Anda di halaman 1dari 18

TUGAS KELOMPOK MATA KULIAH PSIKOLOGI SOSIAL

“DIRI DAN SIKAP”


Dosen Pengampu: Leni Armayati, S. Psi., M.Si

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 6
1. ASTY WULANDARI 228110037
2. M. AZFAR AZHARI 228110158
3. NIKKEN WAHYUNING ARUM 228110082
4. NUR AZURIANI 228110171
5. USWATUN HASANAH ROSIKIN 228110238

KELAS 2G
PROGRAM STUDI ILMU PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Diri dan Sikap” ini tepat pada
waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak/Ibu yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan mata kuliah yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari, makalah
yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 25 Februari 2023

Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................................3
A. Latar Belakang....................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah..............................................................................................................5
C. Tujuan..................................................................................................................................5
BAB 2 PEMBAHASAN.................................................................................................................7
A. Definisi Konsep Diri...........................................................................................................7
B. Aspek-Aspek Konsep Diri..................................................................................................7
C. Regulasi dan Motivasi Diri................................................................................................8
D. Sikap dan Pembentukan Sikap........................................................................................11
E. Hubungan antara Sikap dan Perilaku............................................................................13
F. Persuasi dan Disonansi Kognitif......................................................................................14
BAB 3 PENUTUP........................................................................................................................19
A. Simpulan............................................................................................................................19
B. Saran..................................................................................................................................19

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Adapun yang melatarbelakangi penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Psikologi Sosial. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi kami tim penyusun.
Self concept atau konsep diri adalah cara dan sikap seorang individu dalam memandang
dirinya sendiri. Pandangan atau perspektif diri meliputi aspek fisik maupun psikis, seperti
mengenal karakteristik individu itu sendiri, tingkah laku atau perbuatannya, kemampuan
dirinya, dan sebagainya. Tak hanya mencakup kekuatan diri individu itu saja, melainkan
kelemahan dan kegagalan yang ada pada dirinya.
Konsep diri atau self concept dikemukakan Rogers. Menurutnya konsep diri
menggambarkan persepsi individu tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan obyek
atau orang lain dalam lingkungannya. Sedangkan Mead mendefinisikan konsep diri sebagai
perasaan, pandangan, dan penilaian individu mengenai dirinya yang didapat dari hasil
interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dapat kita simpulkan bahwa konsep diri adalah cara
pandang kita terhadap diri kita sendiri.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi konsep diri?
2. Apa aspek-aspek konsep diri?
3. Apa itu regulasi dan motivasi diri?
4. Apa itu sikap, bagaimana pembentukan sikap, dan apa fungsi sikap?
5. Apa hubungan antara sikap dan perilaku?
6. Apa itu persuasi dan disonansi kognitif?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, dapat disampaikan tujuan sebagai berikut:
1. Menjelaskan definisi konsep diri.
2. Menjelaskan aspek-aspek konsep diri.

4
3. Menjelaskan regulasi dan motivasi diri.
4. Menjelaskan apa itu sikap, bagaimana pembentukan sikap, dan fungsi sikap.
5. Menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku.
6. Menjelaskan apa itu persuasi dan disonansi kognitif.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi Konsep Diri


Self concept atau konsep diri adalah cara dan sikap seorang individu dalam memandang
dirinya sendiri. Pandangan atau perspektif diri meliputi aspek fisik maupun psikis, seperti
mengenal karakteristik individu itu sendiri, tingkah laku atau perbuatannya, kemampuan
dirinya, dan sebagainya. Tak hanya mencakup kekuatan diri individu itu saja, melainkan
kelemahan dan kegagalan yang ada pada dirinya.
Konsep diri atau self concept dikemukakan Rogers. Menurutnya konsep diri
menggambarkan persepsi individu tentang dirinya sendiri dan hubungannya dengan obyek
atau orang lain dalam lingkungannya. Sedangkan Mead mendefinisikan konsep diri sebagai
perasaan, pandangan, dan penilaian individu mengenai dirinya yang didapat dari hasil
interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Dapat kita simpulkan bahwa konsep diri adalah cara
pandang kita terhadap diri kita sendiri.
Pembentukan konsep diri dapat dipengaruhi lingkugan. Konsep diri dibagi menjadi dua
yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Lingkungan yang memberikan dukungan
positif akan mempermudah individu untuk membentuk konsep diri positif. Sebaliknya,
lingkungan yang memberikan dukugan negatif akan membentuk konsep diri negatif.
Lingkungan akan menghasilkan stigma dan persepsi yang dapat mempengaruhi seseorang
dalam membentuk konsep diri.
Seseorang yang mampu membentuk konsep diri positif, ia akan mudah menerima dan
berdamai dengan dirinya sendiri maupun masa lalunya. Hal tersebut tentu berpengaruh ke
perilaku seseorang. Selain itu, konsep diri juga dibentuk dari pengalaman, perilaku diri, dan
penilaian orang lain terhadap individu. Maka dari itu, penting bagi kita untuk menilai
pengalaman dan lingkungan agar konsep diri yang kita bentuk benar dan positif.

B. Aspek-Aspek Konsep Diri


Aspek aspek konsep diri menurut Calhoun & Acocella terdiri dari tiga aspek yaitu
pengetahuan yang di miliki individu mengenai dirinya sendiri, pengharapan yang di miliki

6
individu untuk dirinya sendiri dan penilaian mengenai diri sendiri. Self concept merupakan
gambaran mental yang di miliki oleh seorang individu.
1. Pengetahuan
Aspek atau di mensi pertama dari konsep diri adalah pengetahuan. Pengetahuan yang
di miliki individu merupakan apa yang individu ketahui tentang dirinya. Dalam benak
setiap individu ada satu daftar julukan yang menggambarkan tentang dirinya.
Hal ini mengacu pada istilah-istilah kuantitas seperti nama, usia, jenis kelamin,
kebangsaan, pekerjaan, agama dan sebagainya dan sesuatu yang merujuk pada istilah-
istilah kualitas, seperti individu yang egois, baik hati, tenang dan bertemperamen tinggi.
Pengetahuan bisa di peroleh dengan membandingkan diri individu dengan kelompok
pembandingnya (orang lain). Pengetahuan yang di miliki individu tidaklah menetap
sepanjang hidupnya, pengetahuan bisa berubah dengan cara merubah tingkah laku
individu tersebut atau cara mengubah kelompok pembanding. Dalam membandingkan
diri sendiri dengan orang lain maka julukan yang tepat untuk membedakan adalah
perbadaan kualitas.
2. Harapan
Aspek atau di mensi kedua dari konsep diri adalah harapan. Harapan merupakan
aspek dimana individu mempunyai berbagai pandangan kedepan tentang siapa dirinya,
menjadi apa di masa mendatang, maka individu mempunyai pengharapan terhadap
dirinya sendiri. Singkatnya, individu mempunyai harapan bagi dirinya sendiri untuk
menjadi diri yang ideal dan pengharapan tersebut berbeda-beda pada setiap individu.
3. Penilaian
Aspek terakhir dari konsep diri adalah penilaian terhadap diri sendiri. Individu
berkedudukan sebagai penilai terhadap di rinya sendiri setiap hari. Penilaian terhadap
diri sendiri adalah pengukuran individu tentang keadaannya saat ini dengan apa yang
menurutnya dapat dan terjadi pada dirinya. Intinya, setiap individu berperan sebagai
penilai terhadap di rinya sendiri dan dengan menilai hal ini merupakan standar masing-
masing individu.

C. Regulasi dan Motivasi Diri


1. Regulasi Diri

7
Regulasi diri berarti juga ketahanan diri terhadap ransangan dari lingkungan yang
memaksa individu untuk melakukan tindakan baik itu tindakan yang positif ataupun
negatif.
Maka ada beberapa aspek yang mendasari pada regulasi diri pada setiap individu
yaitu:
1) Metakognitif merupakan bagian dari kemampuan individu ketika memikirkan
untuk merancang atau merencanakan tindakan yang ingin dilakukan. Pada
penelitian yang dilakukan Romera (2009) menghasilkan bahwa metakognisi yang
dilakukan oleh anak usia dini ketika diberikan informasi dengan menggunakan
pertanyaan setelah diberikan pertanyaan atau tugas – tugas maka aspek yang
banyak berperan dalam menentukan regulasi dirinya adalah metakognitif maka
menimbulkan kesimpulan bahwa regulasi diri dalam strategi penerimaan
informasi maupun pembelajaran yang baik berkorelasi dengan kemampuan
metakognitif. Pada penelitian araujo (2013) yang membandingkan beberapa
aspek yang mendasari pembentukan regulasi diri, didapatkan bahwa metakognitif
memainkan peranan penting sebagai pembentuk regulasi diri seseorang.
2) Motivasi merupakan faktor penentu dalam melakukan tindakan ataupun sebagai
serangkaian usaha yang mungkin berasal dari ransangan luar ataupun berasal dari
individu sendiri, motivasi bisa berupa hadia ataupun hukuman (Zuhmrun et all,
2011). Penelitian yang dilakukan Pintrich & De Grot (1990) menghasilkan bahwa
motivasi merupakan serapan dari serangkaian kognitif individu. Motivasi yang
baik menghasilkan prestasi. Keluarga atau orang tua merupakan unsur penting
dalam membangun motivasi pada regulasi diri anak maupun remaja (Grolnick &
Ryan, 1989). Adapun pada penelitian Effeny, Carroll, & Bahr (2013) menemukan
bahwa dalam membangun regulasi diri remaja (siswa), peran guru sangat penting
pada awal – awal pendidikan ketika masuk sekolah baru karena siswa akan
sangat bergantung pada apa yang dikatakan oleh guru, dan selayaknya guru
memberikan motivasi penguatan dalam mencapai tujuan dan cita – cita yang
ingin dicapai.
3) Tindakan positif merupakan tindakan yang dilakukan individu ketika telah
menyeleksi dan menghasilkan perilaku yang dapat diterima oleh lingkungan

8
masyarakat ataupun sesuai dengan tujuan yang diharapkan, semakin besar dan
optimal uaa yang dikerahkan individu dalam melakukan suatu aktivitas maka
akan meningkatkan regulasi individu itu tersebut. Pada penelitian schneider
(2014) menghasilkan bahwa tindakan positif yaitu dengan meningkatkan
intensitas belajar pada siswa dalam upaya menghasilkan prestasi belajar
mendapatkan hasil semakin tinggi regulasi siswa, artinya bahwa tindakan positif
yang dilakukan siswa akan menghasilkan regulasi diri yang baik.

Regulasi diri dalam belajar membuat mahasiswa yang memiliki peran sosial yang
lain yaitu sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga dapat meraih prestasi akademik
yang tinggi. Bentuk regulasi diri dalam belajar yang ditemukan adalah regulasi
kognitif, regulasi motivasi, regulasi emosi, regulasi perilaku dan regulasi konteks.
Regulasi diri dalam belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti
karakteristik individu atau kepribadian, ajaran budaya dan agama yang dianut,
motivasi, keyakinan diri dan situasi pencetus yang menyebabkan munculnya proses
regulasi.

2. Motivasi Diri
Teori motivasi adalah teori yang mengulas mengenai motivasi serta
mengelompokkannya menjadi beberapa bentuk dari kurun waktu ke waktu. Secara
Bahasa, istilah motivasi berasal dari Bahasa Latin memiliki kata “movere” yang
memiliki arti dan makna menggerakkan. Motivasi juga memiliki arti dari beberapa ahli
Bahasa seperti, menurut Weiner tahun 1990, motivasi diartikan sebagai keadaan dimana
diri manusia membangkitkan serta membangun dirinya sendiri untuk segera bertindak,
tindakan tersebut didasari atas keinginan mencapai suatu tujuan dan agar diri kita tetap
terpacu pada suatu kegiatan tertentu.
Lalu untuk menurut Uno tahun 2007, menurutnya motivasi bisa diartikan sebagai
bentuk dorongan yang datangnya dapat dari dalam maupun luar diri manusia yang
memiliki ciri-ciri seperti adanya dorongan, hasrat, keinginan, minat, harapan, cita-cita,
penghormatan penghormatan, serta kebutuhan. Sedangkan menurut Imron tahun 1966,
beliau menguraikan bahwa menurutnya motivasi itu berasal dari kata “motivation”

9
berasal dari Bahasa Inggris yang memiliki arti sebuah dorongan atau alasan mengapa
kita harus melakukan suatu kegiatan yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu.
Motivasi yang tumbuh dalam diri individu dapat mempengaruhi perkembangan
individu ke arah yang lebih baik. Motivasi dalam diri individu tidak tumbuh secara tiba-
tiba. Motivasi dapat tumbuh melalui berbagai cara. Cara menumbuhkan motivasi harus
tepat agar dapat memberikan keuntungan bagi perkembangan individu.
Fungsi Motivasi:
Menurut Sardiman, ada tiga fungsi motivasi itu meliputi:
1) Motivasi berfungsi mendorong manusia untuk berbuat.
Motivasi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal
ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
2) Motivasi berfungsi menentukan arah perbuatan.
Motivasi mengarahkan tujuan hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat
memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
3) Motivasi berfungsi menyeleksi perbuatan.
Motivasi menentuan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan guna mencapai
tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
tersebut.

D. Sikap dan Pembentukan Sikap


1. Pengertian Sikap
Sikap (Attitude) adalah evaluasiatau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap
suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut. Aambivalen individu terhadap
peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap objek pe merupakan perasaan, keyakinan, dan
kecenderungan perilaku yang relatif menetap.
Menurut Sarwono (2000), sikap dapat didefinisikan kesiapan pada seseorang
untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif,
dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah
mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap
membenci, tidak menyukai obyek tertentu.
2. Pembentukan Sikap

10
Sikap sosial terbentuk oleh adanya interaksi sosial. Dalam interak- si sosial itu,
individu membentuk pola sikap tertentu terhadap objek psikologis yang dihadapinya.
Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap itu antara lain pengalaman
pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting (significant other), media massa,
lembaga pendidikan atau lembaga agama, dan faktor emosi dalam diri individu (Azwar,
1988:24).
Menyadari akan beberapa faktor tersebut, dalam mengajarkan sikap, masing-
masing faktor secara sendiri-sendiri atau bersama-sama harus dimanipulasi demi
terbentuknya sikap positif yang kita kehendaki.
3. Fungsi Sikap
Katz (dalam Maio & Haddock, 2004) membagi fungsi sikap menjadi empat, yaitu:
1) The knowledge function. Sikap sebagai skema yang memfasilitasi pengelolaan dan
penyederhanaan pemrosesan informasi dengan mengintegrasikan antara informasi
yang ada dengan informasi baru.
Dalam hal ini, sikap mempermudah kita di dalam memahami objek sikap dan dalam
mengorganisasikan informasi-informasi yang berhubungan dengannya. Ketika
dihadapkan pada suatu objek sikap yang tidak dikenal, kita bisa memahaminya
dengan menggunakan skema.
2) The utilitarian atau instrumental function. Sikap membantu kita mencapai tujuan
yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak diinginkan. Kita akan cenderung
menunjukkan sikap positif terhadap suatu objek sikap tertentu jika dianggap dapat
mendatangkan keuntungan, sebaliknya kita akan menunjukkan sikap negatif
terhadap suatu objek sikap tertentu jika dianggap dapat mendatangkan kerugian.
Kita mungkin memilih berafiliasi dengan partai politik tertentu, misalnya, karena
partai tersebut dianggap dapat mewujudkan tujuan-tujuan pribadi kita.
3) The ego-defensive function. Sikap berfungsi memelihap dan meningkatkan harga
diri. Rogers (2003) menyeby fungsi ini dengan fungsi pemeliharaan harga diri Sikap
positif kita terhadap barang-barang mewah misalnya, boleh jadi dikarenakan adanya
keingina untuk meningkatkan harga diri kita di hadapan orang lain.
4) The value-expressive function. Sikap digunakan sebagi alat untuk mengekspresikan
nilai-nilai dan konsep diri, Dalam hal ini, sikap berfungsi untuk memperkenalkan

11
nilai-nilai ataupun keyakinan kita terhadap orang lain. Orang yang menentang
pornografi dan pornoaksi, misalnya, boleh jadi merupakan ekspresi dari niliinilai
yang diyakininya.

E. Hubungan antara Sikap dan Perilaku


Hubungan sikap dan juga perilaku memang sangat mempengaruhi setiap individu serta
bagaimana individu tersebut merespon sesuatu yang ditangkapnya dan dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya:
1. Pembentukan perilaku
2. Konsistesi sikap dan perilaku
3. Keyakinan sikap
4. Sikap positif dan sikap negative
5. Sikap melalui Pengaruh orang lain
6. Sikap dan perilaku yang beralasan
7. Sikap dan perilaku secara spontan
8. Perilaku yang dapat mempengaruhi sikap begitupun sebaliknya.
9. Hubungan sikap dan perilaku terhadap objek
10. Hubungan sikap dan perilaku berdasarkan pengalaman

Dalam beberapa situasi maupun keadaan sikap dapat berubah-ubah dan terbentuk dalam
beberapa jenis diantaranya:
 Diferensi
Berdasarkan adanya pengalaman, keadaan di masa lalu, pengaruh dari lingkungan,
sehingga sikap dapat terbentuk dengan sendirinya.
 Integrasi
Yang dimaksud disini adalah pembentukan sikap yang terbentuk secara bertahap
melalui beberapa keadaan dan juga pengalaman seorang individu dalam cara
menghilangkan trauma di masa lalu, yang pada akhirnya terbentuklah sebuah sikap dan
perilaku
 Trauma

12
Trauma merupakan sebuah pengalaman yang dirasakan begitu dalam dan secara tiba-
tiba. Melalui pengalaman-pengalaman trauma akhirnya terbentuknya sebuah sikap pada
seorang individu.
 Adopsi
Adanya sebuah kejadian maupun sebuah peristiwa tertentu yang keberadaannya terus
berulang-ulang sehingga akan membentuk sebuah sikap dari seorang individu.

F. Persuasi dan Disonansi Kognitif


1. Persuasi
1) Pengertian Persuasif
Pesuasi adalah salah satu cara komunikasi yang bertujuan untuk mempengaruhi
orang lain untuk melakukan tindakan atau mengambil keputusan sesuai dengan
kemauan kita, sehingga orang lain akan mengubah keinginannya sesuai dengan apa
yang kita pengaruhi. Komunikasi persuasi yang berhasil tidak akan membuat
kerugian antara satu dengan yang lain. Hal tersebut sesuai dengan tujuan
dilakukannya komunikasi jenis ini.
2) Ciri Persusif
Karakteristik digolongkan sebagai persuasif antara lain sebagai berikut;
a. Besifat mengajak, kalimat yang digunakan untuk mengajak orang lain
mengikuti apa yang dianjurkan oleh seorang komunikator, iklan, atau pihak-
pihak yang berkepentingan. Biasanya menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dipahami untuk semua pihak.
b. Berbentuk kalimat perintah, bentuk kalimat lain yang ditandai dengan tanda
seru (!) yang menandakan kalimat perintah. Perintah dapat berupa ajakan,
selogan, atau memberikan tawaran atas suatu produk atau yang lainnya.
c. Digunakan untuk keperluan iklan, larangan, dan himbauan, kalimat persuasif
dapat digunakan untuk beberapa keperluan baik pribadi atau umum. Kalimat
persuasif sering kita temui dibeberapa media seperti iklan di Televisi, fasilitas
umum, sekolah, kantor, dan di rumah.

13
d. Menggunakan kata yang bersifat ajakan, kata yang biasa digunakan antara lain,
ayo, mari, jangan, bauanglah, bersihkan, rapikan, dan lain-lain. Semua kata
tersebut sering digunakan dalam mengungkapkan kalimat persuasif.
e. Menggunakan bahasa yang menarik, bahasa yang digunakan menarik perhatian
orang yang mendengar atau yang membaca kalimat tersebut.
f. Mudah dipahami, bahasa yang digunakan diaharpakan dapat melekat dipikiran
siapapun yang membacanya. Walaupun orang lain tidak terpengaruhi
setidaknya melekat dalam ingatan seseorang.
3) Manfaat Persuasif
Sedangkan kebergunaan persuasif dalam kehidupan sehari-hari ini antara lain
sebagai berikut:
a. Memperbaiki berbagai macam moral masyarakat, perbaikan ini dapat diperoleh
ketika masyarakat melakukan hal yang positif sesuai dengan anjuran dari
pemerendah desa atau orang yang dituakan di daerah tersebut.
b. Dapat memberikan kontribusi yang baik untuk orang lain, arahan yang
deberikan oleh seseorang demi kebersamaan atau kepentingan umum. Misal
arahan dari pemerintah daerah untuk membayara pajak, menggunakan masker
setiap keluar rumah, memperhatikan kebersihan lingkungan dan lain-lain.
c. Terjualnya produk yang ditawarkan, ketika mampu menawarkan produk dengan
baik diharapkan dapat menambah jumlah penjualan pada produk tertentu.
Ditambah bukti khasiat dari produk yang dijual maka akan mendapatkan
pelanggan yang loyal dan tidak terlalu menghawatirkan keadaan pasar
sementara waktu.
d. Mengubah pola pikir seseorang, pengaruh yang diberikan dari kalimat persuasif
yang disampaikan akan mengubah pola pikir dan dapat memiliki sudut pandang
yang berbeda dalam melakukan tindakan atau keputusan tertentu.
4) Contoh Tindakan Persuasif
Tindakan yang dapat digolongkan sebagai salah satu penggabaran persuasif dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja sebagai berikut;
a. Mengajak seseorang untuk ikut serta menandatangani petisi
b. Memberi pertimbangan dalam memilih program studi di perguruan tinggi

14
c. Tata tertib yang dibuat oleh sekolah
d. Himbauan perilaku hidup sehat
e. Penyuluhan bahaya rokok
f. Penyuluhan bahaya narkoba

2. Disonansi Kognitif
Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi
ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Sebagai contoh, seorang
perokok tetap merokok, meski tahu bahwa rokok berbahaya bagi kesehatannya. Situasi
tersebut dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman pada seseorang. Hal ini mengarah
pada perubahan salah satu sikap, keyakinan, atau perilaku untuk mengurangi
ketidaknyamanan tersebut. Disonansi kognitif termasuk salah satu teori yang paling
berpengaruh dalam psikologi sosial. Teori ini dicetuskan oleh Leon Festinger pada 1957.
Melalui teori ini, Festinger menunjukkan bahwa setiap orang memiliki dorongan batin
untuk menjaga semua sikap dan perilaku tetap selaras serta menghindari
ketidakharmonisan (disonansi). Bila disonansi ini terjadi, sesuatu harus berubah untuk
menyelaraskan kembali situasi tersebut.
1) Apa tandanya seseorang mengalami disonansi kognitif?
Disonansi kognitif tidak terjadi secara otomatis. Artinya, tidak semua orang akan
melakukan perubahan saat ada keyakinan dan perilaku yang berlawanan. Biasanya,
seseorang harus menyadari bahwa ada perasaan tidak nyaman dalam dirinya akibat
ketidakselarasan yang terjadi, sehingga kemudian melakukan perubahan-perubahan
tersebut. Adapun perasaan tidak nyaman ini bisa berupa kecemasan, malu, atau
perasaan bersalah dan menyesal. Perasaan ini pun bisa memengaruhi perilaku,
pikiran, keputusan, sikap, hingga kesehatan mental seseorang. Adapun berikut
adalah beberapa tanda seseorang mengalami disonansi kognitif:
 Merasa cemas sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan.
 Mencoba membenarkan atau merasionalisasi keputusan atau tindakan yang
telah Anda ambil.
 Merasa malu akan tindakan yang Anda ambil atau kecenderungan untuk
menyembunyikannya.

15
 Merasa bersalah atau menyesal tentang sesuatu yang pernah Anda lakukan.
 Menghindari percakapan tentang topik tertentu atau informasi baru yang
bertentangan dengan keyakinan.
 Melakukan sesuatu karena tekanan sosial meski itu bukan hal yang Anda
inginkan.
 Mengabaikan informasi yang menyebabkan disonansi.
2) Apa penyebab dari disonansi kognitif?
Ada beberapa kondisi yang bisa menyebabkan disonansi kognitif pada seseorang,
yaitu:
a. Tekanan dari orang lain
Disonansi sering terjadi akibat paksaan atau tekanan dari orang atau pihak lain.
Hal ini seringkali terjadi di sekolah, tempat bekerja, atau situasi sosial. Sebagai
contoh, melakukan sesuatu di kantor yang tidak sesuai dengan isi hati Anda agar
tidak dipecat oleh atasan.
b. Pengambilan keputusan
Membuat keputusan dari dua pilihan seringkali menimbulkan disonansi, karena
keduanya sama-sama menarik. Salah satu contoh disonansi kognitif ini, yaitu bila
Anda harus memutuskan apakah akan menerima pekerjaan di daerah yang indah
atau menolak pekerjaan tersebut agar bisa terus dekat dengan keluarga. Jika
sudah memilih, Anda akan mencari argumen yang menguatkan bahwa Anda
tidak salah mengambil keputusan.
c. Upaya mencapai tujuan
Disonansi bisa terjadi jika Anda sedang berupaya keras untuk mencapai suatu
tujuan dan kemudian mengevaluasinya secara negatif. Sebagai contoh, Anda
mungkin membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai suatu tujuan.
Kemudian Anda menyadari bahwa waktu ini terlalu panjang hanya untuk satu
tujuan tersebut. Guna menghindari disonansi ini, Anda meyakinkan diri bahwa
Anda tidak menghabiskan waktu dan berpikir bahwa waktu yang telah Anda lalui
ini benar-benar sangat menyenangkan.
3) Contoh disonansi kognitif dalam kehidupan sehari-hari

16
Dilansir dari American Psychological Association, Festinger menjelaskan teori ini
dengan sebuah contoh yang terjadi pada kehidupan sehari-hari. Salah satunya adalah
disonansi kognitif yang terjadi pada perokok. Lebih lanjut Festinger menjelaskan,
seorang perokok yang mengetahui bahwa merokok bahaya bagi kesehatan
mengalami disonansi. Pasalnya, ia tetap saja merokok walau sadar tindakan tersebut
tidak baik untuk kesehatannya.
Akibat ketidakselarasan tersebut, ia mengubah perilakunya, seperti berhenti
merokok, agar selaras dengan keyakinannya. Namun, ia bisa juga mengubah
pemikirannya bahwa rokok tidak berbahaya atau mencari efek positif dari merokok,
seperti mempercayai bahwa merokok dapat mengurangi stres dan mencegah
penambahan berat badan.
Contoh lain dari disonansi kognitif adalah makan daging. Hal ini bisa menjadi
disonansi karena makan daging tidak sejalan dengan kepedulian terhadap hewan.
Untuk menghapus disonansi tersebut, seseorang yang makan daging mengurangi
kepeduliannya terhadap hewan. Adapun situasi ini sering disebut dengan meat
paradox.

17
BAB 3
PENUTUP
A. Simpulan
Sikap (Attitude) adalah evaluasiatau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu
objek adalah perasaan mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau
tidak memihak pada objek tersebut. Aambivalen individu terhadap peristiwa, orang, atau ide
tertentu. Sikap objek pe merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang
relatif menetap.
Menurut Sarwono (2000), sikap dapat didefinisikan kesiapan pada seseorang untuk
bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu. Sikap ini dapat bersifat positif, dan dapat
pula bersifat negatif. Dalam sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Sedangkan dalam sikap membenci, tidak
menyukai obyek tertentu.

B. Saran
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

18

Anda mungkin juga menyukai