Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PSIKOLOGI
KEPRIBADIAN
PRESEPSI TENTANG DIRI
Dosen Pengampu : Oki Mutiara S.Psi

Kelompok 1
Artado Ambarita / 226002017
Mu’amar Zaini Assidiq / 226002020
UNIVERSITAS MARITIM AMNI SEMARANG

KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat-Nya


sehingga makalah ini dapat tersusun sampai selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah


pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap
lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam
kehidupan sehari-hari.

Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi

JUDUL..........................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................................2
BAB 1
1.KONSEP DIRI.............................................................................................................................................4
1.1 Apa itu Konsep Diri / Self Concept?...........................................................................................4
1.2 Pengertian Konsep Diri /Self Concept dari Para Ahli..........................................................................5
1.3 Komponen Konsep Diri / Self Concept...............................................................................................7
1.4 Karakteristik Konsep Diri / Self Concept............................................................................................9
1.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Self Concept atau Konsep Diri...................................................11
1.6 Pentingnya Self Concept untuk Diri Sendiri.....................................................................................12
1.7 Kesimpulan dari Self Concept..........................................................................................................14
BAB 2

2.HARGA DIRI............................................................................................................................................15
2.1.Apa itu Harga Diri?...........................................................................................................................15
2.2 Pengertian Harga Diri Menurut Para Ahli........................................................................................16
2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri................................................................................21
2.5 Cara Meningkatkan Harga Diri.........................................................................................................23
BAB 3

3.PRESENTASI DIRI.....................................................................................................................................24
3.1 Pengertian Self Presentation...........................................................................................................24
3.2 Tujuan Self Presentation..................................................................................................................25
3.3 Syarat Manajemen Impresi..............................................................................................................26
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Self Presentation................................................................................27
3.5 Strategi Self Presentation....................................................................................................28

1.KONSEP DIRI
1.1 Apa itu  Konsep Diri / Self Concept?

Self concept atau konsep diri adalah cara dan sikap seorang individu dalam
memandang dirinya sendiri. Pandangan atau perspektif diri meliputi aspek fisik
maupun psikis, seperti mengenal karakteristik individu itu sendiri, tingkah laku
atau perbuatannya, kemampuan dirinya, dan sebagainya. Tak hanya mencakup
kekuatan diri individu itu saja, melainkan kelemahan dan kegagalan yang ada
pada dirinya.
Sebagai contoh, apabila individu menganggap bahwa dirinya memiliki
kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya, akan terbentuk self
concept yang baik atau positif pada dirinya. Namun, sebaliknya, apabila individu
itu menganggap bahwa dirinya tidak mampu atau dalam artian pesimis sebelum
mencoba, akan terbentuk self concept yang negatif pada dirinya.

1.2 Pengertian Konsep Diri /Self Concept dari Para Ahli

Untuk memahami pengertian self concept  secara mendalam, berikut akan


diberikan pengertian dari beberapa ahli di bawah ini.

1. Robert Bruce Burns


Robert Bruce Burns berpendapat bahwa self concept adalah relasi antara sikap
dan keyakinan mengenai diri individu itu sendiri.

2. Budi Anna Keliat


Budi Anna Keliat mengatakan bahwa self concept atau konsep diri adalah cara
pandang individu dalam memandang dirinya, baik secara utuh, fisikal, intelektual,
emosional, spiritual, maupun sosial.

3. Patricia Potter Anne Perry


Potter and Perry memandang bahwa self concept atau konsep diri adalah
gambaran subjektif dari diri individu dan perpaduan yang kompleks, mulai dari
perasaan, persepsi sadar dan bawah sadar, hingga sikap. Self concept atau konsep
diri memberi individu kerangka rujukan yang memengaruhi self management
akan situasi dan hubungan individu dengan orang lain.

4. Cawagas
Cawagas memberikan pendapat bahwa self concept adalah suatu cara pandangan
secara menyeluruh seorang individu terhadap dimensi fisik dirinya sendiri,
karakteristik yang dipunyai, aspek motivasi atau dorongan, kelemahan,
kepandaiannya, dan celah kegagalan dirinya.

5. Clara R. Pudjijogyanti (1995)


Menurut Pudjijogyanti, dirinya menganggap bahwa self concept adalah salah satu faktor
penentu tingkah laku individu, seperti apakah akan baik atau buruk. Perilaku negatif seorang
individu merupakan hasil dari adanya gangguan dalam upaya pencapaian harga diri (self
esteem).
6. Gail Wiscarz Stuart dan Sandra J. Sundeen
Stuart dan Sundeen mengungkapkan bahwa self concept atau konsep diri adalah segala pikiran,
keyakinan, dan kepercayaan yang diketahui individu terhadap dirinya sendiri dan memengaruhi
hubungan dirinya dengan individu lain.
7. Rochmad Natawidjaya
Rochman Natawidjaya mengemukakan pengertian dari self concept atau konsep diri adalah
tanggapan individu terhadap dirinya sendiri, kemampuan dan ketidakmampuannya, tabiatnya,
harga diri, dan hubungan individu tersebut dengan orang lain.

8. Willian D. Brooks
William D. Brooks mengatakan bahwa self concept atau konsep diri adalah perspektif terkait
totalitas psikis, fisik, dan sosial terhadap diri sendiri yang terbentuk dari berbagai pengalaman
serta interaksi atau komunikasi individu dengan individu lain.

9. Carl Rogers
Menurut Carl Rogers, ia mengungkapkan bahwa self concept atau konsep diri itu berapa pada
strata kesadaran individu. Jadi, self concept adalah suatu konfigurasi atau penggabungan dari
berbagai tanggapan yang saling terkait dengan diri sendiri, masuk hingga ke dalam kesadaran
individu.
10. James F. Calhoun
James F. Calhoun mengartikan self concept atau konsep diri sebagai gambaran batin seorang
individu yang meliputi pengetahuan akan dirinya sendiri, pengharapan diri, dan penilaian akan
diriny
a sendiri.

1.3 Komponen Konsep Diri / Self Concept


Secara umum, self concept terdiri atas beberapa komponen. Berikut
penjelasannya.
1. Citra Diri (Self Image)
Citra diri atau gambaran diri ini biasa dikenal sebagai self image adalah perilaku
individu secara fisik pada dirinya sendiri, baik disadari maupun tak disadari.
Komponen self image mencakup persepsi atau tanggapan, baik di masa lalu
maupun sekarang, terkait ukuran dan bentuk tubuh serta kemampuan pada
dirinya (fisik).

2. Ideal Diri
Ideal diri adalah persepsi seorang individu mengenai bagaimana individu tersebut
semestinya berperilaku berdasar pada standar pribadinya dan terkait dengan cita-
citanya. Pembentukan ideal diri ini mulai ada sejak individu itu berada pada masa
anak-anak dan dipengaruhi pula oleh individu lain yang berada di sekitar dirinya.

Ideal diri disebut juga sebagai pengharapan atas dirinya sendiri. Hal ini seperti
harapan atas kemungkinan menjadi apa dirinya kelak sesuai dengan idealisme
dirinya.

3. Harga Diri (Self Esteem)


Harga diri atau biasa disebut sebagai self esteem ini adalah persepsi seorang
individu akan hasil yang dicapainya dengan menelaah seberapa banyak
kesesuaian perilakunya dengan ideal dirinya. Self esteem ini memang terbentuk
sejak kecil sebab adanya perhatian dan penerimaan dari individu dan lingkungan
sekitarnya.

Self esteem atau harga diri ini dihasilkan dari persepsi dan penilaian seorang
individu terhadap dirinya terkait yang diharapkan dengan fakta yang ada pada
dirinya. Apabila semakin luas ketidaksesuaian antara pengharapan dan fakta atau
kenyataan di dirinya, akan semakin rendah rasa harga dirinya. Sebaliknya, Apabila
individu tersebut semakin mendekati ideal dirinya atau pengharapan atas dirinya
dan menyukai atas apa yang dikerjakan, akan semakin tinggi pula rasa harga
dirinya.

4. Peran Diri
Peran diri adalah segenap bentuk sikap atau tingkah laku, nilai, dan tujuan yang
diharapkan oleh suatu kelompok sosial terkait dengan fungsi dan peran individu di
dalam masyarakat atau kelompok sosial tersebut.

5. Identitas Diri
Identitas diri adalah kepekaan individu terhadap dirinya yang dihasilkan dari
pengamatan dan penilaian dirinya dengan menyadari bahwa dirinya itu memiliki
perbedaan dengan individu lain. Komponen self concept ini mulai terbentuk dan
berkembang pada diri individu sejak masa kanak-kanaknya.

Selain itu, terdapat pula pandangan terkait komponen self concept dari beberapa
literatur, di antaranya.
Komponen Kognitif, biasa disebut sebagai komponen citra diri atau self image
adalah komponen yang memiliki keterkaitan langsung dengan pikiran dan cara
menggunakannya. Self image atau citra diri ini meliputi beberapa aspek, seperti
aspek percaya diri, daya tarik secara fisik, aspek rasa percaya diri, tujuan hidup,
kedudukan dan peran sosial, serta aspek kesukaan dari penilaian individu lain
terhadap dirinya.
Komponen Afektif, lebih sering disebut sebagai harga diri atau self esteem.
Komponen self concept ini adalah komponen kedua yang memiliki keterkaitan
erat dengan perasaan. Self esteem atau harga diri memiliki beberapa aspek,
meliputi aspek perasaan, penerimaan diri, penyesuaian dirinya, penghargaan, dan
pujian.

1.4 Karakteristik Konsep Diri / Self Concept


Secara umum, seorang individu dalam melakukan penilaian atas dirinya sendiri, terdapat dua
kemungkinan. Ada yang menilai dirinya positif dan ada pula yang menilai dirinya negatif.
Dengan kata lain, individu tersebut mempunyai self concept positif, akan tetapi tak menutup
kemungkinan bahwa ada pula individu yang mempunyai self concept negatif.

Di bawah ini akan dijabarkan karakteristik self concept.

1. Self Concept Positif


Self concept positif sebagai pandangan seorang individu memiliki konsep positif pada dirinya
yang memudahkannya dalam beradaptasi dengan beberapa atau banyak keadaan. Individu
tersebut memandang di samping hal-hal buruk atau negatif pasti ada hikmah yang bisa diambil
dan bukanlah akhir dari segalanya.

Biasanya, Individu yang memiliki self concept seperti ini akan lebih optimis, percaya diri, dan
selalu berpikir bahwa setiap masalah ada solusinya.

Selain itu, individu yang memiliki self concept positif ini, dapat menerima dirinya apa adanya,
menerima segala risiko dan kelemahannya. Ia juga cenderung memiliki wawasan yang luas
terhadap dirinya sendiri, memiliki keinginan dan perencanaan realis yang kemungkinan besar
dapat dicapai olehnya. Ia memiliki sikap yang dapat memposisikan harga dirinya secara tepat.

Adapun karakteristik individu yang memiliki self concept yang positif, antara lain:
Mempunyai keyakinan bahwa dirinya mampu untuk mengatasi berbagai masalah. Dengan kata
lain, dirinya percaya bahwa di setiap masalah pasti ada solusinya
Ia memiliki perasaan setara terhadap individu lain
Memiliki keinginan untuk introspeksi diri dan kemampuan dalam memperbaiki dirinya sendiri
Memiliki kesadaran bahwa individu lain juga mempunyai keinginan, perasaan, dan sikap yang
belum tentu diterima oleh semua anggota masyarakat atau kelompok sosial tertentu
Dapat menerima pujian dari individu lain tanpa rasa malu. Dengan kata lain, ia tak akan hanyut
ketika mendapatkan sanjungan dari individu lain
Tidak merasa terancam dan cemas apabila dirinya dikritik oleh individu lain
Akan secara lapang menerima informasi negatif terhadap dirinya
Untuk membentuk self concept positif memerlukan usaha lebih, dimana bukan hanya sekedar
teori saja namun bagaimana kita bisa mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari dan hal
ini bisa Grameds pelajari pada buku Berpikir Positif.

2. Self Concept Negatif


Self concept negatif biasanya terjadi pada individu yang tidak banyak tahu informasi akan
dirinya sendiri dan tak melihat dirinya secara utuh. Contohnya, ia hanya melihat kelemahan
pada dirinya atau bahkan kelebihan-kelebihan yang ada pada dirinya.

Hal tersebut yang menjadikan dirinya memiliki keinginan, harapan dan perencanaan yang tidak
realistis sehingga peluang untuk berhasilnya pun tipis. Ia memiliki sikap yang memposisikan
dirinya secara kurang atau bisa dikatakan tidak tepat.

Individu yang mempunyai self concept negatif, cenderung lebih pesimis dan merasa sulit untuk
melihat kesempatan dalam kesulitan tersebut. Terlebih, dirinya merasa kalah sebelum
mencoba. Pun apabila tidak berhasil dan dikatakan gagal, individu dengan self concept seperti
ini akan menyalahkan keadaan yang ada, individu lain, bahkan dirinya sendiri.

Adapun beberapa karakteristik dari individu yang memiliki self concept yang negatif, di
antaranya.

Merasa pesimis setiap kali menghadapi suatu kompetisi dengan individu lain
Memiliki sifat yang sensitif atau peka apabila mendapat kritikan dari individu lain
Memiliki sikap yang responsif apabila mendapat pujian dari individu lain
Cenderung memiliki sikap yang suka mengkritik, bahkan hingga ke persoalan kecil sekalipun
Memiliki perasaan bahwa dirinya tidak disenangi oleh individu lain
Tidak mampu untuk menghargai dan mengakui kelebihan dari individu lain
Untuk menghilangkan pemikiran konsep negatif ini, Grameds dapat membaca buku Magnet
Berpikir Positif yang dapat membuka pemikiran bahwa tidak semua kegagalan adalah akhir dari
segalanya.
etiap individu selalu memiliki tujuan untuk mendapatkan kehidupan yang penuh keajaiban dan
kebahagiaan. Dengan tujuan itu, seorang individu akan berusaha sebaik mungkin untuk
mencapainya. Namun, apabila dalam diri individu tersebut tidak terdapat pikiran positif maka
tujuan tersebut akan sulit dicapai.

Buku ini berupaya memandu siapa saja agar memiliki magnet berpikir positif. Dengan memiliki
magnet berpikir positif maka orang akan dimampukan dalam meraih keajaiban dan
kebahagiaan hidup yang bertubi-tubi. Dengan bahasa yang lugas dan mudah dipahami, buku ini
akan mudah diaplikasikan oleh semua kalangan.

1.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Self Concept atau


Konsep Diri
Akar permasalah yang terjadi pada diri manusia sebagian besar ada pada perspektif terhadap
dirinya sendiri. Pemahaman ini akan muncul dari pikiran negatif terhadap dirinya sendiri,
seperti merasa dirinya tak berguna, rendah diri atau inferior, tidak cantik atau ganteng, tidak
menarik, tidak memiliki keterampilan, dan segala macam kritik terhadap dirinya sendiri yang
malah menyebabkan suatu problem.

Berikut ini ada beberapa faktor yang memengaruhi self concept seorang individu, di antaranya.

1. Kegagalan
Sadar atau tak sadar, kegagalan yang terjadi pada diri individu secara terus menerus akan
memberikan pertanyaan besar pada potensi atau kemampuan dirinya sendiri sehingga
berujung pada persepsi bahwa dirinya lemah dan tak dapat diandalkan.

2. Overthinking
Seorang individu yang terlalu sering overthinking sangatlah tidak baik. Hal itu karena dapat
mengarahkan pikiran buruk terhadap penilaian dirinya sendiri sehingga terciptalah self concept
yang negatif. Individu tersebut cenderung terus menerus memikirkan kegagalan yang
dialaminya, tanpa ada keinginan untuk mencari solusinya. Sikap seperti ini harus segera
dihentikan. 3. Depresi
Sebenarnya, poin ini ada kaitannya dengan poin-poin sebelumnya. Seorang individu dihadapkan
pada kegagalan, ia menganggap bahwa dirinya tidak memiliki potensi lagi untuk melawan
kegagalan itu, dan tidak mengambil peluang atas kegagalan tersebut. Sampai akhirnya, individu
itu dilanda stres hingga depresi karena terus memikirkan kemungkinan-kemungkinan negatif
atas kegagalan yang ia alami.

1.6 Pentingnya Self Concept untuk Diri Sendiri


Self concept yang sehat dan positif akan menimbulkan manfaat untuk diri sendiri. Berikut
adalah manfaat yang didapatkan dengan memiliki self concept yang sehat dan positif, di
antaranya:

1. Memaksimalkan Potensi Diri


Apabila individu memiliki self concept yang positif, individu itu akan percaya bahwa ia dapat
melakukan berbagai hal, mampu menyelesaikan masalah yang ada dengan mencari peluang
dan solusi, membuka potensi yang dimiliki kepada hal-hal yang belum pernah dipikirkan
sebelumnya.

2. Membantu Dirinya Sendiri dalam Mencapai Tujuan Hidupnya


Individu yang memiliki self concept positif, cenderung memiliki sikap yang optimis dan realistis
terhadap tujuan yang diinginkannya. Dengan begitu, peluang dirinya untuk berhasil akan
semakin besar sehingga tujuan yang diinginkannya pun akan tercapai.
3. Menghindari Self Sabotaging Behavior
Individu yang memiliki self concept positif mampu menghindari self-sabotaging behavior. Self-
sabotaging behavior sebagai bentuk pemikiran, sikap, ataupun tindakan yang menahan dirinya
untuk meraih apa yang ia mau, misalnya, goals dalam hidupnya.

Memiliki self concept yang positif akan membentuk diri menjadi pribadi yang lebih positif,
optimis, dan yakin bahwa dirinya mampu mendapatkan apa yang diinginkan atau dituju. Akan
tetapi, sebaliknya, apabila self concept pada diri individu itu negatif atau dapat dikatakan tak
sehat, hal itu tak akan membawa dirinya dalam mencapai keinginan dan tujuannya.

4. Mampu Memengaruhi Fisik dalam Menghadapi Masalah


Memengaruhi perspektif bagaimana individu itu menggunakan fisiknya dalam menghadapi
suatu masalah atau tantangan dalam kehidupannya sehari-hari. Contoh simpelnya, seorang
individu ingin mengikuti suatu perlombaan lari, apabila ia memiliki self concept bahwa dirinya
terlalu gemuk untuk dapat mengikuti perlombaan lari tersebut dan akan menjadi orang terakhir
yang sampai di garis finish, mungkin saja itu akan terjadi.

Akan berbeda bila individu tersebut memiliki self concept positif bahwa dirinya kuat dan akan
memenangkan lomba lari tersebut, bisa saja hasilnya akan sesuai dengan pemikirannya
tersebut. Hal ini menandakan bahwa individu yang memiliki self concept positif akan mampu
memengaruhi fisiknya dalam menghadapi masalah yang ada.

5. Mampu Mengukur Seberapa Jauh Dirinya dalam Menyelesaikan Masalah


Individu yang memiliki self concept positif akan mampu menentukan seberapa jauh ia dapat
keluar dari ‘zona nyaman’ nya dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, dirinya mampu
menentukan seberapa jauh kemampuan dirinya untuk menyelesaikan berbagai masalah.
1.7 Kesimpulan dari Self Concept
Self concept adalah pandangan dan penilaian individu pada
dirinya sendiri. Hal ini berguna sebagai landasan berperilaku
dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Maka dari itu,
ciptakanlah self concept yang positif agar mampu membentuk
kepribadian yang baik pula.

Itulah pembahasan lengkap mengenai Self Concept, mulai dari


pengertian, komponen self concept, karakteristik, faktor-faktor
yang memengaruhi self concept, hingga pentingnya self
concept untuk diri sendiri.
2.HARGA DIRI
2.1.Apa itu Harga Diri?
Apa itu harga diri

Harga diri adalah pandangan keseluruhan yang dimiliki individu tentang


dirinya sendiri. Individu menghargai hal-hal yang mereka pedulikan.
Harga diri juga mencakup bagaimana individu melihat diri mereka
sebagai individu yang mampu, berharga, dan sukses.

Harga diri juga kadang-kadang disebut citra diri. Misalnya, seorang anak
dengan harga diri yang tinggi mungkin tidak hanya melihat dirinya
sebagai pribadi, tetapi juga sebagai orang yang baik.

Harga diri yang berkepanjangan dan berlebihan dapat menyebabkan


kinerja yang buruk, depresi, gangguan makan, dan kejahatan. Tingkat
keparahan masalah ini akan tergantung tidak hanya pada sifat rendah
diri individu tetapi juga pada kondisi lain. Ketika perasaan rendah diri
disertai dengan kesulitan transisi atau masalah keluarga, masalah
individu dapat memburuk.

Harga diri berkaitan dengan cara seseorang berperilaku. “Jika seseorang


memiliki harga diri yang tinggi, mereka cenderung berperilaku positif.
Sebaliknya jika citra diri rendah, seseorang akan cenderung berperilaku
negatif.

2.2 Pengertian Harga Diri Menurut Para Ahli


1. Santrock
Salah satu evolusi psikologis yang dialami remaja adalah perkembangan sosio-
emosional, termasuk harga diri, yang merupakan pendekatan holistik yang
digunakan untuk mengevaluasi diri, di mana harga diri merupakan perbandingan
antara diri yang ideal dan diri yang sebenarnya (Santrock , 2012).

2. Rosenberg
Harga diri adalah sikap yang dimiliki orang terhadap dirinya sendiri, baik positif
maupun negatif (Rosenberg, 1965).

3. Coopersmith
Menurut Coopersmith (dalam Lestari & Koentjoro, 2002) menyatakan bahwa
harga diri merupakan hasil evaluasi individu terhadap dirinya sendiri, yang
diekspresikan dalam sikapnya terhadap dirinya sendiri. Peringkat ini mewakili
sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan sejauh mana individu
percaya bahwa dia mampu, substansial, efektif, dan berharga menurut standar
dan nilai pribadinya.

4. Verkuyten
Harga diri adalah konsep diri holistik yang mengacu pada evaluasi keseluruhan diri
sendiri sebagai individu, atau bagaimana perasaan orang tentang diri mereka
sendiri secara holistik (Verkuyten, 2003).
5. Baron & Byrne
Baron & Byrne (2012) juga berpendapat bahwa harga diri adalah penilaian diri
individu, sikap orang terhadap diri mereka sendiri berkisar dari dimensi positif
hingga negatif. Baron & Byrne menyatakan bahwa harga diri mengacu pada sikap
seseorang terhadap dirinya sendiri, mulai dari yang sangat negatif hingga yang
sangat positif, individu tersebut ditunjukkan memiliki sikap yang negatif terhadap
dirinya sendiri.

Harga diri yang tinggi berarti individu menyukai dirinya sendiri,


penilaian positif ini sebagian didasarkan pada pendapat orang
lain dan sebagian lagi pada pengalaman tertentu. Sikap diri
dimulai dengan interaksi pertama bayi dengan ibu atau
pengasuh lainnya, perbedaan budaya juga mempengaruhi apa
yang penting bagi harga diri seseorang.
Menurut Baron & Byrne (2012), harga diri biasanya diukur
dengan skor mulai dari negatif ke positif atau rendah ke tinggi.
Pendekatan lain adalah meminta individu untuk menyatakan
apa diri ideal mereka, apa mereka sebenarnya, dan kemudian
membandingkan perbedaan di antara keduanya. Semakin besar
perbedaan antara diri aktual dan diri ideal, semakin rendah
harga diri.
6. Kwan dan Singelis
Menurut Kwan dan Singelis (dalam Baron & Byrne, 2012) keharmonisan dalam
hubungan interpersonal merupakan faktor penting bagi budaya individualisme.
Perilaku individu dengan harga diri yang relatif rendah lebih dapat diprediksi
daripada individu dengan harga diri tinggi karena rencana diri negatif lebih
terorganisir daripada rencana diri positif.

7. Marsh & Pelham


Namun, secara umum, individu menilai diri mereka sendiri menurut banyak aspek
seperti olahraga, studi, hubungan interpersonal, dll, sementara harga diri secara
keseluruhan merupakan ringkasan dari penilaian tersebut (Marsh & Pelham
dalam Baron & Byrne, 2012).

8. Minchinton
Tokoh lain yang juga memberikan pemahaman tentang harga diri adalah
Minchinton (dalam Lestari & Koentjoro, 2002), yang berpendapat bahwa harga
diri adalah penilaian atau perasaan diri sebagai pribadi, berdasarkan penerimaan
diri dan perilaku kita, sebagai serta pada keyakinan tentang bagaimana perasaan
kita tentang diri kita sendiri. Perasaan diri ini mempengaruhi hubungan kita
dengan orang-orang di sekitar kita dan aspek lain dari kehidupan kita.

9. Straumann
Sementara perbedaan spesifik dapat bervariasi, seiring waktu perbedaan antara
diri ideal dan diri aktual akan cenderung stabil (Straumann dalam Baron & Byrne,
2012). Seorang individu akan merasa senang jika seseorang
memberikan respon yang positif terhadap beberapa aspek
idealnya, namun individu tersebut akan merasa kurang bahagia
jika seseorang mengatakan bahwa pada individu tersebut tidak
ada aspek ideal dari dirinya (Eisenstadt & Leippe at Baron & Byrne, 2012).
10. Robinson
Robinson (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) mengemukakan bahwa harga diri
lebih spesifik merupakan konsep diri, yang mencakup unsur evaluasi atau evaluasi
diri. Menurut Robinson, banyak ahli teori kepribadian, seperti Carl Rogers,
menganggap konsep diri sebagai salah satu aspek kepribadian yang paling
penting. Konsep diri adalah kerangka kognitif yang mengatur bagaimana kita
mengenal diri kita sendiri dan bagaimana kita memproses informasi tentang diri
kita sendiri (Aditomo & Retnowati, 2004).

11. (On My Own To Feet: Identity and Self-Esteem, 1997)


Harga diri yang rendah berasal dari pengalaman seseorang saat beranjak dewasa,
seperti:

(1) kurangnya kasih sayang, dorongan dan tantangan. (2) tidak ada cinta atau
penerimaan. (3) selalu mengalami kritik, cemoohan, sarkasme, dan cemoohan. (4)
pemukulan dan pelecehan. (5) kurangnya pengakuan dan pujian atas prestasi. (6)
memiliki manfaat dan keunikan yang selalu terabaikan (On My Own To Feet:
Identity and Self-Esteem, 1997).

Adanya sistem yang bermasalah mendorong harga diri yang rendah, yang ditandai
dengan inkonsistensi dalam sistem, hukuman terus-menerus atas kesalahan,
komunikasi yang menyimpang, dan kepatuhan yang konstan terhadap peraturan
(On My Own To Feet: Identity and Self-Esteem, 1997).

12. Pelham & Swan


Pelham & Swan (dalam Aditomo & Retnowati, 2004) menyatakan bahwa dalam
konteks kesehatan mental, harga diri memegang peranan penting terpisah.
individu orang dengan harga diri yang tinggi berarti melihat diri mereka secara
positif. Orang dengan harga diri tinggi menyadari kekuatan mereka dan
menganggap kekuatan ini lebih penting daripada kelemahan mereka.

Sebaliknya, orang dengan harga diri rendah cenderung memandang diri mereka
secara negatif dan fokus pada kelemahan mereka. Dalam hal ini, orang dengan
harga diri tinggi akan lebih memahami pengalaman pahit, seperti kegagalan.

Keberadaan dua jenis harga diri dapat memiliki konsekuensi yang sangat berbeda,
dengan harga diri secara keseluruhan menjadi lebih konsisten dengan
kesejahteraan psikologis dan harga diri spesifik menjadi lebih relevan dengan
perilaku.

