Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cacat septum atrial atau Atrial Septal Decfect adalah kondisi jantung bawaan.
Kondisi ini terjadi di mana terdapat sebuah lubang septum yang memisahkan
atrium kiri dan kanan. Bagian kiri jantung biasanya memompa darah lebih kuat
dari bagian kanan. Cacat menghasilkan jalur kiri ke kanan yang memungkinkan
darah dari kedua sisi jantung untuk bercampur. Darah dengan sedikit oksigen
dipompa ke tubuh, dan darah dengan oksigen tinggi bergerak kembali ke paru-
paru. Sirkulasi yang tidak normal di bagian kanan dari sistem menyebabkan
peningkatan tekanan pada paru-paru (hipertensi pulmonal). Cacat septum atrial
adalah cacat jantung bawaan yang umum terjadi pada orang dewasa. Cacat septum
jantung ini tidak dapat dicegah dan lebih sering terjadi pada anak perempuan
daripada anak laki-laki. Beberapa defek dapat hilang seiring seorang anak tumbuh,
tetapi pada kasus lain mungkin dapat bertahan sampai dewasa (dr. Tania dan Lika,
2016).

1.2 Rumusan Masalah.


1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari jantung ?
2. Apa definisi Atrial Septal Defect (ASD) ?
3. Apa etiologi dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
4. Apa epidemiologi dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
5. Apa patofisiologi dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
6. Bagaimana pathway/WOC dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
7. Apa manifestasi klinis dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
8. Apa saja komplikasi yang disebabkan oleh Atrial Septal Defect (ASD) ?
9. Bagaimana penatalaksanaan dari Atrial Septal Defect (ASD) ?
10. Bagaimana asuhan keperawatan dari Atrial Septal Defect (ASD) ?

1
1.3 Tujuan
1. Mengetahui anatomi dan fisiologi jantung.
2. Mengetahui definisi Atrial Septal Defect (ASD).
3. Mengetahui etiologi dari Atrial Septal Defect (ASD).
4. Mengetahui epidemiologi dari Atrial Septal Defect (ASD).
5. Mengetahui patofisiologi dari Atrial Septal Defect (ASD).
6. Mengetahui pathway/WOC dari Atrial Septal Defect (ASD).
7. Mengetahui manifestasi klinis dari Atrial Septal Defect (ASD).
8. Mengetahui komplikasi yang disebabkan oleh Atrial Septal Defect (ASD).
9. Mengetahui penatalaksanaan dari Atrial Septal Defect (ASD).
10. Mengetahui asuhan keperawatan dari Atrial Septal Defect (ASD).

1.4 Manfaat

Manfaat dari penyusunan makalah ini sebagai berikut.

1. Bagi pendidik, mahasiswa dan peserta didik, makalah ini bermanfaat


memberikan bahan materi tentang Atrial Septal Defect (ASD).
2. Bagi pembaca, makalah ini dapat meningkatkan pemahaman terkait
dengan Atrial Septal Defect (ASD).
3. Bagi penyusun, makalah ini dapat digunakan untuk bahan referensi
kajian teori.
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Anatomi dan Fisiologi Jantung


2.1.1 Anatomi jantung

Jantung merupakan organ muskular berongga, bentuknya menyerupai


piramid atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh
tubuh, terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung
mengarah ke bawah, ke depan bagian kiri: Basis jantung mengarah ke atas, ke
belakang, dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta, batang nadi
paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik paru. Ruang-ruang
jantung terdiri dari empat bagian, yaitu atrium dekstra, ventrikel dekstra, atrium
sinistra, dan ventrikel sinistra. Atrium dekstra, terdiri dari rongga utama dan
aurikula di luar, bagian dalamnya membentuk suatu rigi atau krista terminalis.
Bagian utama atrium yang terletak posterior terhadap rigi terdapat dinding halus
yang secara embriologis berasal dari sinus venosus. Bagian atrium yang terletak di
depan rigi mengalami trabekulasi akibat berkas serabut otot yang berjalan dari
krista terminalis.

1. Muara pada atrium kanan


a. Vena kava superior: bermuara ke dalam bagian atas atrium kanan.
Muara ini tidak mempunyai katub, mengembalikan darah dari separoh
atas tubuh.
b. Vena kava inferior: lebih besar dari vena kava superior, bermuara ke
dalam bagian bawah atrium kanan, mengembalikan darah ke jantung
dari separoh badan bagian bawah.
c. Sinus koronarius: bermuara ke dalam atrium kanan antara vena kava
inferior dengan osteum ventrikuler, dilindungi oleh katub yang tidak
berfungsi.
d. Osteum atrioventrikuler dekstra: bagian anterior vena kava inferior
dilindungi oleh valvula bikuspidalis. Di samping itu banyak bermuara
vena-vena kecil yang mengalirkan darah dari dinding jantung ke
dalam atrium kanan.
2. Sisa-sisa fetal pada atrium kanan. Fossa ovalis dan anulus ovalis adalah
dua struktur yang terletak pada septum intertratial yang memisahkan
atrium kanan dan atrium kiri. Fossa ovalis merupakan lekukan dengkal
tempat foramen ovale pada vetus dan anulus ovalis membentuk tepi,
merupakan septum pada jantung embrio.

Atrium sinistra, terdiri dari rongga utama dari aurikula, terletak di


belakang atrium kanan, membentuk sebagian besar basis (fascies posterior), di
belakang atrium sinistra terdapat sinus oblig perikardium serosum dan
perikardium fibrosum. Bagian dalam atrium sinistra halus dan bagian aurikula
mempunyai rigi otot seperi aurikula dekstra. Muara atrium sinistra vena
pulmonalis dari masing-masing paru bermuara pada dinding posterior dan
mempunyai valvula osteum atrioventrikular sinistra, dilindungi oleh valvula
mitralis (Syaifudin, 2014).

(Praveen, 2014) Gambar 1.


2.1.2 Fisiologi

Jantung mempunyai empat pompa yang terpisah, dua pompa primer atrium
dan dua pompa tenaga ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai akhir
kontraksi berikutnya dinamakan siklus jantung. Tiap-tiap siklus dimulai oleh
timbulnya potensial aksi secara spontan. Simpul sinoatrial (SA) terletak pada
dinding posterior atrium dekstra dekat muara vena kava superior. Potensial aksi
berjalan dengan cepat melalui berkas atrioventrikular (AV) ke dalam ventrikel,
karena susunan khusus sistem penghantar atrium ke ventrikel terdapat
perlambatan 1/10 detik. Hal ini memungkinkan atrium berkontraksi mendahului
ventrikel. Atrium bekerja sebagai pompa primer bagi ventrikel dan ventrikel
menyediakan sumber tenaga utama bagi pergerakan darah melalui sistem vaskular
(Syaifudin, 2014).

