Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 2

Nama Mahasiswa : Liansi

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 022035184

Kode/Nama Mata Kuliah : IPEM4407/Metodologi Ilmu Pemerintahan

Kode/Nama UPBJJ : 48/Palangkaraya

Masa Ujian : 2021/22.1(2021.2)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS TERBUKA
1.) Analisis Sistem Sosial Menurut Alvin L. Bertrand

Istilah lembaga sosial dalam bahasa Inggris disebut social institution. Lembaga sosial
disebut juga lembaga kemasyarakatan atau pranata sosial. Lembaga sosial didefinisikan sebagai
kumpulan individu yang disatukan untuk mencapai tujuan bersama.

Tujuan umumnya termasuk memberikan hak dan hak istimewa kepada anggotanya.
Secara umum istilah institusi atau lembaga dapat memiliki banyak definisi yang berbeda,
tergantung pada lensa pemahaman. Namun yang pasti, lembaga menggambarkan sekelompok
orang atau gagasan.

a. Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang


Dasar 1945

Indonesia saat ini menganut sistem pemerintahan Presidensil, dimana adanya


pemisahan kekuasaan yaitu Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif yang berdasarkan prinsip “checks
and balances”, ketentuan ini tertuang dalam konstitusi, namun tetap diperlukan langkah
penyempurnaan, terutama pengaturan atas pembatasan kekuasaan dan wewenang yang jelas
antara ketiga lembaga Negara tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif,
yang menggunakan pendekatan yuridis normatif.

Dalam mengetahui dan membahas berbagai teori dan praktek berdasarkan UUD 1945 atas
pelaksanaan sistem pemerintahan Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
teoritis kewenangan lembaga-lembaga negara di Indonesia mengarah pada sistem
pemerintahan presidensil, namun kemudian secara praktek dalam menjalankan fungsi dan
kewenangan, lembaga negara tidak mencerminkan bahwa sistem pemerintahan Indonesia
menganut pemisahan kekuasaan yang ada dalam sistem pemerintahan presidensil akan tetapi
lebih dekat pada sistem pembagian kekuasaan. Dengan demikian, ketentuan yang diterapkan
berdasarkan UUD 1945 diperlukan kembali upaya penyempurnaan, agar secara konsepsional
dan prakteknya dapat berjalan secara ideal.

Unsur-Unsur Sistem Sosial

Menurut Alvin L. Bertrand, ada 10 unsur sistem sosial:

1. Keyakinan (pengetahuan)

2. Perasaan (sentiment)

3. Tujuan

4. Norma

5. Status dan peranan


6. Tingkatan atau pangkat (rank)

7. Kekuasaan atau pengaruh (power)

8. Sanksi

9. Sarana atau fasilitas

10. Tekanan ketegangaan (stress strain

a. Sifat dan Proses utama dalam Sistem Sosial

Sifat Terbuka dalam Sistem Sosial yaitu Sifat Menrima Unsur dari Luar Menurut Margono
Slamet Sistem Sosial dapat di Pengaruhi oleh:

a. Ekologi

b. Demografi

c. Kebudayaan

d. Kepribadian

Konsekuensi dari sistem yang bersifat terbuka yang memahami pertukaran dengan
lingkungannya, akan mengalami perubahan. Perubahan yang diakui sebagai unsur yang
dinamis, ditata sehingga tidak menyebabkan keguncangan (sistem sosial) memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri. Dengan kata lain, suatu perubahan diterima dengan tetap menjaga
stabilitas keteraturan dalam sistem walaupun mungkin keteraturan itu adalah hasil
dari konflik.

b. Proses utama dalam Sistem Sosial

Menurut ALvin L. Bertran bahwa proses utama dalam sistem sosial adalah sebagai berikut :

a. Komunikasi

b. Memelihara tapal batas

c. Penjalinan sistem

d. Sosialisasi

e. Pengawasan sosial
f. Pelembagaan

g. Perubahan sosial

Alvin L. Bertrand (1980) mengemukakan bahwa dalam suatu sistem sosial paling tidak
harus Memenuhi :

a. Dua orang atau lebih

b. terjadi interaksi antara manusia

c. Bertujuan

d. memiliki struktur, simbol dan harapan-harapan bersama yang dipedomani

2.) Fakta Kasus Gubernur Kepri: Suap Izin Reklamasi, Uang Pecahan Asing, hingga Ditahan KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Kepulauan Riau Nurdin
Basirun sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait izin prinsip reklamasi di Tanjung Piayu,
Kepulauan Riau (Kepri).

