dampak (Sadock, et al., 2015).

B. Tujuan Pemeriksaan Narkotika Di Laboratorium


Tujuan pemeriksaan narkotika di laboratorium dibedakan menjadi 2
macam. Tujuan pertama adalah untuk keperluan pro justicia yaitu
pemeriksaan untuk melengkapi data-data yang diajukan ke pengadilan.
Pemeriksaan seperti ini dilakukan oleh institusi terbatas yaitu Kepolisian,
Badan Narkotika Nasional (BNN), Pusat Laboratorium Forensik
(Puslabfor), dan institusi kesehatan lain yang ditunjuk oleh undang-
undang. Tujuan kedua adalah non pro justisia yaitu pemeriksaan
narkotika yang biasa dilakukan di laboratorium swasta atau laboratorium
rumah sakit umum ( Puslabfor Bareskrim Polri, 2003).
Pemeriksaan narkotika non pro justisia biasanya digunakan untuk
seleksi karyawan, penerimaan siswa baru atau keperluan khusus seperti
seseorang yang melakukan pemeriksaan narkotika kepada anggota
keluarga sendiri dengan tujuan pengawasan. Pemeriksaan narkotika non
pro justisia basanya menggunakan skrining tes yakni tes awal yang
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk konfirmasi (Haller, 2010).

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ganja (Cannabis) adalah nama singkatan untuk tanaman
Cannabis sativa. Istilah ganja umumnya mengacu kepada pucuk daun,
bunga dan batang dari tanaman yang dipotong, dikeringkan dan
dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok. Nama lain untuk
tanaman ganja adalah marijuana, grass, weed, pot, tea, Mary jane dan
produknya hemp, hashish, charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla
Penggunaan ganja memilki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan
fisik (pada saluran pernafasan dan kardiovaskuler) maupun psikis
(mental).
Komponen utama ganja adalah Delta-9-tetrahydrocannabinol
(Δ9-THC), setidaknya ada dua reseptor cannabinoid yang
diidentifikasi, CB1 (di otak, digabungkan melalui protein G dan
dimodulasi Adenylate Siklase dan saluran ion) dan CB2 (terutama
dalam sistem kekebalan tubuh). Aktivasi mereka menghambat
pelepasan neurotransmitter lain seperti gamma-aminobutyric acid
(GABA) dan glutamat.

B. Saran
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak
sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, saya
akan terus memperbaiki makalah ini dengan mengacu pada sumber
yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, saya
sangat mengharapkan kritik yang membangun dan saran tentang
pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Alemany, S. et al., 2014. Psychosis-inducing effects of cannabis are related to
both childhood abuse and COMT genotypes. Acta Psychiatrica
Scandinavica,129(1).
Bloomfield, M. et al., 2014. Dopaminergic Function in Cannabis Users and
Its Relationship to Cannabis-Induced Psychotic Symptoms. Biological
Psychitry,75(6).
BNN Republik Indonesia. 2015. Visi dan Misi BNN.
Camellia, V., 2010. Gangguan Sehubungan Kanabis. Medan: Departemen
Psikiatri
FK USU.
Clarke, R.C and David, P W. 2007. Cannabis and Natural Cannabis Medicines.
Humana Press Inc. New Jersey.
Crean, R. D., Crane, N. A. & Mason, B. J., 2011. An Evidence-Based Review of
Acute and Long-Term Effects of Cannabis Use on Executive Cognitive
Functions. Journal of Addiction Medicine, 5(1).
Depkes, 2000. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat
Adiktif Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 13 Tahun 2014 tentang Perubahan
Penggolongan Narkotika.
Presiden Republik Indonesia, 2009. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor
35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Jakarta
Stahl, S. M., 2013. Stahl’s Essential Psychopharmacology : Neuroscientific Basis
and Practical Application. 4 ed. New York: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai