Anda di halaman 1dari 14

“Membangun Karakter Bangsa Dengan Nilai-Nilai Kebangsaan”

Pendidikan Karakter Bangsa

“Diajukan sebagai salah satu tugas dan syarat kelulusan Mata Kuliah Pendidikan
Karakter Bangsa pada semester 4 Tahun Akademik 2020/2021”

Disusun oleh :
1. Anik Estriana (1901100019)
2. Rizky Indah Sari (1901100020)
3. Cindy Nur Latifah (1901100021)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Pendidikan
Karakter Bangsa yang berjudul “Membangun Karakter Bangsa Dengan Nilai-nilai
Kebangsaan” ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Dalam penyusunan laporan ini kami banyak mendapatkan masukan, bimbingan
dan arahan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penyusun
mengucapkan terima kasih khususnya kepada Dr. Ana Adriani, M.Pd. selaku dosen mata
kuliah Pendidikan karakter bangsa Universitas Muhammadiyah Purwokerto, serta rekan-
rekan seperjuangan mahasiswa Program Studi Guru Sekolah Dasar.
Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dalam menyusun makalah ini.
Namun, karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki, makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.
Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan pada makalah ini pemohon maaf yang sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii

Bab I :

PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 2

BAB II :
PEMBAHASAN.......................................................................................................... 3
A. Membangun Karakter Bangsa.................................................................... 3
B. Tujuan dari Pendidikan Karakter Bangsa..................................................... 7
C. Revitalisasi Pembinaan Karakter Kebangsaan........................................... 8
D. Pendidikan Multikultural untuk membangun karakter bangsa
melalui nilai – nilai kebangsaan................................................................ 8
E. Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan dapat membangun karakter
bangsa melaui nilai – nilai kebangsaan..................................................... 9
F. Karakter yang Diharapkan........................................................................... 9

BAB III :
PENUTUP.................................................................................................................... 10
A. Kesimpulan....................................................................................................... 10
B. Saran................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perilaku seseorang ditentukan oleh faktor lingkungan dengan landasan teori
kondisioning ada fungsi bahwa karakter ditentukan oleh lingkungan. Seseorang akan
menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang
berkarakter. Tentunya ini memerlukan usaha secara menyeluruh yang dilakukan
semua pihak: keluarga, sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam
masyarakat. Untuk mengantisipasi, perlu dibangun character building yang didasari
dengan nilai-nilai moral kemanusiaan di kalangan masyarakat, baik sebagai individu
maupun kelompok. Nilai- nilai moral yang kokoh dan etika standar yang kuat sangat
diperlukan bagi individu maupun masyarakat melalui pendidikan nilai pada proses
pendidikan, khususnya di sekolah secara eksplisit (terencana), terfokus, dan kompre
hensip untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan agar pembentukan
masyarakat yang berkarakter dapat terwujud sehingga terhindar dari perilaku
materialistik dan konsumtif.
Langkah utama yang mendesak harus dilakukan adalah melakukan pemberdayaan
masyarakat sebagai masyarakat konsumen melalui pembinaan dan pendidikan.
Penting sekali untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat dengan melatih mengelola
uang atau kecerdasan finansial, pola berkonsumsi, serta kedudukannya sebagai
konsumen.
Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan konsumen diharapkan akan
mengarah pada proses pembudayaan yang dapat membentuk watak konsumen yang
baik di masyarakat sehingga ini dapat dijadikan suatu agenda aksi dalam dunia
pendidikan di Indonesia. Hal tersebut mendesak untuk diterapkan karena pendidikan
konsumen tidak hanya sekedar menawarkan ilmu pengetahuan dan keterampilan,
melainkan juga meningkatkan kemampuan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan
tindakan yang merupakan ciri-ciri individu yang berkarakter. Pendidikan konsumen
tidak hanya sekedar mengajarkan siswa untuk menggunakan uang dengan baik, tetapi
pada kenyataan pendidikan konsumen juga mengandung banyak nilai. Ini sejalan
dengan hasil survei yang dilakukan oleh Knapp (1991:3) bahwa di dalam pendidikan
konsumen terkandung nilai-nilai implisit yang patut ditumbuh kembangkan pada
siswa, seperti: memiliki kesadaran akan diri sendiri (misalnya tahu membedakan
antara kebutuhan dan keinginan), memiliki tanggung jawab (misalnya kesadaran
membayar rekening), menjadi hemat, hidup sederhana (misalnya menabung), menjadi
lebih bijaksana (misalnya memilih ketika membeli), dan memiliki perencanaan
(misalnya menganggarkan uang) dalam kehidupannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengembangkan dimensi pembentuk
karakter, yaitu nilai-nilai kehidupan dalam pendidikan konsumen; (2) menelaah
perolehan dimensi pendidikan nilai sebagai pembentuk karakter melalui faktor-faktor
lingkungan; (3) mengungkap pencapaian pembentukan karakter melalui faktor-faktor
lingkungan dan implementasi pendidikan nilai dalam mata pelajaran/kurikulum.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang harus dilakukan untuk membangun karakter bangsa?
2. Bagaimana tujuan dari pendidikan karakter?
3. Bagaimana revitalisasi pembinaan karakter kebangsaan?
4. Bagaimana pendidikan multikurtural dapat membangun karakter bangsa melalui
nilai-nilai kebangsaan?
5. Apakah Mata pelajaran pendidikan kewarganegaaan dapat membangun karakter
bangsa melalui nilai-nilai kebangsaan?
6. Bagaimana karakter yang diharapkan?
C. Tujuan
1. Mengetahui membangun karakter bangsa
2. Mengetahui Tujuan dari pendidikan karakter
3. Mengetahui revitalisasi pembinaan karakter kebangsaan
4. Mengetahui pendidikan multikurtural dapat membangun karakter bangsa melalui
nilai-nilai kebangsaan
5. Mengetahui Mata peajaran pendidikan kewarganegaaan dapat membangun
karakter bangsa melalui nilai-nilai kebangsaan
6. Mengetahui karakter yang diharapkan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Membangun Karakter Bangsa


Seiring dengan kondisi lingkungan global yang terus berkembang secara dinamis,
maka sesungguhnya pembangunan/pembentukan karakter bangsa adalah sebuah
proses berkelanjutan, character building is never ending process. Kita semua
meyakini bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang berkarakter yang dengan
kekokohan karakternya mampu menjawab setiap tantangan dan mengatasi segala
hambatan. Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang
tercermin dalam kesadaran kebersamaan, pemahaman rasa, karsa individu dan
kelompok dalam suatu kehidupan berbangsa dan bernegara (Ahmad Yani Dasuki,
2011).
Dengan demikian karakter suatu bangsa tentunya dibangun dan diperkokoh
berdasarkan ke”khas”an nilai-nilai dan fakta sosial yang melekat pada bangsa
tersebut. Bagi bangsa Indonesia, ke”khas”an itu adalah fakta sosial kebangsaannya
yang sosialis dan religius. Masyarakat bangsa Indonesia adalah masyarakat yang
dalam kontek sunnatullah (lihat QS. Ali Imran 112), berpegang pada komitmen
keseimbangan antara tata hubungan vertikalnya, hablun minallah, dengan tata
hubungan horizontalnya, hablun minannas. Dalam hubungan hablun minallah, bangsa
Indonesia senantiasa mendasarkan rahmat dan ridla Allah sebagai landasan moral
perjuangan dan pembangunan bangsanya (Lihat Pembukaan UUD 1945 dan
Pancasila).
Oleh karena itu ada nilai-nilai dasar yang telah menjadi kesepakatan bangsa ini
sebagai landasan dan payung kehidupan bangsa dan negara yang harus kita pedomani
bersama. Dalam hubungan hablun minannas, fakta sosial dan fakta sejarah
menunjukkan bahwa masyarakat bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, adat,
bahasa dan agama yang tersebar luas dalam ribuan pulau. Keadaan ini jelas
mengandung tantangan yang tidak ringan bagi upaya membangun karakter
bangsanya. Dengan latar belakangnya yang demikian, karakter atau kepribadian
bangsa Indonesia bukanlah sesuatu yang taken for granted, tetapi dibangun melalui
sebuah perjuangan panjang. Secara historis, karakter ke-Indonesia-an itu terakumulasi
dalam empat pilar kehidupan bangsa Indonesia, yang telah dirumuskan oleh para
founding fathers. Empat pilar tersebut adalah Pancasila sebagai dasar dan falsafah
hidup bangsa, Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konseptusional,
Bhinneka Tunggal Ika sebagai komitmen persatuan bangsa dan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai rumah bersama kita.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah hidup memuat lima prinsip moral dan etika
kehidupan bangsa. Pertama, prinsip yang menegaskan bahwa, bangsa Indonesia
adalah bangsa yang religius, ber Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjunjung tinggi
nilai moralitas agama dengan saling menghargai agama dan keyakinan masing-
masing warga negara. Kedua, prinsip menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
keadilan dan keberadaban. Ketiga, prinsip menjunjung semangat persatuan dan
kesatuan, semangat gotong royong dan kebersamaan dalam menghadapi dan
mengatasi setiap masalah. Keempat, menjunjung tinggi semangat untuk musyawarah

3
dan mufakat dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Kelima, prinsip perjuangan
untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 ditegaskan tentang cita-cita
perjuangan meraih kemerdekaan, bahwa ”Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha
Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”.Sementara, dalam semboyan Bhinneka Tunggal Ika, terkandung
prinsip pengakuan terhadap keanekaan budaya, bahasa, adat, agama dan tradisi lokal
yang tersebar dalam bentangan wilayah nusantara. Dalam prinsip ini sekaligus
terkandung penegasan bahwa setiap usaha penyeragaman budaya bangsa Indonesia
akan merusak karakter ke-Indonesiaan itu sendiri.
Sebaliknya, yang harus dibangun adalah bagaimana kebersamaan dan persatuan
masyarakat bangsa ini dapat terpelihara dengan kokoh tanpa mengurangi sedikitpun
eksistensi masing-masing etnik serta kearifan-kearifan lokal yang terkandung di
dalamnya. Oleh karena itu perlu adanya satu kesatuan cara pandang terhadap
keutuhan lingkungan wilayah negara ini, yang disebut dengan Wawasan Nusantara.
Wawasan Nusantara sebagai cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan
lingkungannya yang serba Nusantara dalam dunia yang serba berubah, namun tetap
kokoh dalam nilai-nilai ke Indonesiaannya.
Wawasan ini telah memberi arah perilaku bangsa ini sebagai bangsa yang
dinamis namun tetap kokoh dalam jati dirinya. Sementara, kesepakatan nasional yang
telah menjadi warisan dari para founding fathers kita tentang rumah bersama kita
adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), bukan negara serikat. Otonomi
Daerah tidak sedikitpun mengurangi nilai dasar dan makna Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Oleh karena itu semangat kedaerahan yang bermuatan kearifan
lokal patut dipelihara dan dikembangkan, sedang primordialisme yang bertentangan
dengan semangat NKRI tidak boleh terjadi.
Yang perlu menjadi catatan kita adalah, dalam perjuangan mewujudkan
kemerdekaan sekaligus merumuskan nilai-nilai luhur dan fundamental yang
terkandung dalam empat pilar kehidupan bangsa Indonesia tersebut, umat Islam dan
pendidikan Islam di Indonesia mempunyai andil dan peran yang besar. Oleh karena
itu maka sesungguhnya lembaga pendidikan Islam dan umat Islam pada umumnya
mempunyai tanggung jawab moral dalam memelihara dan memperkokoh empat pilar
karakter kehidupan bangsa Indonesia tersebut karena di dalamnya juga bermuatan
nilai-nilai religius-Islamiyah yang sangat substansial.

B. Tujuan dari Pendidikan Karakter Bangsa


Peran pendidikan bagi kemajuan sebuah bangsa sangat penting, untuk itu perlu
adanya bimbingan dan binaan khusus bagi setiap individu atau kelompok untuk
mendapatkan pendidikan yang memadai. Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa
Indonesia dalam malaksanakan pembinaan karakter bangsa adalah:
1. Meningkatkan dan mengokohkan semangat religiositas bangsa.
2. Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3. Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
4. Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan.

4
5. Menjunjung tinggi hak asasi manusia dan hukum.
6. Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
7. Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa.
8. Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sedangkan hasil yang hendak dicapai dalam pembinaan karakter bangsa adalah
terciptanya masyarakat yang bersikap dan bertingkah laku secara santun berdasar
Pancasila. Diharapkan agar perilaku warga negara baik dalam aspek politik,
ekonomi, maupun sosial budaya mengacu pada konsep, prinsip dan nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Secara rinci dapat digambarkan bahwa pembinaan
karakter bangsa tersebut untuk dapat menghasilkan warganegara yang memiliki:
(1) Keimanan dan ketaqwaan yang kuat terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama masing-masing, dan dapat bersikap secara tepat dan baik dalam
menghadapi pluralitas agama yang terdapat di Indonesia.
(2) Sikap dan tingkah laku yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dengan mendudukan hak asasi
manusia secara proporsional sesuai dengan konsep dan prinsip yang terkandung
dalam Pancasila.
(3) Semangat kebangsaan yang tinggi, sehingga selalu menjunjung tinggi existensi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepentingan pribadi dan golongan selalu
diselaraskan dengan kepentingan negara-bangsa.
(4) Pengetahuan, sikap, perilaku dan kemampuan dalam menerapkan demokrasi
yang bersendi pada prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila.
(5) Sikap, perilaku dan kemampuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
(6) Kesadaran untuk mengembangkan nilai dan kompetensi universal karakter
warganegara.

C. Revitalisasi Pembinaan Karakter Kebangsaan


Untuk meneruskan peran protagonis yang berhasil dimainkan dengan indah oleh
para pemuda pejuang di era kemerdekaan, pemuda masa kini memiliki kewajiban
moral untuk meneruskan tradisi positif ini di era kemerdekaan. Kongkritnya, pemuda
harus bisa menjadi tumpuan bagi terciptanya kemakmuran, kemajuan, serta
kemandirian Indonesia. Menjadi dinamisator pembangunan agar bangsa Indonesia
memiliki daya saing tinggi, sehingga sejajar bahkan unggul dari bangsa-bangsa lain.
Ironisnya, kenyataan yang ada tidaklah demikian. Para pemuda Indonesia saat ini
seolah tidak berdaya menghadapi gempuran arus globalisasi yang dihiasi ekspansi
tradisi bangsa asing. Meskipun tidak ada bukti empiris yang menunjukkan bahwa
semua budaya asing memberikan dampak negatif bagi generasi muda, namun jika
kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin bangsa Indonesia akan kehilangan
jati dirinya, sehingga akan terjebak dalam kolonialisme kontemporer, tergantung dan
mudah dikendalikan bangsa lain.
Kekhawatiran ini semakin membayang di depan mata ketika melihat realitas
pemuda masa kini yang pemahaman terhadap sejarah dan nilai-nilai budaya
nasinalnya menurun drastis. Mereka seakan lebih bangga mengidentifikasi diri

5
kepada bangsa lain yang lebih maju ilmu pengetahuan dan teknologinya. Supaya
realitas memprihatinkan ini segera berakhir, pemuda harus tampil di barisan terdepan
dalam upaya menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman hilangnya identitas
nasional. Inilah perjuangan berat yang terhampar di depan mata dan menuntut
komitmen utuh dari segenap pemuda Indonesia. Agar perjuangan ini berhasil,
setidaknya ada peran yang harus dijalankan oleh para pemuda yaitu :
a) Character builder (Pembangun Karakter)
Tergerusnya karakter positif—seperti ulet, pantang menyerah, jujur, dan
kreatif—yang dibarengi tumbuhnya karakter negatif seperti malas, koruptif,
dan konsumtif di kalangan masyarakat Indonesia, menuntut pemuda untuk
meresponnya dengan cepat dan cerdas. Mereka harus menjadi pioner yang
memperlihatkan kesetiaan untuk memegang teguh kearifan lokal seperti yang
dicontohkan pemuda generasi terdahulu.
b) Caharacter Enabler (Pemberdaya Karakter)
Pembangunan karakter bangsa tentunya tidak cukup jika tidak dilakukan
pemberdayaan yang berkesinambungan. Oleh sebab itu, pemuda harus
memiliki tekad untuk mejadi role model dari pengembangan karakter bangsa
yang positif.
c) Character engineer (Perekayasa Karakter)
Peran ini menunut generasi muda untuk terus melakukan pembelajaran.
Pasalnya, pengembangan karakter positif bangsa menunut adanya modifikasi
dan rekayasa yang tepat sesuai dengan perkembangan zaman.

D. Pendidikan Multikultural dapat membangun karakter bangsa melalui nilai


– nilai kebangsaan
Banks (2001) berpendapat bahwa pendidikan multikultural merupakan suatu
rangkaian kepercayaan (set of beliefs) dan penjelasan yang mengkaji dan menilai
pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup,
pengalaman sosial, identitas pribadi, kesempatan pendidikan dari individu, kelompok
maupun negara. Banks mendefinisikan pendidikan multikultural adalah ide, gerakan
pembaharuan pendidikan dan proses pendidikan, yang tujuan utamanya adalah
merubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa baik pria dan wanita, siswa
berkebutuhan khusus, dan siswa yang merupakan anggota dari kelompok ras, etnis,
dan budaya (kultur) yang bermacam-macam itu akan memiliki kesempatan yang sama
untuk mencapai prestasi (Banks, 1993). Melalui pendidikan multikultural inilah
sebenarnya nilai-nilai ditransformasikan dari generasi ke generasi.
Pendidikan diharapkan mampu mentransformasikan peserta didik dari belum
dewasa mejadi dewasa. Ciri manusia dewasa adalah manusia yang memiliki karakter.
Karakter merupakan nilai-nilai yang melandasi perilaku manusia berdasarkan norma
agama, kebudayaan, hukum atau konstitusi, adat istiadat, dan estetika. Jika dikaitkan
dengan pendidikan, pendidikan karakter adalah upaya yang terencana untuk
menjadikan peserta didik mengenal, peduli dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga
peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Dalam rumusan lain dapat
didefinisikan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
perilaku atau karakter kepada warga belajar yang meliputi pengetahuan, kesadaran