Nurdin bersama sekitar lima orang lainnya terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK

1. Tetapkan empat orang sebagai tersangka

Selain Nurdin, KPK menjerat tiga orang lainnya sebagai tersangka. Mereka adalah Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan (DKP) Edy Sofyan, Kepala Bidang Perikanan Tangkap DKP Budi Hartono
dan pihak swasta bernama Abu Bakar.

Nurdin, Edy dan Budi disebut sebagai terduga penerima suap. Sementara itu, Abu Bakar disebut
sebagai terduga pemberi suap.

2. Diduga terima 11.000 dollar Singapura dan Rp 45 juta

KPK menduga Nurdin menerima suap secara bertahap dari Abu Bakar dengan total nilai 11.000
dollar Singapura dan Rp 45 juta. Uang itu diberikan lewat Edy dan Budi.

Rinciannya, pada 30 Mei 2019, Nurdin diduga menerima uang sebesar 5.000 dollar Singapura
dan Rp 45 juta lewat Edy.
3. Untuk muluskan izin pembangunan resor

Menurut Basaria, suap itu diberikan untuk memuluskan kepengurusan izin yang diajukan Abu
Bakar di Tanjung Piayu, Kepri.

Pada Mei 2019, Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di
Tanjung Piayu, Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektar.

Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan
hutan lindung.

4. Temuan uang dalam 5 pecahan mata uang asing

Saat menggeledah rumah dinas Nurdin, Rabu malam, tim KPK juga mengamankan sejumlah
uang dalam 5 pecahan mata uang asing dan Rp 132.610.000.

KPK mengamankan sejumlah uang dengan rincian, 43.942 dollar Singapura, 5.303 dollar
Amerika Serikat, 5 euro, 407 ringgit Malaysia, 500 riyal Arab Saudi, Rp 132.610.000.

5. Nurdin dan tiga tersangka ditahan

Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Nurdin bersama tiga orang lainnya ditahan oleh KPK,
Jumat (12/7/2019) dinihari. Mereka ditahan untuk 20 hari pertama.

Gubernur Kepri dan Kadis KKP jadi Tersangka Kasus Izin Reklamasi

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan 4 orang tersangka dalam kasus dugaan suap
izin rencana reklamasi di Kepulauan Riau tahun 2018/2019 dan gratifikasi yang berhubungan
dengan jabatan.

Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi memberikan atau menerima hadiah atau
janji terkait dengan izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan

Keempat orang tersangka itu antara lain, Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun (NBA);
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Edy Sofyan (ES) dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap,
Budi Hartono (BUH) yang didiga sebagai penerima, dan Abu Bakar (ABK) dari pihak swasta yang
disangkakan sebagai pemberi.

Kasus itu bermula pada Mei 2019 lalu, saat Abu Bakar mengajukan izin pemanfaatan laut untuk
melakukan reklamasi di Tanjung Piayu, Batam. Izin itu untuk pembangunan resort di area seluas
10,2 hektare. Padahal lokasi tersebut merupakan kawasan budidaya dan hutan lindung.
KPK menduga, Nurdin sudah memiliki hubungan dekat dengan Abu Bakar, sehingga Nurdin
selaku Gubernur memerintahkan kepada Budi dan Edy segera memuluskan perizinan untuk Abu
Bakar.

KPK juga mengamankan sejumlah uang di rumah dinas Nurdin. Uang-uang tersebut senilai
43,942 dollar Singapura; 5,303 dollar AS; 5 euro; 407 ringgit Malaysia; Riyal 500 riyal Arab Saudi
dan Rp.132,610,000

Sebagal pihak yang diduga penerima suap dan gratifikasi, Nurdin disangkakan melanggar Pasal
12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11, dan Pasal 12 B Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan tindak Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Kemudian Budi dan Edy yang diduga sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12
huruf a atau huruf b atau Pasal 11, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP;

Sementara Abu Bakar yang diduga sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat
(1) huruf a atau humf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan TIndak
Pldana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (OL-7)

3.) Perubahan Kewenangan Pemerintah Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahin


2014 Tentang Pemerintah Daerah

Perubahan Kewenangan Pemerintah DaerahBerdasarkan Undang-Undang Nomor 23


Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menggunakan metode penelitian normatif yang
kemudian disertai denganpendekatan perbandingan komparatif terhadap peraturan
perundang-undangan. Perubahankewenangan berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang PemerintahanDaerah, mengubah batas-batas kewenangan serta istilah yang
digunakan. Menimbulkanpertanyaan bagaimana perubahan kewenangan tersebut karena
pencabutan Undang-Undangyang dimaksud. Bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang PemerintahanDaerah, pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, yanglebih dikenal dengan kewenangan wajib dan pilihan. Sedangkan dalam
Undang-Undang 23Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan kewenangan yang
terbagi yaitukewenangan absolut, konkuren, dan umum.

a. Penjelasan Atas UU Nomor 32 Tahun 2004

Pada dasarnya perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah ditujukan untuk mendorong lebih terciptanya daya guna dan hasil guna
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam menyejahterakan masyarakat, baik melalui
peningkatan pelayanan publik maupun melalui peningkatan daya saing Daerah.

b. Penjelasan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dikeluarkan untuk menggantikan


Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan. dan tuntuuan pernyelenggaraan
pemerintahan daerah.

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua
kali. Penyempurnaan yang pertama dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Adapun perubahan kedua ialah dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Serangkaian UU Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya tersebut


menyebutkan adanya perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Seusunan
pemerintahan daerah menurut UU ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan
daerah kebupaten, dan DPRD. Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD
dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah
provinsi dan DPRD provinsi. Aadapun pemerintah daerah kabupaten/kota terdiri atas
pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota.

Seiring berubahnya susunan pemerintahan daerah, kewenangan pemerintah daerah pun


mengalami beberapa perubahan. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan
pemerintahan daerah meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan


tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh
pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas tugas
pembantuan.
3. Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum yang menjadi
kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan bupati/wali kota,
dibiayai oleh APBN.

Ada perbedaan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah pada Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 yaitu pada Undang-Undang Nomor
32 tahun 2004, urusan pemerintahan hanya terbagi dua yaitu urusan absolut dan urusan
konkuren.
c. Analisis Fungsi Kepala Daerah dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sesuai Prinsip-
Prinsip Demokrasi

Skripsi ini berjudul Fungsi Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Sesuai Prinsip-
Prinsip Demokrasi, dimana Kepala daerah sebagai unsur dalam penyelenggaraan pemerintahan.
kaidah atau norma-norma berlandaskan asas otonomi daerah. Dalam pemerintahan daerah,
yang dilakukan oleh kepala daerah untuk menumbuhkembangkan pemerintahan atas prakarsa,
inisiatif, kreatif berdasarkan partisipasi masyarakat daerah untuk melaksanakan pemerintahan
demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat dilandasi dengan kepemilikan
rakyat. Dalam melaksanakan tugasnya untuk mengurus sendiri urusan rumah tangga,
pemerintahan daerah di dalam menyelenggarakan urusan hukum dan peraturan perundang-
undangan bersama dengan dewan perwakilan rakyat daerah sebagai unsur pembuat peraturan
daerah yang memiliki legalitas dalam tindakan pemerintahan daerah.

Kepala daerah adalah pemerintahan daerah sehingga menjadi pemimpin daerah perlu
memahami dan melaksanakan dengan benar otonomi daerah sebagai instrumen politik yang
digunakan untuk mengoptimalkan sumber daya daerah sehingga dapat digunakan sebesar-
besarnya kemajuan masyarakat di daerah terutama untuk menghadapi tantangan global, juga
untuk mendorong perkembangan/pemberdayaan masyarakat, menumbuhkembangkan
prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat dan mengembangkan
partisipasi masyarakat daerah. Dalam penulisan skripsi ini teknik analisis normatif,
pengumpulan data dengan teknik kepustakaan, dan teknik analisis data menggunakan
deskripsi.

Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut paham demokrasi, sehinggga


semua kewenangan dimiliki oleh rakyat. Negara Indonesia yang besar dan luas dari georafis
serta terdiri dari beribu-ribu pulau yang dibatasi dengan laut, tidak akan mungkin dapat
melaksanakan secara efektif. Oleh karena itu Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan dengan konsekuensi hukum, maka
dibentuklah pemerintahan daerah yang diatur dengan peraturan perundang-
undangan. pemerintah daerah secara konstitusional, dimana wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi di atas kabupaten dan kota,
setiap-tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota memiliki pemerintahan daerah serta bentuk
pemerintahannya diatur dengan undang-undang. Pemerintah negara membagi-bagikan
pemerintahan menjadi pemerintah daerah, yang bertujuan mewujudkan terwujudnya
kesejahteraan bagi masyarakat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara Republik
Indonesia sebagai negara kesatuan menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk
menyelenggarakan Otonomi Daerah.

Desentralisasi merupakan segala hal, baik pengaturan dalam pembuatan peraturan perundang-
undangan, maupun penyelenggaraan pemerintah dari pemerintah kepada pemerintah daerah
untuk selanjutnya menjadi pusat urusan rumah sendiri. Desentralisasi pemerintahan yang
pelaksanaannya diwujudkan dengan mempersembahkan otonomi kepada daerah-daerah,
didalam meningkatkan daerah-daerah mencapai daya guna dan hasil guna pemerintahan dalam
rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Dengan demikian
daerah perlu diberikan wewenang untuk melaksanakan berbagai urusan pemerintahan sebagai
urusan rumah tangganya, serta sekaligus memiliki pendapatan daerah.Konsep Negara
Indonesia seperti dalam Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pelaksanaan otonomi memiliki prinsip demokrasi, otonomi luas dan kewenangan yang
luas, pembagian kekuasaan, pengaturan hak, keadilan dan hak-hak asli. Oleh karena itu
merupakan salah satu penyelenggaraan pemerintahan negara yang diberikan oleh pemerintah
daerah untuk mengelola dan mengurus masyarakat setempat.

Pemerataan keadilan dengan memperhatikan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi
dan keanekaragaman antar daerah. Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan kebijakan
daerah, menyangkut kewajiban dari pemerintahan ke masyarakat yang diharapkan dapat
tumbuh dan berkembang keprakarsaan dan kemandiriannya dalam iklim demokrasi dewasa
ini. Demokrasi dan desentralisasi merupakan dua kosep yang berbeda, namun tidak saling
meniadakan.

Pelaksanaan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dimaknai sebagai


penyerapan aspirasi masyarakat, partisipasi masyarakat dalam menentukan kebijakan daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah. Sedangkan desentralisasi
pemerintahan memberikan kewenangan bagi masyarakat daerah dalam berperan untuk
kemandirian dan kebebasan tetap berada pada sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah berwenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri
dalam kesatuan-kesatuan. Penyerahan berwenang pemerintahan oleh pemerintah kepada
pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, maka
demokrasi merupakan sarana dari desentralisasi dalam mencapai tujuan untuk kesejahteraan
rakyat, transparansi dan transparansi pelaksanaan dalam penyelenggaraan pemerintah daerah
merupakan fungsi dari pelaksanaan tugas dan wewenang.

Kepala Daerah adalah pemerintahan memiliki fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan


daerah berdasarkan prinsip-prinsip prinsip. Menurut penjelasan Pasal 27 huruf (d) Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang telah mengalami perubahan
dengan Undang-Undang 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa kepala daerah dalam
melaksanakan tugas dan wewenang melaksanakan tugas-tugas demokrasi yang merupakan
fungsi kepala daerah untuk menyerap aspirasi masyarakat, peningkatan partisipasi, serta
pengaduan pengaduan masyarakat. Kepala Daerah dalam melaksanakan kehidupan demokrasi
sebagai penyelenggara pemerintah daerah yang bermakna kabur. Demokrasi dalam istilah
politik pada Pasal 27 Ayat (1) huruf d menjadi norma yang kabur atau tidak jelas ( menyebutkan
bahwa kepala daerah dalam melaksanakan tugas dan berwenang melaksanakan kewajiban
melaksanakan demokrasi yang merupakan fungsi kepala daerah untuk menyerap aspirasi,
peningkatan partisipasi, serta melaporkan bahwa masyarakat.
Kepala Daerah dalam melaksanakan kehidupan demokrasi sebagai penyelenggara pemerintah
daerah yang bermakna kabur. Demokrasi dalam istilah politik pada Pasal 27 Ayat (1) huruf d
menjadi norma yang kabur atau tidak jelas ( menyebutkan bahwa kepala daerah dalam
melaksanakan tugas dan berwenang melaksanakan kewajiban melaksanakan demokrasi yang
merupakan fungsi kepala daerah untuk menyerap aspirasi, peningkatan partisipasi, serta
melaporkan bahwa masyarakat. Kepala Daerah dalam melaksanakan kehidupan demokrasi
sebagai penyelenggara pemerintah daerah yang bermakna kabur. Demokrasi dalam istilah
politik pada Pasal 27 Ayat (1) huruf d menjadi norma yang kabur atau tidak jelas (samar
norman ), karena jelas ukuran penyerapan aspirasi, peningkatan partisipasi tidak serta
mengeluhkan pengaduan masyarakat. Masyarakat yang dimaksud masyarakat yang terwakili
dalam lembaga legislatif, kelompok masyarakat yang tergabung dalam Lembaga Swadaya
Masyarakat, Organisasi Masyarakat (Ormas) atau organisasi non pemerintah, masyarakat
petani, pengusaha atau rakyat jelata dan lain sebagainya masih adanya ketidakjelasan
makna. Sedangkan demokrasi didefinisikan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Anda mungkin juga menyukai