Fungsi atrium sebagai pompa. Dalam keadaan normal darah mengalir terus
dari vena-vena besar ke dalam atrium. Kira-kira 70% aliran ini langsung mengalir
dari atrium ke ventrikel walaupun atrium belum berkonraksi. Kontraksi atrium
mengadakan pengisian tambahan 30% karena atrium berfungsi sebagai pompa
primer yang meningkatkan efektivitas ventrikel sebagai pompa. Kira-kira 30%
tambahan efektivitas, jantung terus dapat bekerja dengan sangat memuaskan
dalam keadaan istirahat normal (Praveen, 2014).
(Praveen, 2014) Gambar 2.

2.2 Definisi Atrial Septal Defect (ASD)

ASD adalah pembukaan atau adanya lubang di dinding (septum) antara


dua ruang atas jantung (atrium). Atrial Septal Defect (ASD) adalah salah satu
anomali jantung kongenital lebih umum muncul saat dewasa. Defek septum
atrium ditandai dengan cacat di septum interatrial memungkinkan aliran balik
vena paru dari atrium kiri kembali ke atrium kanan. Tergantung pada ukuran
defek, ukuran pirau, dan anomali terkait, hal ini dapat mengakibatkan spektrum
penyakit mulai dari tidak ada gejala yang signifikan, kelebihan volume di sisi
kanan, hipertensi arteri paru, dan bahkan aritmia atrium (David H Adler, 2016).

Defek septum atrium (Atrial septal defect-ASD), merupakan suatu


keadaan di mana adanya hubungan (lubang) abnormal pada septum yang
memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Aliran darah pintas dari kiri ke kanan
pada tipe atrium sekundum dan tipe sinus venosus akan menyebabkan keluhan
kelemahan dan sesak napas. Umumnya timbul pada usia dewasa muda. Kegagalan
jantung kanan serta disritmia supraventrikular dapat pula terjadi pada stadium
lanjut. Gejala yang sama ditemukan juga pada tipe atrium primum. Namun,
apabila gurgitasi mitral berat, gejala serta keluhan akan muncul lebih berat dan
lebih awal. Gejala ini umumnya
ditemukan pada umur 20-40 tahun. Sebagian kecil yaitu antara 9-15% ditemukan
pada umur yang lebih tua (Arif M, 2009).

Defek septum atrium (ASD) adalah cacat jantung yang hadir pada saat
lahir (kongenital). Bayi berkembang di dalam rahim, dinding (septum) yang
membentuk ruang, terbagi menjadi atrium kiri dan kanan. Formasi abnormal
dinding ini dapat mengakibatkan cacat yang tersisa setelah lahir. Ini disebut cacat
septum atrium, atau ASD (Larry A, 2016).

(Larry A, 2016) Gambar 3.

2.3 Etiologi

Biasanya, darah tidak dapat mengalir antara dua bilik jantung bagian atas
(atrium). Namun, ASD memungkinkan hal tersebut terjadi. Ketika darah mengalir
antara dua bilik jantung, ini disebut pirau/pintas (shunt). Tekanan paru-paru dapat
meningkat (Larry A, 2016).

Cacat septum atrium didefinisikan sebagai primum atau sekundum. Cacat


primum terkait dengan cacat jantung lain dari septum ventrikel dan katup mitral.
Cacat sekundum bisa menjadi lubang tunggal, kecil atau besar. Mereka juga
mungkin lebih dari satu lubang di septum atau dinding antara dua ruang. Cacat
yang
sangat kecil (kurang dari 5 milimeter atau seperempat inci) cenderung
menimbulkan gangguan. Cacat yang lebih kecil sering ditemukan banyak di
kemudian hari daripada yang lebih besar. Seiring dengan ukuran ASD, letak cacat
ini berhubungan pada aliran darah dan kadar oksigen. Kehadiran cacat jantung
lainnya juga penting (Larry A, 2016).

Defek septum atrium (ASD) adalah gangguan jantung bawaan yang


disebabkan oleh malformasi spontan septum interatrial. Perhatikan jenis ASD
berikut:

1. ASD ostium sekundum: merupkan defek sekat atrium yang sering terjadi
terhitung 70% dari kasus defek sekat atrium, tipe ini terbagi menjadi
beberapa tipe berdasarkan lokasi defek, seperti defek pada fossa ovalis
yang memungkinkan darah mengalir dari atrium kiri dan kanan, sedangkan
defek tipe sinus venosus vena kava superior dan inferior merupakan tipe
defek yang jarang terjadi.
2. ASD ostium primum: cacat ini disebabkan oleh fusi tidak lengkap dari
septum primum dengan bantalan endokardium. Cacat ini terletak
berbatasan langsung dengan katup atrioventrikular (AV).
3. ASD sinus venosus: cacat terletak dalam septum atrium, dekat masuknya
vena kava superior. Sering ada kaitannya dengan drainase anomali vena
paru superior dextra.
4. ASD sinus koroner: sebuah sinus yang melebar sering menunjukkan cacat
ini. Hal ini dapat mengakibatkan desaturasi karena pirau/pintas kiri ke
kanan melewati atrium kiri (David H Adler, 2016). Adapun beberapa
faktor tentang ASD, yaitu:
a. Infeksi Rubella. Terkena infeksi rubella (campak Jerman) selama
beberapa bulan pertama kehamilan dapat meningkatkan risiko janin
Anda mengalami cacat jantung.
b. Obat, tembakau atau alkohol, atau paparan zat tertentu. Penggunaan
obat-obatan tertentu, tembakau, alkohol atau obat-obatan, seperti
kokain, selama kehamilan dapat membahayakan janin yang sedang
berkembang.
c. Diabetes atau lupus. Jika Anda memiliki diabetes atau lupus, Anda
mungkin cenderung memiliki bayi dengan cacat jantung.
d. Kegemukan. Memiliki kelebihan berat badan (obesitas) mungkin juga
berperan dalam meningkatkan risiko memiliki bayi dengan cacat lahir.
e. Fenilketonuria (PKU). Jika Anda memiliki PKU dan tidak mengikuti
pola makan PKU Anda, Anda cenderung akan memiliki bayi dengan
cacat jantung (dr. Tania dan Lika, 2016).

2.4 Epidemiologi

Tiga jenis utama dari defek septum atrium (ASD) untuk 10% dari semua
penyakit jantung bawaan dan sebanyak 20-40% dari penyakit jantung bawaan
terjadi pada saat dewasa. Jenis yang paling umum dari ASD meliputi berikut ini:

1. Ostium sekundum: Jenis yang paling umum dari ASD untuk 75% dari
semua kasus ASD, yang mewakili sekitar 7% dari semua cacat jantung
bawaan dan 30-40% dari seluruh penyakit jantung bawaan pada pasien
yang lebih tua dari 40 tahun.
2. Ostium primum: Tipe kedua yang paling umum dari ASD terjadi sekitar
15- 20% dari semua ASD. ASD primum adalah bentuk atrioventrikular
septal defect dan umumnya terkait dengan kelainan katup mitral.
3. Sinus venosus: Yang paling umum dari tiga jenis ASD, sinus venosus
(SV) ASD terjadi pada 5-10% dari semua ASD. Cacat terletak di
sepanjang bagian superior dari septum atrium (Vibhuti N Singh, 2015).

Jenis kelamin dan demografi yang berkaitan dengan usia ASD terjadi
dengan rasio perempuan:laki-laki kira-kira 2:1. Pasien dengan ASD dapat
asimtomatik melalui masa bayi dan kanak-kanak, meskipun waktu presentasi
klinis tergantung pada derajat pirau kiri ke kanan. Gejala menjadi lebih umum
dengan usia lanjut. Pada usia 40 tahun, 90% dari pasien yang tidak terobati
memiliki gejala dispnea saat aktivitas, kelelahan, palpitasi, aritmia berkelanjutan,
atau bahkan bukti adanya gagal jantung (David H Adler, 2016).
2.5 Patofisiologi

Besarnya pirau dari kiri ke kanan di seberang ASD tergantung pada ukuran
defek, pemenuhan relatif ventrikel, resistensi relatif baik dalam pemenuhan paru,
dan sirkulasi sistemik. Dengan ASD kecil, tekanan atrium kiri dapat melebihi
tekanan atrium kanan. Sedangkan dengan ASD besar, berarti tekanan arteri
hampir identik. Pirau di septum interatrial biasanya dari kiri ke kanan dan terjadi
terutama pada akhir ventrikular sistole dan awal diastole. Mungkin beberapa
pemeriksaan augmentasi terjadi selama kontraksi atrium. Sebagai catatan, pirau
kanan ke kiri dapat pula terjadi, terutama selama periode pernapasan tekanan
intratorak menurun, bahkan tidak adanya hipertensi arteri paru.

Pirau dari kanan ke kiri yang kronik dapat menyebabkan peningkatan aliran
darah paru dan kelebihan diastolik dari ventrikel kanan. Resistensi dari bantalan
pembuluh darah paru adalah normal pada anak-anak dengan ASD, dan beban
volume yang biasanya ditoleransi dengan baik meskipun aliran darah paru
mungkin lebih dari 2 kali aliran darah sistemik. Ventrikel secara otomatis berubah
dengan menyesuaikan umur mengakibatkan meningkatnya pirau dari kiri ke kanan
berkontribusi untuk tanda dan gejala. Gejala kronis yang signifikan, pirau kiri ke
kanan bisa mengubah resistensi pembuluh darah paru yang mengarah ke
hipertensi arteri paru, bahkan pembalikan dari pirau dan sindrom Eisenmenger.
Karena peningkatan volume plasma selama kehamilan, pirau volume dapat
meningkat, yang mengarah ke gejala. Tekanan arteri pulmonalis biasanya tetap
normal (David H Adler, 2016).
2.6 Pathway/WOC

Terdapat defek antara atrium kanan dan kiri Tekanan atrium kiri
> atrium kanan

Terjadi aliran yang tinggi dari atrium kiri ke atrium

Volume ventrikel kiri menurun Volume atrium kanan meningkat


Penurunan curah
jantung

Curah jantung menurun Volume ventrikel


Ketidakadekuratan oksigen dan nutrisi ke jaringan
kanan meningkat

Hipoksia jaringan Peningkatan aliran


darah pulmonal
Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
Kelemahan
Edema paru

Intoleransi Aktivitas Pola nafas tidak


Hambatan mobilitas fisik
efektif

Gangguan
pertukaran gas

(Alif, 2014 dan Sulistia, 2016).


2.7 Manifestasi Klinis

Seseorang yang tidak memiliki cacat jantung lainnya, atau cacat kecil (kurang
dari 5 milimeter) mungkin tidak memiliki gejala apapun, atau gejala mungkin
tidak terjadi sampai usia pertengahan. Gejala yang terjadi dapat dimulai setiap
saat setelah lahir melalui masa kanak-kanak. Mereka dapat mencakup:

1. Kesulitan bernapas (dispnea).


2. Infeksi pernapasan sering pada anak-anak.
3. Merasakan detak jantung (palpitasi) pada orang dewasa.
4. Sesak napas saat beraktivitas (Larry A, 2016).

Sebagian besar penderita ASD tidak menampakan gejala pada masa kecilnya,
tetapi gejala akan timbul jika pasien mengalami ASD besar dan usia diatas empat
puluh tahun, adapun tanda dan gejalanya meliputi:

1. Kelelahan saat beraktivitas.


2. Nyeri dada.
3. Palpitasi.
4. Nafas dalam dan dangkal.
5. Pusing.
6. Pingsan.
7. Bising sistolik tipe ejeksi.
8. Regurgritasi mitral.
9. Sulit menyusu jika terjadi pada bayi.
10. Gangguan pertumbuhan (Juniartha, 2012).
2.8 Komplikasi

Pembedahan mungkin terkait dengan risiko jangka panjang dari fibrilasi


atrium atau debaran. Risiko endokarditis infektif ada selama 6 bulan pertama
setelah operasi. Komplikasi berikut juga terkait dengan Atrial Septal Defect
(ASD):

1. Gagal jantung kongestif


2. Aritmia
3. Hipertensi pulmonal
4. Sianosis
5. Embolisasi paradoks
6. Stroke
7. Endokarditis infektif

Komplikasi berikut secara khusus terkait dengan penggunaan perangkat


transkateter oklusi:

