Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ARDS

OLEH:
1. Ni Nyoman Tri Puspita Dewi C1116001
2. Ni Made Nita Dwiyanti C1116002
3. Kadek Haryka Maestriani C1116003
4. I Gst Agung Istri Dwi Ardi C1116008
5. Ni Luh Ade Yusma Wardani C1116034
6. Ni Wayan Yuwana Paramitha A. C1116033
7. Ayu Ika Cahya Dewantari C1116037
8. Ni Luh Yunita Asmarani Utami C1116007
9. Ni Kadek Sintya Devita Sari C1116017
10.Kadek Ema Sri Wijayanti C1116019
11.Ni Putu Wulan Meidiantari C1116011
12.Ni Putu Eka Sri Astuti C1116025
13.Ida Ayu Nyoman Surya Dewi C1116032
14.Ni Kadek Nanda C1116028
15.Ni Made Winda Sukma Dewi C1116031
16.Sayu Mirah Cahya Dewi C1116029

SEMESTER VII A PRODI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2019
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi

Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) adalah suatu sindrom


kegagalan pernafasan akut yang ditandai dengan edema paru akibat peningkatan
permeabilitas. Keadaan ini dipergakan dengan adanya infiltrasi luas pada
radiografi dada, gangguan oksigenasi, dan fungsi jantung normal (Samik,1996).
Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan keadaan gagal
nafas yang timbul pada klien dewasa tanpa kelainan paru yang mendasari
sebelumnya (Mutaqqin, 2013).
Adult Respiraotry Distress Syndrome (ARDS) merupakan suatu bentukan
dari gagal nafas akut yang ditandai dengan : hioksemia, penurunan fungsi paru-
paru, dispnea, edema paru-paru bilateral tanpa gagal jantung, dan infiltrate yang
menyebar. Selain itu ARDS juga dikenal dengan nama “noncardiogenic
pulmonary edema atau shock pulmonary” (Somantri, 2007).
Berdasarkan pengertian diatas ADRS adalah kondisi kedaruratan paru yang
tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang
sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau
nonpulmonal.
2. Etiologi
Faktor-faktor penyebab dari ADRS yaitu:
Mekanisme Etiologi
Kerusakan paru akibat Kelainan paru akibat kebakaran, inhalasi gas oksigen,
inhalasi (mekanisme aspirasi asam lambung, tenggelam, sepsis, syok
tidak langsung) (apapun penyebabnya), koagulasi intravaskular
tersebar (disseminated intravascular caagulation-DIC),
dan pankreatitis idiopatik,
Obat-obatan Heroin dan salisilat.
Infeksi Virus, bakteri, jamur, dan TB paru.
Sebab lain Emboli lemak, emboli cairan amnion, emboli paru
trombosis, rudapaksa (trauma) paru. radiasi, keracunan
oksigen, transfusi masif, kelainan metabolik (uremia),
bedah mayor.

3. Epidemiologi
Tahun 1967 Ashbaugh dan kolega mendeskripsikan 12 pasien dewasa
dengan takipnea, hipoksemia refrakter, dan opasitas difus pada foto thoraks
setelah infeksi atau trauma. Tujuh pasien meninggal (mortalitas 60%). Membran
hialin prominen terlihat pada rongga alveolar paru pada 6 dari 7 pasien yang
meninggal. Penemuan tersebut spesifik untuk sindrom distres napas pada neonatus
pada saat itu, maka diusulkanlah istilah sindrom distres napas dewasa / adult, yang
selanjutnya diganti akut / acute respiratory distress syndrome (ARDS).
ARDS mempengaruhi sekitar 200.000 pasien setiap tahun di Amerika
Serikat, menyebabkan hampir 75.000 kematian setiap tahun. Mortalitas akibat
ARDS berkisar antara 35% sampai 46%. Pasien yang hidup dapat mengalami
morbiditas fisik, neuropsikiatrik, dan neurokognitif yang berat dan persisten, serta
menyebabkan gangguan kualitas hidup yang signifikan sampai 5 tahun setelah
pasien sembuh dari ARDS (Fan,2018).
4. Patofisiologi