Hasil ini menunjukkan bahwa harga diri secara umum lebih erat terkait dengan
ukuran kesejahteraan psikologis, sedangkan harga diri khusus terkait dengan
akademisi, sebagai prediktor kemampuan belajar, praktik.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa tingkat harga diri akademik dapat
mempengaruhi harga diri seseorang secara umum, terutama pada komponen
positif harga diri, yang juga menunjukkan sejauh mana harga diri seseorang
dinilai. (Rosenberg et al., 1995).

13. Cast & Burke


Penelitian tentang harga diri umumnya mengasumsikan salah satu dari tiga cara
membentuk konsep, dan setiap konsep terbentuk secara independen dari yang
lain. Konsepnya adalah (1) harga diri dipelajari sebagai hasil dari perilaku. (2)
harga diri dipelajari sebagai motivator, sehingga dapat meningkatkan
kecenderungan perilaku seseorang
mempertahankan atau meningkatkan harga diri yang positif. (3) harga diri telah
dipelajari sebagai sarana pemeliharaan diri, karena dianggap sebagai
perlindungan terhadap pengalaman buruk dan berbahaya bagi individu (Cast &
Burke, 2002)
Dari teori yang dikemukakan oleh para psikolog di atas tentang konsep harga diri,
dapat disimpulkan bahwa harga diri adalah penilaian diri individu yang menjadi
landasannya.

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Diri


Menurut Coopersmith (Anindyajati & Karima, 2004) ada
empat faktor yang dapat mempengaruhi harga diri, yaitu:

1. Penerimaan atau Penghinaan Terhadap Diri


Orang yang merasa berguna akan memiliki penilaian yang lebih tinggi atau positif
terhadap diri mereka sendiri daripada mereka yang tidak mengalaminya. Individu
dengan citra diri yang baik akan dapat menghargai diri sendiri, menerima diri
sendiri, tidak meremehkan diri sendiri, namun menyadari keterbatasannya dan
memiliki harapan untuk maju dan memahami potensi dirinya cenderung menjauh,
tidak puas dengan diri sendiri, bahkan mereka yang memiliki citra diri rendah
membutuhkan dukungan.
2. Kepemimpinan atau Popularitas
Harga diri adalah kemampuan seseorang untuk membedakan dirinya dengan
orang lain atau lingkungannya. Dalam situasi kompetitif, seseorang akan
menerima dirinya sendiri dan membuktikan pengaruh dan popularitasnya.
Pengalaman yang diperoleh dalam situasi ini menunjukkan bahwa individu lebih
mengenal dirinya sendiri, berani memimpin, atau menghindari persaingan.
3. Keluarga dan Orang Tua
Keluarga dan orang tua memiliki pengaruh terbesar terhadap harga diri, karena
keluarga merupakan modal pertama dalam proses peniruan. Alasan lainnya
adalah perasaan dihargai dalam keluarga merupakan nilai penting yang
mempengaruhi harga diri.
4. Keterbukaan dan Kecemasan
Individu cenderung terbuka untuk menerima keyakinan, nilai, sikap, etika, dan
lingkungan seseorang jika diterima dan dihargai. Sebaliknya, seseorang akan
merasa frustasi jika lingkungannya ditolak.

2.4 Aspek Dari Harga Diri


1. Kekuatan (Power)
Kekuatan atau power mengacu pada kemampuan seseorang untuk mengatur dan
mengendalikan perilaku dan perilakunya menerima pengakuan atas perilaku
orang lain. Kekuatan dinyatakan dalam pengakuan dan rasa hormat yang diterima
individu dari orang lain dan kualitas pendapat yang diungkapkan oleh individu dan
kemudian diakui oleh orang lain.
2. Keberartian (Significance)
Keberartian atau significance menunjuk pada kepedulian, perhatian, afeksi, dan
ekspresi cinta yang diterima oleh seseorang dari orang lain yang menunjukkan
adanya penerimaan dan popularitas individu dari lingkungan sosial. Penerimaan
dari lingkungan ditandai dengan adanya kehangatan, respon yang baik dari
lingkungan dan adanya ketertarikan lingkungan terhadap individu dan lingkungan
menyukai individu sesuai dengan keadaan diri yang sebenarnya.
3. Kebajikan (Virtue)
Kebajikan mengacu pada adanya kepatuhan terhadap standar moral, etika dan
agama, di mana individu akan menjauhi perilaku yang harus dihindari dan terlibat
dalam perilaku yang diperbolehkan secara moral, etika dan agama. Seseorang yang
menganut nilai-nilai moral, etika, dan agama dianggap memiliki sikap yang positif
dan pada akhirnya evaluasi diri yang positif berarti seseorang telah
mengembangkan harga diri yang positif dalam dirinya.
4. Kemampuan (Competence)
Kemampuan atau competence menunjuk pada adanya performansi yang tinggi
untuk memenuhi kebutuhan mencapai prestasi dimana level dan tugas-tugas
tersebut tergantung pada variasi usia seseorang.

