Archaster typicus adalah bintang laut berkaki lima dengan lengan panjang berbentuk
meruncing dengan ujung yang runcing. Archaster typicus tumbuh hingga berdiameter 12
hingga 15 sentimeter (4,7 hingga 5,9 inci), dimana ukuran Archaster typicus jantan sering
kali lebih kecil daripada betina. Bintang laut ini beradaptasi dengan kehidupan di dasar laut
yang berpasir, di mana ia bersembunyi di sedimen saat air pasang dan bergerak di atas
permukaan sedimen saat surut. Warna umumnya abu-abu atau kecoklatan, ditandai dengan
berbagai bercak yang lebih gelap dan lebih terang, kadang-kadang membentuk pola chevron.
Bagian bawahnya pucat. Tubuhnya sedikit mengembang dan ada madreporit keputihan di
dekat bagian tengah cakram. Pelat pelindung kecil yang menutupi permukaan atas lengan
berjajar dalam baris paralel rapi yang membedakannya dengan Astropekten polyacanthus
yang agak mirip karena memiliki kebiasaan dan warna yang serupa. Archaster typicus
memiliki duri yang diatur di dalam pinggiran marginal, berbentuk pendek, datar dan tumpul
daripada A. polyacanthus dan kaki berbentuk tabung yang memiliki memiliki pengisap.
Archaster typicus memiliki sisi aboral yang terdiri atas madreporit sebagai sistem sirkulasi
air dan anus. Pada bagian oral dapat ditemukan mulut, bukaan ambulakral dan kaki tabung
berbentuk silinder. Memiliki warna abu-abu dan cokelat bintik-bintik. Tubuh pada bagian
inferolateral ditutupi oleh duri-duri
Reproduksi
Seperti bintang laut lainnya, Archaster typicus adalah pemijahan. Bintang laut jantan dan
betina masing-masing melepaskan gametnya ke laut dimana tempat pembuahan berlangsung.
Namun, berbeda dengan kebanyakan bintang laut lainnya, Archaster typicus melakukan
pseudocopulation. Spesimen mencapai kematangan seksual pada radius 29 mm. Sekitar dua
bulan sebelum pemijahan, bintang laut mulai berkumpul, dengan jantan khususnya menjadi
lebih mobile. Seekor bintang laut dapat mengetahui apakah yang lain jantan atau betina,
mungkin dengan pengenalan kemotaksis. Saat mengenali seekor betina, pejantan akan
memanjat di atasnya dan mungkin tetap di sana selama dua bulan. Betina dapat bergerak dan
makan tetapi jantan lebih dibatasi dalam aktivitasnya. Selama waktu ini mereka
menyinkronkan aktivitas gonad mereka sehingga betina siap untuk bertelur, begitu juga
dengan jantan. Ketika dia melepaskan telurnya, dia melepaskan spermanya hampir
bersamaan sehingga meningkatkan kemungkinan pembuahan yang berhasil akan terjadi.
Habitat
Archaster typicus merupakan salah spesies bintang laut yang umum di perairan Indonesia.
Spesies Archaster typicus cukup mudah ditemukan, biasanya spesies ini dapat dijumpai di
habitat pasir. Archaster typicus umumnya hidup berkelompok, umumnya bintang laut yang
hidup di habitat yang berpasir seperti Archaster typicus ini mempunyai kemampuan khusus
yaitu membenamkan tubuhnya kedalam pasir. Hal ini merupakan cara beradaptasinya
terhadap kekeringan dan juga berfungsi untuk menghindari panas dari terik matahari. Selain
untuk menghindari panas matahari, bintang laut Archaster typicus membenamkan tubuhnya
kedalam pasir untuk mengelabui prodator dari bintang laut tersebut. Distribusi dari bintang
laut Archaster typicus ini adalah di Indopasifik, Malaysia, Australia Utara, Singapura,
Filipina, Fiji Dan Tonga
8. Transformasi (transformation)
Achaster typicus memiliki sisi aboral yang terdiri atas madreporit sebagai sistem sirkulasi air
dan anus. Pada bagian oral dapat ditemukan mulut, bukaan ambulakral dan kaki tabung
berbentuk silinder. Memiliki warna abu-abu dan cokelat bintik-bintik. Tubuh pada bagian
inferolateral ditutupi oleh duri-duri Bintang laut ini biasanya memiliki lima buah lengan
dengan tubuh yang pipih. Lengan Archaster typicus berbentu kruncing dan umumnya
terdapat belang cokelat yang melintang. Spesies ini memiliki warna duri putih, berbentuk
tumpul dan pipih
Beane, W.S. Morokuma, J.Lemire, J.M. Levin, 2013. M. Bioelectric signaling regulates head
and organ size during planarian regeneration. Development 2013, 140, 313–322.
Zhang, XF, Zhao, BS, Pang, QX, Yi, HY, Xue, MX, Zhang, BW (2010) Toxicity and
behavioral effects of Cadmium in planarian (Dugesia japonica Ichikawa et Kawakatsu).
Fresenius Environmental Bulletin 19(12): 2895–2900.
Dasheiff BD & Dasheiff RM, 2002. Photonegative Response in Brown Planaria (Dugesia
trigina) Following Regeneration. Ecotoxicology and Environmental Safety. 53: 196-199