Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS KRANIOTOMI


DI RUANG H1 RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA

Oleh :
Fibria Adisty Yunandari
2130111

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN DIAGNOSA POST OP KRANIOTOMI DI RUANG H1 RSPAL DR.
RAMELAN SURABAYA

Oleh :
Fibria Adisty Yunandari
2130111

Surabaya, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Lahan

Kepala Ruangan
LAPORAN PENDAHULUAN
POST OPERASI KRANIOTOMI

A. Definisi Kraniotomi
Kraniotomi adalah salah satu bentuk dari operasi pada otak. Operasi ini
paling banyak digunakan dalam operasi untuk mengangkat tumor pada otak
(Hastuti, 2019). Kraniotomi adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk
mengeluarkan hematom di dalam ruangan intrakranial (Satyanegara, 2010).
B. Tujuan Kraniotomi
Tujuan dari kraniotomi menurut Satyanegara adalah sebagai berikut:
1. Mengontrol perdarahan otak
2. Membuat drain pada abses
3. Mengambil hematoma
4. Memperbaiki pembuluh darah abnormal seperti pada malformasi
arteriovena
C. WOC Kraniotomi

Post hematom
Adanya Op Kraniotomi
pada otak

Luka insisi Tindakan Kraniotomi


Resiko Infeksi

Penekanan pada susunan


saraf pusat

Mengaktivasi Perdarahan otak


reseptor nyeri
Penurunan Penekanan pusat Penekanan pada
Kerusakan Aliran darah ke
Melalui sistem kesadaran pernapasan sistem kardiovaskuler
neuromuskular otak terganggu
saraf asendens
Akumulasi Peningkatan RR
Paralisis Penurunan suplai Penurunan aliran
mucus
Nyeri Akut O2 ke otak darah

Hambatan Bersihan Jalan Pola Napas


Risiko Perfusi Perifer
Mobilitas Fisik Napas Tidak efektif Tidak Efektif
Perfusi Tidak Efektif
Serebral
tidak efektif
D. Manifestasi Klinis Kraniotomi
Tanda dan gejala dari post operasi kraniotomi adalah sebagai berikut:
1. Mengalami pusing
2. Bisa menimbulkan gangguan pada tanda-tanda vital
3. Muntah

E. Komplikasi Kraniotomi
Komplikasi dari pembedahan kraniotomi adalah sebagai berikut:
1. Syok
2. Gangguan perfusi jaringan yang biasa disebabkan oleh tromboplebitis.
3. Kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehisiensi luka atau
eviserasi. Dehisiensi luka merupakan terbukanya tepi-tepi luka. Eviserasi
luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi. Faktor penyebab
dehisensi atau eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup waktu
pembedahan

F. Pemeriksaan Penunjang Kraniotomi


Pemeriksaan diagnostik pada pasien post operasi kraniotomi sebagai berikut:
1. CT scan atau MRI untuk pemeriksaan tengkorak untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan, luasnya lesi, dan perubahan pada jaringan otak.
2. Angiografi Serebral. Anomali sirkulasi bisa ditunjukkan pada
pemeriksaan ini seperti edema, perdarahan dan trauma karena terdapat
perubahan jaringan pada otak sekunder.
3. EEG. Electroencephalogram (EEG) merupakan suatu test untuk
mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.
4. Foto rotgen, untuk mendeteksi adanya perdarahan struktur pada tulang
(fraktur) perubahan pada struktur garis (perarahan/edema) serta fragmen
tulang.
5. Kadar elektrolit, untuk menilai keseimbangan elektrolit

G. Penatalaksanaan Kraniotomi
Menurut Hudak & Gallo (2000):
1) Perbaiki dan jaga jalan nafas.
2) Oksigenasi dan ventilasi harus adekuat
3) Setiap jam sekali GCS/respon pupil di observasi
4) Lakukan perawatan mata dan daerah yang tertekan.
5) Minimal satu kali per shift lakukan suction atau sesuaikan dengan
kebutuhan
6) Tali endotracheal harus di rawat dan di posisikan di atas telinga atau
posisi yang tinggi

H. Konsep Asuhan Keperawatan Kraniotomi


1. Pengkajian Keperawatan
1) Keluhan Utama
Umumnya mengeluh nyeri kepala.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengeluh nyeri kepala, terdapat luka, terdapat
secret pada saluran pernafasan.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit seperti hipertensi, diabetes melitus.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien dengan post operasi kraniotomi mempunyai riwayat
keturunan seperti penyakit hipertensi dan stroke (Wulandari, 2019).
5) Pemeriksaan Fisik: B1-B6
a) B1 (Breathing)
Pasien dengan kraniotomi sudah terjadi disfungsi pernapasan,
biasanya pasien terpasang ventilator sebagai penunjang alat
pernafasan serta juga terpasang ETT.
b) B2 (Blood)
Pasien dengan kraniotomi tekanan darahnya tidak menentu,
akralnya dingin, warna kulitnya pucat.
c) B3 (Brain)
Kesadaran pasien umumnya akan menurun.
d) B4 (Bladder)
Terdapat penggunaan kateter karena telah dilakukan operasi.
Setelah pembedahan pasien mungkin mengalami inkontinensia
urin.
e) B5 (Bowel)
Terjadi penurunan nafsu makan. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi.
f) B6 (Bone)
Tidak terdapat edema pada ekstremitas. Semua aktifitas di
bantu karena mengalami penurunan kesadaran serta harus bedrest
total.