6
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai, baik terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga
menjadi insan kamil. Definisi tersebut mengamanatkan bahwa dengan segala
perbedaan bangsa Indonesia, pendidikan di Indonesia bertujuan menjadikan warga
belajar memiliki empat karakter pokok: manusia beragama, manusia sebagai pribadi,
manusia sosial, dan manusia sebagai warga bangsa.
Berdasarkan empat karakter pokok tersebut dalam praktik pendidikan di
Indonesia, lembaga pendidikan diharapkan mengembangkan pembiasaan berpikir dan
bertindak dengan berfokus delapan belas nilai kehidupan. Penanaman nilai-nilai
tersebut diharapkan dapat membentuk karakter peserta didik. Kedelapan belas
karakter tersebut adalah sebagai berikut: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan,
peduli sosial, dan tanggung jawab. Nilai-nilai pembentuk karakter yang harus
dikembangkan di setiap lembaga pendidikan tersebut pada dasarnya merupakan
pembentuk karakter insan kamil secara universal. Di tengah keragaman bangsa-
bangsa di dunia, manusia Indonesia haruslah memiliki karakter keindonesiaan. Inilah
sebagai penanda bangsa Indonesia yang memiliki identitas diri yang berbeda dengan
bangsa lain.
Karakter keindonesiaan melalui penanaman nilai kebangsaan dapat dilakukan
dengan penanaman sikap kepada peserta didik dalam bentuk penanaman kesadaran
nasional. Sebagai bangsa yang memiliki sejarah panjang, bentuk- bentuk kesadaran
nasionalis Indonesia berupa: kesadaran kebanggaan sebagai bangsa, kemandiriaan dan
keberanian sebagai bangsa, kesadaran kehormatan sebagai bangsa, kesadaran
melawan penjajahan, kesadaran berkorban demi bangsa, kesadaran nasionalisme
bangsa lain, dan kesadaran kedaerahan menuju kebangsaan. Rohidi (2002)
menegaskan bahwa pendidikan dengan pendekatan multikultural sangat tepat
diterapkan di Indonesia untuk pembentukan karakter generasi bangsa yang kokoh
berdasar pengakuan keragaman. Kemudian dalam penerapannya harus luwes,
bertahap, dan tidak indoktriner menyesuaikan dengan situasi dan kondisi sekolah.
Pendekatan multikulturalisme erat dengan nilai-nilai dan pembiasaan sehingga perlu
wawasan dan pemahaman yang mendalam untuk diterapkan dalam pembelajaran,
tauladan, maupun perilaku harian yang mampu mengembangkan kepekaan rasa,
apresiasi positif, dan daya kreatif. Kompetensi guru menjadi sangat penting sebagai
motor pendidikan dengan pendekatan multikulural.
E. Mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan dapat membangun karakter
bangsa melaui nilai – nilai kebangsaan
Posisi Pancasila sangat kuat karena mata pelajaran PKn dilaksanakan untuk
pendidikan warga negara. Pancasila secara hukum adalah sebagai ideologi negara.
Nilai- nilai isi Pancasila harus mewarnai kehidupan bernegara, serta harus mewarnai
seluruh kehidupan bernegara, dimana ideologi terdiri dari: cita-cita negara; cita-cita
bangsa; cita- cita unsur wilayah; cita-cita unsur rakyat; cita-cita unsur politik yang
terbagi menjadi 2 yaitu: unsur politik luar negeri, serta unsur politik dalam negeri

7
Kontribusi nilai Pancasila terhadap pembentukkan karakter bangsa adalah sejauh apa
yang dijelaskan dalam perilaku warga negara, sejauh itu pula nilai-nilai Pancasila
mewarnai hak dan kewajiban warga negara, memberikan arah sekalipun tidak
keseluruhan. Pancasila merupakan kristalisasi dari: filosofis; sistem nilai; serta
sistem budaya bangsa. Diharapkan melalui integrasi nilai-nilai Pancasila ini dapat
diimplementasikan dalam nilai-nilai kehidupan.
Nilai-nilai Pancasila atau kebangsaan pada prinsipnya mengadopsi dari nilai
agama Islam, karena kalau dilihat dari sejarah perumusan dasar negara Pancasila dan
pembuatan UUD 1945, yang merumuskannya mayoritas beragama Islam, maka
wajar kalau nilai-nilai Islam masuk dalam nilai-nilai kebangsaan. Jika kita lihat
urutannya, sila kesatu dari Pancasila merupakan nilai ketuhanan yang dijadikan
sebagai dasar bagi sila-sila yang lainnya, sehingga dengan demikian kita sebagai
manusia, perbuatan- perbuatan yang kita lakukan akan selalu diawasi oleh Tuhan
YME.
Nilai kemanusiaan menempatkan manusia pada posisi yang bermartabat atau
terhormat sehingga pendidikan merupakan suatu upaya untuk memanusiakan
manusia dengan cara yang manusiawi. Islam memandang orang yang baik ketika dia
mampu menghargai sesama manusia. Kerakyatan pada prinsipnya sama dengan
demokrasi, memiliki dua konsep, yakni: (1) Hikmat adalah nilai kebenaran yang
datangnya dari Tuhan YME dan (2) Kebijaksanaan atau kebijakan yang bersumber
dari manusia.
F. Karakter yang Diharapkan
Secara psikologis karakter individu dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat
bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan
dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses
nalar guna mencari dan menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif.
Olah raga berkenaan dengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan
kemauan dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan
kebaruan. Karakter individu yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila pada masing-masing
bagian tersebut, dapat dikemukakan sebagai berikut.
a) Karakter yang bersumber dari olah hati, antara lain beriman dan bertakwa,
jujur, amanah, adil, tertib, taat aturan, bertanggung jawab, berempati, berani
mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik.
b) Karakter yang bersumber dari olah pikir antara lain cerdas, kritis, kreatif,
inovatif, ingin tahu, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif.
c) Karakter yang bersumber dari olah raga/kinestetika antara lain bersih, dan
sehat, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif,
determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
d) Karakter yang bersumber dari olah rasa dan karsa antara lain kemanusiaan,
saling menghargai, gotong royong, kebersamaan, ramah, hormat, toleran,

