Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ISLAM PADA MASA RASULULLAH SAW

Disusun oleh :

MEYTRA ZAHRAYANTI (14612129)

ZULFIKAR NUGRAHADI (14612130)

AGUNG PRAYUDIA MAULANA (14612131)

ARMY SANY HAIDAR (14612132)

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2015
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh


Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul : Islam pada Masa Rasulullah SAW.
Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satutugas mata
kuliah Peradaban dan Pemikiran Islam, guna lebih mengetahui islam pada masa
Rasulullah SAW. Kami berharap semoga dengan adanya makalah ini dapat
memudahkan kita semua untuk lebih memahami islam pada masa Rasulullah
SAW.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Yogyakarta, 14 Oktober
2015

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan Makalah

BAB II PEMBAHASAN
2.1  Definisi Masyarakat Jahiliyah......................................................................2
2.2 Kondisi Masyarakat Arab(Pra Islam) Jahiliyah..........................................3
2.2.1 Kondisi Sosial Masyarakat Jahiliyah……………………………………..3
2.2.2 Kondisi Kebudayaan Masyarakat Jahiliyah……………………………..5
2.2.3 Kondisi Perekonomian Masyarakat Jahiliyah…………………………...7
2.2.4 Kondisi Politik Masyarakat Jahiliah……………………………………..8
2.2.5 Kondisi Keagamaan Masyarakat Jahiliah……………………………….9
2.3 Karakter masyarakat Arab (Pra Islam) Jahiliyah……………………..13
2.3.1 Karakter Negatif……………………………………………………..13
2.3.2 Karakter Positif…………………………………………………………...14
2.4 Pengaruh Kebudayaan Saba, Abissinia, Persia, dan Gassan……………16

BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan…………………………………………………………………20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada awal mula Nabi Muhammad mendapatkan wahyu dari Allah SWT,
yang isinya menyeru manusia untuk beribadah kepadanya, mendapat tantangan
yang besar dari berbagai kalangan Quraisy. Hal ini terjadi karena pada masa itu
kaum Quraisy mempunyai sesembahan lain yaitu berhala-berhala yang dibuat oleh
mereka sendiri. Karena keadaan yang demikian itulah, dakwah pertama yang
dilakukan di Makkah dilaksanakan secara sembunyi-sembunyi, terlebih karena
jumlah orang yang masuk Islam sangat sedikit. Keadaan ini berubah ketika jumlah
orang yang memeluk Islam semakin hari semakin banyak, Allah pun memerintah
Nabi-Nya untuk melakukan dakwah secara terang-terangan.
Kehadiran Nabi Muhammad SAW, identik dengan latar belakang kondisi
masyarakat Arab, khususnya orang-orang mekkah. Kehidupan masyarakat Arab
secara sosiopolitis mencerminkan kehidupan yang rendah. Perbudakan, mabuk,
perzinahan, eksploitsi ekonomi dan perang antar suku menjadi karakter perilaku
mereka. Dari aspek kepercayaan atau agama, orang-orang Arab mekah adalah
penyembah berhala. Berangkat dari kondisi inilah dalam sejarah di catat bahwa
Muhammad sering melakukan kontemplasi (uzlah), untuk mendapatkan suatu
jawaban apa dan bagaimana seharusnya membangun kehidupan masyarakat Arab.
Setelah melalui proses kontemplasi yang cukup lama, tepatnya di gua Hira,
akhirnya nabi muhammmad saw mendaat suatu petunjuk dari ALLAH melalui
malaikat jibril untuk mengubah masyarakat arab mekah.dari sinilah awal sejarah
penyebaran dan perjuanagn dalam menegakkan ajaran islam.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana riwayat Nabi Muhammad SAW?
2. Bagaimana sejarah awal masa kelahiran islam?
3. Bagaimana pengaruh aspek kebudayaan pada awal islam lahir?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Dapat mengetahui riwayat hidup Nabi Muhammad SAW secara singkat.
2. Dapat mengetahui sejarah awal masa kelahiran islam.
3. Dapat mengetahui pengaruh aspek kebudayaan pada awal islam lahir.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Riwayat Hidup Nabi Muhammad SAW


Nabi Muhammad Saw lahir pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awal
tahun gajah yang bertepatan dengan tanggal 20 April 570 M. Tetapi ada pula
pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw lahir pada hari senin
pagi , tanggal 9 Rabi’ul Awal atau bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan
April 571 M (Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, 2000:75).
Tahun kelahiran Nabi Muhammad dinamai tahun gajah karena 50 hari
sebelum kelahiran beliau, datang Abrahah al-Habsy, gubernur kerajaan Habsy
(Ethiopia) di Yaman, beserta pasukannya berjumlah 60.000 personel yang
mengendarai gajah untuk menghancurkan ka’bah. Abrahah marah karena gereja
besar (al-Qulles) yang dibangunnya di Shan’a ibu kota Yaman , temboknya
dilumuri kotoran oleh seseorang dari Bani Kinanah. Abrahah mendirikan gereja
tersebut karena melihat bangsa Arab setiap tahun berbondong-bondong ke Mekah
untuk menunaikan ibadah haji ke sana. Namun, usaha Abrahah gagal karena
beliau dan seluruh bala tentaranya dihancurkan oleh Allah Swt. Dengan
mendatangkan burung Ababil yang membawa batu dari neraka dan melempari
mereka sehingga terserang wabah penyakit yang mematikan. Seluruh tentaranya
langsung bergelimpangan bersama gajah-gajahnya, sedangkan Abrahah kembali
ke Yaman dan tak lama kemudian meninggal dunia. Peistiwa ini disebutkan dalam
surat al-Fil (105) ayat1-5 (Ratu Suntiah, 2010:30).
Ayah Nabi Muhammad bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang
kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya, dan ibunya Aminah binti Wahab
dari bani Zuhrah. Setelah Aminah melahirkan, dia mengirim utusan ke tempat
kakeknya, Abdul Muthalib, untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran
cucunya. Maka Abdul Muthalib datang dengan perasaan suka cita, lalu membawa
beliau ke dalam Ka’bah, seraya berdoa kepada Allah dan bersyukur kepada-Nya.
Dia memilihkan nama Muhammad bagi beliau. Nama ini belum pernah dikenal
dikalangan Arab(Syaikh Shafiyyur-Rahman Al-Mubarakfury, 2000:75).
Ketika ibunya meninggal, Nabi berusia enam tahun. Setelah Aminah
meninggal, Abdul muthalib yang merawat Nabi Muhammad saw selama dua
tahun. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib.
Wanita yang pertama kali menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaibah,
hamba sahaya Abu Lahab. Ketika Berusia 12 tahun Nabi Muhammad saw ikut
pertama kali dalam khalifah dagang ke syria (syam) yang dipimpin oleh abu
Thalib. Dalam perjalanan tersebut, ia bertemu dengan pendeta kristen bernama
Buhaira di Bushra sebelah selatan Syria. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian
pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita keristen. Waktu berusia 14
tahun, Nabi Muhammad saw ikut terlibat dalam perang Fijar ke IV, antara suku
Quraisy dan Kinanah di satu pihak dengan suku Hawazin di pihak lain (Ratu
Suntiah, 2010:31) . Dinamakan Perang Fijar, karena terjadi pelanggaran terhadap
kesucian tanah haram dan bulan-bulan suci. Rasulullah saw ikut bergabung dalam
peperangan ini, dengan cara mengumpulkan anak-anak panah bagi paman-paman
beliau, untuk dilemparkan kembali ke pihak musuh. (Sirah An-Nabawiyah, Ibnu
Hisyam, 1/184-187; Qalbu Jaziratil-Arab, hal.260; Muhadharat Tarikil-Umam Al-
Islamiyah, Al-Khadhry, 1/63)
Ketika usia Rasulullah 40 tahun, 13 tahun sebelum hijriah tepatnya tanggal
17 Ramadhan/ 6 Agustus 611 M, Allah mengutus beliau kepada seluruh manusia
untuk memberi kabar gembira dan peringatan serta menjadi rahmat sekalian alam.
Untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya kebenaran dan untuk
mewujudkan mereka kepada jalan yang lurus. Pada saat itu Nabi Muhammad
sedang berada di gua Hira, datang malaikat jibril menyampaikan wahyu pertama
yaitu 5 ayat dari surat al-alaq. Setelah wahyu pertama datang, Jibril tidak muncul
lagi untuk beberapa lama. Sementara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu
datang ke gua Hira. Dalam keadaan menanti itulah turun wahyu yang membawa
perintah kepadaya untuk menyebarkan ajaran Islam (Q.S. al-Mudatsir (74) ayat 1-
7). Perintah ini dilanjutkan dengan perintah berikutnya yakni dakwah kepada
kerabat yang dekat-dekat (Q.S as-Syuara (26) ayat 214), kemudian diperintahkan
untuk berdakwah kepada semua umat manuasia secara umum (Q.S al-Hijr (15)
ayat 94). (Ratu Suntiah, 2010:33).

2.2 Sejarah Awal Masa Kelahiran Islam


Pada awal turunnya wahyu pertama Nabi Muhammad SAW mulai
berdakwah mengajarkan Islam secara sembunyi-sembunyi, mengingat sosial
politik pada waktu itu belum stabil, dimulai dari dirinya sendiri dan keluarga
dekatnya. Mula-mula Nabi mengajarkan kepada istrinya khadijah unutk beriman
kepada Allah, kemudian di ikuti oleh anak angkatnya Ali ibn Abi Thalib (anak
pamannya) dan Zaid ibn Haritsah (seorang pembantu rumah tangganya yang
kemudian diangkat menjadi anak angkatnya). Kemuadian sahabat karibnya Abu
Bakar Siddiq. Secara berangsur-angsur ajakan itu diajarkan secara meluas, tetapi
masih terbatas di kalangan keluarga dekat dari suku Quraisy saja, seperti Usman
ibn Affan, Zubair ibn Awam, Sa’ad ibn Abi Waqas, Abdurrahman ibn Auf,
Thalhah ibn Ubaidillah, Abu Ubaidillah ibn Jahrah, Arqam ibn Arqam, Fatimah
binti Khattab, Said ibn Zaid dan bebrapa orang lainnya, mereka semua disebut
Assabiquna al Awwalun, artinya orang-orang yang pertama masuk Islam (Nizar,
2009).
Adapun dakwah nabi Muhammad yang berlangsung sekitar 20 tahun
dibagi dua periode, yaitu periode makkah dan periode madinah:

2.2.1. Periode Mekah


Secara garis beras, periode Mekah dalam kebijakan dakwah yang
diterapkan Nabi Muhammad adalah dengan menonjolkan kepemimpinannya
(mengingat sifat/karakter yang dimiliki kaum Quraisy), bukan kenabiannya.
Implikasinya, dakwah dengan strategi politik yang memunculkan aspek-aspek
keteladanannya dalam menyelesaikan berbagai persoalan atau permasalahan sosial
(egalitarisme) lebih tepat dibandingkan dengan aspek kenabiannya dengan
melaksanakan tabligh.(Thohir, 2009).
Setelah beberapa lama Rasululah melakukan dakwah secara rahasia, maka
turunlah perintah Allah agar beliau melakukan dakwah secara terbuka di hadapan
umum seperti telah dituturkan dalam Al-Qur’an.[9]Langkah pertama yang
dilakukan Nabi Muhammad Saw dalam berdakwah secara terbuka adalah
mengundang dan menyeru kerabat dekatnya dari Bani Muthalib. Langkah dakwah
yang diambil Nabi Muhammad SAW adalah menyeru masyarakat umum. Nabi
mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan,
baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula Nabi menyeru
penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, Nabi
juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk
mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan
usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut Nabi
Muhammad SAW yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin
bertambah. Mereka terutama terdiri dari kaum wanita, budak, pekerja, dan orang-
orang yang tak punya. Mekipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
lemah, namun semangat mereka sungguh membaja (Badri, 2011).
Sehubung dakwah Nabi itu akan melenyapkan agama dan tradisi nenek
moyangnya, maka kaum Quraisy mengadakan reaksi dengan aksi penindasan,
penyiksaan, dan intimidasi terhadap pengikut Rasul. Namun, para sahabat tetap
memegang teguh aqidah tidak gentar terhadap ancaman dan siksaan pihak kuffar.
Karena itu, kaum Quraisy berusaha melenyapkan Muhammad. Mereka berambisi
menangkap Nabi, namun Abu Thalib senantiasa melindunginya. Faktor-faktor
yang menyebabkan orang Quraisy menentang dakwah Nabi antara lain:
1. Faktor gengsi; Orang Quraisy beranggapan, tunduk / menyerah kepada
Muhammad berarti tunduk dan menyerahkan pimpinan / kekuasaan
kepada keluarga Bani Abdul Muthalib para ketua kabilah takut kehilangan
pengaruh / kekuasaan.
2. Faktor taqlid; yaitu taqlid membuta pada nenek moyangnya dalam
kepercayaan, upacara dan peribadatan serta tata pergaulan  yang
merupakan suatu kebiasaan yang sudah berakar dikalangan bangsa Arab.
Karena itu, mereka merasa berat untuk meninggalkannya.
3. Ajaran Islam menyetarakan antara hamba sahaya dan bangsawan.
Bangsa Quraisy dengan seluruh kabilahnya memandang dan merasa lebih
tinggi derajatnya dibanding bangsa lain, apalagi dengan budak / hamba
sahaya.
Strategi yang dijalankan Nabi dalam berdakwah adalah sebagai berikut,
sebelum mempunyai power, dakwah berjalan dengan diam-diam, setelah banyak
pengikutnya dakwah berjalan terang-terangan, dengan resiko menghadapi teror
dari musuh yang lebih banyak dan kuat. Untuk menghindarkan dari kekejaman
dan teror kuffar pada pengikutnya, Nabi menganjurkan mereka berhijrah ke luar
Makkah, yaitu Habasyah.
Secara politis hijrah ke Habasyah merupakan upaya mencari suaka politik
pada raja yang beragama samawi. Terjadi dua kali hijrah ke Habsyah. Pada hijrah
pertama berangkat dua belas orang pria empat orang wanita, yang dipimpin oleh
Utsman Ibn Affan bersama istrinya Ruqqayah binti Rasulallah. Pada hijrah kedua
berangkat satu rombongan yang terdiri dari delapan puluh tiga laki-laki dan
sebelas orang wanita, dipimpin oleh Ja’far ibn Abi Thalib.
Dengan mengikatnya aniaya Quraisy terhadap Nabi hijrahlah beliau ke
Thaif, ke bani Tsaqif, dengan pengharapan akan memperoleh pertolongan serta
mendapat tambahan pengikut, akan tetapi, kenyataan yang diterima sebaliknya.
Nabi di caci maki, dilempari batu oleh anak-anak, sampai badannya berlumur
darah. Hijrah ke Thaif hanya mendapat satu orang hamba sahaya yang masuk
Islam, yaitu Addas.
Ditinjau dari segi taktik dan strategi dakwah, hijrah ke Thaif itu
menunjukan kemauan yang kuat untuk meneruskan dakwah, dengan  tidak
mengenal putus asa, selalu berusaha  mnencari medan dakwah. Mengalirnya darah
dari kaki Nabi, membuktikan bahwa setiap perjuangan dihadapkan  kepada
pengorbanan, dan pengorbanan itu sampai mengancam keselamatan diri pembawa
dakwah.
Pengalaman Thaif tidak menyurutkan dakwah Nabi. Pada tahun kesebelas
kerasulan, diwaktu musim haji Nabi mengadakan kontak dakwah dengan jama’ah
haji, tertariklah sekelompok orang Aus dan Khazraj, penduduk kota Yastrib,
untuk masuk Islam. Pada tahun XI  masuk tujuh orang, pada tahun XII masuk
Islam dua belas orang, pada tahun berikutnya datang lagi tujuh puluh dua orang
penduduk Yastrib menyatakan masuk Islam dan bersumpah setia akan membela
serta melindungi Nabi. Penduduk Yastrib yang sudah masuk Islam itu, memohon
kepada Nabi untuk pindah ke Yastrib. Beliau memberi jawaban sebelum
mendapat perintah dari Allah. ( Subarman, 2008:30-33).