1. Perangkat embolisasi dan malposisi: Dengan dokter yang berpengalaman,


insiden kurang dari 1%. Perangkat embolisasi dan malposisi terjadi
sebagai akibat dari ukuran yang tidak memadai, cacat atau penempatan
perangkat yang tidak benar.
2. Pasimplantasi aritmia: kejadian adalah 1-4% dan bervariasi dari kelas satu
ke tingkat tiga, blok AV dan atrial fibrilasi. Aritmia ini biasanya berumur
pendek dan tidak memerlukan perawatan medis. Pasien yang
mengembangkan blok jantung lengkap biasanya hemodinamik tergantung
ukuran perangkat.
3. Pembentukan trombus: pada sebuah studi, 1000 pasien dilakukan untuk
menyelidiki insiden trombus dengan melakukan TEE pada 4 minggu dan 6
bulan setelah prosedur. Insiden keseluruhan adalah 1,2%; 70 % ditemukan
pada 4 minggu. Insiden terendah adalah dengan ASO. Thromboembolic
terlihat pada 20% pasien dengan trombus.
4. Perforasi jantung: kejadian adalah 0,1%-0,4%. Pembesaran dari peragkat
dan kekurangan pinggiran anterosuperior adalah faktor risiko untuk
perforasi. Sebuah tinjauan retrospektif dari 24 pasien mengungkapkan
bahwa semua disertai dengan nyeri dada, sesak napas, hemodinamik
kolaps, atau kematian mendadak. Sekitar 76% adalah pasien perempuan,
dan 70% dari perforasi terlambat. Jika efusi perikardial hadir pada
pelepasan ekokardiografi, pasien harus dirawat di rumah sakit selama 24-
48 jam pengamatan dan tindak lanjut ekokardiografi.
5. Perangkat erosi: erosi perangkat okluder septum terjadi 0,1-0,15% dari
implan. Meskipun erosi perangkat jarang, angka kematian adalah 10%.
6. Peningkatan kadar troponin jantung I: penutupan transkateter menginduksi
lesi miokard kecil, sejauh yang tergantung pada ukuran ASO.
7. Sisa pirau: sebanyak 20% dari pasien mungkin memiliki pirau/pintas
residual bertahan selama 24 jam setelah prosedur; >90% dari residual
tersebut kecil.
8. Komplikasi lain termasuk efusi perikardial, serangan iskemik transien, dan
kematian mendadak (David H Adler, 2016).
2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Pengobatan
1. Obat-obatan yang diperlukan untuk jantung bocor tipe ASD antara lain:
Obat tidak dapat menutup lubang jantung bocor, tetapi obat dapat
digunakan untuk mengurangi beberapa tanda-tanda dan gejala yang
muncul. Obat ini juga dapat digunakan untuk mengurangi risiko
komplikasi setelah operasi. Obat yang digunakan yaitu untuk menjaga
detak jantung agar teratur (beta blocker) atau untuk mengurangi risiko
pembekuan darah (antikoagulan) (dr. Ahmad Mushlisin, 2017).
2. Pembedahan
Defek septum atrium (ASD) adalah gangguan yang harus ditangani
dengan pembedahan atau melalui intervensi kateterisasi. Namun, pasien
dengan kelebihan volume yang signifikan atau aritmia atrium mungkin
memerlukan terapi obat tertentu (David H Adler, 2016).
3. Bedah indikasi dan kontraindikasi
a. Indikasi
Keputusan untuk memperbaiki segala jenis defek septum atrium
(ASD) didasarkan pada informasi klinis dan ekokardiografi, termasuk
ukuran dan lokasi dari ASD, besarnya dan dampak hemodinamik dari
pirau/pintas kiri ke kanan, dan tingkat hipertensi arteri paru. Secara
umum, penutupan elektif disarankan untuk semua ASD dengan bukti
kelebihan dari ventrikel atau dengan pirau yang signifikan secara
klinis. Disaat bayi baru lahir, penutupan spontan secundum ASD
mungkin terjadi. Namun, di masa dewasa, penutupan spontan tidak
mungkin terjadi. Pasien dapat dimonitor relatif konservatif sebelum
intervensi disarankan.
Pencegahan jangka panjang kematian dan komplikasi yang terbaik
dicapai ketika ASD ditutup sebelum usia 25 tahun dan ketika tekanan
sistolik dalam arteri pulmonalis utama adalah kurang dari 40 mmHg.
Bahkan pada pasien usia lanjut dengan pirau/pintas yang besar,
penutupan bedah dapat dilakukan pada risiko rendah dan dengan hasil
yang baik dalam mengurangi gejala.
Metode penutupan, transkateter maupun bedah, hasil hemodinamik
yang sangat baik dengan tidak ada perbedaan yang sifgnifikan
berkaitan dengan kelangsungan hidup, kapasistas fungsional, aritmia
atrium, atau peristiwa neurologis emboli. Namun, aritmia atrium dan
peristiwa neurologis tetap menjadi risiko jangka panjang terutama
untuk pasien dengan kejadian yang sudah ada sebelumnya. (David H
Adler, 2016).
b. Kontraindikasi
Penutupan ASD tidak dianjurkan pada pasien dengan mereka yang
memiliki hipertensi arteri paru parah atau penyakit oklusi pembuluh
darah paru ireversibel yang memiliki pirau/pintas terbalik dengan
saturasi oksigenasi arteri kurang dari 90%. Selain mortalitas dan
morbiditas risiko bedah tinggi, penutupan defek pada situasi terakhir
mungkin memperburuk prognosis (David H Adler, 2016).
4. Perawatan bedah
a. Standar kriteria
Standar kriteria dalam pengobatan cacat septum atrium (ASD) adalah
penutupan langsung dari cacat dengan menggunakan pendekatan
terbuka dengan dukungan ekstrakorporal.
Dalam prosedur biasa, sternotomy sayatan median dibuat, dan tualang
dada dibagi di garis tengah. Arteri langsung dan vena ganda (vena
kava superior dan vena kava inferior) kanulasi dilakukan. Dengan
menerapkan kardiopulmonal, aorta dijepit, dan jantung ditangkap
dengan solusi kardioplegia. Jerat kava diperketat, dan atrium kanan
dibuka. Kebanyakan cacat secundum dapat ditutup dengan
menggunakan jahitan kontinyu langsung 3-0 atau 4-0 poliprolena
(prolene).
b. Penutupan transkateter perkutan
Dalam beberapa kali, sekundum ASD ditutup dengan menggunakan
berbagai perangkat oklusi kateter ditanamkan bukan oleh penutupan
bedah langsung dengan kardiopulmonal bypass. Perangkat ini
ditempatkan melalui pendekatan vena femoralis dan dikerahkan
seperti payung untuk menutup defek septum. Meskipun penutupan
bedah
dikaitkan dengan morbiditas dan moralitas rendah dan hasil jangka
panjang yang sangat baik, sternotomy dan kardiopulmonal bypass
diperlukan.
c. Pasca operasi
Manajemen pasca operasi setelah defek septum atrium (ASD)
perbaikan biasanya standar. Pasien diharapkan menjadi terjaga dan
sering diekstubasi tak lama setelah operasi. Kebanyakan pasien dapat
makan dan ambulasi tanpa kesulitan pada hari pasca operasi ketiga
atau keempat. Enam bulan pengobatan dengan aspirin dengan atau
tanpa dianjurkan untuk mencegah pembentukan trombus.
d. Tindakan lanjutan
Perawatan bedah lanjutan dipertahankan sampai luka pasien benar-
benar sembuh dan kegiatan normal kembali. Periode ini jarang
melebihi 1-2 bulan. Semua komplikasi harus jelas diselesaikan
sebelum pasien dipulangkan dari perawatan bedah.
Mendapatkan setidaknya 1 tindak lanjut ekokardiogram untuk
mengkonfirmasi penutup lengkap dari ASD. Seorang ahli jantung
yang telah berpengalaman harus terus memberikan perawatan pada
pasien untuk membantu mencegah kekambuhan pirau/pintas dan untuk
memastikan bahwa pasien telah kembali ke aktivitas normal dan
fungsi jantung (David H Adler, 2016).
2.9.2 Pemeriksaan penunjang
1. Foto Thorax
Gambaran dari kelainan ASD tergantung pada besarnya defek dan
komplikasi yang mungkin timbul pada pembuluh darah paru. Dalam
keadaan sebelum timbulnya hipertensi pulmonal, pada foto thoraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung membesar ke kiri dengan apeks di
atas diafragma. Hilus melebar, arteri pulmonalis dan cabang-cabang
dalam paru melebar. Pembuluh darah di bagian perifer masih Nampak
jelas. Vena pulmonalis tampak melebar di daerah suprahilar dan sekitar
hius, sehingga corakan pembuluh darah bertambah. Konus (segmen)
pulmonal Nampak menonjol. Arkus aorta Nampak menjadi kecil.
Pada foto lateral, daerah retrosternal terisi akibat pembesaran
ventrikel kanan, dilatasi atrium kanan, segmen pulmonal menonjol, serta
corakan vaskuler paru prominen.
Dalam keadaan hipertensi pulmonal,pada foto toraks posisi
posteroanterior (PA) tampak jantung yang membesar ke kiri dan juga ke
kanan. Hilus sangat melebar di bagian sentral dan menguncup menjadi
kecil kearah tepi. Segmen arteri pulmonalis menjadi menonjol sekali.
Aorta Nampak kecil. Vena-vena sukar dilihat. Paru-paru dibagian tepi
menjadi lebih radiolusen karena pembuluh darah berkurang. Bentuk
toraks emfisematus (bentuk tong,barrel chest). Sedangkan pada foto
toraks posisi lateral tampak pembesaran dan ventrikel kanan yang
menempel jauh ke atas sternum. Tampak hilus yang terpotong ortograd
dan berukuran besar. Kadang-kadang jantung belakang bawah berhimpit
dengan kolumna vertebralis. Hal ini disebabkan karena ventrikel kanan
begitu besar dan mendorong jantung ke belakang tanpa ada pembesaran
dari ventrikel kiri.
2. Radiografi
Radiografi dada biasanya mengungkapkan temuan sebagai berikut:
a. Pembesaran atrium dan ventrikel dapat dibuktikan.
b. Dilatasi arteri pulmonalis dan cabang-cabangnya dapat dibuktikan.
c. Peningkatan tanda pembuluh darah paru dapat dibuktikan. Secara
umum paru kelebihan sirkulasi arteri.
d. Dilatasi atrium sangat langka (atrium kiri didekompresi dengan
ASD) tetapi dapat diamati ketika regurgitasi mitral yang signifikan.
Ventrikel kiri normal.
e. Tingkat keakuratan cukup baik jika ada temuan radiografi yang
khas, tetapi konfirmasi dengan ekokardiografi biasanya diperlukan.
f. ASD harus dibedakan dari etiologi lain dari penyakit jantung
asinosis dengan peningkatan vaskularisasi paru. Pembesaran atrium
kiri terlihat pada defek septum venrikel dan paten duktus arteriosis
(David H Adler, 2016).
3. CT scan
Durasi yang cukup singkat dari CT scan memberikan temuan
cukup akurat dalam mendefinisikan cacat septum atrium. Tomografi
melintang memberikan pemisahan spasial yang jelas dari pemasukan dan
pengeluaran bagian dari atrium dan sekat ventrikel (David H Adler, 2016).
Ultrafast CT scan cukup akurat dalam menilai defek septum atrium.
Tomografi potongan axial memberikan pemisahan jarak yang jelas dari
bagian inflow dan outflow dari septum atrium dan ventrikel. Akibat dari
tidak adanya struktur dasarnya yang menutupi pada gambaran CT scan dan
3-dimensi (3D) ultrafast CT, ukuran atrium dan ventrikel dapat diukur.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI memiliki beberapa atribut penting yang membuatnya instrinsik
menguntungkan untuk membantu mendiagnosis kardiovaskular.
a. Kontras tinggi ada diantara kolam renang darah dan struktur
kardiovaskular karena kurangnya sinyal mengalir darah menggunakan
teknik MRI spin-echo atau karena sinyal terang dari darah
menggunakan gradien-echo (cine) teknik MRI.
b. Berbagai macam kontras jaringan lunak memberikan potensi untuk
karakterisasi jaringan miokard.
c. Informasi morfologi disediakan oleh EKG.
d. Volume ventrikel, massa dan fungsi dapat diperoleh dengan
menggunakan scan MRI cine.
e. Volume pirau, fungsi katup, dan gradien tekanan di katup dan saluran
dapat diperkirakan dengan menggunakan cine kecepatan-dikodekan
MRI (pemetaan kecepatan aliran).
f. Karena ketebalan irisan dapat dikurangi menjadi 2-3 mm,
menggunakan teknik volume 3D, MRI dapat digunakan untuk
menampilkan morfologi jantung pada bayi.

Kemampuan lain dari MRI meliputi berikut ini:

1. Cine MRI dapat memberikan beberapa gambar per-siklus


jantung sehingga fungsi ventrikel dapat dievaluasi.
2. Kecepatan cine MRI memungkinkan pengukuran aliran darah
dan kecepatan dalam aorta dan arteri pulmonalis dan katup dan
saluran.
3. MR angiografi memungkinkan pemeriksaan 3D resolusi tinggi
dan tidak infasif dapat menunjukkan kehadiran vena paru
anomali yang menyebabkan pirau (David H Adler, 2016).
5. Ultrasonografi
Fitur ultrasonografi adalah sebagai berikut:
a. Arteri paru dan dilatasi ventrikel kanan dapat dicatat.
b. Sistolik anterior atau flat gerak septal interventrikular dapat dicatat
jika volume ventrikel berlebihan secara signifikan. Cacat dapat
divisualisasikan secara langsung oleh 2D, khususnya dari pandangan
subskostal septum interatrial.
c. Terkait mitral katup prolapse dapat diidentifikasi.
d. Dalam ostium primum, cacat septum atrium, ekokardiografi 2D
dianggap sebagai standar untuk diagnosis.
e. Cacat divisualisasikan dengan mudah dari posisi prekordial, apikal,
dan suxiphoid, dengan gambaran subxiphoid terbaik menunjukkan
hubungan antara cacat atrium, katup AV, dan septum interventrikular.
Jaringan septum interatrial tidak hadir di wilayah puncak septum
interventrikular; konfigurasi trileafet katup mitral juga dapat
diidentifikasi.
f. Ekokardiografi sangat berguna untuk mendeteksi dan karakteristik
lubang-ganda katub mitral, sebuah asosiasi yang terjadi pada sekitar
3% dari pasien dengan cacat ostium primum atrium (David H Adler,
2016).
(David H Adler, 2016)

6. EKG
Pada pasien dengan cacat ostium sekundum, EKG biasanya menunjukkan
hasil sebagai berikut:
a. Deviasi sumbu kanan.
b. Hipertofi ventrikel kanan.
c. Pola rSR’ di sadapan prekordial kanan dengan durasi QRS normal.

Pada pasien dengan septum primum ASD, hasil EKG pada pasien dengan
cacat primum mungkin menunjukkan sebagai berikut:

a. Deviasi sumbu kiri gelombang P di bidang frontal (dimanifestasikan


oleh gelombang P negatif di arah III) dapat dicatat.
b. Deviasi sumbu kiri dan rotasi berlawanan dari QRS menunjukkan
adanya sebuah cacat ostium primum atau ASD sekundum dalam
hubungan dengan prolaps katup mitral.
c. Perpanjangan interval PR dapat dilihat dengan semua jenis ASD,
termasuk cacat ostium primum. Waktu konduksi berkepanjangan
mungkin berhubungan dengan kedua peningkatan ukuran atrium dan
peningkatan jarak untuk konduksi ruas yang dihasilkan oleh sebuah
defek.
d. Dalam ostium primum ASD, hasil EKG merupakan karakteristik dan
menunjukkan defek ventrikel konduksi kanan. (Vibhuti N Singh,
2015).

2.9.3 Pemeriksaan laboratorium


Studi laboratorium
Tidak ada tes darah laboratorium khusus ditunjukkan dalam hasil
pemeriksaan defek septum atrium (ASD). Studi laboratorium rutin harus
dilakukan pada pasien yang menjalani intervensi untuk ASD, seperti
berikut:
a. Hitung darah lengkap.
b. Profil metabolik atau kimia.
c. Studi koagulasi (waktu protrombin [PT] dan diaktifkan waktu parsial
tromboplastin [aPTT]) (David H Adler, 2016).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)

3.1 Pengkajian

Pengakajian didapat dari menulis data dengan menggunakan metode


wawancara, observasi, pencarian data medis dengan penyakit jantung bawaan
(PJB).

a. Identitas pasien meliputi:


Nama (disesuaikan dengan nama pasien).
Umur (pasien dengan ASD biasanya terjadi pada usia bayi saat setelah
kelahiran tetapi asimptomatik, gejala mulai timbul saat usia dewasa, 40 tahun
ke atas) (Vibhuti N Singh, 2015).
Jenis kelamin (perempuan:laki-laki kira-kira 2:1) (David H Adler, 2016).
Suku/bangsa, agama, pekerjaan, dll (tidak terlalu signifikan).
b. Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
layanan kesehatan meliputi: Kesulitan bernapas (dispnea), infeksi pernapasan
sering pada anak-anak, merasakan detak jantung (palpitasi) pada orang
dewasa, sesak napas saat beraktivitas, kelelahan saat beraktivitas nyeri dada,
palpitasi, nafas dalam dan dangkal, pusing, pingsan, bising sistolik tipe ejeksi,
regurgritasi mitral, sulit menyusu jika terjadi pada bayi, gangguan
pertumbuhan dll (Larry A, 2016 dan Juniartha, 2012).
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian riwayat penyakit sekarang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan utama.
Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala tanda gagal jantung
seperti kelemahan fisik dan pernapasan berupa dispnea, takipnea, retraksi
dada (Sulistia, 2016).
d. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan mengkaji
apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas, DM, dan
hipertensi,
tanyakan mengenai obat-obat yang diminum oleh klien masa lalu yang masih
relevan. Obat-obatan anti hipertensi. Cacat adanya efek samping yang terjadi
dimasa lalu. Juga harus ditanyakan adanya alergi obat dan tanyakan adanya
reaksi alergi apa yang timbul. Seringkali klien mengacaukan suatu alergi
dengan efek samping obat (Sulistia, 2016).
e. Riwayat penyakit keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
dan keluarga yang meninggal, maka penyebab kematian juga ditanyakan
(Sulistia, 2016).
f. Sistem yang dikaji:
1. Pola aktivitas dan latihan: keletihan/kelelahan, dispnea, perubahan tanda-
tanda vital dll.
2. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan: riwayat hipertensi, penyakit
katup jantung dll.
3. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress: ansietas, khawatir,
takut, stress yang berhubungan dengan penyakit.
4. Pola nutrisi dan metabolik: anoreksia, pembengkakan ekstremitas
bawah/edema dll.
5. Pola persepsi dan konsep diri: kelemahan dll.
6. Pola peran dan hubungan dengan sesama: penurunan peran dalam
aktivitas dan keluarga.

Pemeriksaan fisik
1. Head to toe:
a. Pada pemeriksaan kepala, tidak ada kelainan yang cukup signifikan.
Pada pemeriksaan hidung, tidak didapati otot bantu pernafasan. Pada
pemeriksaan leher tidak ditemukan pembesaran kelenjar tyroid.
b. Pemeriksaan dada, jantung bentuk asimetris, irama nafas tidak teratur,
biasanya teraba adanya bising pada ICS 2 atau 3, suara jantung
biasanya pekak, suara paru sonor, bunyi paru vasikuler dan biasanya
terdapat bunyi jantung tambahan.
c. Bunyi jantung 1 normal/split, dengan aksentuasi penutupan katup
trikuspid.
d. Bertambahnya aliran ke katup pulmonal dapat menyebabkan
terdengarnya murmur midsistolik.
e. Splitting bunyi jantung 2 melebar dan tidak menghilang saat ekspirasi.
f. Murmur middiastolik rumbling, terdengar paling keras SIC IV dan
sepanjang linea sternalis kiri, menunjukkan peningkatan aliran yang
melewati katup tricuspid.
g. Pada pasien dengan kelainan ostium primum, thrill pada apex dan
murmur holosistolic menunjukkan regurgitasi mitral/tricuspid latau
VSD.
h. Hasil pemeriksaan fisik dapat berubah saat resistensi vaskular
pulmonal meningkat menghasilkan berkurangnya pirau kiri ke kanan.
Baik itu aliran balik pulmonal dan murmur tricuspid intensitasnya akan
berkurang, komponen bunyi jantung ke 2 dan ejeksi sistolik akan
mengikat, murmur diastolic akibat regurgitasi pulmonal dapat muncul.
Sianosis dan clubbing finger berhubungan dengan terjadinya pirau
kanan ke kiri.
i. Pada orang dewasa dengan ASD dan fibrasi atrial, hasil pemeriksaan
dapat dipusingkan dengan mitral stenosis dengan hipertensi pulmonal
karena murmur diastolik tricuspid dan bunyi jantung 2 yang melebar
(Anonim, 2016)

3.2 Diagnosis Keperawatan


1. Penurunan curah jantung y.b.d defek pada atrium d.d aritmia, palpitasi,
nyeri dada, perubahan EKG.
2. Gangguan pertukaran gas y.b.d peningkatan darah pulmonal d.d edema
paru.
3. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan y.b.d curah jantung
menurun d.d ketidakadekuratan oksigen dan nutrisi ke jaringan.
4. Intoleransi aktivitas y.b.d curah jantung menurun d.d keletihan, kelemahan.
5. Hambatan mobilitas fisik y.b.d curah jantung menurun d.d keletihan,
kelemahan.

3.3 Intervensi Keperawatan

NO. Diagnosis Tujuan dan Kriteria Intervensi


Keperawatan hasil
1. Penurunan curah Tujuan: Penurunan 1. Cardiac care:
jantung y.b.d curah jantung klien a. Evaluasi adanya
defek pada atrium teratasi dalam nyeri dada
d.d aritmia, waktu.. .x24 jam. (intenistas, lokasi,
palpitasi, nyeri Kriteria hasil: durasi).
dada, perubahan a. Tanda vital dalam b. Catat adanya
EKG. rentang normal (TD, disritmia jantung
nadi, respirasi). c. Catat adanya
b. Dapat mentoleransi tanda dan gejala
aktivitas, tidak ada penurunan cardiac
kelemahan. output.
c. Tidak ada edema d. Monitor status
paru, perifer, dan kardiovaskuler.
tidak ada asites. e. Monitor status
d. Tidak ada pernafasan yang
penurunan menandakan gagal
kesadaran. jantung.
f. Monitor abdomen
sebagai indikator
penurunan perfusi.
g. Monitor balance
cairan.
h. Monitor adanya
penurunan
tekanan darah.
i. Monitor respon
pasien terhadap
efek pengobatan
antiaritmia.
j. Atur periode
latihan dan
istirahat untuk
menghindari
kelelahan.
k. Monitor toleransi
aktivitas pasien.
l. Monitor adanya
dispnea, fatigue,
tekipneu, dan
ortopneu.
m. Anjurkan untuk
menurunkan
stress.
2. Vital sign monitoring:
a. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR.
b. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah.
c. Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan.
d. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan
setelah aktivitas.
e. Monitor kualitas
dari nadi.
f. Monitor adanya
pulsus
paradoksus.
g. Monitor adanya
pulsus alterans.
h. Monitor jumlah
dan irama jantung.
i. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan.
j. Monitor suara
paru.
k. Monitor pola
pernapasan
abnormal.
l. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban.
m. Monitor sianosis
perifer.
n. Monitor adanya
cushing triad.
o. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
2. Gangguan Tujuan: gangguan 1. Airway Management:
pertukaran gas pertukaran gas klien a. Buka jalan nafas,
y.b.d peningkatan teratasi dalam waktu gunakan teknik
.....x24 jam.
darah pulmonal Kriteria hasil: chin lift atau jaw
d.d edema paru. 1. Mendemonstrasikan thrust bila perlu.
peningkatan b. Posisikan pasien
ventilasi dan untuk
oksigenasi yang memaksimalkan
adekuat. ventilasi.
2. Memelihara c. Identifikasi pasien
kebersihan paru- perlunya
paru dan bebas dari pemasangan alat
tanda-tanda distress jalan nafas buatan.
pernapasan. d. Lakukan
3. Mendemonstrasikan fisioterapi dada
batuk efektif dan jika perlu.
suara nafas yang e. Keluarkan sekret
bersih, tidak ada dengan batuk atau
siaonis dan dispnea suction.
(mampu bernafas f. Auskultasi suara
dengan mudah, nafas tambahan.
tidak ada pursed g. Berikan
lips). bronkodilator bila
4. TTV dalam rentang perlu.
normal. h. Berikan pelembab
udara.
i. Atur intake cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
j. Monitor respirasi
dan status O2
2. Respiratory
monitoring:
a. Monitor rata-rata
kedalaman, irama,
dan usaha
respirasi.
b. Catat pergerakan
dada, amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot
supraclavicular
dan intercostal.
c. Monitor suara
napas, seperti
dengkur.
d. Monitor pola
napas: bradipnea,
takipnea, kusmaul,
hiperventialsi,
cheyne stokes,
biot.
e. Catat lokasi
trakea.
f. Monitor kelelahan
otot diafragma
(gerakan parodis).
g. Aurkultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya.
3. Keterlambatan Tujuan: keterlambatan 1. Peningkatan
pertumbuhan dan pertumbuhan dan perkembangan anak
perkembangan perkembangan klien san remaja:
y.b.d curah teratasi dalam waktu a. Kaji faktor
jantung menurun ....24xjam. penyebab
d.d Kriteria hasil: gangguan
ketidakadekuratan 1. Anak berfungsi perkembagan
oksigen dan nutrisi optimal sesuai anak.
ke jaringan. dengan b. Identifikasi dan
tingkatannya. gunakan sumber
2. Keluraga dan anak pendidikan untuk
mampu memfasilitasi
menggunakan perkembangan
koping terhadap anak yang
tantangan karena optimal.
adanya c. Berikan perawatan
ketidakmampuan. yang konsisten.
3. Keluarga mampu d. Tingkatkan
mendapatkan komunikasi verbal
sumber-sumber dan stimulasi
sarana komunitas. taktil.
4. Kematangan fisik: e. Berikan instruksi
wanita: perubahan berulang dan
fisik normal pada sederhana.
wanita yang terjadi f. Berikan
dengan transisi dari reinforcement
masa kanak-kanak positif atas hasil
ke dewasa. yang dicapai anak.
5. Kematangan fisik: g. Dorong anak
perubahan fisik melakukan
normal pada pria perawatans
normal pada wanita sendiri.
yang terjadi degan h. Manajemen
transisi dari masa perilaku anak
yang sulit.
kanak-kanak ke i. Dorong anak
dewasa. melakukan
sosialisasi dengan
kelompok.
j. Ciptakan
lingkungan yang
aman.
2. Nutritional
management:
a. Kaji keadekuatan
asupan nutrisi
(misalnya kalori,
xat gizi).
b. Tentukan
makanan yang
disukai anak.
c. Pantau
kecenderungan
kenaikan dan
penurunan berat
badan.
3. Nutrition theraphy:
a. Menyelesaikan
penilaian gizi,
sesuai.
b. Memantau
makanan/cairan
tertelan dan
menghitung supan
kaori harian.
c. Memantau dengan
ahli gizi, jumlah
kalori dan jenis
nutrisi yang
dibutuhkan unutk
memenuhi
persyaratan gizi
yang sesuai.
d. Dorong pasien
untuk memilih
makanan semisoft,
jika kurangnya air
liur menghalangi
menelan.
e. Mendorong
asupan makanan
tinggi kalsium,
sesuai.
f. Memberikan
pasien dengan
tinggi protein,
tinggi kalori.
4. Intoleransi Tujuan: intoleransi 1. Activity theraphy:
aktivitas y.b.d aktivitas pasien a. Kolaborasikan
curah jantung berkurang dalam waktu dengan tenaga
menurun d.d ....x24 jam. rehabilitasi medik
keletihan, Kriteria hasil: dalam
kelemahan. 1. Berpartisipasi dalam merencanakan
aktivitas fisik tanpa program terapi
disertai peningkatan yang tepat.
TD, nadi, RR. b. Bantu klien untuk
2. Mampu melakukan mengindentifikasi
aktivitas sehari hari aktivitas yang
mampu dilakukan.
(ADLs) secara c. Bantu untuk
mandiri. memilih aktivitas
3. TTV normal. konsisten yang
4. Energy psikomotor. sesuai dengan
5. Level kelemahan. kemampuan fisik,
6. Mampu berpindah: psikologi dan
dnegan atau tanpa sosial.
bantuan alat. d. Bantu untuk
7. Status mengidentifikasi
kadiopulmonari dan mendapat
adekuat. sumber yang
8. Sirkulasi status baik. diperlukan untuk
9. Status respirasi: aktivitas yang
pertukaran gas dan disukai.
ventilasi adekuat. e. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan di waktu
luang.
f. Bantu pasien
untuk
mengembangkan
motivasi diri dari
penguatan.
g. Monitor respon
fisik, emosi,
sosial, dan
spiritual.
5. Hambatan Tujuan: hambatan 1. Exercice theraphy:
mobilitas fisik mobilitas fisik klien ambulation.
y.b.d curah teratasi dalam waktu a. Monitoring vital
jantung menurun ....x24 jam. sign sebelum/
Kriteria hasil: sesudah latihan
d.d keletihan, 1. Klien meningkat dan lihat respon
kelemahan. dalam aktivitas pasien saat
fisik. latihan.
2. Mengerti tujuan dari b. Konsultasikan
peningkatan dengan terapi fisik
mobilitas. tentang rencana
3. Memverbalisasikan ambulasi sesuai
perasaan dalam dengan kebutuhan.
meningkatkan c. Bantu klien untuk
kekuatan dan menggunakan
kemampuan tongkat saat
berpindah. berjalan dan cegah
4. Memperagakan terhadap cedera.
penggunaan alat. d. Ajarkan pasien
5. Bantu untuk atau tenaga
mobilisasi (walker) kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi.
e. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi.
f. Latih pasien
dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai
kemampuan.
g. Dampingi dan
bantu pasien saat
mobilisasi dan
bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien.
h. Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
i. Ajarkan pasien
bagaimana
merubah posisi
dan berikan
bantuan jika
diperlukan.