2.5 Cara Meningkatkan Harga Diri

Ada beberapa cara untuk meningkatkan harga diri Anda. Yang pertama adalah
menyadari kemampuan Anda dan mengembangkannya. Harga diri individu dapat
dibangun dengan menunjukkan kemampuan dan prestasi yang signifikan dalam
hidup.
Dengan demikian, kompetensi posesif dapat dikembangkan dan peluang
diupayakan untuk ditonjolkan. Cara kedua adalah berhenti mengkhawatirkan apa
yang orang lain pikirkan tentang Anda. Ketika Anda khawatir tentang apa yang
dipikirkan orang lain, Anda cenderung tidak memiliki waktu luang untuk
melakukan apa pun.
Karena itu, berhenti khawatir dan lebih fokus pada apa yang ingin Anda lakukan
dapat meningkatkan harga diri. Kemudian yang ketiga adalah jangan terlalu
membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Orang lain mungkin tidak selalu
menjadi standar hidup. Apa yang orang posting di media sosial hanya mewakili
yang terbaik dalam hidup.
Jadi jangan membandingkan diri Anda dengan orang lain dan fokus saja pada apa
yang bisa tumbuh dalam diri Anda. Mengenali kekuatan dan kelemahan Anda juga
dapat meningkatkan harga diri.
3.PRESENTASI DIRI
3.1 Pengertian Self Presentation

Self presentation (presentasi diri) atau dikenal juga


sebagai impression management (manajemen kesan) adalah proses di mana individu
melakukan pengendalian atau pengelolaan kesan agar orang lain membentuk kesan
tertentu mengenai mereka dalam interaksi sosial (Delamater & Myers, 2011 dalam
Maryam, 2018, hlm. 55-56). Kebanyakan individu sering kali memfokuskan diri pada
kesan yang ingin ditampilkan melalui perilaku publik di lingkungan sosialnya.

Individu yang mengalami self presentation bisa jadi menyadari atau tidak menyadarinya.
Fokus utama pada self presentation adalah untuk menetapkan sebuah image publik
tentang diri kita sendiri yang konsisten dengan apa yang diinginkan atau diharapkan
oleh orang lain tentang diri kita. Kita dapat melakukan hal ini, misalnya dengan
mengklaim bahwa kita memiliki beberapa atribut yang mereka hargai, meskipun secara
nyata kita tidak memiliki atribut tersebut.

Sementara itu menurut Menurut Kassin dkk (2008 dalam Maryam, 2018, hlm. 56)
presentasi diri merupakan sebuah proses di mana kita berusaha untuk membentuk apa
yang dipikirkan orang lain tentang kita dan apa yang kita pikirkan tentang diri kita
sendiri.

Selanjutnya, Goffman seorang tokoh Sosiologi yang mencetuskan manajemen impresi


mengartikan self presentation atau impression management sebagai kebutuhan individu
dalam mempresentasikan dirinya sebagai seseorang yang bisa diterima oleh orang lain.
Lebih lanjut ia menjelaskan bawa diri sebagai penampil (self as performer), bukan
semata-mata sebuah produk sosial, tapi juga memiliki dasar motivasi. Artinya, secara
psikologis self presentation dapat dikatakan sebagai perpanjangan proses mental konasi
(kehendak).
Dapat disimpulkan bahwa self presentation adalah usaha individu untuk menampilkan
kesan yang diinginkan oleh dirinya dan orang lain agar dapat diterima atau
mendapatkan imbalan dan motivasi-motivasi lainnya saat berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya.

3.2 Tujuan Self Presentation

Secara umum manusia melakukan self presentation dengan tujuan agar


mereka dilihat dan dinilai secara positif oleh orang lain, sehingga akan
memperoleh penghargaan (reward) dari lingkungan sosialnya, seperti ingin
disukai, dapat mempengaruhi orang lain, memperoleh posisi,
mempertahankan status, dan sebagainya (Delamater & Myers, 2011 dalam
Maryam, 2018, hlm. 56).

Selain itu menurut Dayakisni dan Hudaniah (2015, hlm. 72) mengatakan bahwa
individu yang memiliki presentasi diri yang baik, maka ia akan diterima oleh
masyarakat. Sebaliknya,  individu yang memiliki presentasi diri yang buruk
maka ia akan merasakan perasaan terasingkan oleh masyarakat.

Selanjutnya, Argyle (dalam Maryam, 2018, hlm. 56) i mengemukakan bahwa


terdapat tiga motivasi primer dalam impression management, yaitu:

1. untuk memperoleh imbalan materi atau sosial (agar disukai, dihormati, dipuji,
dan sebagainya),
2. untuk mempertahankan atau meningkatkan harga diri, dan
3. untuk mempermudah pengembangan identitas diri.

Motivasi untuk melakukan pengelolaan kesan biasanya sering terjadi dalam


situasi yang melibatkan tujuan penting (persahabatan, persetujuan, imbalan
materi) di mana individu yang melakukannya merasa kurang puas
dengan image yang diproyeksikan saat ini. Selain itu, motivasi untuk
mengelola kesan juga lebih kuat saat seseorang merasa tergantung pada
seseorang yang berkuasa di mana orang tersebut mengendalikan sumber-
sumber penting bagi dirinya.

3.3 Syarat Manajemen Impresi

Goffman mengajukan syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila seseorang


ingin melakukan pengeloaan kesan (impression management) atau presentasi
diri secara baik yang di antaranya adalah sebagai berikut .

1. Penampilan muka (proper front), yaitu perilaku tertentu yang diekspresikan


secara khusus oleh aktor agar orang lain mengetahui dengan jelas perannya.
2. Keterlibatan secara penuh dalam peran, sehingga membantu aktor untuk
sungguh-sungguh meyakini perannya dan bisa menghayati perannya secara
total.
3. Mewujudkan idealisasi harapan orang lain tentang peran actor.
4. Menjaga atau memelihara jarak sosial (mystification) antara aktor dan orang
lain, agar tetap bisa menyadari perannya dan tidak hilang dalam proses
tersebut (Dayakisni & Hudaniah, 2015).
3.4 Faktor yang Mempengaruhi Self Presentation

Menurut Delamater & Myers (dalam Maryam, 2018, hlm. 57) kesuksesan
dalam presentasi diri ditentukan oleh dua hal berikut.

1. Dalam upaya untuk menetapkan definisi situasi agar interaksi berjalan dengan
sukses, pihak-pihak yang terlibat di dalamnya harus berbagi pemahaman
tentang realitas sosial mereka. Sesuai dengan pandangan teori interaksi
simbolik (symbolic interaction theory) yang mengatakan bahwa agar interaksi
sosial berjalan lancar maka orang-orang yang terlibat di dalamnya harus
bersama-sama berbagi definisi sebuah situasi (kesepakatan tentang siapa
mereka, apa tujuan mereka, perilaku seperti apa yang layak, dan apa artinya
perilaku mereka). Untuk membentuk definisi situasi ini, orang-orang harus
sepakat menjawab pertanyaan tentang: a) apa tipe kegiatan sosial terdekat
(pernikahan, reuni, interview pekerjaan, dan lain-lain), dan apa kerangka
(frame) interaksi ?; b) Identitas seperti apa yang diinginkan oleh partisipan
dalam interaksi tersebut ?
2. Upaya untuk mengungkapkan informasi tentang diri (self) yang konsisten
dengan identitas yang diklaim (self–disclosure). Agar kita bisa mengetahui
lebih banyak tentang orang lain dengan lebih baik maka kita mengungkapkan
tentang diri kita sendiri secara lebih detil dan akrab.
3.5 Strategi Self Presentation

Menurut Delamater dan Myers (dalam Maryam, 2018, hlm. 58) strategi
presentasi diri adalah berbagai kondisi tertentu yang sengaja diikuti untuk
membuat orang menghadirkan diri mereka sebagai seseorang yang bukan
sesungguhnya untuk menghasilkan self presentation yang diinginkan dengan
cara membesar-besarkan, ataupun membuat kesan yang menyesatkan
tentang dirinya di mata orang lain. Beberapa strategi presentasi diri menurut
Delamater dan Myers (dalam Maryam, 2018, hlm. 58-16) adalah sebagai
berikut.

1. Managing appearance (Mengelola penampilan).


Appearance merujuk pada segala sesuatu pada seseorang di mana orang lain
bisa melihatnya, seperti pakaian, cara berdandan, kebiasaan yang terlihat
(merokok, mengunyah permen karet), komunikasi verbal (dialek, kosakata),
dan komunikasi nonverbal. Melalui appearance yang kita hadirkan, kita
menunjukkan kepada orang-orang seperti apa kita dan aksi apa yang ingin
kita lakukan.
2. Ingratiation (Mengambil muka atau menjilat).
Strategi ini merupakan perilaku yang dimotivasi oleh keinginan untuk disukai
orang lain. Mengambil muka dapat dilakukan dengan bermacam cara dan
taktik yang disesuaikan terhadap situasi dan kondisi sosial yang dihadapi.
3. Self-promotion (Promosi diri).
Self–promotion adalah tindakan yang dimotivasi oleh keinginan untuk
dianggap maju dan disegani karena kemampuan atau kompetensinya.
Berbeda dengan ingratiation yang mengambil muka saja, self promotion
dilakukan dengan tindakan nyata yang terlihat dan dianggap sangat
membantu bagi orang lain.
4. Aligning Action (Penyelarasan tindakan).
Aligning Action merupakan upaya individu untuk mendefinisikan perilakunya
yang nampaknya diragukan karena bertentangan dengan norma. Terdapat
dua tipe penting dari aligning actions, yaitu disclaimers (menyangkal)
dan accounts (alasan-alasan). Disclaimers merupakan pernyataan secara verbal
yang bertujuan untuk menyangkal implikasi negatif dari tindakan yang akan
datang dengan mendefiniskan tindakan ini yang dianggap tidak relevan
dengan identitas sosial yang dimiliki seseorang. Dengan
melakukan disclaimers, meskipun tindakan yang akan datang umumnya
menghasilkan identitas negatif, tindakan tersebut merupakan kasus yang luar
biasa.
5. Intimidation (Mengancam atau menakut-nakuti).
Strategi ini digunakan untuk menimbulkan rasa takut, dan sebagai upaya
untuk memperoleh kekuasaan dengan cara meyakinkan orang lain bahwa
dirinya orang yang berbahaya.
6. Supplification (Permohonan).
Supplification adalah meyakinkan seorang target bahwa kita membutuhkan
dan layak memperoleh pertolongan atau simpati.
7. Altercasting (Membuat cetakan).
Aftercasting adalah taktik presentasi diri untuk memaksakan peran dan
identitas kepada orang lain. Melalui strategi ini, kita menempatkan orang lain
dalam identitas situasi dan peran yang menguntungkan kita. Secara
umum, altercasting melibatkan perlakuan terhadap orang lain seolah-olah
mereka telah memiliki identitas dan peran yang ingin kita paksakan pada
mereka. Misalnya guru mengatakan kepada muridnya “Saya tahu kamu bisa
melakukan yang lebih baik dari itu.” Ucapan ini menekan murid untuk
menghayati sebuah identitas atau kemampuan yang dipaksakan. 8
8. Exemplification (Pemberian teladan).
Strategi yang memproyeksikan pada kejujuran dan moralitas, dengan
mempresentasikan sebagai orang yang jujur, disiplin, dermawan, baik hati.
Terkadang perilaku yang ditunjukkan memang mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, namun sering kali pengguna strategi ini berusaha memanipulasi
dan tidak tulus dalam melakukannya (Dayakisni dan Hudaniah, 2015).
9. Self-handicapping (Menghambat diri).
Saat menghadapi kegagalan sering kali orang-orang beralasan bahwa
kegagalan tersebut karena terdapat hambatan yang memang tidak bisa
diatasi, bukan karena kelemahan mereka. Misalnya, mahasiswa yang
begadang semalaman sebelum ujian keesokan harinya, mengaitkan nilai yang
buruk karena keletihan, bukan karena kemampuannya atau kemalasannya
dalam belajar.

Anda mungkin juga menyukai