Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH ILMU KALAM

Persoalan Utama Yang Dibicarakan Dalam Ilmu Kalam

Dosen: A. Hujjaj Nurochim, L.c

Disusun oleh:
1. Taufik Soleh Hidayat
2. Anan Prayoga

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS


SEKOLAH TINGGI EKONOMI DAN BISNIS ISLAM AL-MUHSIN
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah ilmu kalam berasal dari kata al-kalam, yang mula-mula berarti susunan kata
yang mengandung suatu maksud. Kemudian kata tersebut menunjukkan salah satu sifat
Tuhan, yaitu sifat berbicara atau mutakaliman. Sedangkan kata ”ilmu kalam” sendiri mulai
terpakai dimasa khalifah al-Ma’mun pada Zaman Dinasti Abbasiah. Pada masa itu dipelajari
buku-buku terjemahan filsafat Yunani oleh kaum Mu’tazilah, kemudian mereka
dipertemukanlah sistem filsafat dengan kajian agama tentang Tuhan, hasil kajian tersebut
menjadi ilmu yang berdiri sendiri dengan nama ilmu kalam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ilmu kalam ?
2. Apa sumber-sumber ilmu kalam ?
3. Apa saja ruang lingkup ilmu kalam ?
4. Apa fungsi ilmu kalam ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari ilmu kalam.
2. Untuk mengetahui sumber-sumber ilmu kalam.
3. Untuk mengetahui ruang lingkup ilmu kalam.
4. Untuk mengetahui fungsi ilmu kalam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Kalam

Istilah ilmu kalam terdiri dai dua kata ilmu dan kalam. Kata ilmu kalam dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, mengandung arti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu. 1 Adapun kata kalam adalah bahasa Arab yang
berarti kata-kata. Ilmu kalam secara Harfiah berarti Ilmu kata-kata. Walaupun dikatakan Ilmu
tentang kata-kata, namun ilmu ini tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan ilmu bahasa.
Ilmu kalam menggunakan kata-kata dalam menyusun argumen-argumen yang digunakannya.

Ilmu kalam juga disebut dengan Ilmu Tauhid. Kata tauhid mengandung arti satu atau
Esa. Jadi, Ilmu kalam membahas ajaran-ajaran dalam agama Islam. Ajaran-ajaran dasar itu
menyangkut wujud Allah, kerasulan Muhammmad, dan Al-Qur’an. 2

Abu Hanifah menyebut nama ilmu ini dengan fiqh al-akbar. Menurut persepsinya,
hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh terbagi atas dua bagian. Pertama, Fiqh al-
akbar, membahas keyakinan atau pokok-pokok agama atau ilmu tauhid. Kedua, fiqh al-
ashghar, membahas hal-hal yang berkaitan dengan masalah muamalah, bukan pokok-pokok
agama, tetapi hanya cabang saja. 3 Al-Farabi mendefinisikan Ilmu Kalam sebagai disiplin ilmu
yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang
berkenaan dengan masalah setelah kematian yang berlandaskan doktrin Islam. Penekanan
akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.

Adapun Ibnu Khaldun mendefinisikan Ilmu Kalam adalah disiplin ilmu yang
mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.

Sedangkan Musthafa Abdul Raziq berpendapat bahwa ilmu ini (ilmu kalam)
bersandar kepada argumentasi-argumentasi rasional yang berkaitan dengan akidah imaniah,
atau sebuah kajian tentang akidah Islamiyah yang bersandar kepada nalar. 4

Menurut Ahmad Hanafi, di dalam nash-nash kuno tidak terdapat perkataan al-Kalam
yang menunjukkan suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana yang diartikan sekarang. Arti
semula dari istilah al-Kalam adalah kata-kata yang tersusun yang menunjukkan suatu maksud

1
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup, 2014), hlm.1.
2
Ibid, hlm. 3.
3
Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 20.
4
Ibid, hlm. 21.
Kemudian dipakai untuk menunjukkan salah satu sifat Tuhan, yaitu sifat berbicara. Sebagai
contoh, kata-kata kalamullah banyak terdapat dalam Al-Qur’an, diantaranya pada:

٧٥- َ‫ق ِّم ْنهُ ْم يَ ْس َمعُونَ َكالَ َم هّللا ِ ثُ َّم يُ َحرِّ فُونَهُ ِمن َب ْع ِد َما َعقَلُوهُ َوهُ ْم َي ْعلَ ُمون‬ ْ ‫أَفَت‬
ْ ُ‫َط َمعُونَ أَن ي ُْؤ ِمن‬
ٌ ‫وا لَ ُك ْم َوقَ ْد َكانَ فَ ِري‬

Artinya:

“Maka apakah kamu (Muslimin) sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
sedangkan segolongan dari mereka mendengar Firman Allah, lalu mereka mengubahnya
setelah memahaminya, padahal mereka mengetahuinya?”

Surat Al-Baqarah ayat 253,

ِ ‫ر‬mِ‫ت َوأَيَّ ْدنَاهُ ب‬


‫ُوح‬ ِ ‫ا‬mmَ‫رْ يَ َم ْالبَيِّن‬mm‫ى ا ْبنَ َم‬m‫يس‬
َ ‫ا ِع‬mmَ‫ت َوآتَ ْين‬ َ ‫ْض ِّم ْنهُم َّمن َكلَّ َم هّللا ُ َو َرفَ َع بَع‬
ٍ ‫ْضهُ ْم َد َر َجا‬ ٍ ‫ضهُ ْم َعلَى بَع‬ َ ‫تِ ْلكَ الرُّ ُس ُل فَض َّْلنَا بَ ْع‬
ْ ُ‫اختَلَف‬
‫اء‬m‫وْ َش‬mmَ‫وا فَ ِم ْنهُم َّم ْن آ َمنَ َو ِم ْنهُم َّمن َكفَ َر َول‬ ُ ‫ُس َولَوْ شَاء هّللا ُ َما ا ْقتَتَ َل الَّ ِذينَ ِمن بَ ْع ِد ِهم ِّمن بَ ْع ِد َما َجاء ْتهُ ُم ْالبَيِّن‬
ْ ‫َات َولَـ ِك ِن‬ ِ ‫ْالقُد‬
٢٥٣- ‫وا َولَـ ِك َّن هّللا َ يَ ْف َع ُل َما ي ُِري ُد‬
ْ ُ‫هّللا ُ َما ا ْقتَتَل‬

Artinya:

“Rasul-rasul itu Kami Lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain. Di antara mereka
ada yang (langsung) Allah Berfirman dengannya dan sebagian lagi ada yang Ditinggikan-
Nya beberapa derajat. Dan Kami Beri ‘Isa putra Maryam beberapa mukjizat dan Kami
Perkuat dia dengan Ruhul Qudus.** Kalau Allah Menghendaki, niscaya orang-orang setelah
mereka tidak akan berbunuh-bunuhan, setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi
mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir.
Kalau Allah Menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah Berbuat
menurut kehendak-Nya.”

Surah an-Nisa’ ayat 164.

١٦٤- ً ‫صصْ نَاهُ ْم َعلَ ْيكَ ِمن قَ ْب ُل َو ُر ُسالً لَّ ْم نَ ْقصُصْ هُ ْم َعلَ ْيكَ َو َكلَّ َم هّللا ُ ُمو َسى تَ ْكلِيما‬
َ َ‫َو ُر ُسالً قَ ْد ق‬

Artinya:
“Dan ada beberapa rasul yang telah Kami Kisahkan mereka kepadamu sebelumnya dan ada
beberapa rasul (lain) yang tidak Kami Kisahkan mereka kepadamu. Dan kepada Musa, Allah
Berfirman langsung.”

Penggunaan al-Kalam sebagai suatu ilmu yang berdiri sendiri sebagaimana kita kenal
saat ini pertama kali digunakan pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah, tepatnya pada masa
khalifah Al-Ma’mun. Sebelumnya, pembahasan tentang kepercayaan-kepercayaan dalam
islam disebut al-fiqh fi ad-din, sebagai imbangan terhadap al-fiqh fi al-ilm yang diartikan ilmu
hukum (ilmu qanun). Biasanya mereka menyebutkan al-fiqhi fiddiniafdhalu minal fiqhi fil
‘ilmi, ilmu akidah lebih baik dari ilmu hukum.

Adapun yang melatarbelakangi mengapa ilmu ini dinamakan Ilmu Kalam adalah: 5

1. Permasalahan terpenting yang menjadi tema perbincangan pada masa permulaan


Islam adalah masalah firman Allah (Kalam Allah), yaitu Al-Qur’an. Apakah
Kalamullah tersebut qadim atau hadis ( baru )? Walaupun permasalahan ini hanya
merupakan salah satu bagian dari pembahasan ilmu ketuhanan dalam Islam, namun
karena ia menjadi bagian terpenting maka ilmu ini dinamai Ilmu Kalam.
2. Dalam membahas masalah-masalah ketuhanan, para mutakallim (ahli Ilmu Kalam)
menggunakan dalil-dalil aqliyah dan dampaknya tercermin pada keahlian mereka
dalam berargumentasi dengan mengolah kata-kata. Dengan demikian, mutakallim
diartikan juga dengan ahli debat yang pintar memakai kata-kata.
3. Secara harfiah, kata kalam berarti “pembicaraan”. Tetapi secara istilah, kalam
tidaklah dimaksudkan “pembicaraan” dalam pengertian sehari-hari, melainkan dalam
pengertian pembicaraan yang bernalar dengan menggunakan logika. Maka ciri utama
Ilmu Kalasm ialah rasionalitas atau logika.

Masalah yang disebutkan di atas pada hakikatnya merupakan dasar-dasar dari ajaran
Islam. Dasar-dasar dari ajaran agama disebut Ushul al-Dinatau juga dinamakan dengan Ilm
al-Aqaid. Oleh sebab itu Ilmu Kalam juga disebut dengan Ilmu al-Ushul al-Din atau Ilmu al-
Aqaid al-Diniyah. Dalam literatur Barat disiplin ini disebut dengan Islamic Theology atau
Theology of Islam.

Jadi lebih ringkasnya ilmu kalam bisa diberi nama-nama lain, yaitu: 6

1. Ilmu Ushul Al-Din (Ilmu tentang Dasar-dasar Agama)


2. Ilmu al-Aqaid al-Diniyah (Ilmu tentang Aqidah Keagamaan atau Ajaran-ajaran
Pokok Agama)

5
Novan Ardy Wiyani, Ilmu Kalam, (Bumiayu: Teras, 2013), hlm. 1.
6
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup, 2014), hlm. 4.
3. Ilmu al-Tauhid (ilmu yang membahas tentang keesaan Allah)
4. Teologi Islam (Ilmu Ketuhanan Islam). Dalam literatur Barat teologi Islam
disebut dengan The Islamic Theology atau The Theology of Islam.
5. Al-Fiqh al-Akbar (Fikih Besar atau Ajaran dasar)

B. Sumber-sumber Ilmu Kalam

Sumber-sumber ilmu kalam dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dalil naqli (Al-
Qur’an dan Hadits) dan dalil aqli (akal pemikiran manusia). Al-Qur’an dan Hadits merupakan
sumber utama yang menerangkan tentang wujud Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-
Nya dan permasalahan akidah Islamiyah uang lainnya. Para mutakallim tidak pernah lepas
dari nash-nash Al-Qur’an dan Hadits ketika berbicara masalah ketuhanan. Masing-masing
kelompok dalam ilmu kalam mencoba memahami dan menafsirkan Al-Qur’an dan Hadits lalu
kemudian menjadikannya sebagai penguat argumentasi mereka.

Berikut ini adalah sumber-sumber ilmu kalam: 7

1. Al-Quran

Sebagai sumber ilmu kalam, Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan
masalah ketuhanan, diantarannya adalah:

a. Q.S. Al-Ikhlas : 1-4. Ayat ini menunjukkan bahwa Allah Maha Esa.
b. Q.S. Asy-Syara : 7. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan tidak menyerupai apa pun di
dunia ini. Ia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.
c. Q.S. Al-Furqan : 59. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan Yang Maha Penyayang
bertakhta di atas “Arsy”. Ia pencipta langit, bumi, dan semua yang ada diantara
keduanya.
d. Q.S.Al-Fath : 10. Ayat ini menunjukkan Tuhan mempunyai “tangan” yang selalu
berada diatas tangan orang-orang yang melakukan sesuatu selama mereka berpegang
teguh dengan janji Allah.
e. Q.S. Thaha : 39. Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mempunyai “mata” yang selalu
digunakan untuk mengawasi seluruh gerak, termasuk gerakan hati makhluk-Nya.

Ayat-ayat diatas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan hal-
hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja, penjelasan rinciannya tidak
ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan
rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan
7
Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 22.
disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah
ilmu kalam.

2. Hadis8

Masalah-masalah dalam ilmu kalam juga disinggung dalam banyak hadis,


diantaranya yaitu hadis yang menjelaskan tentang iman, Islam, dan ihsan termasuk
menyinggung ilmu kalam, salah satu di antaranya juga

Ada pula beberapa Hadits yang kemudian dipahami sebagian umat sebagai
prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam, diantaranya:

“Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Ia mengatakan bahwa


Rasulullah bersabda, “ Orang-orang Yahudi akan terpecah belah menjadi tujuh puluh dua
golongan.”

“Hadits yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar. Ia mengatakan bahwa


Rasulullah bersabda, “ Akan menimpa umatku yang pernah menimpa Bani Israil, Bani
Israil telah terpecah belah menjadi 72 golongan dan umatku akan terpecah belah menjadi
73 golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu golongan saja, “ Siapa mereka
itu, wahai Rasulullah?” tanya para sahabat. Rasulullah menjawab ‘mereka adalah yang
mengikuti jejakku dan sahabat-sahabatku’.

Syaikh Abdul Qadir mengomentari bahwa Hadits yang berkaitan dengan masalah
faksi umat ini, yang merupakan salah satu kajian ilmu kalam, mempunyai sanad sangat
banyak. Diantara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari berbagai
sahabat, seperti Anas bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darba, Jabir, Abu Said Al-
Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, Watsilah bin Al-
Aqsa.

Ada pula pada riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Diantaranya adalah
Hadits yang mengatakan bahwa umat Islam akan terpecah belah ke dalam beberapa
golongan. Diantara golongan-golongan itu, hanya satu saja yang benar, sedangkan yang
lainnya sesat.

3. Pemikiran manusia9

Sebagai salah satu sumber ilmu kalam, pemikiran manusia berasal dari pemikiran
umat Islam sendiri dan pemikiran yang berasal dari luar umat Islam. Di dalam Al-Qur’an,
banyak sekali terdapat ayat-ayat yang memerintahkan manusia untuk berpikir dan
8
Ibid, hlm. 7.
9
Ibid, hlm. 7.
menggunakan akalnya. Dalam hal ini biasanya Al-Qur’an menggunakan redaksi tafakkur,
tadabbur, tadzakkur, tafaqqah, nazhar, fahima, aqala, ulul al-albab, ulul al-ilm, ulul al-
abshar, dan ulul an-nuha. Diantara ayat-ayat tersebut yaitu:

Artinya : “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan.


Dia diciptakan dari air yang memancar. Yang keluar dari antara tulang sulbi laki-laki
dan tulang dada perempuan.” (Q.S. At-Thariq Ayat 5)

Ayat-ayat yang lain dapat ditemukan pada Surah Muhammad : 24, An-Nahl : 68-
69, Al-Isra’ : 44, Al-An’am : 97-98, At-Taubah : 122, Shad : 29, Az-Zummar : 9, Adz-
Dzariyat : 47-49, Al-Ghatsiyah : 7-20, dan lain-lain.

Oleh karena itu, jika umat Islam sangat termotivasi untuk memaksimalkan
penggunaan rasionya, hal itu bukan karena ada pengaruh dari pihak luar saja, melainkan
karena adanya perintah langsung dari ajaran agama mereka. Hal inilah yang akhirnya
menyebabkan sangat jelasnya penggunaan rasio dan logika dalam pembahasan ilmu
kalam.

Adapun sumber kalam berupa pemikiran dari luar Islam, Ahmad Amin
menyebutkan setidaknya ada tiga faktor penting.

Pertama, kebanyakan orang-orang yang memeluk Islam setelah kemenangannya,


pada awalnya mereka memeluk berbagai agama yaitu Yahudi, Nasrani, Manu, Zoroaster,
Brahmana, Sabiah, Atheisme, dan lain-lain. Mereka dilahirkan dan dibesarkan dalam
ajaran-ajaran agama ini. Bahkan diantara mereka ada yang benar-benar memahami ajaran
agama aslinya. Setelah pikiran mereka tenang dan mereka benar-benar teguh memeluk
agama Islam, mulailah mereka memikirkan ajaran-ajaran agama mereka sebelumnya dan
mengangkat persoalan-persoalannya lalu memberinya corak baju keislaman.

Kedua, golongan Mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk dakwah Islam


dengan membantah argumentasi-argumentasi orang-orang yang memusuhi Islam. Untuk
itu, mereka tidak akan bias menolak lawa-lawannya kecuali sesudah mereka mempelajari
pendapat-pendapat serta alas alasan-alasan lawan mereka. Maka terjadilah perdebatan-
perdebatan yang rasional antar agama saat itu.