2. Diagnosa Keperawatan Prioritas


1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan efek agen
farmakologis (anastesi) (SDKI, D.0001, hal 18)
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik: prosedur
operasi (SDKI, D.0077, hal 172)
3) Resiko perfusi serebral tidak efektif dibuktikan dengan faktor risiko:
efek samping tindakan (tindakan operasi) (SDKI, D.0017, hal 51)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi Keperawatan Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
1 Bersihan jalan napas Setelah dilakukan
Latihan Batuk Efektif (SIKI, 1.01006 Latihan Batuk Efektif (SIKI, 1.01006
tidak efektif tindakan hal 142) hal 142)
berhubungan dengan Observasi
keperawatan selama Observasi
efek agen 3 x 24 jam, maka 1. Identifikasi kemampuan batuk 1. Untuk mengetahui kemampuan
farmakologis Terapeutik
bersihan jalan napas pasien dalam mengeluarkan sputum
(anastesi) (SDKI, meningkat 2. Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan secara mandiri
D.0001, hal 18) 3. Lakukan penghisapan lendir kurang
kriteria hasil (SLKI, Terapeutik
hal 18): dari 15 detik 2. Agar tidak terjadi obstruksi jalan
1. Batuk 4. Berikan oksigenasi
efektif napas
meningkat Edukasi 3. Cara pembersihan jalan napas
5. Anjurkan tarik napas dalam melalui
2. Produksi sputum secara mekanik untuk pasien yang
menurun hidung selama 4 detik, ditahan tidak mampu batuk secara efektif
3. Dispnea menurun selama 2 detik, kemudian keluarkan 4. Memaksimalkan pernapasan pasien
4. Frekuensi napas dari mulut dengan bibir mencucu Edukasi
membaik (dibulatkan) selama 8 detik. 5. Agar pasien mampu mampu
5. Pola napas
Anjurkan mengulangi tarik napas melakukan batuk efektif secara
membaik dalam hingga 3 kali dan batuk mandiri
dengan kuat setelah tarik napas Kolaborasi
dalam yang ke-3 6. Membantu mengencerkan sekret
Kolaborasi
6. Kolaborasi pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika perlu
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (SIKI, 1.08238, hal Manajemen Nyeri (SIKI, 1.08238,
berhubungan dengan intervensi selama 3 x 201) hal 201)
agen pencedera fisik: 24 jam, maka nyeri Observasi Observasi
prosedur operasi menurun dengan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Identifikasi karakteristik nyeri
(SDKI, D.0077, hal kriteria hasil (SLKI, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas merupakan suatu hal yang penting
172) hal 145): nyeri, skala nyeri untuk memilih intervensi yang tepat
1. Keluhan nyeri Terapeutik dan untuk mengevaluasi keefektifan
menurun 2. Berikan teknik nonfarmakologis dari terapi yang diberikan
2. Meringis untuk mengurangi rasa nyeri (seperti Terapeutik
menurun terapi musik, kompres 2. pemberian teknik non farmakologis
3. Sikap protektif hangat/dingin) dapat membantu klien dalam
menurun 3. Fasilitasi istirahat dan tidur mengurangi rasa nyeri
4. Gelisah Edukasi 3. Agar pasien merasa nyaman
menurun 4. Jelaskan penyebab nyeri dan strategi Edukasi
5. Kesulitan tidur meredakan nyeri 4. Dengan menjelaskan hal tersebut
menurun Kolaborasi dapat membantu klien bahwa
6. Frekuensi nadi 5. Kolaborasi pemberian analgetik, jika informasi tentang mengontrol nyeri
membaik perlu adalah hal yang penting
Kolaborasi
5. Pemberian analgetik dapat memblok
nyeri pada susunan saraf pusat
3 Resiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan Tekanan Manajemen Peningkatan Tekanan
serebral tidak efektif intervensi selama 3 x Intrakranial (SIKI, 1.06194, hal 205): Intrakranial (SIKI, 1.06194, hal
dibuktikan dengan 24 jam, maka perfusi Observasi 205): Observasi
faktor risiko: efek serebral meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan 1. Untuk mengetahui penyebab TIK
samping tindakan dengan kriteria hasil TIK dan segera melakukan tindakan
(tindakan operasi) (SLKI, hal 86; hal 2. Monitor intake dan output cairan yang tepat.
(SDKI, D.0017, hal 120): Terapeutik 2. Mengetahui status cairan klien.
51) 1. Tingkat 3. Menyediakan lingkungan yang Terapeutik
kesadaran tenang 3. Meminimalkan adanya stimulus.
meningkat 4. Cegah terjadinya valsava manuver
2. Nilai rata-rata Edukasi 4. Mengurangi tekanan intrathorakal
tekanan darah dan 5. Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai dan intraabdominal sehingga
frekuensi nadi indikasi menghindari peningkatan TIK.
membaik Kolaborasi Edukasi
6. Kolaborasi pemberian anti konvulsan 5. Untuk mencegah komplikasi yang
jika perlu lebih parah.
Kobalorasi
6. Pemberian anti konvulsan dapat
membantu mengobati kejang.
Daftar Pustaka

Hastuti, Duwi Sri. 2019. Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada An. AZ
dengan Post Operasi Craniotomy atas Indikasi Space Occupying Lesion
(SOL) dengan Intervensi Inovasi Penggunaan 2% Chlorhexidine
Gluconate (CHG) sebagai Perawatan Menyeka Harian untuk Mengurangi
Bakteremia pada Anak yang Dirawat Di Ruang PICU RSUD A. Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2019. Universitas Muhammadiyah
Kalimantan Timur: Karya Ilmiah Akhir Ners
Satyanegara. 2010. Buku Ajar Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jogjakarta: Dewan Pengurus
Pusat PPNI
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan Edisi 1. Jogjakarta :Dewan Pengurus
Pusat PPNI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan Edisi 1. Jogjakarta : Dewan
Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai