Oleh :
FAKULTAS DAKWAH
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya,
sehingga selesailah tugas mata kuliah Psikologi Sosial yang dibimbing oleh Dosen Bapak
Reza Ahmadiansah, M.Si. dengan judul Prasangka Bukanlah Sesuatu yang Tidak Terelakkan:
Teknik untuk Mengatasi Dampaknya.
Demikian tugas ini disusun bertujuan agar bermanfaat bagi mahasiswa jurusan
Psikologi Islam tahun ajaran 2021 khususnya. Dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran agar bisa memperbaiki tugas
yang akan datang. Mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penyusunan makalah ini baik disengaja maupun tidak disengaja, karena kesempurnaan
hanyalah milik Allah SWT.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga Allah SWT. senantiasa
meridhoi segala urusan kita. Aamiin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3
A. Definisi Prasangka..........................................................................................................3
B. Prasangka Bukanlah Sesuatu Ynag Tidak Terelakkan: Teknik Untuk Mengatasi
Dampaknya......................................................................................................................3
C. Alasan-alasan Yang Mendasari Hukum Dapat Mengurangi Prasangka.........................4
BAB III PENUTUP....................................................................................................................7
A. Kesimpulan.....................................................................................................................7
B. Saran................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada istilah psikologi sosial, prasangka merupakan sikap perasaan orang-
orang terhadap golongan manusia tertentu, baik ras dan kebudayaan yang berlainan
dengan kelompoknya. Di mana prasangka ini terdiri atas attitude yang bersifat negatif
terhadap orang lain. Prasangka lambat laun akan bisa memunculkan sikap
diskriminatif tanpa alasan-alasan yang objektif (Gerungan, 1996: 67). Prasangka
sangat potensial dalam menimbulkan kesalahpahaman daripada kesepahaman dalam
berkomunikasi. Karena didasarkan pada cara pandang atau perilaku seseorang
terhadap orang lain yang negatif (Purwasito, 2003: 178). Istilah prasangka (prejudice)
berasal dari bahasa latin prejudicium, yang berarti suatu penilaian berdasarkan
pengalaman terdahulu (Allport 1954: 6).
Prasangka terdiri dari tiga faktor utama diantaranya, yaitu: (1) stereotip; (2)
jarak sosial; dan (3) diskriminasi itu berhubungan dengan efektivitas komunikasi yang
sangat tergantung dari faktor-faktor keterbukaan; empati; perasaan positif; dukungan;
dan keseimbangan. Allport (1996: 6) berpendapat bahwa prasangka telah mengalami
perubahan. Pada awalnya, prasangka merupakan pernyataan yang hanya didasarkan
pada pengalamn dan keputusan yang tidak teruji terlebih dahulu. Yang bergerak pada
suatu skala suka atau tidak suka, mendukung atau tidak mendukung terhadap sifat-
sifat tertentu. Dan prasangka kini mengarah pada pandangan emosional yang sifatnya
negatif terhadap orang atau sekelompok orang tertentu.1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah definisi dari prasangka?
2. Bagaimanakah teknik mengatasi dampak dari prasangka?
3. Bagaimanakah alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi
prasangka?
1
Ahmad Sihabundin dan Suwaib Amiruddin, 2005, Jurnal Psikologi Sosial: Prasangka Sosial dan
Efektivitas Komunikasi Antarkelompok, 56: (205).
1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari prasangka.
2. Untuk mengetahui teknik mengatasi dampak dari prasangka.
3. Untuk mengetahui alasan-alasan yang mendasari hukum dapat mengurangi
prasangka.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Prasangka
Definisi klasik tentang prasangka pertama kali diperkenalkan oleh psikolog dari
Universitas Harvard, Gordon Allport, dalam bukunya The Nuture of Prejudice in
1954. Istilah itu berasal dari kata praejudicium, yang berarti: pernyataan atau
kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal
terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Lebih lanjut, Allport
mengemukakan bahwa “Prasangka adalah anti-pati berdasarkan generalisasi yang
salah atau generalisasi yang tidak luwes. Antipati itu dapat dirasakan atau dinyatakan.
Anti-pati dapat langsung ditujukan kepada kelompok atau individu dari kelompok
tertentu”. Kata kunci dari definisi Allport adalah “anti-pati”, yang oleh Websters
Dictionary disebut sebagai “perasaan negatif”.
Allport juga sangat menekankan bahwa antipati bukan hanya antipati pribadi
tetapi juga antipati kelompok. Menurut Jones, bahwa prasangka adalah sikap antipati
yang berlandaskan pada cara menggeneralisasi yang salah dan tidak fleksibel.
Kesalahan itu mungkin saja diungkapkan secara langsung kepada orang yang menjadi
anggota kelompok tertentu. Prasangka merupakan sikap negatif yang diarahkan
kepada seseorang atas dasar perbandingan dengan kelompoknya sendiri.
Menurut Effendy sebagaimana dikutip Liliweri, bahwa prasangka merupakan
salah satu rintangan atau hambatan berat bagi kegiatan komunikasi, karena orang
yang berprasangka belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator
yang melancarkan komunikasi. Dalam prasangka, emosi memaksa kita untuk menarik
kesimpulan atas dasar syakwa sangka, tanpa menggunakan pikiran dan pandangan
kita terhadap fakta yang nyata. Karena itu, sekali prasangka sudah mencekam, orang
tidak akan dapat berfikir objektif dan segala apa yang dilihatnya selalu akan dinilai
secara negatif.
Prasangka (prejudice) adalah sebuah sikap (biasanya bersifat negatif) yang
ditujukan bagi anggota-anggota beberapa kelompok, yang didasarkan pada
3
keanggotaannya dalam kelompok. Menurut Sears prasangka didefinisikan sebagai
persepsi orang tentang seseorang atau kelompok lain, dan sikap serta perilakunya
terhadap mereka. Newcom, dkk. mendefinisikan prasangka adalah sikap yang tidak
baik dan dapat dianggap sebagai suatu predisposisi untuk mempersepsi, berfikir,
merasa dan bertindak dengan cara-cara yang “menentang” atau “mendekati” orang-
orang lain, terutama sebagai anggota-anggota kelompok. Sedangkan, menurut Brown
prasangka adalah dipegangnya sikap sosial atau keyakinan kognitif yang bersifat
merendahkan, pengekpresian afek negatif, atau tindakan permusuhan atau
diskriminatif terhadap anggota suatu kelompok yang dihubungkan dengan
keanggotaannya dalam kelompok tersebut.
Beberapa definisi prasangka yang dikemukakan oleh para ahli tersebut
nampaknya ada beberapa kesamaan yaitu bahwa prasangka merupakan sebuah sikap
sosial yang biasanya bersifat negatif, objek prasangka adalah orang atau kelompok
lain, sikap tersebut didasarkan pada keanggotaan pada suatu kelompok.2
2
Alo Liliweri, 2005, Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural,
(Yogyakarta: LkiS), hlm. 199.
4
Adalah dengan cara menanamkan pemahaman bahwa prasangka membahayakan
korban dan mereka yang memiliki pandangan tersebut.3
Orang tua pada umumnya ingin melakukan apa saja yang bisa mereka lakukan
demi meningkatkan kesejahteraan anak-anak mereka dengan menempatkan
argumen ini sebagai pusat perhatian mereka. Secara keseluruhan jelas bahwa
orang yang memiliki prasangka rasial yang intensif mengalami dampak berbahaya
dari pandangan tanpa toleransi.
3
Robert A Baron dan Donn Byrne, 2003, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga).
5
c) Intervensi Kognitif: Dapatkah kita mengatakan “tidak” pada
stereotip?
Dampak stereotip dapat dikurangi dengan memotivasi orang lain untuk tidak
berprasangka sebagai contoh, dengan membuat mereka menyadari norma-norma
keadilan dan standar yang menuntut semua menerima perlakuan yang sama
(Contoh, Macrae, Bodenhousen, & Milne, 1998). Ketergantungan pada stereotip
dapat dikurangi dengan mendorong seseorang untuk memikirkan orang lain secara
hati-hati dengan lebih memperhatikan keunikan karakteristiknya daripada
keanggotaannya dalam berbagai kelompok.
Ketika individu memiliki stereotip, mereka belajar untuk menghubungkan
karakteristik tertentu (contoh, traits negatif seperti “miskin”, “kebencian” atau
“berbahaya”) dengan berbagai kelompok rasial atau etnis, yang akhirnya
teraktivasi secara otomatis. Jika individu secara aktif berusaha mematahkan
kebiasaan stereotip dengan berkata “tidak” pada trait stereotip yang mungkin
dihubungkan dengan kelompok tertentu. Kawakami & koleganya (2000)
berpendapat bahwa prosedur tersebut dapat mengurangi ketergantungan individu
pada stereotip.4
Terdapat beberapa teknik yang tampaknya efektif dalam mengurangi
prasangka & diskriminasi.
1. Dampak stereotip dapat dikurangi dengan memotivasi orang lain untuk tidak
berprasangka.
2. Pelatihan yang dirancang untuk mengurangi munculnya aktivasi otomatis
stereotip.
4
Jasmine Arsha, 2021, Prasangka Sosial Individu, diakses dari
https://id.scribd.com/document/375804240/Prasangka-Sosial-individu pada Senin, 29 November 2021.
6
d) Pengaruh sosial sebagai cara untuk mengurangi prasangka
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sikap diartikan sebagai suatu hal
yang dapat dipelajari dengan cara yang sama seperti kecenderungan-
kecenderungan lainnya, melalui proses penguatan, imitasi, serta perhimpunan.
Ketika seorang anak dihadapkan pada hal-hal tertentu tentang dunia. Mereka juga
diberikan penguatan apabila menunjukkan beberapa sikap.
Di samping itu, identifikasi atau imitasi sendiri adalah hal yang penting dalam
proses belajar. Di mana anak menghabiskan sebagian banyak waktunya bersama
kedua orangtuanya dan kemudian meyakini apa yang diperbuat oleh orang tuanya,
walaupun tidak ada kesengajaan untuk memengaruhi. Begitu juga proses yang
sama terjadi dengan kelompok teman sebaya, guru atau sosok yang penting dalam
kehidupan anak. Karena dengan itu, anak lebih cenderung menyerap sikap yang
dominan di dalam lingkungannya.5
e) Mengatasi Prasangka: bagaimana target bereaksi terhadap
dogma
Terdapat sebuah pandangan baru terhadap prasangka telah muncul dalam
psikologi sosial, yang memandang target prasangka sosial sebagai agen yang aktif
serta bisa memilih situasi untuk dimasuki, dapat berpikir secara aktif dengan apa
yang terjadi dalam situasi tersebut dan memberi respon dengan berbagai cara.
- Prasangka Berdasarkan Gender: Sifat Dasar dan Dampaknya
Saat ini diskriminasi berdasarkan gender adalah sesuatu yang ilegal diberbagai
negara. Alhasil, bisnis, sekolah, dan organisasi sosial tidak lagi menolak pelamar
pekerjaan atau tes masuk hanya karena mereka wanita (atau pria). Meski
5
Seto Mulyadi, dkk, 2016, Psikologi Sosial, (Jakarta: Gunadarma), hlm. 83.
7
demikian, wanita terus menurun berada diposisi yang relatif menguntungkan
dalam masyarakat tertentu. Kebanyakan wanita berada pada pekerjaan dengan
status dan bayaran yang rendah (Fisher, 1992).
- Peran Harapan
Hasil penelitian (contoh, Jackson, Gardner, & Sullivan, 1992)
mengindikasikan adanya beberapa faktor yang berperan.
1. Perempuan berharap memiliki waktu lebih diluar pekerjaan, hal ini
cenderung menurunkan harapan mereka untuk mendapatkan gaji paling
tinggi.
2. Wanita menyadari bahwa pada umumnya perempuan memiliki gaji lebih
kecil daripada laki-laki. Maka, harapan mereka yang lebih rendah hanya
merefleksikan pemahaman mereka akan kenyataan saat ini dan dampaknya
terhadap gaji mereka sendiri.
3. Wanita cenderung mempersepsikan tingkat bayaran yang lebih rendah
sebagai sesuatu yang adil daripada laki-laki (Jackson, Gardner, & Sullivan,
1992). Dan mungkin hal yang penting, wanita cenderung membandingkan
diri mereka sendiri dengan wanita lain.
- Peran Keyakinan dan Persepsi Diri
Keyakinan, yang sering kali disebut merupakan sebuah prediktor yang paling
baik bagi kesuksesan. Orang yang berharap sukses sering kali sukses; mereka
yang berpikiran akan gagal menemukan bahwa dugaan tersebut menjadi
kenyataan.
Alasan lain mengapa wanita kurang percaya diri dalam konteks tertentu adalah
mereka belajar melalui pengalaman pahit, bahwa taktik sukses pria seringkali
menjadi bumerang bagi mereka. Tidaklah mengherankan, bahwa kemudian wanita
mengekspresikan rasa percaya diri lebih rendah dalam berbagai situasi: mereka
diberi reward yang cukup kuat untuk melakukan hal tersebut.
8
2. Hukum membantu untuk dapat menetapkan atau memantapkan atau memantapkan
norma-norma dalam masyarakat, di mana hukum berperan dalam mendefinisikan
jenis-jenis perilaku yang dapat diterima atau yang tidak dapat diterima dalam
masyarakat.
BAB III
PENUTUP
6
Dede Nugraha S, 2012, Artikel: Prasangka Sosial, diakses dari
https://www.scribd.com/document/116239818/Prasangka-Sosial pada Selasa 30 November 2021.
9
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada kritik dan yang ingin disampaikan, silakan sampaikan kepada kami
dengan kritikan yang membangun.
DAFTAR PUSTAKA
A Baron, Robert dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
10
Arsha, Jasmine. 2021. Prasangka Sosial Individu. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/375804240/Prasangka-Sosial-individu pada Senin, 29
November 2021.
Liliweri, Alo. 2005. Prasangka & Konflik Komunikasi lintas Budaya Masyarakat
Multikultural. Yogyakarta: LkiS.
Sihabudin, Ahmad dan Suwaib Amirudin. 2005. Jurnal Psikologi Sosial: Prasangka Sosial
dan Efektivitas Komunikasi Antarkelompok. 56: (205).
11