Masalah fisiologis utama yang ditimbulkan oleh ARDS adalah hipoksemia


arteri, gangguan pengeluaran CO2 dan gangguan kardiovaskuler. Kegagalan
pernafasan diduga sebagai suatu masalah pada satu atau lebih langkah yang
diperlukan untuk mempertahankan produksi pada tingkat mitokondria. Setiap
kategori mekanistik atama hipoksemia menyebabkan pada terjadinya desaturasi
arterial ARDS : hipoventilasi, gangguan difusi oksigen alveolar, ketidaksesuaian
ventilasi perfusi (V/Q), dan shuntdarah vena desaturasi yang abnormal ke sirkuit
arteri sistemik.
Kerusakan terhadap saluran pernafasan kecil dan membrana kapiler alveoli
mengganggu secara serius keseimbangan ventilasi dengan perfusi dengan
meningkatkan jarak antara ruang udara dan darah. Banyak unit paru tertutup atau
kolaps, karena itu menimbulkan shunt yang sebenarnya. Asidosis asam laktat dan
penurunan saturasi oksigen pada campuran darah vena merupakan hal yang khas
pada kegagalan transport oksigen. Kegagalan ambilan O2 berarti ketidakmampuan
jaringan untuk mengekstraksi dan menggunakan oksigen untuk metabolisme.
Restriksi cairan, tekanan positif akhir ekspirasi, dan cidera parenkim
meningkatkan ketidaksesuian ventilasi-perfisidan pembentukan ruang mati (dead
space). Barotraumas berhubungan dengan ventilator memperbesar rongga udara
yang terventilasi dengan mengorbankan perfusi, yang membantu terjadinya
kegagalan untuk mengeliminasi CO2. Karena mekanisme pengiriman oksigen
tergantung erat pada keadekuatan perfusi, tiap kerusakan fungsi kardiovaskuler
yang ditampilkan dengan ARDS memperbesar krisis oksigenasi jaringan
(Suardani, 2014).
5. Pathway

Inhalasi, obat, infeksi, emboli paru, trauma paru,


kelainan metabolik

ARDS

Mekanisme Penurunan suplai Bronkhokonstriks


kompensasi oleh O2 ke otak i
paru – paru &
jantung

Akumulasi secret
Penurunan
jalan nafas
Sesak nafas, kesadaran
hiperkapnea,
perubahan AGD

Menurunnya
Ketidakmampua kemampuan
Penurunan n memenuhi batuk efektif
ekspansi kebutuhan
Gangguan
paru perawatan diri
pertukaran gas

Ketidakefektifan
bersihan jalan
Defisit
Pola nafas nafas
perawatan diri
tidak
efektif

6. Fase yang Menggambarkan Terjadinya ARDS


a. Eksudatif
Ditandai dengan adanya perdarahan pada permukaan parenkim paru, edema
interstisial atau alveolar, penekanan pada bronkiolusterminalis, dan kerusakan
pada sel alveolar tipe I.
b. Fibroproliferatif
Ditandai dengan adanya kerusakan pada sel alveolar tipe II, peningkatan
tekanan puncak inspirasi, penurunan compliance paru (statik dan dinamik),
hipoksemia, penurunan fungsi kapasitas residual, fibrosisinterstisial, dan
peningkatan ruang rugi ventilasi.
7. Tanda dan Gejala

Tanda gejala ARDS yaitu :


a. Distres pernafasan akut : takipnea, dispnea, pernafasan menggunakan otot
aksesori, sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beebrapa jam sampai
seharian.
c. Krakles halus di seluruh bidah paru.
d. Perubahan sensorium yang berkisar dari kelam piker dan agitasi sampai
koma.
e. Gejala ARDS muncul 24-48 jam setelah penyakit berat atau trauma.
Awalnya terjadi sesak nafas, takipnea dan nafas pendek dan terlihat jelas
penggunaan otot pernafasan tambahan. Pada pemeriksaan fisik akan
didapatkan ronkhi dan mengi.
f. Pada penderita yang tiba-tiba mengalami sesak nafas pada 24 jam setelah
sepsis atau trauma, kecurigaan harus ditujukan pada ARDS (Suardani, 2014).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnostik ARDS dapat dibuat berdasarkan pada kriteria berikut :
a. Gagal napas akut.
b. Infiltratpulmoner “fluffy” bilateral pada gambaran Rontgen thoraks.
c. Hipoksemia (PaO2 di bawah 50-60 mmHg) meski FcO2 50-60% (fraksi
oksigen yang dihirup).
d. Chest X—ray: pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga
terlihat adanya bayangan infiltrat yang terletak di tengah region perihilar paru-
paru. Pada stadium lanjut, terlihat penyebaran di interstisial secara bilateral
dan infiltrat alveolar, menjadi rata dan dapat mencakup keseluruhan lobus
paru-paru. Tidak terjadi pembesaran pada jantung.
e. ABGs: hipoksemia (penurunan PaO2), hipokapnia (penurunan nilai CO2 dapat
terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi),
hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukkan terjadi gangguan pernapasan.
Alkalosisrespiratori (pH> 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis
dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan
anatomicaldeadspace dan penurunan ventilasi alveolar. Asidosis metabolisme
dapat timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan nilai
laktat darah, akibat metabolisme anaerob.
f. Pulmonary Function Test: kapasitas pengisian paru-paru dan volume paru-paru
menurun, terutama PRC, peningkatan anatomicaldeadspace dihasilkan oleh
area di mana timbul vasokonstriksi dan mikroemboli (Ramacandra
Rakhmatullah, 2019).
9. Prognosis
Tertundanya diagnosis dan penatalaksanaan semakin meningkatkan morbiditas
dan mortalitas dari ARDS. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat
memperbaiki prognosis dan menurunkan mortalitas akibat ARDS. Semakin awal
pasien terdiagnosis ARDS, semakin cepat kita memberikan terapi, maka semakin
besar peluang pasien untuk sembuh sehingga angka mortalitas dapat
ditekan(Ramacandra Rakhmatullah, 2019).
10.Komplikasi
Komplikasi utama ARDS meliputi infeksi nosokomial, barotraumas berat,
gangguan curah jantung, toksisistas oksigen, fibrosis paru progresif, kegagalan
sistem organ multiple ( nekrosis ubulus akut, kagulopati, miokardiopati, disfungsi
hepatic, disfungsi sistem saraf pusat, perdarahan gastrointertinal, ileus dan
kematian. Selain itu komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
a. Kegagalan Pernafasan
Dapat timbul seiring dengan perkembangan penyakit dan individu harus
vekerja lebih keras untuk mengatasi penurunan compliance paru. Akhirnya
individu kelelahan dan ventilasi melambat. Hal ini menimbulkan asidosis
respiratorik karena teradi penimbunan karbondioksida di dalam darah.
Melambatnya pernafasan dan penurunan pH arteri adalah indikasi datangnya
kegagalan pernafasan dan mungkin kematian.
b. Pneumonia
Peneumonia dapat timbul setelah ARDS, karena adanya penimbunan cairan di
paru dan kurangnya ekspansi paru. Akibat hipoksia dapat terjadi gagal ginjal
dan tukak saluran cerna karena stress. Koagulasi intreavascular diseminata
akibat banyaknya jaringan yang rusak pada ADRS (Ramacandra
Rakhmatullah, 2019).
11.Penatalaksanaan
a. Mempertahankan pertukaran gas yang adekuat melalui oksigen
(pertahankan terapi oksigen sesuai dengan pesanan dan pantau tanda-tanda
hipoksemia). Dengan dukungan ventilator, pertahankan patensi jalan
udara, jika terpasang jalan udara buatan ( missal, pipa endotracheal atau
tracheostomi), laukan perawatan yang diperukan. Amankan posisi pipa
untuk menghindari pergerakan baik ke luar atau ke dalam dari posisi yang
sudah dietetapkan. Posisikan klien untuk mendapatkan oksigenasi yang
optial biasanya dengan bagian kepala tempat tidur dinaikkan 45 sampai 90
derajat. Auskultasi paru-paru setiap jam untuk mengkaji letak
endotracheal. Lakukan pengisapan pipa endotracheal sesuai dengan yang
dierlukan dan periksa setting ventilator secara teratur.
b. Mempertahankan perfusi jaringan. Pemeliharaan perfusi jaringan yan
adekuat adalah tangung jawab keperawatan.
1) Pantau tekanan pulmonary capillary wedge. Beritahukan dokter jika
tekanan berada di atas atau di bawah rentang yang ditetapkan. Jika
tekanan lebih rendah dari rentang yang ditetapkan , berikan plasma
volume eskpander atau medikasi hipotensif sesuai pesanan. Jika lebih
tinggi berikan diuretic atau vasodilator sesuai yang dipesankn.
2) Kaji halauran urine, tanda-tanda vital dan sktremitas setiap jam.
c. Menurunkan ansietas klien dan keluarganya.
1) Pastikan fungsi ventilator yang tepat untuk memberikan volume tidal
dan konsentrasi oksigen yang adekuat. Jika klien tampak dalam distress
pernafasan meski ventilator oksigen yang adekuat. Jika klien tampak
dalam situasi distress pernafasan meski ventilator berfungsi dengan
tepat, kaji kadar gas AGD.
2) Identifikasi cara-cara agar klien dapat mengkomunikasikan
kekhawatiran dan mengekspresikan perasaannya (jika tidak mampu
untuk mengungkapkan secara verbal karena intubasi, coba alternative
komunikasi .
3) Berikan penjelasan yang singkat dan dengan sederhana mengenai
prosedur, orientasikan klien terhadap lingkungan sekitar, dan ulang
penejalsan secara teratur.
4) Berikan penejelasan tentang rutinitas perawatan dan lingkungan kepada
keluarga klien. Dorong keluarga klien untuk mendekati, berbicara dan
menyentuh klien jika mereka mengkenhendaki
d. Mempertahankan nutrisi yang adekuat (Suardani, 2014).
B. ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Pengkajian
1) Primary Survey
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure
2) Secondary Survey
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul (NANDA, 2012) yaitu:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkhokonstriksi
b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ARDS
d. Deficit perawatan diri berhubungan dengan penurunan kesadaran dan
ketidakmampuan memenuhi kebutuhan perawatan diri
3. Intervensi

4. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, M.E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta

Fan E, Brodie D, Slutsky AS. Acute Respiratory Distress Syndrome. Jama. 2018;319(7).

Mutaqqin, Arif, (2013). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan,
Salemba Medika: Jakarta.
Nanda, Internasional.(2012). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta : EGC
Omantri, Irman, (2007). Keperawatan Medikal Bedah, Salemba Medika : Jakarta.
Wahab, Samik, (1996). Ilmu Kesehatan Anak Nelson, EGC: Jakarta.
Ramacandra Rakhmatullah, R. W. S. (2019). Diagnosis dan Tata Laksana ARDS. Anestesia
Dan Critical Care, 37.
Suardani, L. (2014). ASKEP_ARDS. Denpasar: Fakultas Kedokteran: Universitas Udayana

Anda mungkin juga menyukai