Ketiga, sebagaimana pada faktor kedua dimana para mutakallimun sangat


membutuhkan filsafat Yunani untuk mengalahkan lawan-lawannya, maka mereka
terpaksa mempelajari dan mengambil manfaat dari ilmu logika, terutama dari sisi
ketuhanannya. Misalnya An-Nadham, seorang tokoh Mu’tazilah, ia mempelajari filsafat
Aristoteles dan menolak beberapa pendapatnya, demikian juga Abu al-Hudzail al-‘Allaf
4. Insting10

Secara Instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu, kepercayaan
adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama. Abbas Mahmoud Al-
Akkad mengatakan bahwa keberadaan mitos merupakan asal-usul agama di kalangan
orang-orang primitif. Tylor justru mengatakan bahwa animisme menganggapan adanya
kehidupan pada benda-benda mati merupakan asal-usul kepercayaan adanya Tuhan.
Adapun Spencer mengatakan lain lagi. Ia mengatakan bahwa pemujaan terhadap nenek
moyang merupakan bentuk ibadah yang paling tua. Keduanya menganggap bahwa
animisme dan pemujaan terhadap nenek moyang sebagai asal-usul kepercayaan dan
ibadah tertua terhadap Tuhan Yang Maha Esa, lebih dilatarbelakangi oleh adanya
pengalaman setiap manusia yang suka mengalami mimpi.

Di dalam mimpi, seorang dapat bertemaan terhadap, bercakap-cakap,


bercengkerama, dan sebagainya dengan orang lain, bahkan dengan orang yang telah mati
sekalipun. Ketika seorang yang mimpi itu bangun, dirinya tetap berada di tempat semula.
Kondisi ini telah membentuk intuisi bagi setiap orang yang telah bermimpi untuk
meyakini bahwa apa yang telah dilakukannya dalam mimpi adalah perbuatan roh lain,
yang pada masanya roh itu akan segera kembali. Dari pemujaan terhadap roh berkembang
ke pemujaan terhadap matahari, lalu lebih berkembang lagi pada pemujaan terhadap
benda-benda langit atau alam lainnya.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa kepercayaan adanya Tuhan, secara instingtif,
telah berkembang sejak keberadaan manusia pertama. Oleh sebab itu, sangat wajar kalau
William L. Reese mengatakan bahwa ilmu yang berhubungan dengan ketuhanan, yang
dikenal dengan istilah theologia, telah berkembang sejak lama. Ia bahkan mengatakan
bahwa teologi muncul dari sebuah mitos (thelogia was originally viewed as concerned
with myth). Selanjutnya, teologi itu berkembang menjadi “theology natural” (teologi
alam) dan “revealed theology “ (teologi wahyu).

Jadi metodologi yang digunakan oleh Ilmu Kalam dikenal dengan dalil naqli (dalil
yang menggunakan nash-nash agama, yaitu Al-Qur’an dan Hadis Nabi) Serta dali aqli (dalil
yang menggunakan argumentasi rasional). Dalam menggunakan dua metode tersebut timbul
dua corak pemikiran kalam,yakni pemikiran kalam rasional dan pemikiran kalam
tradisional.11

Pemikiran kalam rasional mempunyai ciri-ciri: memberi makna harfi kepada nash
manusia terkait dalam berkehendak dan berbuat, sunnatullah berubah-ubah, kekuasaan dan

10
Ibid, hlm. 7.
11
M. Yunan Yusuf, Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam, (Jakarta: Pranadamedia grup:, 2014), hlm. 5.
kehendak mutlak Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya, dan memberi daya yang kecil kepada
akal.

Di dalam pemikiran kalam dikenal dengan istilah ushul (dasar) dan furu' (cabang).
Pengertian ushul dalam pemikiran kalam adalah ajaran-ajaran dasar agama yang di kalangan
mutakalimin tidak diperselisihkan lagi. Ajaran dasar itu adalah: Allah Maha Esa, Muhammad
adalah Rosul, hari akhirat itu pasti, surga dan neraka itu ada.

Sementara itu pengertian furu' (cabang) dalam pengertian Islam adalah hasil
interpretasi dari ajaran dasar yang diantara para mutakalimin diperselisihkan pemahamannya.
Dengan kata lain masalah furu' adalah masalah-masalah yang ada di seputar akidah Islam
yang bukan ajaran dasar. Ajaran yang bukan dasar itu antara lain: Allah mempunyai sifat
diluar zat atau tidak, diutusnya rasul wajib atau bukan, Al-Qur'an bersifat qodim atau baharu.
Surga dan neraka itu bersifat jasmani atau rohani, dan melihat Allah di akhirat apakah dengan
penglihatan jasmani atau rohani.12

C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam

Ruang lingkup Ilmu Kalam adalah ajaran –ajaran dasar Islam. Ajaran dasar itu
disebut dengan akidah dalam Islam. Ajaran akidah itu meliputi wujud Allah, kerasulan
Muhammad, kewahyuan Al-Qur’an masalah siapa mukmin dan siapa kafir, tentang surga dan
neraka, kekuasaan Allah, dan kebebasan manusia. 13 Yang akan diperkuat dengan-dengan
dalil-dalil rasional agar terhindar dari akidah-akidah yang menyimpang.

Harun lebih lanjut mengatakan bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul
adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Dalam arti siapa yang telah
keluar dari Islam dan siapa yang masih tetap dalam Islam. Khawarij sebagaimana yang telah
disebutkan, memandang bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim yakni Ali,
Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa Al-Asy’ari adalah kafir berdasarkan firman Allah surat
Al-Maidah ayat 44.

Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam Islam yaitu: 14

1. Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam
arti telah keluar dari Islam atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.

12
Ibid, hlm. 6.
13
Ibid, hlm. 4.
14
Abdul Rozak dan Rosihun Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2014), hlm. 35.
2. Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar masih tetap mukmin
dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah
untuk mengampuni atau menghukumnya.
3. Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima pendapat kedua diatas.

D. Fungsi Ilmu Kalam dalam Bidang Ilmu dan Amalan Islam

Berdasarkan pada pengertian dan kedudukan ilmu tauhid yang mendasari semua
keilmuan dan amalan dalam Islam , maka ilmu kalam berfungsi dalam dua bidang yang salin
terjalin antara yang satu bidang dengan yang lainnya yaitu:

1. Dalam Bidang I’tiqoyah


a. ilmu kalam berfungsi memberikan dasar dan landasan mental (basic
mentalty) yang kuat bagi keimanan seorang muslim terhadap keesaan tuhan
sebagai satu-satunya sesembahan dalam ibadah (tauhid uluhiyah)
b. memberikan penerangan yang bersifat dakwah terhadap orang-orang non
muslim untuk diajak beriman secara tauhid yang tidak bercampur dengan
kemusyrikan dengan penjelasan yang baik dan bijaksana, baik dalam artian
menolak terhadap semua ajaran ketuhanan yang salah diinterpretasikan
maupun bersifat operatif terhadap pemahaman yang bersifat merusak
kemurnian tauhid.
2. Dalam Bidang Ijtihad
Dalam bidang ini ilmu kalam berfungsi:
a. Menjelaskan dan membahas obyek ilmu tauhid secara ilmiah, dengan
berdasarkan dalil naqli yang shahih dan dikuatkan dengan dalil aqli yang
tidak bertentangan / menyimpang dari ajaran Islam itu sendiri
b. Melengkapi dasar dasar / landasan ilmiah bagi keimanan orang-orang Islam
yang sekaligus berarti mempersenjatai mereka dengan dalil dalil ilmiyah .
dengan demikian agar orang-orang Islam memiliki kekebalan dan
kemampuan terhadap unsur unsur yang akan menggoyahkan keimanan
mereka dalam bidang i’tiqad
c. Karena itu dengan modal tersebut diharapkan dapat jadi pandangan atau
sebagai falsafah hidup bagi kaum muslimin dalam menjalani kehidupannya
yang dalam hal ini sebagai ”way of life”
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu Kalam adalah


suatu ilmu yang membahas tentang akidah dengan dalil-dalil aqliyah (rasional ilmiah)
dan sebagai tameng terhadap segala tantangan dari para penentang, berdasarkan sumber-
sumber yang sudah diterangkan yang kemudian akan bermanfaat bagi diri kita dalam
menjaga akidah Islam.
DAFTAR PUSTAKA

Nasir, Sahilun A. 2010. Pemikiran Kalam (teologi Islam). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2013. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.

Rozak, Abdul dan Rosihon Anwar. 2014. Ilmu Kalam. Bandung: Pustak Setia.

Wiyani, Novan Ardi. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.

Yusuf, M yunan. 2014. Alam Pikir Islam Pemikiran Kalam. Jakarta: Pranadamedia grup.

Anda mungkin juga menyukai