Anda di halaman 1dari 17

Sebagai seorang tutor Bahasa Inggris, Freelancer, saya biasa mengajar

beberapa siswa dari SD, SMP, hingga SMA/SMK. Saya juga ikut
menjadi tutor di suatu bimbel (bimbingan belajar) dan meng-handle
juga les privat di rumah selama lebih dari dua tahun. Maka dengan
latar belakang ini saya sangat terbiasa menghadapi siswa-siswi
sekolah dengan kurikulum yang cukup berbeda.
Suatu hari saya dapat tawaran mengajar oleh teman untuk mengajar
privat keponakannya, saat itu karena saya masih ada waktu senggang
maka saya terima tawaran itu tanpa pikir panjang. Singkat cerita hari
Senin saya langsung ke rumahnya. Di sana kita mulai perbincangan
ringan bersama ibunya. Anaknya bernama Felita, siswa kelas lima
Sekolah Dasar (SD). Dari perbincangan singkat ini ternyata Felita
hanya menerima mata pelajaran Bahasa Inggris tidak sampai dua
semester. Sehingga kedua orang tuanya khawatir ia akan tertinggal,
maka akhirnya memanggil saya sebagai guru les untuk memberikan
bekal padanya sebelum nantinya lanjut ke SMP.
Pada saat itu saya cukup bingung harus mengajarkan semua dari nol.
Saat itu belum ada persiapan apa pun.
"Waduhh bisa kacau ini, kudu mulai dari mana coba", batinku.
Beruntungnya ibunya sempat membeli beberapa buku pedoman, jadi
bisa sedikit lega. Terlebih anaknya antusias dan mudah menangkap
materi.

Sebagai 'mantan' guru Bahasa Inggris di salah satu Madrasah


Ibtidaiyah (MI), saya pikir meskipun Bahasa Inggris bukan mata
pelajaran inti pada jenjang SD atau setingkatnya, namun mata
pelajaran ini biasa dan lumrah dijadikan muatan lokal bersanding
dengan mata pelajaran kesenian atau keterampilan lainnya. Sudah
banyak sekolah yang melakukannya, terlebih sekolah swasta. Saya
rasa pihak sekolah bisa mengatur anggaran untuk honor dari guru
tersebut menyesuaikan kemampuan dana yang ada.
Jika tidak salah anggaran bisa diambil dari dana BOS (Bantuan
Operasional Sekolah), dan sah-sah saja karena untuk kepentingan
pembelajaran. Saya juga yakin fresh graduate tidak banyak yang
menuntut gaji banyak di awal pengabdiannya. Mereka juga butuh
pengalaman sebelum mendaftar jadi pegawai sipil.
*Hmm sedikit curhat pengalaman pribadi hehehe.
Mata pelajaran ini tidak bisa dianggap enteng. Ini bukan hanya soal
kosakata yang dikuasai, tetapi perlu juga mengenal struktur bahasa,
praktik mendengarkan, dan belajar berbicara melafalkan bahasa
orang asing. Membacanya saja kadang sudah mulas, bukan? Bahasa
Inggris memang sudah tidak langka kita temukan. Namun, bagaimana
bisa kita memahaminya tanpa mengenalnya secara jelas?
Di jenjang berikutnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) guru sudah
jarang menyentuh kosakata dasar karena menganggap siswa telah
memahaminya ketika di SD. Tentunya bagi siswa yang tidak
mendapatkan bekal yang cukup untuk menulis tentu akan kesulitan
dan tidak menutup kemungkinan psikologisnya akan terganggu.
Rasa minder tak bisa dipungkiri apalagi terhadap siswa-siswi yang
berasal dari sekolah favorit. Bahasa kerennya insecure. Saya saja yang
sudah mendapatkan cukup bekal dari SD kelas empat masih merasa
disconnected dengan pelajaran lanjutan di SMP hingga SMK dahulu.
Kembali ke permasalahan awal, singkat cerita saya sudah mengajar
sekitar dua bulan, kebetulan dalam seminggu ada dua kali pertemuan.
Saat ini ia sudah bisa menguasai sekitar lebih dari 400 kata dan
mampu sedikit demi sedikit menyusun kalimat dengan benar.
Bukankah hebat? Ini berarti siswa SD mampu kok menerima mata
pelajaran ini dengan baik. Setidaknya pilih materi yang ringan untuk
dia sedikit mengenal bahasa baru.
Sangat disayangkan jika kemampuan seorang siswi seperti Felita
dalam menguasai bahasa ini tidak dapat maksimal karena sistem
sekolah atau kurikulum tidak begitu mendukung. Kebijakan Kepala
Sekolah diperlukan dalam kasus-kasus seperti ini.
Yahhh... Beruntunglah saya, mampu belajar bahasa asing ini
meskipun sempat terseok-seok karena otak lebih lambat alias lola
untuk menangkap materi dibanding yang lain. Namun, tak disangka
ternyata masih bisa lanjut sampai sarjana hingga bisa bertemu banyak
siswa dan segala fakta unik yang ada seperti apa yang saya ceritakan
ini. Tapi pada akhirnya kita tidak mampu mengubah banyak hal. Saya
sendiri pun hanya mampu menulis di platform seperti ini, harapannya
banyak yang baca, sadar, dan lebih peka pada hal-hal kecil seperti ini.
Tujuan tulisan ini selain untuk melatih skill menulis, juga menjadi
refleksi diri, serta ditujukan untuk mengambil hikmah sekaligus
mencoba saya bagikan. Jika bisa lolos publikasi oleh tim editor itu
bonus yang membahagiakan.
Memang sedikit-banyak ada rasa kecewa dengan sekolah-sekolah yang
masih saja menganggap enteng Bahasa Inggris untuk anak SD.
Namun, disini ada juga perasaan bahagia ketika ternyata masih ada
kepedulian orang tua terhadap kemampuan anaknya seperti yang
ditunjukkan oleh ibu dari Felita.
Mereka tahu kebutuhan anaknya dan memberikan dukungan kuat.
Selain itu, saya juga bisa lebih banyak melihat kebahagiaan yang
terpancar dari Felita ketika kuis secara lisan bisa dia lewati dengan
sangat baik di setiap pertemuannya.
Cerita ini tidak bermaksud menyinggung pihak mana pun. Ada
berbagai sudut pandang yang bisa digunakan untuk melihat masalah
ini. Yaps, setiap masalah yang selesai pasti akan diikuti dengan
munculnya berbagai hikmah. So, never stop learning!
Maulida Arifatul Munawaroh
Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

As an English tutor, Freelancer, I used to teach several students from


elementary, junior high, to high school / vocational school. I have also
been a tutor in a tutoring (study tutoring) and have also handled
private lessons at home for more than two years. So with this
background I am very used to dealing with school students with quite
different curricula.
One day I got an offer to teach by a friend to teach his nephew
privately. At that time, because I still had free time, I accepted the
offer without thinking. Long story short, Monday I went straight to his
house. There we started small talk with his mother. Her daughter is
Felita, a fifth grader at Elementary School (SD). From this brief
conversation, it turned out that Felita only received English subjects
for less than two semesters. So his parents were worried that he would
be left behind, so they finally called me as a tutor to provide him with
provisions before continuing to junior high school.
At that time I was quite confused to teach everything from scratch. At
that time there was no preparation whatsoever.
"Wow, this can be messy, where should I start ," I thought. Luckily,
her mother had bought some manuals, so she could be a little relieved.
Moreover, the child is enthusiastic and easy to grasp the material.

As a 'former' English teacher at one Madrasah Ibtidaiyah (MI), I think


that although English is not a core subject at the elementary school
level or its equivalent, this subject is commonplace and can be used as
local content alongside art subjects or other skills. Many schools have
done it, especially private schools. I think the school can set the budget
for the teacher's salary according to the available funds.
If I'm not mistaken, the budget can be taken from the BOS (School
Operational Assistance) fund, and that's fine because it's for learning
purposes. I'm also sure that there are not many fresh graduates who
demand a lot of salary at the beginning of their service. They also need
experience before registering as civil servants.
ADVERTISEMENT

* Hmm a little personal experience vent hehehe.


This subject is not to be taken lightly. This is not only a matter of
mastering vocabulary, but also getting to know the structure of the
language, practicing listening, and learning to speak and pronounce
foreign languages. Just reading it sometimes makes you sick, right?
English is not rare to find. However, how can we understand it without
knowing it clearly?
At the next level of Junior High School (SMP) teachers rarely touch
basic vocabulary because they think students have understood it when
they were in elementary school. Of course, for students who do not get
sufficient supplies to write, of course, it will be difficult and it is
possible that they will be psychologically disturbed.
The feeling of inferiority cannot be denied, especially towards students
who come from favorite schools. The cool language is insecure . I'm
the only one who has gotten enough supplies from the fourth grade
elementary school, but I still feel disconnected from advanced lessons
in junior high school to vocational school first.
Back to the original problem, long story short I have been teaching for
about two months, coincidentally there are two meetings a week.
Currently he can master about more than 400 words and is able to
gradually construct sentences correctly. Isn't that great? This means
elementary school students were able to really accept these subjects
well. At least choose light material for him to get to know a new
language a little.
It is unfortunate if a student like Felita's ability to master this language
cannot be maximized because the school system or curriculum is not
very supportive. Principal's policy is needed in cases like this.
Well... I'm lucky, I was able to learn this foreign language even though
I stumbled because my brain is slower, aka Lola, to grasp material
than others. However, unexpectedly, it turned out that he was still able
to continue his education until he was able to meet many students and
all the unique facts that exist like what I have told you. But in the end
we can't change things. I myself am only able to write on a platform
like this, I hope that many will read, be aware, and be more sensitive
to small things like this.
The purpose of this paper is not only to practice writing skills , but also
to be self-reflection, and is intended to take lessons and at the same
time try to share them. If you can pass publication by the editorial
team, that's a happy bonus.
Indeed, to some extent there is a sense of disappointment with schools
that still take English lightly for elementary school children. However,
here there is also a feeling of happiness when it turns out that parents
still care about their children's abilities as shown by Felita's mother.
They know their child's needs and provide strong support. In addition,
I can also see more of the happiness that radiates from Felita when she
can pass verbal quizzes very well in every meeting.
This story is not meant to offend anyone. There are various points of
view that can be used to look at this problem. Yep , every problem that
is solved will surely be followed by the emergence of various lessons.
So, never stop learning!

HAMBATAN PENGAJARAN BAHASA


INGGRIS, BAGAIMANA MENGATASINYA?
by Smpn8 | Aug 13, 2019 | Blog
Kurangnya motivasi,  waktu yang dijadwalkan terbatas, tidak cukup sumber daya dan bahan, dan    
kelebihan siswa di setiap   kelas  sering menjadi      kendala bagi guru dalam pengajaran bahasa
Inggris sebagai  bahasa asing.    Namun, guru juga harus menggunakan kreativitasnya untuk
menyikapi keterbatasan dan kendala yang muncul dari peserta didiknya guna meminimalisir 
hambatan-hambatan yang memberikan kontribusi pada kegalalan dalam proses belajar mengajar
Bahasa Inggris di kelas.
Bahasa Inggris adalah salah satu dari empat mata pelajaran yang diujinasionalkan. Mau atau tidak
mau, suka atau tidak suka siswa harus menempuh selama tiga tahun di sekolah  menengah
pertama ataupun sekolah menengah atas. Untuk mengetahui sejauh mana proses belajar mengajar
Bahasa Inggris di sekolah, berikut hasil wawancara reporters kami dengan salah satu guru senior
yang ada di SMP Negeri 8 Surakarta, yaitu bapak Drs, Darwanto.
Ketika ditanya tentang pandangan umum bagaimana pengajaran Bahasa Inggris selama ini, beliau
menjawab bahwa jumlah siswa yang memiliki kemampuan yang memadai dari 4 (empat)
kompetensi bahasa Inggris, speaking, writing,  reading, dan listening, tidak lebih 10 % dari jumlah
siswa keseluruhan yang ada yang menguasai ke-empat kompetensi tersebut.  Sebaliknya, jumlah 
siswa yang memiliki kemampuan sangat minim terdapat sekitar 10% juga.
Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa sisanya yang 80% berada pada tingkat rata-rata artinya
bahwa mereka memiliki kemampuan yang cukup memadai dalam satu atau dua kompetensi saja,
yaitu reading atau writing. Beliau juga meyakini bahwa pada kelompok ini, sebenarnya siswa
memiliki kemampuan atau potensi untuk berkembang atau meningkatkan penguasaan bahasa
Inggris mereka tetapi mereka cenderung pasif dan kurang termotivasi untuk maju.
Hambatan
Menurut pria kelahiran Brebes ini yang sudah mengajar Bahasa Inggris hampir 27 tahun di sekolah
yang berbeda ini, beliau telah mengalami berbagai macam pengalaman yang berhubungan dengan
pengajaran bahasa Inggris dengan siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda beda pula,
baik dari segi ekonomi, sosal, dan budayanya. Menurut beliau, hal tersebut juga berpengaruh besar
pada jenis-jenis  kendala yang muncul. Namun pada garis besarnya, beliau melihat kendala tersebut
sebagai berikut:
Kurangnya motivasi siswa diyakini oleh beliau sebagai salah satu masalah utama dari pembelajaran
bahasa Inggris. Selanjutnya beliau menjabarkan bahwa motivasi siswa bisa berasal dari luar seperti
pergaulan dengan teman, kondisii keluarga dan lingkungan  tempat tinggal kurang mendukung  ke
arah itu.
Sementera motivasi dari dalam siswa itu sendiri karena siswa tersebut belum menemukan suatu
momen dimana mereka harus mempelari bahasa internasional ini dengan baik dan serius.
Pasalnya, banyak lulusan yang sudah bekerja banyak menyesal mengapa ketika di sekolah dulu dia
tidak belajar Bahasa Inggris dengan baik dan benar. Akibatnya, karir mereka harus  berhenti atau
tertunda karena  tidak mengguasai bahasa  asing ini,
Hambatan ke-dua adalah banyaknya siswa yang menganggapnya bahasa Inggris sebagai pelajaran
yang sulit.  Hal ini mungkin dikarenakan pengetahuan bahasa Inggris siswa sebelumnya minim dan
perbedaan yang menyolok dari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia terutama dalam pengucapan
kosa kata dan pola kalimat yang dipakainya.
Akibatnya, mereka cenderung pasif dan ragu ragu untuk mencobanya. Hal ini diperparah ketika
mereka kurang memperhatian pelajaran ketika proses belajar mengajar berlangsung. Bahkan
mereka cende-rung mengobrol dengan teman sebangkunya dan melakukan aktifitas lainnya seperti
corat-coret, belajar mata pelajaran,  bahkan ada yang tidur.
Hambatan ke-tiga adalah waktu yang tidak cukup untuk praktek. Menurut beliau kesempatan atau
waktu mereka berhubungan dengan Bahasa Inggris hanya ada di pelajaran Bahasa Inggris. Setelah
itu, mereka dihadapkan pada lingkungan yang tidak mendukung terjadinya intereaksi berbahasa
Inggris. Sementara itu, waktu di kelas sering sangat singkat; dua kali seminggu. Terus, kapan dan
dimana lagi mereka bisa berlatih dan menerapkannya?.  Jika situasi ini terjadi terus-menerus, kita
akan gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Yang tidak kalah penting yang diyakini beliau sebagai salah satu permasalahan yang turut kontribusi
dalam kegagalan dalam pembelajaran Bahasa Inggris adalah kurangnya sumber daya dan bahan
ajar. Sumber daya dan bahan di sini merujuk pada berbagai benda yang dapat digunakan untuk
mengajar seperti model, kartu, komputer, laboratorium bahasa, dan sebagainya. Mereka
memainkan peran penting dalam keberhasilan dari proses belajar-mengajar di kelas, karena mereka
mewakili elemen di dunia nyata, dimaksudkan untuk membantu sis-wa memahami dan menjelaskan
realitas.
Dengan kata lain, mereka membantu untuk mengubah sesuatu yang kompleks menjadi sederhana.
Misalnya, ketika guru ingin mengajar tentang binatang, maka akan agak sulit untuk memiliki siswa
memahami hanya dengan kata-kata, sehingga perlu sumber-sumber dan bahan pendukung materi
tersebut. Jadi, jika guru memberikan sedikit sumber daya dan bahan, itu akan membuat Inggris
menjadi jauh lebih rumit kepada peserta didik.
Masalah terakhir yang dihadapi dalam pengajaran bahasa Inggris adalah terlalu padatnya siswa di 
kelas bahasa Inggris. Jumlah peserta didik di ruang kelas yang khas dapat berkisar 1-15 atau dua
puluh peserta didik. Di Indonesia, bagaimanapun, guru dapat menemukan lebih dari tiga puluh siswa
di kelas yang sangat kecil tanpa tape recorder, televisi, poster, DVD.
Hal ini tentu akan sulit bagi guru untuk melaksanakan kegiatan dimana siswa dapat meningkatkan
keterampilan komunikasi mereka karena tidak mungkin untuk personalisasi pengajaran, dan sebagai
akibatnya  hasil yang tidak baik ditunjukkan setiap hari.
Alternatif pemecahan
Dari penjelasan permasalahan tersebut diatas, beliau memberikan beberapa alternatif jalan keluar 
untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sebagaimana beliau lakukan kepada peserta didiknya
sendiri selama ini.
a.  Siswa yang kurang memahami    Bahasa Inggris
Pada permasalahan ini, beliau berusaha untuk menanamkan akan pentingnya pelajaran Bahasa
Inggris itu, baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk menghadapi perkembangan zaman yang
terus berkembang dengan pesat dan semakin canggih, apabila kita tidak mempelajari Bahasa
Inggris maka kita akan tertinggal karena kebodohan kita.
b. Siswa menganggap Bahasa Ing-gris itu sukar dan sulit
Bila menghadapi siswa dengan permasalahan tersebut, maka beliau menjelaskan bahwa Bahasa
Inggris itu tidak sukar dan sulit. Jika siswa mau belajar dengan sungguh-ungguh, mengerjakan
latihan ataupun tuga-tugas, maka dengan sendirinya mereka akan terbiasa dengan soal-soal yang
diberikan, mulai dari yang mudah ke yang sulit, dan dengan sendirinya mereka akan memahami
Bahasa Inggris itu.
c. Lingkungan yang kurang menunjang
Dalam hal ini beliau menyaran- kan siswa untuk selalu berusaha berbahasa Inggris dengan
lingkungan terdekat mereka, misalnya dengan teman sebangkunya, orang tua ataupun anggota
keluarga lainnya. Latihan bisa diawali dengan hal yang kecil seperti menanyakan benda-benda yang
ada di lingkungan sekolah ataupun di rumah.
Ingatlah “language is habit”, bahasa itu adalah kebiasaan. Kalau kita biasa, maka kita akan berada
posisi nyaman ketika mereka harus berbahasa Inggris.
d. Siswa memiliki kosa kata yang terbatas
Mungkin karena kurangnya pengetahuan dan kurang membaca buku tentang Bahasa Inggris,
sehingga mereka kesulitan untuk memahami apa yang disampaikan guru dan sulit dalam
memahami bacaan. Dalam hal ini, kita memberikan pengertian kepada siswa akan arti pentingnya
membaca. Jadi, kita dorong dan bimbing siswa untuk rajin membaca.
e. Tidak tahunya penggunaan grammar.
Selain menjelaskan grammar dengan memberikan pola-pola atau bentuk-bentuk yang akan diguna-
kan, baik bentuk waktu kemarin, hari ini ataupun masa yang akan datang, kita juga tidak boleh patah
arang untuk senantiasa membiasakan diri mereka untuk membuat satu pertanyaan setiap kali kita
akan memualai pelajaran sesuai dengan materi ajar yang sedang mereka pelajaran atau materi ajar
yang sudah diajarkan.
f. Kurangnya media yang digunakan
Biasanya kita hanya menjelaskan, memberi gambaran secara lisan tentang suatu keadaan, bentuk
atau  seuatu tempat. Dalam hal ini, siswa hanya bisa membayangkan tanpa melihat secara
langsung bentuk ataupun keadaannya. Akibatnya,  mereka sulit untuk mengerti dan memahami
maksud yang kita sampaikan. 
Sebaiknya, kita menggunakan media dan menunjukannya. Apakah itu berupa gambar / benda-
benda nyata, sehingga siswa melihat dan mengetahui secara langsung, dan mengerti dengan apa
yang disampaikan guru, apalagi dengan adanya warna-warna yang menarik.