8
nasionalis, peduli, kosmopolit (mendunia), mengutamakan kepentingan
umum, cinta tanah air (patriotis), bangga menggunakan bahasa dan produk
Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seseorang akan menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada
lingkungan yang berkarakter. Perlunya usaha secara menyeluruh yang dilakukan
semua pihak: keluarga, sekolah, dan seluruh komponen yang terdapat dalam
masyarakat. Untuk mengantisipasi itu, perlu dibangun character building yang
didasari dengan nilai-nilai moral kemanusiaan di kalangan masyarakat, baik sebagai
individu maupun kelompok. Nilai- nilai moral yang kokoh dan etika standar yang
kuat sangat diperlukan bagi individu maupun masyarakat melalui pendidikan nilai
pada proses pendidikan, khususnya di sekolah secara eksplisit (terencana), terfokus,
dan komprehensip untuk menghadapi tantangan-tantangan masa depan agar
pembentukan masyarakat yang berkarakter dapat terwujud sehingga terhindar dari
perilaku materialistik dan konsumtif.
Tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia dalam malaksanakan
pembinaan karakter bangsa adalah: Meningkatkan dan mengokohkan semangat
religiositas bangsa, Menambah kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Menjamin terlaksananya pluralitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
Memantapkan wawasan, rasa dan semangat kebangsaan, Menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan hokum, Mengembangkan musyawarah untuk mencapai mufakat,
Mengembangkan nilai dan kompetensi karakter pribadi dan bangsa, dan
Meningkatkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
B. Saran
Membangun Pendidikan karakter merupakan sesuatu yang sangat penting dan
harus dipahami serta dipraktekkan secara menyeluruh. Pembangunan karakter salah
satunya melalui nilai nilai kebangsaan dengan begitu mendorong para orangtua, guru
untuk bersikap serius dalam masalah ini. Orangtua harus memberikan pendidikan
yang baik dalam rangka membentuk karakter anak. Sehingga diharapkan lahir
generasi penerus bangsa yang memiliki karakter kuat dalam rangka memajukan
bangsa dan negara.
Hal yang sama juga harus dilakukan para pendidik baik di sekolah (guru), di
Perguruan Tinggi, atau dimanapun berada, yang merupakan orangtua kedua bagi
anak. Budaya yang baik di lingkngan tempat belajar harus dibangun dan diaplikasikan
oleh semua pihak, agar tercipta manusia-manusia yang berkarakter di masa
mendatang.

10
DAFTAR PUSTAKA
Banks, J. (1993). Multicultural Education: Historical Development, Dimension, and
Practice. Review of Research in Education.
Burnett. (1994). Varieties of Multicultural Education: An Introduction. Eric
Clearinghouse on Urban
Education: Digest. Kuper, A. & Kuper, J. (2000). Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
Naim, N. & Sauqi, A. (2008). Pendidikan Multikultural: Konsep dan Aplikasi.
Yokyakarta: Ar-Ruzz Media.
Nasution, A.R. (2016). Urgensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan
Karakter Bangsa Indonesia melalui Demokrasi, HAM dan Masyarakat Madani, Jurnal
Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial, 8 (2) (2016): 201-21
Ana Andriani, 2020. KAJIAN THE BODY OF KNOWLEDGE PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN DALAM KONTEKS PEMBELAJARAN DI SEKOLAH
DASAR SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER. Purwokerto.

11

Anda mungkin juga menyukai