2.2.2. Periode Madinah


Tahun Islam dimulai dengan hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari
Mekah ke Madinah di tahun 622 M. Umat Islam di waktu itu masih dalam
kedudukan lemah, tidak sanggup menentang kekuasaan yang dipegang kaum
pedagang Quraisy yang ada di Mekkah. Akhirnya Nabi bersama sahabat dan umat
Islam lainnya meninggalkan kota dan pindah ke Yasrib, yang kemudian terkenal
dengan nama Madinah, yaitu kota Nabi. Di kota ini keadaan Nabi dan umat Islam
mengalami perubahan yang besar. Kalau di Mekkah mereka sebelumnya
merupakan umat lemah yang tertindas, di Madinah mereka mempunyai
kedudukan yang baik dan menjadi umat yang kuat dan dapat berdiri sendiri. Nabi
sendiri menjadi kepala dalam masyarakat yang baru dibentuk itu dan yang
akhirnya menjadi sebuah Negara (Harun, 2008:18).
Setelah kedatangan Nabi ke Madinah, matahari Islam pun bersinar di atas
langit bersih kota Madinah dan cahayanya mulai memancar luas dan membawa
banyak pengaruh dan perubahan bagi masyarakat Madinah.
Salah satu hasil pertamanya adalah keadaan perang yang telah lama
mencekam dua kabilah ‘Aus dan Khazraj berubah menjadi keadaan damai dan
persahabatan. Undang-undang Allah diwahyukan dan kemudian diwujudkan serta
dipraktekkan satu demi satu. Setiap hari, satu bentuk perilaku jahat tentu di basmi
dan di ganti dengan kesalehan dan keadilan.
Nabi pun secara resmi dan otomatis menjadi pemimpin penduduk kota
Madinah. Periode Madinah, Islam merupakan kekuatan politik, Nabi mempunyai
kedudukan tidak hanya sebagai kepala agama saja, tetapi sebagai juga sebagai
kepala negara. Nabi mengajarkan pendidikan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat kepada masyarakat Madinah sebagai negara baru (Fatah, 2009).
1. Pembentukan dan pembinanaan masyarakat baru, menuju satu kesatuan
sosial dan politik. Dalam hal ini Nabi melaksanakan pendidikan sebagai
berikut:
a. Nabi mengikis habis sisa-sisa permusuhan dan pertengkaran antar suku,
dengan jalan mengikat tali persaudaraan di antara mereka
b. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Nabi menganjurkan kepada
kaum Muhajirin untuk usaha dan bekerja sesuai dengan kemampuan dan
pekerjaan masing-masing seperti waktu di Makkah
d. Menjalin kerjasam dan tolong-menolong dalam membentuk tata
kehidupan masayarakat yang adil dan makmur
e. Shalat jum’at sebagai media komunikasi seluruh umat Islam.
2. Pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Pendidikan ini dilakukan
melalui:
a. Pendidikan ukuwah (persaudaraan) antar kaum muslimin
b. Pendidikan kesejahteraan sosial dan tolong-menolong
c. Pendidikan kesejahteraan kaum kerabat.
3. Pendidikan anaka dalam Islam. Rasulullah selalu mengingatkan umatnya
antara lain:
a. Agar kita selalu menjaga diri dan anggota keluarga dari api neraka
b. Agar jangan meninnggalkan anak dan keturunan dalam keadaan lemah
dan tidak berdaya menghadapi tantangan
c. Orang yang dimuliakan Allah adalah orang yang berdoa agar dikaruniai
keluarga dan anak keturunan yang menyenangkan hati.
4. Pendidikan pertahanan keamanan dakwah Islam.

Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru ini, Nabi segera
meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat:
 Dasar pertama. Pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, masjid
juag berfungsi sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum
muslimin, bermusyawarah, bahkan juga berfungsi sebagai pusat
pemerintahan
 Dasar kedua. Ukhuwah islamiyah, persaudaraan sesama muslim. Nabi
mempersaudarakan antara golongan Muhajirin dan Anshar, dan ikut
membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan demikian, diharapkan setiap
muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan.
 Dasar ketiga. Hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang Arab Islam, juga
terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang mereka (Yatim, 2008).

Dengan beradanya kekuasaan di tanggan Nabi, Islam pun lebih mudah


disebarkan dan sehingga akhirnya Islam dapat menguasai daerah-daerah yang
dimulai dari Spanyol di sebelah barat sampai ke Filipina di sebelah timur dan
Afrika Tengah di sebelah selatan sampai Danau Aral di sebelah utara (Harun,
2008:19)
Peradaban atau kebudayaan pada masa Rasulullah SAW. Yang paling
dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa
kebobrokan moral menuju moralitas yang beradab. Dalam tulisan Ahmad Al-
Husairy, diuraikan bahwa peradaban pada masa Nabi dilandasi dengan asas-asas
yang diciptakan sendiri oleh Muhammad di bawah bimbingan wahyu.
Diantaranya sebagai berikut:

1. Pembangunan Masjid Nabawi


Dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah berhenti disuatu tempat
maka Rasulullah memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid.
Rasulullah ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan
memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya sendiri. Saat itu, kiblat
dihadapkan ke Baitul Maqdis. Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan
atapnya dibuat dari pelepah daun kurma. Adapun kamar-kamar istri beliau dibuat
di samping masjid. Tatkala pembangunan selesai, Rasulullah memasuki
pernikahan dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat itulah, Yastrib dikenal
dengan Madinatur Rasul atau Madinah Al-Munawwarah. Kaum muslimin
melakukan berbagai aktivitasnya di dalam masjid ini, baik beribadah, belajar,
memutuskan perkara mereka, berjual beli maupun perayaan-perayaan. Tempat ini
menjadi factor yang mempersatukan mereka.

2. Persaudaraan antara Kaum Muhajirin dan Anshar.


Dalam Negara islam yang baru dibangun itu, Nabi meletakan dasar-
dasarnya untuk menata kehidupan sosial dan politik. Dikukuhkannya ikatan
persaudaraan (Ukhwah Islamiyah) antara golongan Anshar dan Muhajirin, dan
mempersatukan suku Aus dan Khazraj yang telah lama bermusuhan dan bersaing
(Supriyadi, 2008:63).
Ikatan persaudaraan Anshar dan Muhajirin melebihi ikatan persaudaraan
karena pertalian darah, sebab ikatannya berdasar iman. Terbukti apa yang dimiliki
Anshar disediakan penuh untuk saudaranya Muhajirin. Sebagaimana firman
Allah; dalam surat Al Hasyr [59] ayat 9 ( Subarman, 2008:35).
Rasulullah mempersaudarakan di antara kaum muslimin. Mereka kemudian
membagikan rumah yang mereka miliki, bahkan juga istri-istri dan harta mereka.
Persaudaraan ini terjadi lebih kuat daripada hanya persaudaraan yang berdasarkan
keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah telah menciptakan sebuah
kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan yang
berdasarkan kabilah (Supriyadi, 2008:63).

3. Kesepakatan untuk Saling Membantu antara Kaum Muslimin dan non


Muslimin
Di Madinah, ada tiga golongan manusia, yaitu kaum muslimin, orang-
orang arab, serta kaum non muslim, dan orang-orang yahudi (Bani Nadhir, Bani
Quraizhah, dan Bani Qainuqa’). Rasulullah melakukan satu kesepakatan dengan
mereka untuk terjaminnya sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk
melahirkan sebuah suasana saling membantu dan toleransi diantara golongan
tersebut.

4. Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi, dan Sosial


Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika di dalam Negara
diletakkan dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Quran pada periode ini
untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana dijelaskan oleh
Rasulullah dengan perkataan dan tindakannya. Hidupla kota Madinah dalam
sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah
persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat diantara anggota
masyarakatnya. Dengan demikian berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama
yang dibangun Rasulullah dengan asas-asasnya yang abadi.

Secara sistematik proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada


masyarakat Islam di Yatsrib menjadi Madinah (Madinat Ar-Rasul, Madinah An-
Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan nama yang bukan terjadi secara
kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi
Muhammad Saw, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib dan maju, dan
berperadaban; kedua, membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat
kegiatan ritual shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk
mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi.
Disamping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan; ketiga
Nabi Muhammad Saw membentuk kegiatan Mu’akhat (persaudaraan), yaitu
mempersaudarakan kaum Muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Makkah ke
Yatsrib) dengan Anshar (orang-orang yang menerima dan membantu kepindahan
Muhajirin di Yatsrib). Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin
dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad Saw membentuk
persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan seagama, disamping bentuk
persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan
darah; keempat, membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak
beragama Islam; dan kelima Nabi Muhammad Saw membentuk pasukan tentara
untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.
( Supriyadi, 2008:64).Perang pertama yang sangat menentukan menentukan masa
depan Islam ini adalah:
a. Perang Badar
b. Perang Uhud
c. Perang Khandaq
d. Perjanjian Hudaibiyah

Pada tahun 6 H, ketika ibadah haji sudah disyaratkan, Nabi memimpin


sekitar seribu kaum muslimin berangkat ke makkah, bukan untuk berperang,
melainkan untuk ,melakukan ibadah umrah, karena itu, mereka mengenakan
pakaian ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di makkah, mereka
berkemah di hudaibiyah, beberapa kilometer dari mekkah. Namun penduduk
mekah tidak mengizinkan mereka masuk kota. Akhirnya, diadakan perjanjian
yang dikenal dengan nama Perjanjian Hudaibiyah yang isinya diantaranya:
1. Kaum Muslimin belom boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini tetapi
ditangguhkan sampai tahun depan.
2. Lama kunjungan dibatasi sampai tiga hari saja.
3. Kaum Muslimin wajib mengembalikan orang-orang Makkah yang
melarikan diri ke Madinah, sedangkan sebaliknya, pihak Quraisy tidak
harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Makkah.
4. Selama sepuluh tahun diberlakukan genjatan senjata antara masyarakat
Madinah dan Makkah
5. Tiap Kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy
atau kaum Muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan. [7]

Setelah Perjanjian Hudaibiyah, situasi jauh lebih tenang dibandingkan


dengan sebelumnya, maka Nabi Muhammad SAW, menyurat kepada sekian
penguasa di luar Jazirah Arab untuk mengajak mereka untuk mengajak mereka
memeluk agama Islam. Ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW, diutus
bukan saja untuk penduduk Jazirah Arab, tetapi juga untuk seluruh manusia di
persada bumi ini.
Pada tahun ke-9 dan 10 H (630-632) setelah penaklukkan Mekkah/Fath
Mekkah, banyak suku dari berbagai pelosok Arab mengutus delegasinya kepada
Nabi Muhammad menyatakan ketundukan mereka.
Dalam kesempatan menunaikan ibadah haji yang terakhir (haji wada’) tahun 10 H
(631M), Nabi Muhammad menyampaikan Kotbahnya yang sangat bersejarah. Isi
kotbah itu antara lain:
1). Larangan menumpahkan darah kecuali denga haq
2). Larangan mengambil harta orang lain dengan batil, karena nyawa dan
harta benda adalah suci
3). Larangan riba dan menganiaya
4). Perintah untuk memperlakukan istri dengan baik dan lemah lembut dan
menjauhi dosa
5). Semua pertengkaran di zaman jahiliyah harus dimaafkan
6). Balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku di zaman
jahiliyah tidak lagi dibenarkan
7). Persaudaraan dan persamaan di antara manusia harus ditegakkan
8). Hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik
9). Umat Islam selalu berpegang dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi

Setelah itu, Nabi Muhammad segera kembali ke Madinah.Dua bulan


setelah itu, Nabi menderita sakit demam. Tenaganya dengan cepat
berkurang..pada hari senin, tanggal 12 Rabi’ul awal 11 H/7 juni 632 M, Nabi
Muhammad SAW wafat di rumah istrinya Aisyah (Yatim, 2011)

2.2.3 Pengaruh kebudayaan islam


Masyarakat adalah potret kehidupan masyarakat modern yang diidealkan
oleh banyak orang. Bahkan gambaran tentang masyarakat Madinah seakan
menjadi gambaran masyarakat modern yang sudah mapan dan permanen,
sehinggat idak sedikit komunitas masayrakat yang menginginkan mangulang
kembali sejarah Madinah dalam konteks kehidupan sekarang ini. Madinah adalah
kota yang unik dan memiliki banyak keistimewaan. madinah laksana sebuah
putaran roda yang tidak berhenti dari zaman sebelum masehi hingga sekarang ini.
di tengah jatuh bangunnya sebuah peradaban, tetapi madinah sudah terbukti
mampu bertahan dari masa ke masa. layaknya Mekkah, madinah telah dititahkan
Tuhan menjadi salah satu kota suci-Nya. (Mubin, 2008).
Tingkat heterogenitas ini lebih tinggi lagi manakala dipaparkan bahwa
masing-masing kelompok Muslim, Musyrik Arab, dan Yahudi itu di dalamnya
terdiri dari berbagai kabilah atau sub-kelompok. Kaum muslim sendiri terdiri dari
dua kelompok besar Muhajirin (migran) dan Anshor (non-migran), yang masing-
masing terdiri dari berbagai suku atau kabilah yang punya tradisi bermusuhan
karena kuatnya akar sukuisme dalam masyarakat Arab. Keistimewaan Madinah
bukan terjadi begitu saja, akan tetapi melalui proses transformasi sosial yang tidak
sederhana. Setelah mengganti nama Yastrib dengan Madinah, Nabi kemudian
melakukan pemetaan dan sensus penduduk. Barangkali ini merupakan sensus
penduduk pertama di dunia. Dalam sensus tersebut ditemukan kenyataan bahwa
Madinah adalah sebuah kota yang Multikultural. Heterogenitas kultural
masyarakat kota Madinah dapat dilihat dari hasil cacah penduduk yang dilakukan
atas perintah Nabi, di mana dari 10.000 jiwa penduduk Madinah kala itu kaum
muslim adalah minoritas yakni 1500 orang (15%). Mayoritas adalah orang
musyrik Arab 4500 orang (45%) dan orang Yahudi 4000 orang (40%) (Mubin,
2008).
DAFTAR PUSTAKA

Suntiah, ratu dan maslani.2010. sejarah peradaban islam. Bandung : CV. Insan
Mandiri.
Al-mubarakfury Rahman, Shafiyyursyaikh.2000. Sirah Nabawiyah. Jakarta:
pustaka al-kautsar.
Yatim Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2011).
Thohir Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2009).
Nizar Samsul, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana, 2009).
Subarman, Munir. 2008. Sejarah Peradaban Islam Klasik. Cirebon: Pangger
Publishing.
Nasution Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta: UII-Pres, 2008).
Fatah Sykur, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,
2009).
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008).
Mubin, Nurul, Masyarakat Madinah (Islam dan Pembentukan Masyarakat
Madani), dalam Tafsir Tematik Al-Qur’an dan Politik, Center of Exelence
for Qur’anic Studies Development, 2008.

[9]QS. Al-Hijr : 94

Anda mungkin juga menyukai