(Nurarif, Amin Huda, Nanda NIC-NOC, 2015)


BAB III

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. ASD adalah pembukaan atau lubang (cacat) di dinding (septum) antara
dua ruang atas jantung (atrium). Atrial Septal Defect (ASD) adalah salah
satu anomali jantung kongenital lebih umum muncul saat dewasa. Defek
septum atrium ditandai dengan cacat di septum interatrial memungkinkan
aliran balik vena paru dari atrium kiri kembali ke atrium kanan.
Tergantung pada ukuran defek, ukuran pirau, dan anomali terkait, hal ini
dapat mengakibatkan spektrum penyakit mulai dari tidak ada gejala yang
signifikan, kelebihan volume di sisi kanan, hipertensi arteri paru, dan
bahkan aritmia atrium.
2. Defek septum atrium (ASD) adalah gangguan jantung bawaan yang
disebabkan oleh malformasi spontan septum interatrial.
3. Risiko endokarditis infektif ada selama 6 bulan pertama setelah operasi.
Komplikasi berikut juga terkait dengan Atrial Septal Defect (ASD):
Gagal jantung kongestif, Aritmia, Hipertensi pulmonal, Sianosis,
Embolisasi paradoks, Stroke, Endokarditis infektif.
4. Untuk penatalaksanaannya bisa dilakukan pembedahan septum yang
bermasalah, pemeriksaan penunjang Radiografi, CT scan, Magnetic
Resonance Imaging (MRI), Ultrasonografi, Angiografi dan EKG.
5. Dilakukan asuhan kepearawatan dari pengkajian-evaluasi, dimana
muncul diagnosis keperawatan, yaitu: Ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan adanya ronchi,
biasanya pasien akan mengalami sesak, adanya otot bantu pernapasan,
adanya pernapasan cuping hidung. Ketidakefektifan perfusi jaringan
perifer berhubungan dengan struktur defek ditandai dengan biasanya
pasien akan merasa lemas, pucat, terdapat sianosis. Penurunan curah
jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas jantung ditandai
dengan biasanya pasien mengalami bradikardi, sesak, sianosis.
5.1 Saran
1. Penulis mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita,
menambah ilmu pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca khususnya
bagi mahasiswa.
2. Untuk Dosen mata kuliah Keperawatan Anak kami mengharapkan dapat
disimpan di perpustakaan untuk bahan bacaan dan dijadikan literatur
dalam pembuatan makalah selanjutnya.
3. Untuk Mahasiswa S1 keperawatan semester 4 STIKES BHAKTI AL-
QODIRI kami mengharapkan makalah kami ini dapat dijadikan bahan
bacaan yang menambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Alif Iffah. 2014. WOC ASD (Atrial Septum Defect).


https://www.scribd.com/document/217452404/WOC-ASD. Diakses 30
Maret 2017.

Anonim 1, 2016. Cacat septum atrium. http://www.sehatfresh.com/cacat-septum-


atrium/ Diakses 11 Mei 2017.

Anonim 2, 2016. Pemeriksaan Fisik Atrial Septal Defect.


http://www.klinikherbaldunia.com/pemeriksaan-fisik-atrial-septal-
defect/ Diakses 10 Mei 2017.

Arif Muttaqin. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

David H Adler. 2016. Atrial Septal Defect. The heart org


Medscape.http://emedicine.medscape.com/article/162914-overview
Diakses 23 Maret 2017.

dr. Tania Savitri, Lika Aprilia Samiadi. 2016. Apa itu atrial septal defect
(kebocoran bilik jantung)?.https://hellosehat.com/penyakit/atrial-septal-
defect-kebocoran-bilik-jantung/ Diakses 28 Maret 2017.

Fatmala, Erna. 2016. Satuan Acara Penyuluhan Atrial Septal Defect.


https://ernafatmala11.wordpress.com/2016/01/22/satuan-acara-
penyuluhan-atrial-septal-defect/ Diakses 10 Mei 2017.

Gary Webb, Michael A. Gatzoulis, 2006. Atrial Septal Defects in the Adult.
http://circ.ahajournals.org/content/114/15/1645 Diakses 10 Mei 2017.

Johny Bayu Fitantra. 2011. Penatalaksanaan Penyakit Jantung Bawaan.


http://www.medicinesia.com/kedokteran-klinis/tumbuh-
kembang/penatalaksanaan-penyakit-jantung-bawaan/ Diakses 4 Mei
2017
Juniartha Semara Putra. 2012. Asuhan Keperawatan Atrial Septal Defect
https://semaraputraadjoezt.wordpress.com/2012/10/12/asuhan-
keperawatan-atrial-septal-defect/ Diakses tanggal 30 Maret 2017.

Nurarif, Amin Huda., Hardhi Kusuma.2015. APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC.Jogjakarta:Mediaction

Praveen Buddiga. 2014. Cardiovascular System Anatomy. Medscape.


http://emedicine.medscape.com/article/1948510-overview#a2 Diakses
tanggal 28 Maret 2017.

Regar, Evan. 2012. Defek Sekat Atrium (Atrial Septal Defect,


ASD).
https://physiotherapycare.wordpress.com/2012/07/14/atrial-septal-
defect-asd/ Diakses 04 Mei 2017.

Syaifudin. 2014. Anatomi Fisiologi Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk


Keperawatan dan kebidanan. Jakarta: Penerbit buku kedokteran.

Sulistia Rini. 2016. ASKEP ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD).


https://www.slideshare.net/chuliecsztstefanerszt/askep-atrial-septal-
defect-asd-60782049 Diakses 30 Maret 2017.

Vibhuti N Singh. 2015. Imaging in Atrial Septal Defects. Medscape.


http://emedicine.medscape.com/article/348121-overview#a2 Diakses
tanggal 28 Maret 2017.

Anda mungkin juga menyukai