OBSTACLES TO TEACHING ENGLISH, HOW


TO OVERCOME THEM?
by Smpn8 | Aug 13, 2019 | Blog
Lack of motivation, limited scheduled time, insufficient resources and materials, and excess of
students in each class often become obstacles for teachers in teaching English as a foreign
language. However, teachers must also use their creativity to address the limitations and obstacles
that arise from their students in order to minimize the obstacles that contribute to failure in the
teaching and learning process of English in the classroom.
English is one of the four subjects tested nationally. Like it or not, like it or not, students have to take
three years in junior high school or high school. To find out the extent of the teaching and learning
process of English in schools, the following are the results of our reporters' interviews with one of the
senior teachers at SMP Negeri 8 Surakarta, namely Drs, Darwanto.
When asked about the general view of how English teaching has been so far, he replied that the
number of students who have adequate abilities from 4 (four) English competencies, speaking,
writing, reading, and listening, is no more than 10% of the total number of students. mastering these
four competencies. On the other hand, the number of students who have very minimal abilities is
around 10% as well.
Furthermore, he explained that the remaining 80% were at the average level, meaning that they had
sufficient ability in one or two competencies, namely reading or writing. He also believes that in this
group, students actually have the ability or potential to develop or improve their English mastery but
they tend to be passive and less motivated to progress.
Resistance
According to the man who was born in Brebes, who has taught English for almost 27 years in
different schools, he has experienced various kinds of experiences related to teaching English with
students who have different backgrounds, both in terms of economics, social and economics. the
culture. According to him, this also has a big influence on the types of obstacles that arise. But in
general, he sees these obstacles as follows:
Lack of student motivation is believed by him to be one of the main problems of learning
English. Furthermore, he explained that students' motivation could come from outside such as
association with friends, family conditions and the environment where they lived was not supportive
in that direction.
While the motivation is from within the students themselves because these students have not found
a moment where they have to learn this international language well and seriously. The reason is,
many graduates who have worked have regretted why when at school they did not learn English
properly and correctly. As a result, their careers have to stop or be delayed because they do not
master this foreign language,
The second obstacle is the number of students who consider English a difficult subject. This may be
due to the lack of prior knowledge of students' English and the striking differences from English and
Indonesian, especially in the pronunciation of vocabulary and sentence patterns they use.
As a result, they tend to be passive and hesitant to try. This is exacerbated when they pay less
attention to the lesson when the teaching and learning process takes place. They even tend to chat
with their classmates and do other activities such as doodling, study subjects, and some even sleep.
The third obstacle is insufficient time for practice. According to him, the opportunity or time they have
to deal with English is only in English lessons. After that, they are faced with an environment that
does not support the occurrence of English-speaking interactions. Meanwhile, class time is often
very short; twice a week. Then, when and where else can they practice and apply it? If this situation
persists, we will fail to achieve the goals we have set before.
No less important, which he believes to be one of the problems that contributed to the failure in
learning English, is the lack of resources and teaching materials. Resources and materials here refer
to various objects that can be used for teaching such as models, cards, computers, language
laboratories, and so on. They play an important role in the success of the teaching and learning
process in the classroom, because they represent elements in the real world, intended to help
students understand and explain reality.
In other words, they help to turn something complex into simple. For example, when the teacher
wants to teach about animals, it will be rather difficult to have students understand only with words,
so sources and materials are needed to support the material. So, if the teacher provides less
resources and materials, it will make English much more complicated for the students.
The last problem faced in teaching English is the overcrowding of students in the English class. The
number of learners in a typical classroom can range from 1-15 or twenty learners. In Indonesia,
however, teachers can find more than thirty students in a very small class without tape recorders,
televisions, posters, DVDs.
It will certainly be difficult for teachers to carry out activities where students can improve their
communication skills because it is impossible to personalize teaching, and as a result poor results
are shown on a daily basis.
Alternative solution
From the explanation of the problems mentioned above, he gave several alternative solutions to
overcome these problems as he did to his own students so far.
a. Students who do not understand English
On this issue, he tries to instill the importance of learning English, both for daily life and to face the
times that continue to develop rapidly and become increasingly sophisticated, if we do not learn
English, we will be left behind because of our ignorance.
b. Students think English is difficult and difficult
When facing students with these problems, he explained that English is not difficult and difficult. If
students want to study seriously, do exercises or assignments, then automatically they will get used
to the questions given, ranging from easy to difficult, and automatically they will understand English.
c. Unsupportive environment Lingkungan
In this case, he advised students to always try to speak English with their closest environment, for
example with their classmates, parents or other family members. Exercise can be started with small
things such as asking for objects in the school environment or at home.
Remember "language is habit", language is a habit. If we are used to it, then we will be in a
comfortable position when they have to speak English.
d. Students have limited vocabulary
Maybe because of their lack of knowledge and reading books about English, they have difficulty
understanding what the teacher is saying and it is difficult to understand the readings. In this case,
we give students an understanding of the importance of reading. So, we encourage and guide
students to be diligent in reading.
e. Does not know the use of grammar.
In addition to explaining grammar by providing patterns or forms that will be used, whether
yesterday, today or in the future, we also should not be discouraged to always get used to them to
make one question every time we will start the lesson according to the teaching material they are
studying or the teaching material that has been taught.
f. Lack of media used
Usually we just explain, give a verbal description of a situation, form or place. In this case, students
can only imagine without seeing directly the shape or situation. As a result, they are difficult to
understand and understand what we mean. 
Instead, we use the media and show it. Is it in the form of pictures / real objects, so that students see
and know directly, and understand what the teacher is saying, especially with the attractive colors.
Thus the interview with him and hopefully useful for all of us. The goal is clear so that students are
enthusiastic about learning and will not feel afraid or anxious to learn the international
language. (Team)

Anda mungkin juga menyukai